Sistem Kesatuan Hidup Setempat Daerah Bali/Bab 2

BAB II
IDENTIFIKASI

L O K A S I
Letak dan keadaan geografis.
 Daerah Bali merupakan salah satu dari 27 buah propinsi di Indonesia. Propinsi Bali, di sebelah barat bertetangga dengan propinsi Jawa Timur yang dibatasi oleh selat Bali; di sebelah utara, bertetangga dengan propinsi Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan yang dibatasi oleh laut Jawa dan laut Bali; di sebelah timur bertetangga dengan provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibatasi oleh selat Lombok; dan di sebelah selatan adalah lautan Indonesia. Secara administratif, propiilsi Bali terdiri dari delapan kabupaten, 50 kecamatan dan 564 buah desa dinas (lihat Tabel III).
Daerah Bali terletak antara 7° 54' L.U dengan 8°3 L.S, dan 114°25' B.T dengan 115°43'B.T. Oleh karena itu pulau Bali terletak didaerah katulistiwa, yang beriklim tropis, curah hujan di Bali ratarata setinggi 120 nuri perbulan. Musim penghujan berkisar pada bulan Oktober sampai April dan musim kemarau pada bulan April sampai Oktober.

Tabel III
Pembagian Administratif Propinsi Bali Menurut Jumlah Kabupaten Kecamatan dan Desa Dinas.
No. Kabupaten Jumlah Kecamatan Jumlah Desa Dinas
1. Badung 6 51
2. Gianyar 7 51
3. Kelungkung 4 56
4. Bangli 4 69
5. Karangasem 8 44
6. Buleleng 9 145
7. Jembrana 4 49
8. Tabanan 8 99
J U M L A H 50 564

Sumber: Monografi Daerah Bali, 1976,58. Letak Pulau Bali sangat strategis dilihat dari segi ekonomi. Pulau Bali merupakan penghubung, selain antara pulau Jawa dengan pulau-pulau di Nusa Tenggara, juga merupakan daerah penghubung antara benua Asia dengan benua Australia. Sebagai daerah pariwisata letak seperti itu sangat menguntungkan.

Keadaan alam
Luas pulau Bali adalah 5.632,86 km2. Luas masing-masing daerah Tingkat II (Kabupaten) berturut-turut adalah sebagai berikut :

1. Buleleng 1.320,80 km2.
2. Tabanan 863,06 km2.
3. Karangasem 861,70 km2.
4. Jembrana 841,80 km2.
5. Badung 542,50 km2.
6. Bangli 250,00 km2.
7. Gianyar 368,00 km2.
8. Kelungkung 315,00 km2.
 ___________________________
 Jumlah :  5.632,86 km2.

Di tengah-tengah pulau Bali terbentang pegunungan memanjang dari barat ke timur. Di antara pegunungan tersebut, terdapat sejumlah gunung sebagai puncaknya, seperti : gunung Merbuk, gunung Batukaru, gunung Batur, gunung Agung. Beberapa diantaranya (gunung Batur, gunung Agung) merupakan gunung berapi. Disebelah utara dan selatan pegunungan tersebut terbentang tanah dataran. Karena letak pegunungan lebih ke utara, maka luas dataran disebelah utara pegunungan lebih sempit dibandingkan dengan luas dataran di sebelah selatan pegunungan. Hutan sebagai sumber penyimpanan air dan sumber pengairan terletak di tengah-tengah pulau Bali dan membentang di daerah pegunungan dari barat sampai ke timur. Luas kawasan hutan menurut data tahun 1975 adalah seluas 158.999 Ha (sekitar 23% dari luas Bali). Kawasan hutan tersebut terbagi ke dalam beberapa jenis hutan, sebagai berikut:

1. Hutan produksi : 29.092 Ha.
2. Hutan lindung : 95.907 Ha.
3. Tanaman kopi : 19.000 Ha.
4. Perlindungan jurang : 15.000 Ha.

13

Sungai-sungai yang bersumber dari hutan ini kebanyakan mengalir ke daerah selatan dari pada ke daerah utara. Sungai sungai itu merupakan sumber irigasi. Di antara sungai-sungai terpenting di Bali adalah : sungai Unda, sungai Petanu, sungai Ayung, sungai Pulukan, sungai Loloan. Sungai-sungai tersebut pada umumnya sempit, dangkal, sehingga tidak bisa dilayari. Danaunya antara lain danau Batur, danau Beratan, danau Tamblingan, danau Buyan. Baik di danau maupun di sungai, potensi perikanan darat tidak begitu berkembang.

Keadaan tanah di Bali dapat dibedakan menjadi empat bagian :

  1. Daerah batu gamping barat :

    Daerah ini meliputi daerah ujung barat pulau Bali (Gilimanuk dan Buleleng Barat ), merupakan tanah kering di Bali.

  2. Daerah endapan aluvial selatan :
    Merupakan daerah endapan sungai dan lapukan tanah vulkanik. Daerah ini subur dan baik untuk pertanian. Termasuk daerah ini adalah dataran yang luas yang membentang dari daerah Badung sampai dengan Gianyar.
  3. Daerah batu gamping selatan :
    Termasuk daerah ini adalah Kuta, Pecatu dan Nusa Penida. Daerah ini sangat kering.
  4. Daerah vulkanik muda :
    Daerah ini meliputi beberapa bagian, yaitu :
  1. Bagian sebelah barat, meliputi Tabanan Barat, merupakan daerah yang baik untuk pertanian. Hanya topografinya berat, karena banyak lembah dan sebagian lagi masih berupa hutan.
  2. Bagian sebelah Timur, suatu daerah yang terletak sebelah timur jalan Tabanan - Singaraja lewat Pupuan. Keadaannya lebih rata, lebih baik pertaniannya, karena lebih mudah mengatur pengairannya.
  3. Daerah gunung Seraya, suatu daerah yang terletak di ujung timur pulau Bali. Keadaan daerah ini kering dan berbatu-batu
  4. Daerah lembah Karangasem, suatu daerah yang terletak di sebelah barat gunung Seraya dan merupakan depresi. Akibat letusan gunung Agung, daerah ini tertimbun lahar yang tebal, sehingga tanah ini tidak dapat dipergunakan untuk pertanian.
  5. Daerah bukit Sidemen, suatu daerah terletak di sebelah barat Karangasem. Daerah ini tertutup lahar letusan gunung Agung.
  6. Daerah pantai utara, merupakan jalur alluvial yang sempit. Jalur ini termasuk daerah kering. Tetapi karena banyak ada mata air (khususnya daerah antara Kubutambahan dan Kalisada), maka daerah ini dapat dipergunakan untuk pertanian.
6. Proporsi penggunaan tanah:
Dilihat dari segi penggunaan tanah, Bali terbagi menjadi daerah-daerah:
a. Hutan : 124.999,000 Ha (22,19%).
b. Sawah : 95.758,620 Ha (17,20%).
c. Tegalan : 60.102:616 Ha (10,67%).
d. Perkebunan : 177.809,602 Ha (31,58%).
e. Perkampungan (desa) : 55.940,489 Ha ( 9.93%).
f. Kota Kabupaten (pusat pertumbuhan) : 9.577,686 Ha (1,70%).
g. Jalan-jalan : 2.196,439 Ha (0,34%).
h. Sungai-sungai : 3.186,435 Ha (0,57%).
i. Danau, rawa-rawa, perikanan : 3.323,387 Ha (0,59%).
j. Tanah kurang produktif : 29.178,215 Ha ( 5,18%).
Keadaan alam fauna di Bali, sebagian terwujud sebagai alam fauna yang bersifat natural, artinya yang tidak diternakan oleh manusia, seperti: berjenis-jenis kera, burung, ular dan berbagai fauna yang telah ditangani manusia sebagai usaha peternakan. Gambaran tentang populasi dan kepadatan ternak di pulau Bali adalah seperti tampak dalam Tabel IV.
Tabel IV.
Gambaran ternak di Bali Menurut Populasi dan Kepadatannya Tahun 1977.
No. Jenis ternak Populasi (satuan ekor) kepadatan per km2
1. Sapi 331.660 58,89
2. Sapi perah 156 0,01
3. Kerbau 9,.91 1,65
4. Kambing/domba 18.165 3,23
5. Babi 491.167 87,72
6. Kuda 3.737 0,67
7. Ayam kampung 2.433.343 342,06
8. Ayam Ras 360.198 63,96
9. Itik 363.009 64,45

