Seni Patung Batak dan Nias/Bab 2
BAB II
ARTI SENI PATUNG DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
BATAK
Pada lebih kurang 3000 tahun yang lalu Sarjana lpes berkebangsaan Belanda menyatakan bahwa Tanah Batak sudah dikenal, secara luas disebabkan Bandar Tua Barus pada waktu itu berfungsi sebagai pusat perdagangan (Kapur Barus) antara benua Asia, Afrika, dan Eropah Barat. Juga daerah ini dikenal, karena memiliki aneka ragam kesenian tradisional, masih hidup baik sampai saat ini.
Rumah adat tradisional dengan aneka ragam ornamen yang mewarnai bangunan rumah sebagai peninggalan sejarah membuat kita selalu terpesona akan keahlian yang dimiliki ahli bangunan serta pengukirnya. Lebih daripada itu bangunan atau yang menjulang dalam susunan balok-balok merupakan bukti pula betapa tingginya jangkauan ilmu bangunan nenek moyang suku Batak.
Bersamaan dengan itu kita masih dapat pula melihat seni tradisional lainnya seperti seni patung, seni tenun, anyaman.
Demikianlah kehadiran seni patung primitip selain ritual magis juga memiliki arti simbolis dan perlambang. Sikap Budaya masyarakat Batak, terhadap seni patung sebagai hasil karya budaya,, sampai dewasa ini masih dapat kita lihat. Diantaranya upacara pengobatan tradisional, Kesenian rakyat seperti si Gale-Gale di Tapanuli, Tembut-tembut di Karo dan kesenian di lain-lain daerah yang termasuk dalam rumpun suku Batak.
Sikap budaya yang sedemikian itu kemudian dihubungkan dengan aliran kepercayaan seperti yang dianut oleh nenek moyang, nyata masih melekat pada sebagian suku-suku Batak. Terbukti sampai dewasa ini sikap-sikap budaya seperti yang diuraikan di atas oleh masyarakat yang tinggal jauh dipedalaman, masih dipegang teguh. Cara-upacara tradisional seperti mperumah tendi, nguncang kuta, ngarkari, ngulak, masih bisa diadakan. Kemudian dihubungkan dengan seni patung dengan berbagai macam perwujudan bentuk, ternyata dalam upacara ersilihi (upacara pengobatan tradisional) sampai sekarang masih terdapat di berbagai daerah. Dengan demikian jelaslah betapa tingginya pandangan mereka terhadap nilai seni patung dalam berbagai seginya. Namun bagi daerah yang telah menganut agama Islam dan Kristen kelihatannya mereka cukup fanatik, sehingga patung yang pada mulanya dipuja sebagai penghormatan terhadap nenek moyang, banyak yang dimusnahkan diantaranya patung-patung peninggalan nenek moyang di daerah Angkola (Tapanulis Selatan). Bagi daerah-daerah yang lebih maju cara berfikirnya sekali pun mereka telah memeluk agama baru, seperti di daerah Tapanuli (Batak Toba) berlainan halnya. Pemujaan terhadap nenek moyang dalam arti menghormati arwah leluhurnya, seni patung yang dibuat sebagai perlambang masih terus berkembang. Ini semua masih dapat kita lihat bertebaran di sepanjang jalan antara derah Simalungun sampai di perbatasan daerah Tapnuli Tengah yang dibuat sedemikian rupa selain sebagai peringatan juga sebagai alat dekorasi dengan mengabaikan fungsi aslinya yakni sebagai alat pemujaan.
Roh nenek moyang dianggap sebagai roh yang baik, oleh karenanya dipuja dan dihormati. Oleh karena nenek myang dianggap sebagai awal pelaksana adat dan tradisi (dalihan na tolu) dimana adat dan tradisi ini dipakai oleh semua rumpun suku Batak, maka upacara tradisional seperti meminta hujan, turun kesawah, membuat dan memasuki rumah baru dan lain sebagainya sampai sekarang masih dilakukannya. Pelaksanaan upacara inilah yang menyebabkan kebudayaan tradisional suku Batak sukar pupusnya sekalipun ajaran agama baru cukup kuat untuk membendungnya. Dengan demikian usaha masyarakat yang fanatik disebabkan oleh ajaran agama untuk memusnahkan seni patung baik seni patung peninggalan nenek moyang dan seni patung peninggalan budaya megalit yang ada di sekitar pulau Samosir, Nias, dan beberapa daerah lainnya agak terhalang. Akhirnya patung-patung peninggalan prasejarah yang masih tinggal menjadi saksi hasil kesenian primitif. Lebih dari pada itu patung-patung primitif bercorak monumental sebagai hasil konsepsi yang tidak hanya mengandung nilai-nilai estetis, bahkan sampai kepada bentuk yang individualitas universal yang dapat memberikan hubungan sosial terhadapa kehidupan dan perwatakan seni yang tidak akan lapuk sepanjang zaman.
- Menunjukkan rasa mampu atau penonjolan prestasi di bidang keunggulan seni pada zamannya.
- Memanifestasikan daya cipta dalam bidang kebudayaan;
- Memancarkan nilai keindahan dan praktis; dan
- Menunjukkan rasa mampu menentang zaman atau tak usang diterapkan pada konstruksi-konstruksi bangunan di sepanjang zaman.
1.Menunjukkan rasa mampu atau penonjolan,prestasi.
Dalam hubungan ini, perhatikanlah kembali berbagai gambar yang dilampirkan pada halaman terdahulu. Pada setiap patung sekalipun bentuk dan coraknya sangat primitip, tetapi padanya masih terdapat elemen-elemen yang cukup artistik dan dapat memberikan ide terhadap bentuk-bentuk seni yang esensial.
Dari kemampuan senimannya dilihat dari banyaknya patung-patung yang terdapat di daerah Batak, jelas menunjukkan bahwa kemampuan membentuk, mengukir/memahat patut dibanggakan untuk mewakili daerah sebagai hasil kebudayaan yang mampu, memberi arti terhadap perkembangan sejarah kebudayaan bagi suku Batak pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya.
Dilihat dari segi gaya yang diungkapkan oleh pemahatnya seperti tongkat Tunggal Panaluan, jelas untuk mewujudkannya dibutuhkan keahlian di dalam mengatur perbandingan bobot bahan sehingga keseimbangan dan kemantapan antara bahan dan bentuk (proporsi), terdapat keselarasan perwujudan yang ekspresif, sederhana dalam gaya, primitif-magis guna mencapai suasana yang keramat.
Diukur dari segi waktu dan kecermatan bekerja, patung dengan
aneka gaya dan bentuk yang terdapat di daerah Batak tentunya akan memakan waktu yang relatif lama dan meminta ketekunan dan ketelatenan bekerja, terlebih lagi dengan hasil seni patung megalita seperti patung kuburan yang terdapat di daerah Tomok dan patung-patung batu lainnya di daerah Bawomataluo, desa Orakili di Kecamatan Gomo dan lain-lain.
Hasil-hasil seni patung itu tidak lain merupakan bagian kemenangan, kebanggaan serta rasa unggul dari prestasi (hasil kerja) yang tekun, atau semacam perasaan dan semangat tidak mau kalah dengan kelompok lain. Atau untuk masa yang jauh, mereka ingin menonjolkan dan mendapat kesan serta penilaian dari generasi masa kini. Lihatlah nenek moyang kita ternyata cukup berkemampuan dalam berkarya, khususnya di bidang seni patung. Karena sejarah lampau, menggambarkan keseluruhan perbuatan manusia pada waktu yang
lampau, kami mencoba menggambarkan kembali tentang sikap dan peranan nenek moyang terhadap seni patung, yang pengungkapannya lewat media batu dan kayu sedemikian rupa diujudkan kembali "kehidupan" nenek moyangnya untuk dipuja dan dihormati. Beberapa karya mereka dalam berbagai gayanya, yang merupakan bukti kesenimanan mereka, dapat disajikan beberapa dibawahini.
Gambar 44
Patung Batak Toba
Patung menunggang kerbau.
Patung berbentuk sylendris yang berukuran kecil kelihatan ekspresi wajah seseorang yang penuh wibawa. Pangkal hidungnya dipahat menyatu dengan kening sedang mulutnya dibentuk melebar kekiri dan kekanan; pandangannya tajam kedepan. Sikap patung tergambar khas gaya Batak.
Gambar 45
Patung menunggang kuda. |
Gambar 46
Dijelaskan bahwa patung itu adalah lambang keadilan. Ide itu kemungkinan diambil dari bentuk patungnya, dimana seekor kuda digambarkan sedang memakan manusia, sedang dibagian lain seorang manusia didudukan pada bagian kepala dan seorang lagi pada bagian pinggul. Dramatisasi dari beberapa mahluk yang diilhami dalam bentuk patung memberi arti, yang salah harus dibinasakan sedang yang benar dijunjung tinggi. Sedang menurut hemat kami patung itu boleh juga diartikan sesuai dengan fungsinya (penutup tempat obat). Didasari dengan kepercayaan (ritual) dimana ramuan obat itu dapat memberi penawar terhadap segala penyaikit, baik penyakit dari luar dan penyakit dari dalam.
Gambar 47 Patung Batak Karo |
Kerbau ataupun kuda yang selalu menyertai pada setiap patung Batak adalah kendaraan perlambang menuju nirwana sesuai dengan kepercayaan suku Batak. Secara simbolis jenis binatang itu adalah perlambang kemakmuran di samping teman dalam hidup. Bentuk patung pada gambar menunjukkan karakter tentang kehidupan suku Batak. |
Gambar 48 |
Patung pada gambar ini dibentuk dalam posisi jongkok. Patung wanita tanpa busana, dua buah payudara tampak jelas, sebagai perlambang kesuburan; sedang pada patung lainnya tampak wujud seorang tua dalam posisi duduk, lengan dan tangan yang ditumpangkan pada lutut yang memberi kesan seorang pemimpin adat yang bijaksana. |
Patung (Raja dan Permaisurinya) dalam posisi duduk bagaikan gaya seorang raja duduk di tahta kerajaan. Corak patung ini mengingatkan kita akan gaya seni patung purbawi Mesir Kuno di zamanya Firaun. Detail patung yang diolah melalui media batu dengan pahatan sederhana, namun kelihatan artistik dan harmonis.
2. Sebagai manifestasi daya cipta.
Gambar 50
Aneka gaya kita temukan pada patung Batak. Pada patung ini kita melihat sikap duduk dimana kedua tangannya ditumpukkan pada bagian dada. Oleh suku Batak Karo disebut pusuh (jantung), dengan matanya dalam keadaan terpejam. Serta rambutnya yang keriting. Sikap patung seperti ini diberi gelar patung penenung (patung yang dapat memberi firasat terhadap firasat baik dan buruk.