Sumber : Repelita IIII Daerah Propinsi Tingkat I, 1979,60.}}

Dalam hal pola peternakan, sampai saat ini sedang. mengalami transisi dari peternakan tradisional menuju arah peternakan komersial. Di Bali usaha peternakan memegang peranan penting, yaitu sebagai :

1. Sumber tenaga untuk menunjang usaha pertanian.

2. Sumber produksi bahan makanan : daging, telur dan susu.

3. Alat pemupukan modal petani peternak.

4. Penghasil pupuk bagi menunjang usaha-usaha pertanian.

5. Sumber komuditi perdagangan dan industri.

Keadaan alam flora di Bali, secara keseluruhan tergolong kedalam jenis flora tropis. Dilihat dari segi penataannya, maka sebagian alam flora di Bali terwujud sebagai alam flora yang belum diolah oleh manusia, seperti berjenis-jenis flora yang tumbuh dalam hutan-hutan. Jenis yang telah diolah oleh manusia mencakup : berjenis-jenis flora yang berhubungan dengan usaha pertanian pangan ( padi dan berjenis-jenis palawija), usaha perkebunan, usaha tanaman pekarangan dan tanaman bias.

Dalam kaitan dengan usaha pertanian pangan, dan cara usaha peningkatan hasil produksi adalah melalui : ekstensifikasi yang untuk Bali sangat terbatas kemungkinannya dan intensifikasi, melalui : perbaikan irigasi, perbaikan sistem pengolahan tanah, penggunaan input yang lebih (bibit, pupuk, obat-obatan), perbaikan tehnik menanam, diversifikasi tanaman, pemberantasan hama dan mekanisasi dalam bidang pertanian secara selektif. Dalam hal usaha perkebunan, maka luas areal tanaman perkebunan di Bali tahun 1979 adalah : 124.249,85 Ha.

Usaha perkebunan ini terdiri dari tanaman perkebunan rakyat dan tanaman perkebunan besar. Jenis dan luas tanaman perkebunan adalah seperti tampak dalam Tabel V.

Tabel V

Jenis Dan Keadaan Luas Tanaman Perkebunan Di Bali Tahun 1977

No. Jenis Tanaman Tanaman perkebunan rakyat Tanaman perkebunan besar
1. Kelapa 76.771 Ha 1.307,37 Ha
2. Kopi 30.735 Ha 639,74 Ha
3. Cengkeh 5.726 Ha 39,27 Ha
4. Kapok 1.293 Ha 176,87 Ha
5. Jambu mente 5.864 Ha -
6. Tembakau rakyat 1.040 Ha -
7. Tembakau Virginia 529 Ha -
8. Karet - 184,60 Ha
9. Panili - 4,00 Ha
Jumlah 121.898 Ha 2.351,86 Ha


Sumber : Repelita III Daerah Propinsi Tingkat I Bali, 1979,67.

 Gambaran Pola perkampungan suku bangsa Bali :

 Ada dua hal pokok yang berkaitan erat dengan gambaran tentang pola perkampungan suku bangsa Bali, yaitu : (1) sistem budaya yang menatanya dan (2) bentuk serta struktur dari perkampungan tersebut.

1. Sistem budaya yang menata.

 Sistem budaya yang menata perkampungan masyarakat Bali berlandaskan pada suatu konsep dualistis, yaitu konsepsi akan adanya dua hal yang berlawanan yang mempunyai arti penting berkaitan dengan pandangan dan kepercayaan orang Bali. Konsep dualistis tersebut terwujud dalam tata arah yaitu : Kaja - kelod (utara - selatan), yang dikaitkan dengan gunung - lautan, luan - teben, niskala - sekala, suci tidak suci dan sebagainya.
 Segala sesuatu yang dikatagorikan bersifat suci dan bernilai sakral akan menepati letak dibagian kaja (utara) untuk Bali selatan, dan mengarah ke gunung, seperti : letak pura, arah sembahyang, arah tidur dan sebagainya. Sebaliknya segala sesuatu yang dikatagorikan tidak suci dan bernilai profan akan menempati letak dibagian kelod (selatan untuk Bali selatan) dan mengarah ke laut, seperti : letak kuburan, letak kandang, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.


17

Dalam pandangan orang Bali, arah ke gunung disebut kaja dan arah ke laut disebut kelod. Dengan demikian, untuk orang Bali Selatan kaja berarti "utara" sedangkan untuk orang Bali utara kaja berarti "selatan" dan begitu sebaliknya, kelod untuk orang Bali Utara berarti "utara", dan perbedaan ini tidak saja terbatas pada penunjukan arah, tetapi juga dalam beberapa aspek kehidupan.

Orang Bali menyebut daerah Bali-Utara itu daerah DenBukit (Den sama dengan sebelah utara). Daerah ini meliputi daerah Tingkat II Kabupaten Buleleng. Kemudian Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Kelungkung, Bangli, dan Karangasem di sebut Bali Selatan. Konsep kaja-kelod, luan teben tersebut sangat mempengaruhi pola perkampungan (pola desa dan pola perumahan) masyarakat Bali (3,285). .