Sebuah patung Nias, melukiskan orang yang sedang bertapa disebuah gua dikawal oleh tiga lasara sejenis binatang buas. Patung batu yang berusia tua ini kelihatan magis, barangkali karena patung ini pada mulanya dipuja dan dihormati sesuai dengan kepercayaan suku Nias pada waktu itu. Ekspresi wajahnya dengan sedikit tersenyum dan mata terkatup menunjukkan ketenangan seseorang pertapa. B.Fungsi Seni Patung Batak.
Menjelajahi kehidupan seni patung Batak sepanjang masa, dapat dikaji berbagai fungsi dari kehadiran patung di kalangan masyarakat Batak.
Mengungkap yang tersirat dibalik yang tersurat bukanlah hal yang mudah. Yang paling kena untuk mengungkapkan arti simbolis dari hasil seni patung yang terdapat di daerah Batak pada umumnya setidaknya kita harus menyelami budaya, adat dan kepercayaan suku Batak. Ketidak mudahan mengungkapkan nilai yang terkandung pada hasil seni patung primitif sebagai hasil kebudayaan suku Batak, seorang ahli Barat Van Der Hoop, mengatakan antara lain :
Jika, hendak diselidiki arti itu, maka kita harus mencarinya kembali jauh dalam sejarah dan malahan sampai pada prasejarah.
Dengan tulisan tersebut di atas maka jelaslah bahwa setiap bentuk materil di dalam suatu hasil karya patung yang terdapat di daerah Batak pada umumnya mengandung arti tersendiri (khusus), apakah arti realis, simbolis atau yang lebih kompleks dari itu. Sebab setiap patung yang terdapat didaerah Batak dari semula dinyatakan adanya arti dan nilai luhur yang tersembunyi. Bakan pula sedikit jumlah patung yang terdapat di daerah Batak dan Nias, baik yang baru maupun lama dengan corak dan gayanya yang berbeda-beda, dan tidak mustahil pula bahwa keseluruhan dari jenis patung itu mempunyai nilai dan arti yang symbolis tersendiri. Gajah dompak, singe-singe sekalipun diungkapkan dalam bentuk dua demonsion namun––––––––––––––––––––––––
9). A.N.J. Tahun Van Der Hoop. Indonesisch Siermotieven U.V. v/p. A.C. Nix & Co, Bandung, 1949, hal. 17. dia kelihatan artistik, dekoratf dan mengandung makna symbolis magis sebagai penolak dari roh-roh yang datang dari luar.
Demikianlah juga dengan patung-patung lain seperti patung pulu balang, patung pagar jabu dan lain-lain mengandung makna yang sama.
Dari hasil-hasil wawancara penulis dengan para pengetua adat diperoleh keterangan-keterangan mengenai nilai dan makna seni patung yang terdapat di daerah Batak yang memang ternyata pada setiap ungkapan mengandung makna simbolis magis. Beberapa jenis patung tersebut dapat ditampilkan disini.
Gambar 53
a. Ulu Paung
b. Patung pemberi berkat.
Patung ini terdiri dari sebuah patung induk dan dua patung lainnya dipahat lebih kecil dari patung induk. Sikap patung kedua belah tangannya diletakkan di atas kepala patung yang kecil sedemikian rupa sehingga memberi makna tersendiri.
Menurut keterangan, fungsi patung ini adalah ma masu-masu artinya patung pemberi berkat.
Pada bagian kepala di pahatkan seekor kadal (cecak) mengandung makna/arti tertinggi bagi suku Batak, yang disebut Borospati, artinya pelindung dari perbuatan/gangguan jahat yang datangnya dari luar.
c. Patung lambang kejantanan (Adu Jatua) didesa Hilisimaetano.
Memperhatikan gambar disebelah, kembali kita melihat kesederhanaan pahatan dengan sikap yang sama seperti gaya patung lainnya, fungsi patung sebagai lambang kejantanan, dapat terasa lewat alat kelamin yang ditonjolkan. Kekuatan ekspresi magis dan makna-maksa simbolis dari berbagai motif tampil pada setiap patung tradisional, jelas terdapat unsur pengahayatan kepercayaan. Demikian pula seni patung yang terdapat di daerah Batak sesuai dengan kepercayaan yang dianut di daerah Batak sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, mempunyai peranan sosial yang penting. Pada masa prasejarah (seni patung) yang terdapat di daerah Batak dari Nias pada umumnya kelahirannya bertolak dari masalah kehidupan manusia yang dikaitkan dengan unsur-unsur kepercayaan yang melandasi berbagai aspek kehidupannya.
Oleh karenanya patung yang terdapat pada masyarakat Ba tak pada umumnya dibuat bukan semata-mata untuk kesenangan pengungkapan rasa seninya. Tetapi justru timbul dari dorongan sesuatu yang berkaitan dengan kepercayaan, tentang ketinggian martabat dari nenek moyang yang dipandang sebagai juru selamat.
Gangguan alam, peperangan antar suku dan lain sebagainya, memaksa mereka mencari perlindungan kepada roh-roh nenek moyang yang diwujudkan lewat pahatan berupa patung-patung.