2. Bentuk dan struktur perkampungan

Perkampungan dalam pengertian orang Bali disamakan dengan desa yang merupakan satu kesatuan wilayah. Desa pada masyarakat Bali, seperti telah disinggung dalam Bab I di depan, dibedakan atas dua jenis yaitu : desa sebagai satu kesatuan administratif yang disebut desa-dinas dan desa sebagai satu kesatuan adat istiadat dan keagamaan (Agama Hindu) yang disebut desa adat. Jenis pola perkampungan orang Bali dari segi strukturnya dibedakan atas dua jenis yaitu :

1).  Pola perkampungan mengelompok padat :
Pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali pegunungan, yaitu desa-desa yang tergolong ke dalam desa-desa Bali Aga, seperti misalnya desa Tenganan Pegringsingan di kabupaten Karangasem. Pola perkampungan di desa ini bersifat memusat dengan kedudukan desa - adat amat penting dan amat sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut.
2). Pola perkampungan menyebar :

Pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali dataran di mana baik wilayah maupun jumlah warga desa di sini jauh lebih luas dan lebih besar dari desa-desa pegunungan. Desa-desa di Bali dataran yang mewujudkan pola menyebar terbagi lagi ke dalam kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut banjar menghimpun sejumlah keluarga yang menempati rumah-rumah yang kebanyakan tersusun di atas suatu pekarangan dengan pola tertutup (dikelilingi dengan tembok dan dengan gapura yang relatif sempit). Dengan demikian, maka banjar pada hakekatnya adalah juga suatu

kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah, ikatan wilayah serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.

Pola perkampungan di daerah Bali

Dengan mengacu pada data-data yang diangkat dari delapan desa lokasi penelitian, maka berikut ini disajikan gambaran tentang detail pola perkampungan yang meliputi : bangunan, lapangan olah raga, tempat upacara, perkuburan, jalan-jalan, batas-batas dan tempat mandi.

1. Bangunan-bangunan pada perkampungan

Menurut fungsinya dibedakan tiga jenis bangunan ·:

  1. Bangunan tempat pemujaan.
  2. Bangunan umum.
  3. Bangunan tempat tinggal.

Bangunan tempat pemujaan orang Bali disebut pura. Jenis pura ini ada bermacam-macam, seperti : pura desa (Kahyangan - Tiga : pura desa, pura puseh, pura dalem ), pura keluarga, pura klen, dan lain-lain. Ada puluhan ribu pura di pulau Bali. Arsitekturnya tergolong arsitektur tradisional. Bahan bangunan sebagian terbesar diambil dari bahan setempat, seperti : alang-alang dan ijuk untuk atap, kayu nangka, bambu dan jenis-jenis kayu lainnya, untuk tiangnya dan batu bata serta batu padas untuk dinding. Letak bangunan tempat pemujaan adalah pada arah luan, yaitu arak ke gunung.

Bangunan umum juga ada bermacam-macam, seperti : balai - wantilan, balai banjar. Arsitekturnya tradisional dengan bahan-bahan cendrung terdiri dari bahan modern (beton). Letaknya dipusat desa dan di pusat banjar.

Bangunan tempat tinggal, terdiri dari berbagai-bagai bangunan sesuai dengan pola tempat tinggal orang Bali yang bersifat majemuk. Bangunan-bangunan pokok dalam satu kesatuan tempat tinggal adalah : balai meten (di bagian luan), balai dauh (di -bagian barat), balai dangin atau balai adat (di bagian timur ), paon dan lumbung padi (di bagian teben). Bagian paling luan dari satu pola tempat tinggal adalah pura keluarga, yang disebut sanggah atau merajan. Struktur bangunan tempat tinggal orang Bali memiliki ciri-ciri khas yang terdiri tiga susunan (tri-angga) : hulu, badan dan kaki atau lantai. Tiang bangunan bermacam-macam : tiang empat (sakepat), tiang enam (sakenem), tiang delapan (sakutus), tiang sembilan (tiang sanga) dan lain sebagainya. Arsitekturnya, balk tradisional maupun modern.
  1. Lapangan olahraga, tempat upacara, dan kuburan

    Tidak semua desa memiliki lapangan olahraga. Kalau ada pada umumnya lapangan olah raga terletak pada pusat desa, berdampingan dengan pasar, sekolah, BKIA dan unit-unit pelayanan umum lainnya. Tempat upacara yang didukung oleh segenap warga desa adat disebut Kahyangan Tiga. Pura ini mencakup tiga pura desa, yaitu : pura Puseh, pura Desa yang terletak pada bagian luan dari wilayah desa, dan pura Dalem terletak pada bagian teben dari wilayah desa. Kuburan desa terletak berdampingan dengan pura Dalem dan terletak pada arah kelod atau arah teben dari wilayah desa.

  2. Jalan-jalan dalam perkampungan.
    Tiap desa memiliki satu perempatan desa; umumnya terletak pada bagian pusat wilayah desa dari perempatan ini menyebar jalan-jalan ke berbagai wilayah desa. Perempatan desa, sebagai pusat jalan desa adalah juga merupakan tempat untuk upacara desa, yaitu upacara pecaruan desa, yaitu jenis upacara yang ditujukan kepada mahluk-mahluk lain (disebut bhuta yadnya). Jalan desa umumnya adalah jalan tanah, kecuali desa-desa yang terletak pada jalur jalan raya yang beraspal. Di Bali, jalan desa adalah merupakan jalan darat dan tidak jalan sungai.
  3. Batas-batas dan pagar.
    Batas antara satu desa dengan desa lain, atau antara satu banjar dengan banjar lainnya pada umumnya adalah batas alam, seperti : sawah, sungai, jalan, bukit, gunung, hutan dan lain-lain. Batas pekarangan tempat tinggal antara satu dengan lainnya pada umumnya adalah batas buatan, berupa tembok tembok pekarangan yang dibangun dengan bahan batu padas, batu bata, tanah, karang pantai dan lain-lain. Jenis pagar yang umum dipakai adalah : pagar bambu, pagar tanaman-tanaman hidup dan pagar besi (untuk lokasi di kota-kota).
  4. Tempat mandi.
    Di desa-desa tempat mandi pada umumnya adalah di sungai di bawah pohon bambu dan pohon-pohonan lain yang rindang. Tempat mandi umum tersebut adalah yang juga tempat mandi dan tempat untuk mengambil air. Pada desa-desa yang memiliki sumur, maka sumur merupakan sumber air. Di lingkungan keluarga dengan pola kehidupan perkotaan, terdapat kecendrungan tiap-tiap keluarga memiliki tempat mandi khusus untuk kepentingan keluarga yang bersangkutan.

PENDUDUK.
 Gambaran umum tentang penduduk suku bangsa Bali.
 Penghitungan jumlah penduduk yang dilakukan melalui sensus, sejak sensus tahun 1961 dan seterusnya tidak lagi memasukkan variable suku bangsa. Hal ini membawa kesulitan untuk memperoleh jumlah angka suku bangsa Bali yang teliti. Tetapi walaupun demikian, dengan suatu pangkal tulak pandangan, bahwa suku bangsa Bali, adalah mayoritas terbesar menganut agama Hindu, maka dengan memperhatikan penganut agama Hindu akan dapat diperkirakan tentang jumlah suku bangsa Bali tersebut, dengan catatan bahwa ada sejumlah kecil suku bangsa Bali yang juga menganut agama bukan Hindu.
 Berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penganut agama Hindu di daerah Bali 1.977.807 jiwa, adalah 93% dari jumlah penduduk daerah Bali seluruhnya yaitu 2.120.091 jiwa. Dalam tahun 1977 (menurut regestrasi Pemilu), jumlah penduduk daerah Bali naik menjadi 2.313.157 jiwa. Atas dasar angka-angka di atas, maka dapat diperkirakan jumlah suku bangsa Bali di daerah Bali adalah sebesar 2 juta jiwa.

Suku bangsa Bali, dari segi wilayah pemukimannya dapat dikatagorikan :
1. Wilayah pemukiman di daerah Bali.
 Di wilayah ini mereka tersebar di seluruh desa yaitu sejumlah 564 desa dinas dan 1456 desa adat. Persebaran pemukiman ini mencakup, baik wilayah pemukiman pedesaan maupun perkotaan, pemukiman pantai maupun pegunungan.
2. Wilayah pemukiman di luar daerah Bali.

a. Wilayah pemukiman di daerah tetangga, terutama di pulau Jawa dan Lombok Barat.
b. Wilayah pemukiman di daerah-daerah transmigrai yang berpusat pada berbagai daerah transmigrasi pulau Sumatera, kalimantan, Sulawesi dan beberapa pulau di Nusa Tenggara Barat.

Pola pemukiman mereka, baik di wilayah daerah Bali maupun di daerah-daerah transmigrasi, memakai bentuk pemukiman berupa desa dan banjar sebagai kesatuan wilayah. Mereka terikat oleh ikatan wilayah, rasa cinta dan bangga kepada wilayah serta oleh ikatan agama Hindu dan adat-istiadatnya.

 Mobilitas orang Bali dapat dibedakan atas :
1. Mobilitas intern di pulau Bali.
2. Mobilitas ke luar pulau Bali.

21

Mobilitas intern pulau Bali adalah terutama dalam bentuk perpindahan dari desa ke kota, terutama urbanisasi ke kota Denpasar yang dorong dan ditarik (push and pull factors) oleh beberapa hal seperti : kesempatan kerja, pendidikan dan lain-lain. Di samping itu terjadi pula migrasi lokal, dari desa satu ke desa lainnya, seperti misalnya migrasi ke desa-desa wilayah perkebunan kelapa dan kopi (perkebunan di kabupaten Buleleng dan Jembrana). Akhir-akhir tampak ke wilayah-wilayah wisata, seperti : Sanur dan Kuta.

Mobilitas ke luar pulau Bali terwujud dalam bentuk mobilitas non-transmigrasi dan transmigrasi. Arab mobilitas non-transmigrasi terutama menuju ke pulau jawa untuk kepentingan pendidikan dan pekerjaan. Di samping itu terjadi pula mobilitas dimasa lampau ke Lombok Barat.

Mobilitas dan pernyebaran orang Bali dalam rangka transmigrasi telah berlangsung sejak tahun 1953, dan perkembangannya adalah sebagai berikut :

  1. Tahun 1953 - 1958 dilaksanakan oleh jawatan Transmigrasi Jawa Timur di Surabaya dengan dibantu penuh oleh Pemerintah Daerah.
  2. Tahun 1958 - 1972 dilaksanakan oleh Kantor Perwakilan Jawatan Transmigrasi Sunda Kecil yang meliputi daerah Propinsi Bali, Prpinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
  3. Tahun 1972 sampai sekarang ditangani oleh Kantor Transmigrasi di Denpasar yang meliputi Daerah Propinsi Bali saja (sekarang bernama Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Transmigrasi Propinsi Bali).

Mengenai persebaran orang Bali di daerah-daerah Transmigrasi pada berbagai propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel VI.

Tabel VI
Daerah Transmigrasi Yang Telah Ditempati Oleh Transmigran Bali Tahun 1953 - 1976 Beserta Jumlahnya Menurut Masing - Masing Daerah Propinsi.
No. Daerah Propinsi Jumlah Transmigrasi Bali
1. Sumatra Utara 580
2. Sumatra Selatan 6.579
3. Lampung 28.067
4. Bengkulu 1.752
5. Kalimantan Barat 461
6. Kalimantan Tengah 2.501
7. Kalimantan Selatan 472
8. Nusa Tenggara Barat 1.632
9. Sulawesi Utara 4.578
10. Sulawesi Tengah 14.361
11. Sulawesi Selatan 7.390
12. Sulawesi Tenggara 6.018
Total 74.391

Sumber: Diolah dari Transmigrasi Bali Dalam Tata Angka,

Gambaran penduduk di daerah Bali.
Jumlah penduduk propinsi Bali menurut sensus penduduk tahun 1971 adalah sebesar 2.120.091 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk Propinsi Bali selama tiga kali sensus, yaitu sensus tahun 1930, tahun 1961 dan tahun 1971 tampak dalam Tabel VII.
Tabel VII
Jumlah Penduduk Bali Menurut Sensus Tahun 1930 - 1961 - 1971
No. Tahun sensus Jumlah penduduk
1. 1930 1.101.029
2. 1961 1.782.529
3. 1971 2.120.091
Sumber : Angka tahun 1930 dari Volkstelling 1930.
Angka tahun 1961 dan 1971 dari Biro Pusat Statistik.

Menurut registrasi Pemilu tahun 1977, jumlah penduduk propinsi Bali adalah sebesar 2.313.157 jiwa. Berdasarkan Regional Paln Bali sampai tahun 2000, dengan perkiraan tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 2,03% setiap tahunnya (atas asumsi-asumsi fertilitas nonrmlitas dan migrasi), proyeksi penduduk propinsi Bali selama Repelita III adalah seperti tampak dalam Tabel VIII di bawah.

Tabel VIII

Proyeksi Jumlah dan Kepadatan Penduduk Propinsi Bali Dalam Repelita III ( 1979 -1983 ).

No. Tahun Jumlah Kepadatan/Km2
1 1979 7.420.415 429
2 1980 2.469.549 438
3 1981 2.519.680 447
4 1982 2.570.829 456
5 1983 2.623.016 465


Sumber : Repelita III Daerah Propinsi Tingkat I Bali.