Pemujaan terhadap nenek moyang seperti yang diuraikan di atas adalah satu segi kehidupan masyarakat prasejarah yang timbul dengan kuat di kalangan masyarakat Batak dan Nias. Sekalipun pada zaman sekarang masyaraklat Batak dan Nias telah menganut Agama Islam dan Kristen, namun bekas-bekas kepercayaan animistis masih terasa di kalangan masyarakat Batak dan Nias. Berarti kebudayaan prasejarah tetap mempertahankan eksistensinya terhadap desakan atau pengaruh yang datangnya dari luar. Salah satu contohnya adalah patung singa-singa, gajah dompak pada rumah tradisional Batak Toba; kuda-kuda pada rumah tradisional Karo; bohi-bohi pada rumah adat Simalungun, Uting-uting pada rumah adat Mandailing, sampai pada gaya arsitektur masa kini. Patung perminakan untuk penawar orang sakit.
Patung pagar jabu dan lain-lain, sampai sekarang masih dipakai oleh masyarakat Batak Karo.
- Peranan Patung dalam Upacara Pengobatan Tradisional.
Pengobatan tradisional pada masyarakat Batak sampai sekarang masih banyak diperaktekkan, terlebih di pedesaan, dengan melalui mantera-mantera ataupun upacara khusus. Seperti apa yang kami lihat di tanah Karo, yakni pengobatan tradisional melalui upacara khusus yang masih dipraktekkan di kalangan masyrakatnya, upacara pengobatan ini dalam bahasa Karo disebut ersilihi. Pada pelaksanaan upacara ini terdapat sebuah patung yang dalam bahasa Batak Karo disebut gana-gana, yang dalam wujudnya benar-benar menyerupai wajah manusia. Menurut kepercayaan masyarakat Karo, di atas permukaan bumi ini ada roh-roh jahat yang bergentayangan, yang mengganggu kehidupan manusia. Roh-roh inilah yang menyebabkan sukar menyembuhkan seseorang yang menderita penyakit, sebab semangat atau tendi si sakit disandera oleh roh jahat itu.
Untuk mengembalikan semangat sisakit agar lekas sembuh dibuatlah upacara ersilihi, dengan menghadirkan tiga orang guru dukun yang masing-masing mempunyai keahlian tersendiri untuk dimintai pertolongannya antara lain:
– guru per mang-mang ahli dalam mantera-mantera.
– guru per dewel-dewel, guru sierkata kerahongna artinya guru yang dapat bicara melalui lehernya, yang dapat langsung berdialog dengan roh-roh jahat.
– guru si dua lapis pengenin matana artinya guru yang dapat melihat di luar kemampuan penglihatan orang biasa.
Untuk mengembalikan semangat sisakit pada pengobatan tradisional itu, patung mempunyai fungsi sosial yang sangat penting. Patung itu adalah sebagai pengganti sisakit untuk dikorbankan pada roh jahat. Melalui perantaraan guru/dukun, patung berikut sesajen sesuai dengan permintaan roh jahat, yang dilambangkan sebagai pengganti semangat/tendi si sakit, maka patung itu dibawa ke sungai kemudian dihanyutkan oleh guru/dukun itu, atau diletakkan dipersimpangan jalan.
Mantera pengiring upacara ersilihi itu adalah sebagai berikut:
O, nini enda gancih si Ane ndai ula nai kam ertunggu-tunggu, ula nai er idau-idau, enggo seh ken kami pemindon ndu e.
Artinya dalam bahasa Indonesia:
Oh, roh-roh halus yang bergentayangan yang menuntut pengganti roh si Anu, jangan lagi engkau menunggu-nunggu (menanti-nanti) sudah kami kabulkan permintaan itu.
Upacara ersilihi biasanya dilaksanakan dengan diiringi musik tradisional (keteng-keteng dan baluat), dengan dibarengi oleh mantera yang dibawakan oleh guru/dukun.
3. Mengandung nilai estetis (keindahan).
Penghayatan para seniman masa lalu akan bentuk, serta kepekaan pada nilai-nilai garis dengan landasan sikap dan ekspresi wajah dapat melahirkan karya-karya bermutu, sebagaimana yang selalu terpahat pada setiap patung dan motif-motif hiasan. Memang kadang-kadang kita berpikir, apakah benar para seniman masa lalu telah memiliki kesadaran keindahan yang begitu tinggi. Tidakkan kelahiran karya-karya itu semata-mata di dorong oleh aspek simbolisme saja, dimana keindahan lahir hanya dari instink keindahan.
Sulit disimpulkan, mengingat hampir keseluruhan karya yang tertinggal memiliki mutu seni yang tinggi di samping kandungan nilai simbolis magisnya.
Deformasi dan itilasi bentuk yang pada umumnya terdapat pada seni primitif serta simbol-simbol yang terkandung di dalamnya, kenyataannya sekarang banyak memberi sumber inspirasi kepada para seniman modern yang perkembangannya begitu pesat di abad XX sekarang ini.
4. Tidak usang untuk diterapkan pada konstruksi bangunan sepanjang zaman.
Ada pendapat bahwa kebudayaan Nasional adalah paduan dari puncak-puncak kebudayaan daerah. Atau ada yang berpendapat bahwa kebudayaan asing yang mengandung unsur yang dapat dicerna dan melebur dengan kebudayaan Nasional dapat diterima untuk memperkaya dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Nasional.
Seni patung sebagai bagian dari karya seni Nasional juga terlihat di dalam proses pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan Nasional, dan ternyata seni patung mampu tampil dalam dunianya yang baru.