Persebaran penduduk di propinsi Bali menurut Kabupaten atas dasar angka tahun 1979 adalah seperti tampak dalam Tabel IX.

Tabel IX

Persebaran dan Kepadatan Penduduk Propinsi Bali Menurut Kabupaten Dalam Tahun 1979.

No. Kabupaten Jumlah Kepadatan/Km2
1. Buleleng 433.746 336
2. Badung 440.856 813
3. Karangasem 294.427 342
4. Tabanan 349.145 404
5. Gianyar 293.699 798
6. Jembrana 190.000 226
7. Bangli 152.757 294
8. Kelungkung 148.542 471


Sumber : Repelita III Daerah Propinsi Tingkat I Bali.

24
Menurut komposisi umur, keadaan penduduk propinsi Bali yang tersebar pada daerah perkotaan dan pedesaan adalah seperti tampak dalam Tabel X di bawah.
Tabel X
Penduduk Propinsi Bali Menurut Komposisi Umur Di Daerah Perkotaan dan Pedesaan Tahun 1971
No. Umur Jumlah Penduduk Perkotaan Jumlah Penduduk Pedesaan Total
1. 0-4 32.435 328.136 360.571
2. 5-9 28.788 300.237 329.025
3. 10-14 22.912 198.590 221.502
4. 15-19 24.761 172.740 197.501
5. 20-24 19.408 132.062 151.470
6. 25-29 17.311 142.668 159.979
7. 30-34 13.196 122.881 136.077
8. 35-39 11.920 118.151 130.071
9. 40-44 9.762 91.956 101.718
10. 45-49 6.922 70.471 77.393
11. 50-54 6.273 67.416 73.688
12. 55-59 3.729 39.747 43.476
13. 60-64 4.088 54.974 59.062
14. 65-69 2.334 26.901 29.235
15. 70-74 2.255 24.335 26.590
16. 75+ 1.953 20.779 22.732
Jumlah 208.047 1.912.044 2.120.091
Sumber : Diolah dari Sensus Penduduk Bali Tahun 1971, Seri E No : 14 halaman 5 - 6.
Mengenai pendidikan di Bali, secara terperinci dapat di ketahui dari sensus penduduk tahun 1971. Tabel XI memperlihatkan bahwa menurut angka-angka dalam tahun 1971, jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang tidak bersekolah ternyata lebih besar dari yang bersekolah. Perbandingan angka prosentasenya adalah 53,9% berbanding 46,1%. Penduduk yang berhasil menamatkan tingkat pendidikan menegah maupun tingkat pendidikan tinggi ternyata masih kecii angka prosentasenya.

Tabel XI

Penduduk Propinsi Bali Yang Beiumur 10 Tahun Ke atas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Tahun 1971

No. Pendidikan ditamatkan Jumlah %
1. Tidak sekolah 771.148 53,9
2. Belum tamat SD 367.191 25,7
3. S.D. 223.929 15,6
4. S.L.T.P. 43.581 3,1
5. S.L.T.A. 21.760 1,5
6. Akademi 1.254 0,1
7. Perguruan Tinggi 1.632 0,1
Total 1.430.495 100


Sumber : Diolah dari Sensus penduduk tahun 1971, Biro Pusat Statistik.

Dengan Pengertian, yang luas bahwa penduduk asli adalah penduduk dengan kewarganegaraan Indonesia, maka keadaan penduduk propinsi Bali menurut kewarganegaraan adalah seperti tampak dalam Tabel XII di bawah.

Tabel XII

Penduduk Propinsi Bali Menurut Kewarganegaraan

No. Kewarganegaraan Jumlah
1. Indonesia 2.110.674.
2. Cina 8.479.
3. Arab 10.
4. India 733.
5. Pakistan 10.
6. Lain - lain 185.
Jumlah 2.120.091.


Sumber: Sensus Penduduk Tahun 1971, Biro Pusat Statistik.

Dengan pengertian yang lebih sempit, bahwa apabila yang dimaksud dengan penduduk asli adalah orang-orang suku Bali, (terutama yang beragama Hindu), maka jumlahnya menurut sensus tahun 1971 adalah sebesar 1.977.807 jiwa atau sekitar 93,29% dari jumlah penduduk semuanya.

26

Jenis-jenis pekerjaan, sesuai dengan data angkatan kerja dan jenis lapangan pekerjaan tahun 1971, adalah seperti tampak dalam Tabel XIII di bawah.

Tabel XIII

Jenis Lapangan Pekerjaan dan Angkatan Kerja Propinsi Bali Tahun 1971

No. Jenis pekerjaan Jumlah %
1. Pertanian dalam arti luas 488.715 66,7
2. Pertambangan 88 0,01
3. Industri 42.350 5,8
4. Listrik gas dan air 471 0,06
5. Bangunan 18.247 2,5
6. Perdagangan, rumah makan hotel 77.020 10,5
7. Angkutan, Penyimpanan dan komunikasi 8.762 1,2
8. Keuangan, ansuransi 1.209 0,2
9. Jasa -jasa 60.699 8,3
10. Kegiatan Yang tidak jelas 35.174 4,8
Contoh 732.736 100


Sumber : Sensus Penduduk Tahun 1971, Biro Pusat Statistik.

Mengenai keadaan pendidikan terdapat kecendrungan, bahwa baik minat maupun kemampuan dalam setiap jenjang pendidikan tampak gejala masyarakat makin meningkat. Apabila hal tersebut dengan perkembangan keadaan sarana pendidikan yang perkembangannya kurang cepat, maka muncul suatu masalah pokok yaitu terbatas dan rendahnya daya tampung.

Sebagai gambaran keadaan sarana pendidikan dan jumlah murid di daerah Bali tahun 1978, adalah seperti tampak dalam Tabel XIV

Tabel XIV

Keadaan Jumlah Sekolah dan Murid Tahun 1978 Tingkat TK - SD - SL TP dan SLTA.



27

No. Teks judul Teks judul Teks judul
1. T.K. 200 11.251
2. S.D. 1.864 363.980
3. S.L.T.P. 207 57.691
4. S.L.T.A. 92 29.406


Sumber : Diolah dari Repelita III Daerah Propinsi Tingkat I Bali:

Jumlah perguruan Tinggi/Akademi ada 11 buah diantaranya dua buah negeri; yaitu : Universitas Udayana dan Akademi Seni Tari Indonesia. Perguruan Swasta antara lain adalah Institut Hindu Dharma, Universitas Udayana, satu-satunya Universitas negeri di Propinsi Bali, tahun akademik 1980/1981 mempunyai jumlah mahasiswa 9.137 orang yang terdiri dari Program S.1 dan Program Diploma. Secara lengkap data kemahasiswaan menurut Program dan Universitas tampak dalam Tabel XV di bawah.

Tabel XV

Jumlah Mahasiswa Universitas Udayana 1980/1981


A. Program S.l.

No. Fakultas Laki Perempuan Jumlah
1. Fak. Sastra 657 293 950
2. Fak. Kedokteran 450 169 619
3. Fak. K.H.P. 254 78 332
4. Fak. H.P.M. 1139 255 1394
5. Fak. Tehnik 797 43 840
6. Fak. Ekonomi 796 125 1011
7. Fak. Pertanian 343 94 436
8. Fak. Keguruan l515 473 1988
9. Fak. Imu Pendidikan 438 257 695
Jumlah 6389 1876 8265



28 B. Program Diploma

No. Jenis Program Laki Perempuan Jumlah
1. D. I 329 136 465
2. D. II 158 103 264
3. D. III 24 9 33
4. P A A P 68 25 93
5. Pariwisata Budaya 16 1 18
Jumlah 595 274 869
Jumlah A dan B 6.984 2.150 9.137

Sumber: Laporan Rektor, Universitas Udayana, 1980.

Penduduk pendatang di pulau Bali terdiri dari tiga golongan : penduduk pendatang keturunan Cina, penduduk pendatang beragama Islam, dan penduduk pendatang beragama Kristen. Keadaan jumlah mereka adalah seperti tampak dalam Tabel XVI.
Tabel XVI
Jumlah Penduduk Pendatang di Bali
No. Jenis Pendatang Jumlah
1. Pendatang keturunan Cina 8.479
2. Pendatang beragama Islam 108.414
3. Pendatang beragama Kristen 18.118
Jumlah 135.011
Sumber : Diolah dari Sensus Penduduk Bali tahun 1971, Biro Pusat Statistik

Prosentase penduduk pendatang tersebut di atas adalah 6,37%

Sebab-sebab kedatangan mereka adalah sebagai berikut:

  1. Golongan penduduk pendatang keturunan Cina datang ke Bali terutama karena sebab ekonomi, khususnya dalam kegiatan perdagangan.
  2. Golongan penduduk pendatang yang beragama Islam antara lain terdiri dari orang-orang Jawa, Bugis, Madura dan Sasak.


29

Tiga dari golongan pertama, datang ke Bali karena sebab-sebab ekonomi dan golongan yang terakhir adalah oleh sebab-sebab yang bersifat sosial praktis, yakni dulunya mereka adalah merupakan rakyat raja Karangasem.

  1. Golongan penduduk yang beragama Kristen mula-mula datang ke Bali sekitar tahun 1825, terdiri dari orang-orang Belanda yang mempunyai tugas rangkap, yaitu sebagai pegawai pemerintah jajahan dan misionaris. Kenyataan seperti ini memperlihatkan, bahwa sebab-sebab kedatangan mereka berkaitan dengan faktor sosial-politik.

Sedangkan kegiatan kelompok-kelompok pendatang ini sebagai berikut:

  1. Kegiatan yang dilakukan oleh golongan penduduk pendatang keturunan Cina terutama adalah kegiatan dalam perdagangan. Di Bali kedudukan mereka dalam perdagangan adalah sebagai pedagang menengah dan besar. Sebagian besar aktivitas perdagangan di kota-kota yang terwujud sebagai pengusaha dan pemilik toko adalah dari golongan Cina tersebut.
  2. Kegiatan yang dilakukan oleh golongan penduduk yang beragama Islam adalah sebagai : petani (terutama dilakukan oleh orang Jawa, Madura, yang tinggal di Kabupaten Jembrana, orang Sasak di Kabupaten Karangasem), nelayan seperti dilakukan oleh orang Bugis di Serangan) dan pedagang (seperti dilakukan oleh orang Jawa dan Madura yang tinggal di daerah perkotaan : Denpasar, Negara dan lain-lain).
  3. Kegiatan yang dilakukan oleh golongan penduduk pendatang beragama Kristen antara lain sebagai pengusaha.

Pandangan hidup antara penduduk asli dan pendatang, pada hakekatnya memiliki perbedaan satu sama lain, karena masih kuatnya terasa pengaruh faktor kebudayaan masing-masing dan faktor

agama yang mereka anut. Tetapi dengan makin berkembangnya orientasi kehidupan sebagai satu masyarakat, yaitu warga dari masyarakat Indonesia, yang mendukung kebudayaan nasional, maka tampaknya jarak sosial antara mereka makin dekat satu sama lain. Di antara mereka makin berkembang kesadaran, bahwa mereka pada hakekatnya adalah warga dari satu masyarakat negara dengan hak dan kewajiban yang pada dasarnya sama sebagai warga negara yang menghadapi sistem sosial dan sistem budaya (Indonesia) yang sama. Kesadaran seperti itu agaknya mempengaruhi

pola pandangan dan sikap mereka untuk hidup bersama secara rukun dan atas dasar kesatuan. Hal ini merupakan suatu faktor yang dapat dipandang sebagai faktor yang mendorong proses asimilasi dan toleransi antar golongan.

Walaupun telah terjadi kasus-kasus perkawinan antar golongan (penduduk asli dengan Cina, Islam maupun Kristen), namun rupanya proses tersebut belum amat licin. Hambatan-hambatan karena pengaruh faktor agama dan adat-istiadat masih cukup terasa.

Di dalam beberapa jenis pekerjaan tertentu, seperti misalnya lapangan pertanian dan perikanan laut tampak adanya hubungan kerja sama yang baik diantara penduduk asli dan pendatang. Petani petani Bali dan Jawa atau Madura di desa-desa Kabupaten Jembrana misalnya sama-sama terikat dan bekerja sama dalam satu wadah organisasi subak yang sama. Mereka juga bersama terlibat dalam kegiatan gotong-royong dalam lapangan-lapangan pertanian, yang mencakup : gotong-royong dalam mencangkul, menanam dan tahap-tahap lainnya. Juga hubungan kerja sama yang baik seperti itu tampak antara golongan nelayan Bali dan Bugis di desa Serangan.

Dengan lebih mengacu kepada pola-pola kehidupan pedesaan, partisipasi pendatang dalam berbagai kegiatan sosial tampaknya cukup baik, dalam arti bahwa tampak adanya inisiatif untuk berpartisipasi dan juga partisipasi tersebut ditanggapi secara positip oleh golongan setempat. Hal itu dapat diamati dalam berbagai kegiatan sosial, baik yang bersifat tradisional, seperti : perkawinan, kematian dan berbagai kegiatan individual serta kolektif lainnya, maupun yang bersifat lebih modern seperti : olahraga, pendidikan, arisan, kegiatan PKK dan lain-lain. Menurut hasil pengamatan pada beberapa desa, sejumlah pendatang, baik yang beragama Islam, Kristen maupun Cina, ikut pula sebagai anggota banjar dengan sejumlah hak dan kewajiban tertentu yang sama dengan anggota setempat.