Dalam abad XX ini bangunan-bangunan baik bentuk dan gayanya mengalami kemajuan dan memberi corak tersendiri sebagai hasil kreativitas pada arsitek masa kini, bentuk arsitektural masa lampau (tradisional) masih mampu memberi ilham pada bangunan-bangunan masa kini, terlepas dari kemantapan nilai artistiknya dan fungsionalnya. Sebagai contoh kita dapat melihat bangunan kantor DRPD Tkt. I Sumatera Utara yang terletak di jalan Imam Bonjol, Gedung Museum Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara di Jalan Gedung Arca, Hotel T.D. Pardede di jalan Imam Bonjol, Juga kita dapati di beberapa daerah lain,seperti bangunan utama Taman Budaya di Bali, bangunan Taman Mini di Jakarta dan lain-lain. Ternyata dia tidak kaku,bahkan menambah keharmonisan dan mantap disamping membantu dekorasi bangunan itu.
- Gaya Seni Patung Primitif Batak Menurut Daerahnya.
Di penghujung abad XX ini kesenian tradisional Batak khususnya seni patung tidak begitu banyak dibicarakan. Hal itu disebabkan patung-patung hasil karya peninggalan nenek moyang banyak yang sudah punah di samping senimannya sendiri tidak kreatif lagi. Boleh jadi disebabkan di daerah Batak pada umumnya sudah banyak yang memeluk agama Islam dan Kristen, sedang agama permalim awal dari anutan suku Batak sudah jarang menganutnya, akibatnya didesak oleh agama baru itu.
Kemungkinan-kemungkinan lain boleh jadi penilaian terhadapkesenian rakyat tradisional dianggap sudah tidak sesuai lagi dalam lingkungan masyarakat Batak yang hidup di alam modern sekarang ini.
Di lain hal khusus seni patung dianggap suatu hambatan pula bagi perkembangan agama Islam dan Kristen, sebab patung-patung yang masih ada dapat menyebabkan timbulnya kembali pemujaan terhadap nenek moyang.
Oleh karenanya patung-patung peninggalan nenek moyang awal lari pemujaan terhadap yang lebih tinggi banyak yang dimusnahkan.
Kendatipun demikian bagi suku Batak yang masih fanatik terhadap leluhurnya, seni patung berkembang terus, justeru menampilkan kembali leluhur nenek moyang, baik berupa patung atau tugu yang tetap dianggap sebagai suatu pekerjaan yang sangat mulia.
Penampilan patung-patung masa kini sebagai lambang perwujudan kembali rupa nenek moyang, bentuk dan gayanya lebih mengrah kepada gaya naturalis. Sedang patung yang bergaya primitif kehadirannya hanya pada waktu dibutuhkan, misalnya dalam mengisi upacara-upacara adat tampa fungsi yang asli, seperti misalnya penampilan sigale -gale pada upacara penyambutan hari-hari besar Nasional dan lain-lain.
Kebudayaan daerah dengan segala jenis corak dan gaya itu tampak mempunyai ciri-ciri khas yang membedakan satu daerah suku dengan yang lain. Ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah dimana suku-suku Batak itu berada, kiranya sejak dahulu berkembang sebagaimana yang kita lihat dan hayati sekarang ini yakni patung-patung dari sisa-sisa peninggalan karya seni rupa nenek moyang.
Kehadiran patung primitif tersebut itu memberikan inspirasi
Dapat kita catat beberapa gaya patung primitif dari beberapa daerah sebagai berikut:
- Patung primitif Batak Toba.
Yang dimaksud dengan suku Batak Toba adalah masyarakat Toba yang tinggal menetap sebagai penduduk asli di sekitar Danau Toba. Daerah ini dikenal sebagai salah satu pusat berkembangnya seni primitif. Gaya seni patung primitif, sebagaimana umumnya adalah sebagai peninggalan hasil karya seniman masa lalu yang lebih terikat pada aspek symbolisnya daripada kaidah-kaidah keindahan.
Patung-patung primitif yang terdapat di daerah Batak Toba pada umumnya berbentuk silindris dalam berbagai ukuran menurut fungsi yang dipersiapkan. Pada bagian-bagian lain seperti patung-patung batu yang terdapat di desa Ambarita Sialalangan kelihatan bentuknya sudah mengarah kepada corak realistis, dalam ungkapannya yang sangat sederhana tetapi penuh ekspresi.
Ciri-ciri khas yang terdapat pada patung primitif Batak Toba, pada umumnya dalam pengambilan motif, yang memadu wujud antropomorphis dan zoomorphis yang diungkapkan oleh pemahatnya sebagai perlambang roh nenek moyang.
Gambar 57 adalah patung horbo/ kerbau dari batu dalam bentuk seekor hewan, dengan garapan yang sangat sederhana.
Sekolompok patung penabuh dengan dua buah patung raja dan permaisuri, sedang menyaksikan upacara horbo lele. (gbr. 58). Pada gambar 60 kita melihat sikap duduk sebagai raja dan permaisurinya dalam sikap duduk, sedang bermohon sembari menghadapkan diri kepada leluhur yang menguasai alam semesta.
Jenis-jenis lainnya seperti singa-singa dan Gajah Dompak, yang banyak terdapat pada rumah adat tradisional Batak Toba nampak sifat tiga dimensionalnya (patung yang ditempelkan pada dinding). Kedua jenis patung ini mempunyai fungsi yang sama, yakni secara simbolis melambangkan raja yang pemurah. Dalam bahasa Batak Toba par bahul-bahul na bolon.
- Patung Primitif Daerah Simalungun.
Di daerah Simalungun seni patung tidak begitu menonjol jika dibandingkan dengan seni patung yang terdapat di daerah Batak Tobak. Patung-patung sebagai peninggalan karya nenek moyang kini banyak yang sudah mengalami kepunahan. Peninggalan-peninggalannya yang tercatat hanya patung yang terdapat pada museum Simalungun di Pematang Siantar (patung Penghulu Balang).
Bentuk dan gayanya sangat sederhana sesuai dengan kemampuan bahan yang ada sehingga pengolahannya terbatas, namun secara keseluruhan merupakan buah intuisi perwujudan patung yang dapat memberi pengharapan terlepas dari segala gangguan roh-roh jahat. Pemahatnya jelas menghadirkan ungkapan ekspresi wajah dalam perwatakan yang dinamis kaya dan anggun dalam tatapan motif patung primitif tradisional. Bentuk keseluruhan patung memberi gambaran perpaduan nyata antara agresivitas yang keras tentang motif dan watak sesuai dengan fungsinya yakni patung Penghulu Balang berfungsi sebagai patung penjaga kampung.
Sikap patung digambarkan dalam posisi duduk dan kedua lengannya diletakkan di atas paha di samping ada juga kedua lengannya ditumpukkan pada dada sedang pandangan matanya tajam ke depan. Di bahagian lain kita melihat jenis patung yang berfungsi sebagai penutup tempat ramuan obat. Disini kita melihat adanya nilai-nilai selain yang fungsional terdapat nilai magis dengan corak dan gaya ekspresif dekoratif.
Patung penutup ramuan obat (Simalungun), Patung dalam posisi duduk melalui media kayu besi tangan dan kaki kelihatan terpotong.
3. Seni Patung Primitif Pakpak Dairi.
Seni patung primitif yang terdapat di daerah Batak seperti yang telah diuraikan terdahulu pada umumnya mempunyai kesamaan bentuk antara satu daerah dengan daerah lainnya, hal ini disebabkan suku-suku Batak itu serumpun adanya.
Demikian juga halnya dengan seni patung primitif Pakpak Dairi mempunyai kesamaan bantuk dan gaya dengan patung-patung yang terdapat di daerah Simalungan, Karo dan daerah-daerah lain.
Ditilik dari letak geografis kemudian dihubungkan pula dengan pendatang-pendatang dari luar, melalui Bandar Tua Barus yang dikenal banyak membawa pengaruh kebudayaan Hindu, terlebih dahulu harus melalui Pakpak Dairi kemudian menyebar ke daerah Simalungun dan Karo, dan ada juga yang melalui Dolok Sanggul, Parlilitan hingga ke daerah atak Toba. Kemungkinan ini boleh jadi pengaruh bentuk ataupun gaya seni patung itu bermula dari gaya patung Pakpak Dairi. Namun demikian hal ini masih perlu diselidiki kebenarannya oleh ahli (penulis) berikutnya. Patung-patung primitif seperti patung hewan (gajah) yang terdapat di daerah Pakpak Dairi berfungsi sebagai penjaga kampung dengan tujuan yang sama seperti patung Penghulu Balang yang terdapat di daerah Simalungun dan Karo, kendatipun bentuk dan gayanya berbeda. Patung ini ditempatkan pada pintu gerbang masuk kehalaman kampung bertujuan sebagai setiap orang yang ingin mengganggu atau berbuat penangkal bagi setiap orang yang ingin mengganggu atau berbuat jahat, di samping berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan abu jenazah. Hal itu mengingatkan kita adanya pengaruh kebudayaan Hindu di daerah Pakpak Dairi.
Pengaruh ini juga terlihat pada patung orang menunggang gajah yang terdapat di depan Gedung Nasional di Sidikalang.
Pada mulanya jenis patung itu hanya dimiliki oleh Marga Tano, lazim disebut Raja atau pengetua adat, justru gajah, kuda dan kerbau dianggap sebagai lambang kenderaan roh nenek moyang ke sorga, di samping lambang ke suburan.
Analisis gaya pada patung primitif Pakpak Dairi, patung dibuat dalam sikap duduk, dan kedua tangannya diletakkan di atas kedua lutut, ada juga yang dibuat menyilang di bagian dada. Bentuk mata diukir secara sirkular pada bidang muka yang datar dengan tatapan tajam kedepan kelihatan tampang wajah yang menakutkan. Pangkal hidung dipahat seadanya, kedua daun telinga dibuat kecil namun peka terhadap jenis suara sesuai dengan fungsinya sebagai patung penjaga kampung. Menurut kepercayaan manusia purba setiap suara atau gerak orang yang mencurigakan datang berkunjung ke kampung itu, maka patung itu memberitahukan penduduk agar siaga dan waspada.
Patung-patung peninggalan kultur megalit di daerah Pakpak Dairi masih banyak dijumpai, hanya sayangnya patung itu tidak terpelihara baik, akhirnya banyak yang rusak, sedang usaha-usaha untuk mengumpulkan patung-patung oleh badan resmi sampai sekarang belum mendapat gambaran yang positif. Di kalangan seniman dan ilmuwan tentu tidak menghendaki kepunahan dari sesuatu yang berharga dalam hal ini seni patung peninggalan nenek moyang sebagai warisan budaya bangsa.