Pada prinsipnya, hubungan antara penduduk asli dan pendatang bersifat saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Dari segi kuantitas, mengingat bahwa golongan pendatang pada umumnya adalah berkedudukan sebagai golongan minoritas, maka arus

pengaruh dibidang sosial-budaya lebih kuat datangnya dari golongan kebudayaan setempat terhadap kebudayaan pendatang. Walau

pun demikian, dalam berbagai aspek kehidupan tampak pula adanya pengaruh pendatang terhadap kehidupan masyarakat setempat seperti : dalam ragam bias (patra cina ), dalam seni bangunan dan lain-lain.

LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA.

Latar belakang sejarah :

Keseluruhan perjalanan Sejarah dapat digolongkan ke dalam dua jaman, yaitu : Jaman pra-sejarah dan jaman sejarah.

Secara lebih detail periodisasi perkembangan sejarah Bali (30,9.15) adalah sebagai berikut :

1.Jaman pra-sejarah :

Bukti-bukti penemuan menunjukkan, bahwa jaman prasejarah pulau Bali berpangkal pada jaman yang paling tua, yaitu Paleolitik. Hal ini didukung oleh adanya bukti penemuan berupa kapak genggam di daerah Kintamani dan Sembiran. Juga alat-alat yang berasal dari jaman Mesolitik ditemukan di gua Selunding di daerah Bukit, Bali Selatan. Materi-materi dari jaman Neolitik cukup terbesar di seluruh Bali. Begitu pula pulau Bali cukup kaya dengan tradisi megalitik, seperti : tahta batu, punden berundak undak terras piramid. Penemuan yang sangat berarti dan cukup memperlengkap data prasejarah Bali adalah penemuan perkampungan dari jaman logam oleh R.P.Soejono dalam penggaliannya tahun 1963, 1964 dan 1976 di Gilimanuk. Kehalusan seni jaman prasejarah Bali terlihat pula pada hiasan berupa kedok, pilin berganda, lingkaran matahari yang terdapat pada nekara perunggu yang kini tersimpan di pura Penataran Sasih di desa Pejeng, Gianyar Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka pada hakekatnya lengkaplah penemuan data prasejarah di pulau Bali.

2. Jaman Bali Kuno :

Jaman ini merupakan perkembangan lanjut dari sejarah Bali yang sangat didominasi oleh agama dan kebudayaan Hindu. Jaman ini secara lebih detail terbagi atas :

Jaman Bali Asli :

Jaman ini meliputi jaman sebelum mendapat pengaruh agama Hindu sampai dengan datangnya pengaruh Hindu yang berawal kira-kira tahun 700. Ciri-ciri terpenting jaman ini antara lain : pola kehidupan komunal yang terwujud dalam kesatuan wilayah

berupa desa dengan karang desa (tanah wilayah desa) dan krama

desa (warga desa). Pemujaan leluhur agaknya berasal dari jaman ini. Sisa-sisa dari tradisi ini dapat dijumpai dalam kehidupan masyarakat desa-desa Bali Aga, seperti misalnya masyarakat desa Tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem.

Jaman Bali Hindu :

Jaman ini meliputi kira-kira tahun 700 - 900. Dalam masa pemerintahan Sri Sanjaya Mataram, agama Hindu berkembang pesat di Jawa. Bali ditaklukkan oleh Sanjaya dan dalam rangka ini banyak pemimpin-pemimpin agama Hindu masuk ke Bali. Kemudian didirikan kahyangan-kahyangan atau pura yang merupakan tanda persatuan seluruh desa. Enam buah pura penting yang disebut Sad Khahyangan adalah: pura Lempuyang, Besakih, Yeh Jeruk, Batur, Uluwatu dan Batukaru.

Jaman Jawa Hindu :

Jaman ini kira-kira tahun 900 - 1350. Pada jaman ini Bali mendapat pengaruh dari Kediri, Singosari dan Majapahit, yaitu jaman berkembangnya agama Siwa dan Buda. Kedua agama ini melahirkan peradaban Jawa Hindu yang selanjutnya mempengaruhi masyarakat Bali. Pengaruh ini amat luas mencakup : bidang agama, bidang seni rupa, arsitektur, kesusastraan dan lain-lain. Tersebut nama raja-raja pada waktu ini adalah : keturunan keluarga Warmadewa, seperti : Ugrasena, Gunaprya Dharmapatni dan Dharmodayana Warmadewa (Udayana). Setelah pemerintahan Udayana, tersebut nama raja Anak Wungsu, Jaya Sakti, Jayapangus, Pasunggrigih. Pada tahun 1343 Bali diserang oleh Majapahit dan pemerintahan di Bali diserahkan kepada keturunan salah seorang pembesar Majapahit, yaitu Kresna Kapakisan.

Jaman Jawa Hindu Bali :

Jaman ini adalah jaman pemerintahan Adipati yang ditempatkan oleh Majapahit di Bali yaitu Kresna Kapakisan dan keturunannya. Melihat tahun pemerintahannya (1350 - 1380), jaman ini adalah berkaitan dengan awal, masuknya agama Islam ke pulau Bali.

3. Jaman kedatangan Islam :

Kedatangan Islam di Bali terutama dari arah barat (pulau Jawa dan Madura). Di samping itu juga dibawa oleh pendatang Bugis dan Sasak. Kedatangan Islam tersebut di Bali berawal pada abad ke 14. Persebaran penganut agama Islam di Bali meliputi beberapa kabupaten yang terpenting adalah : Kabupaten Jembrana,

Buleleng, Badung dan Karangasem.

4. Jaman kedatangan bangsa barat. :

Kedatangan bangsa Barat di Bali (Belanda) untuk kepentingan penjajahan praktis berlangsung pada sekitar awal abad ke 20 dengan jatuhnya berturut-turut kerajaan Buleleng (1849), Badung (1906) dan Klungkung (1908), setelah melewati suatu perlawanan sengit dahun wujud perang puputan. Bersamaan dengan kedatangan bangsa Barat sebagai pegawai pemerintah jajahan, maka turut serta pula misionaris-misionaris penyebar agama Kristen ke pulau Bali.

5. Jaman Jepang :

Kedatangan Jepang di Bali adalah sekitar tahun 1942, serentak dengan pendaratan ini, alat-alat pertahanan Belanda yang tergabung dalam Prayoda yang opsir-opsirnya terdiri dari orang Belanda membubarkan diri dan kedatangan Jepang mengakhiri pemerintahan Belanda di Indonesia (termasuk Bali).