Keadaan yang mengkhawatirkan ini kiranya sudah selayaknya menjadi pemikirah bagi pemerintah di samping pemikiran lain untuk menggalakkan kembali kesnian tradisional dan memberikan kegairahan bagi senimannya untuk kembali ke profesinya semula, yakni sebagai seniman pengukir tradisional.
Sisa peninggalan patung nenek moyang Pakpak Dairi (patung menunggang kuda). 4. Seni patung Primitif Karo.
Kabupaten Karo di Sumatera Utara tidak hanya dikenal dengan udaranya yang segar, bunga dan hasil bumi lainnya, tetapi juga dikenal justru kaya akan hasil karya seni rupa seperti: arsitektur rumah adat tradisional dengan aneka ragam corak, tenunan, anyaman, dan seni patung primitif.
Patung-patung yang terdapat di daerah Karo dilihat dari bentuk dan gayanya dibagi atas:
- patung tutup perminaken,
- patung pagar jabu,
- patung tongkat Tunggal Panaluan,
- patung tongkat Malaikat, dan
- patung pulu baleng.
Patung terbuat dari bahan batu, kayu dan tanduk.
a. Patung Tutup Perminaken.
Gaya seni patung primitif Karo umumnya tidak terikat kepada proporsi anatomi seperti lazimnya patung-patung naturalis yang pernah kita lihar ciri-cirinya pada setiap patung primitip Karo.
Figur manusianya digambarkan sedang menunggang kuda atau kerbau. Proporsi wajah kelihatan kaku namun dominan dengan garis-garis sudutnya yang tegas seuai dengan konstruksi patungnya.
Dagunya dibubuhi jenggot mencuat tajam keluar, hidungnya agak lancip kedepan dengan pangkal hidung menyatu dengan kening. Mulut tertutup rapat dicukil melebar dan memberikan penggayaan ekspresi wajah yang penuh wibawa ditandai pula dengan pandangan mata tajam kedepan. Pangkal lengan rapat dengan bahagian tubuh dan tangan sejajar kedepan memegang tanduk hewan sebagai tunggangan, sedang bahagian kaki digambarkan makin mengecil kebawah menyatu dengan tubuh hewan yang ditunggangi sehingga kelihatan ketidak seimbangan antara bahagian tubuh dan kepala. Namun kesemuanya ini memberi kesan tentang kekerasan watak. Bentuk hewan sebagai alat tunggangan digambarkan menyerupai sphinx (patung berkepala manusia berbadan hewan). Bentuk patung dipahat tidak terlampau besar cukup sebagai penutup tempat ramuan obat dengan perhitungan bobot dan penyesuaian konstruksi tabung (kendi). Jenis patung ini dinamai patung tutup perminaken. Patung yang berfungsi sebagai tanda kehadiran nenek moyang yang dapat memberi keselamatan atau dengan kata lain dapat memberikan penawar penangkal terhadap orang-orang yang mendapat penyakit.
Gambar 64 Patung tutup perminaken lengkap dengan tempat ramuan obat yang terbuat dari tanduk. | |
↑ Gambar 65→ Patung tutup perminaken (tutup ramuan obat penawar). |
Pada patung ini terdapat selain fungsinya sebagai penutup obat juga terkandung sifat-sifat magis, relegius, eksresif, dekoratif.
b. Patung Pagar Jabu.
Patung pagar jabu fungsinya bersamaan dengan patung perminaken, dipahat lebih mendetail dengan stilasi yang memberi kesan kecermatan pemahatnya. Jelasnya estetis yang mencerminkan ketangguhan seniman pemahatnya yang mengekspos tentang ekspresi individual yang mengagumkan.
Bentuk ragam hias dan beberapa atribut yang menyertai patung ini tidak bisa dipandang sepele justru pada patung ni diperlukan kecermatan dan ketelitian kerja yang tangguh.
Figur patung yang terdapat pada pagar jabu (patung penangkal) terdiri dari dua media bahan yaitu bahan kayu dan bahan tanduk. Oleh pemahatnya dipahat untuk memvisualisasikan ekspresi wajah yang memberi kesan optimis tangguh menghadapi segala tantangan dalam pola primitif yang agak mengarah kepada bentuk proporsional.
Bahan kayu yang sifatnya silendris diukir dengan ungkapan ekspresi yang plastis, membutuhkan keahlian serta kehalusan perasaan estetis yang mendalam di samping mewujudkan antropomorphis dan zoomorphis dengan gaya ekspressif dinamis dalam tatapan motif-motif tradisional.
Detail patung dibuat secara piramidal berjenjang dari atas kebawah, dapat dilihat ukiran seekor burung dalam posisi gaya yang sedang hinggap dengan ekornya mencuat keatas kemudian melengkung dan menindih bagian kepala burung sedemikian rupa digambarkan lewat dekorasi ornamen motif sulur.
Berurut kebawah kita melihat pula sebuah patung wanita duduk di atas kepala (patung induk) dalam posisi tangan meminta restu keberkatan. Patung induk digambarkan sedang menunggang seekor hewan seperti patung yang terdapat pada tutup perminaken, hanya kerjanya lebih mendetail dengan memberi ornamen pada dasar patung. Dari pan-
a. Tutup tabung.
c. Patung Tongkat Tunggal Panaluan Karo (tongkat guru)
Tongkat tunggal panaluan yang terdapat di daerah Karo, mempunyai keunikan tersendiri, berbeda dengan tongkat tunggal panaluan yang terdapat di daerah Toba. Dari pangkal bagian atas sampai ke bawah secara berjenjang diukir bentuk antropomorfis dan zoomorfis. Pemaduan figus yang berlainan jenis sebagai ekspresi seniman pengukirnya, jelas mewujudkan bentuk dekorasi yang indah, selain dari pada itu senimannya juga memberikan gambaran karakter kehidupan orang-orang Batak zaman dahulu.
Melihat dari bentuknya tongkat tunggal panaluan tidak hanya berfungsi praktis, lebih dari itu juga mengandung nilai-nilai simbolis magis. Variasi yang dekoratif dari perpaduan aneka figur-figur sebagai komposisi antara figur sebelas atas dengan figur bagian bawah sedemikian rupa diolah sehingga terjadi suatu penyatuan bentuk yang estetis. Hal inilah yang membuat kita kagum atas prestasi yang dicapai oleh pengukirnya, justru penataan dari berbagai figur dengan ungkapan plastis yang kompleks diperlukan perasaan estetis yang luas dan dalam.
Detail patung yang terdiri dari sebelas figur manusia, dari bagian atas hingga di pertengahan tongkat bentuknya tidak dipahat secara anatomis namun memberi kesan kepada suatu keluarga yang dihimpun oleh adat yang kuat (daliha na tolu), sehingga terwujud suatu kesatuan yang tak tergoyahkan oleh siapapun.
Detail patung tongkat Malaikat.
Patung induk pada pangkal tongkat, bentuknya sama dengan patung tongkat tunggal panaluan, dan patung tutup perminaken, hanya pada tongkat ini kita melihat dua figur sebagai tambahan yang ditempatkan pada bagian depan dan belakang hewan, dimaksudkan sebagai pengawal patung induk.
Posisi kedua patung mini ini diukir dalam sikap duduk, sedang kedua tangan digambarkan sedang mengadakan penyembahan terhadap sesuatu yang lebih tinggi, namun memiliki perwatakan seni yang dalam. Variasi hiasan di bagian bawah patung induk terdapat sembilan ukiran relief manusia. Motif relief kelihatan sama dengan kedua figur manusia yang terdapat pada patung induk tapi berbeda dalam variasi.
Seandainya diperhatikan secara teliti, terdapat kesan yang menggambarkan tentang kekerasan watak namun berfungsi terhadap kehidupan manusia sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Gambar 68
Ilustrasi tari tongkat di kampung Lingga Kabanjahe Tanah Karo.
e. Patung Pulu Baleng.
- Ditilik dari fungsi patung pulu baleng yang terdapat di daerah Karo sama dengan patung penghulu baleng yang terdapat di daerah Simalungun dan Pakpak Dairi. Patung penghulu baleng mempunyai fungsi sosial yang tinggi bagi kepercayaan suku-suku Batak pada umumnya, oleh karena patung penghulu baleng dapat memberikan bantuan dalam situasi kritis seperti gangguan oleh orang yang ingin berbuat jahat. Karenanya patung sangat dihormati dan dikeramatkan. Sikap patung dipahat dalam posisi duduk, kedua tangannya memeluk kedua lutut yang tegak. Pandangan mata tajam ke depan, sedang pangkal hidung dipahat menyatu dengan kening. Mulut dicukil sedikit terbuka, sehingga gigi yang diukir rata kelihatan jelas. Pada bagian bawah patung terdapat tujuh patung tengkorak manusia, dibuat sebagai penopang patung induk. Patung penghulu baleng yang terdapat di daerah Karo selain terbuat dari bahan batu ada juga dibuat dari bahan kayu sedemikian rupa dipahat dengan ungkapan plastis yang kompleks. Jenis patung ini umumnya diberi warna
- hitam sehingga memberi kesan magis terhadap ekspresi wajah yang menyeramkan, namun lebih dari pada itu ia juga memiliki nilai estetis terhadap perwatakan seni yang melingkupinya.
Patung nenek moyang Penghulu baleng Karo.
D. Media bahan dan Proses pembuatan Patung.
- Bahan pada patung-aptung yang terdapat di daerah Batak umumnya terbuat dari bahan kayu dan batu. Jenis kayu yang dipakai adalah jenis kayu yang keras namun mudah dipahat, disebut kayu tenggolan (kayu besi).
- Peralatan yang dipakai untuk mengelola kayu-kayu itu sangat sederhana. Yakni kapak, parang, pisau, dan pahat, dibentuk oleh pandai besi disesuaikan dengan keinginan pemahatnya, sedang alat untuk penghalus dipergunakan tulang dan taring babi hutan.
warna hitam melambangkan kemagisan penuh misterius,
warna putih melambangkan kesucian hati,
warna merah melambangkan gagah, berani dan penuh semangat,
wama hijau melambangkan kesuburan, dan
warna kuning melambangkan keagungan.
Lebih dari pada itu para seniman dianggap memiliki kemampuan ekspresi dan keindahan yang mengagumkan, mempunyai kelebihan imaginasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dengan kemampuannya, membuat orang menjadi terpesona; karenanya peranan seniman ditengah-tengah masyarakat sangat dihormati.