6. Jaman Revolusi :

Tanggal 17 Agustus 1945 Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta atas nama seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal 18 Pebruari 1946 Serikat mendarat di Bali dengan dalih untuk melucuti Jepang. Tanggal 12 Maret 1946 NICA mendarat di Bali dan dalam beberapa hari mereka menduduki Denpasar, Gianyar, Tabanan, Singaraja. Melihat situasi ini maka pemimpin - pemimpin pemuda memindahkan pusat perjuangan ke gunung-gunung dan terjadi pertempuran di mana-mana di Bali, yang terpenting adalah pertempuran besar yang dikenal dengan perang puputan Margarana tanggal 20 November 1946 di Marga, dimana Letkol. I Gusti Ngurah Rai gugur.

Perkembangan masyarakat dan kebudayaan Bali dari masa ke masa secara keseluruhannya menggambarkan ciri-ciri yang dapat disifatkan sebagai tradisi kecil, tradisi besar dan tradisi modern. Tradisi kecil mencakup ciri-ciri seperti yang tampak pada kehidupan masyarakat desa-desa Bali Aga seperti :

  1. Sistem ekonomi sawah dengan irigasi.
  2. Peternakan ayam untuk keperluan dagingnya dan adu ayam.
  3. Bangunan rumah dengan kamar berbentuk kecil dan terdiri dari bahan bambu atau kayu.
  4. Kerajinan meliputi : besi, perunggu, celup dan tenun.
  5. Pura dengan sistem ritual dan upacara yang komplek.
  6. Sistem pura berhubungan dengan keluarga, desa dan wilayah.
  7. Bahasa setempat dengan kesusastraan lisan.
  1. Tari dan tabuh dipakai dalam rangka upacara pura yang terdiri dari antara lain : Selunding, angklung, tari sanghyang (29, 29).


Tradisi besar adalah didominasi oleh tradisi asal dari kebudayaan dan agama Hindu serta tampak pada kehidupan masyarakat desa di Bali dataran, seperti :

  1. Kekuasaan pusat berada pada tangan raja yang dianggap keturunan dewa.
  2. Adanya tokoh pedanda.
  3. Konsep-konsep kesusastraan dan agama tertulis dalam daun lontar
  4. Adanya sistem kasta.
  5. Adanya upacara pembakaran mayat bagi yang meninggal.
  6. Pertunjukan wayang kulit.
  7. Arsitektur dan kesenian bermotif Hindu dan Buda.
  8. Adanya sistem kalender Hindu Jawa.
  9. Tarian topeng.
  10. Tarian topeng.

(29, 29 - 30).


Tradisi modern adalah tradisi yang berawal dari jaman penjajahan dan berlanjut dengan jaman kemerdekaan serta tradisi ini telah memasuki berbagai segi kehidupan masyarakat Bali. Ciri-cirinya antara lain sebagai berikut :

  1. Inkorporasi penduduk ke dalam lembaga-lembaga administrasi negara kebangsaan, yaitu Republik Indonesia.
  2. Pendidikan massal, mencakup pendidikan bahasa, sejarah nasional dan sebagainya.
  3. Sumber tenaga meliputi : mesin, listrik.
  4. Adanya barang-barang perdagangan dan industri yang diperoleh dari import.
  5. Sistem agama dirasionalisasi, terkordinir dan terkomunikasi ke dalam maupun luar
  6. Kerajinan bersifat produksi massa.
  7. Adanya sistem pasar dalam ekonomi.
  8. Administrasi bersifat heterogin.
  9. Adanya mass-media nasional dan intemasional.
  10. Adanya orientasi ke depan yang diintroduksi oleh berbagai departemen, seperti : bimas, inmas, pendidikan nasional, keluarga berencana dan lain-lain (21,21-24).

Sistem mata pencaharian

Mata pencaharian utama suku bangsa Bali.

Bertani adalah merupakan mata pencaharian hidup pokok dari sebagian terbesar orang Bali. Jenis bercocok tanam terpenting adalah bercocok tanam di sawah. Di samping pertanian di sawah, orang Bali juga mengerjakan usaha perkebunan yang menghasilkan antara lain : kelapa, kopi, cengkeh, kapok, jambu mente, dan tembakau. Jenis-jenis mata pencaharian lainnya adalah : industri rumah tangga, nelayan dan perdagangan.

Dalam hal pertanian di sawah, sistem penanaman padi di kalangan orang Bali dibedakan atas dua macam, yaitu : sistem tulak sumur dan sistem kerta masa. Dalam jenis sistem yang pertama dilakukan penanaman padi secara terus-menerus tanpa disilingi oleh tanaman palawija. Hal itu mungkin dilakukan apabila keadaan air mencukupi. Sebaliknya bila air kurang, maka diadakan giliran antara tanaman padi dan tanaman palawija dan sistem yang demikian inilah yang disebut sistem kerta masa.

Dalam rangka usaha tani di Bali, sebagian besar tenaga kerja adalah berasal dari keluarga petani sendiri. Pertama-tama adalah keluarga inti dan keluarga luas sebagai satu kesatuan kerja. Dalam tahap-tahap tertentu seperti : Mencangkul, menanam, mengetam sering para petani memerlukan adanya tenaga tambahan. Dalam hal seperti itu, maka telah berkembang dua cara untuk mendapatkan tenaga tambahan, yaitu dengan ngajakang (minta tolong secara gotong royong) dan ngupahang (mengupahkan).

Dalam rangka usaha tani persawahan maupun perkebunan, ada sejumlah pekerjaan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab para petani secara bersama-sama. Lingkup pekerjaan seperti itu cukup luas, antara lain : perbaikan saluran air, berburu tikus, mengaktifkan upacara. Dalam hal seperti itu, fungsi organisasi subak memegang peranan penting yaitu sebagai organisasi yang mengaktifkan kegiatan gotong-royong di bawah pinpinannya yang disebut pekaseh. Di Bali terdapat sekitar 1240 buah subak.

Pada hakekatnya pemilikan tanah rata-rata para petani di Bali relatif kecil, dan karena itu ada sejumlah petani yang berstatus sebagai petani penggarap, yakni mengerjakan tanah garapan, milik orang lain. Sistem bagi hasil yang umum diterapkan pembabagian ½ - ½ antara penggarap dan pemilik tanah. Sistem bagi hasil seperti ini disebut : nandu pada. Disamping itu dikenal pula jenis-jenis sistem bagi hasil yang lain, yaitu : 3/5 - 2/5 disebut nelon; pembagian 2/3 - 1/3 disebut : ngapit; pembagian 3/4 - 1/4 disebut merapat (23, 33 - 36).


Jenis mata pencaharian yang terpenting serta diprioritaskan untuk dikembangkan di daerah Bali sesuai dengan Repelita III Propinsi Bali selain sektor pertanian dalam arti luas, adalah : sektor pariwisata. lndustri yang berkembang adalah jenis jenis industri yang menunjang kedua sektor tersebut.

Sesuai dengan jenis lapangan pekerjaan dan angkatan kerja yang terserap ke dalam lapangan tersebut, seperti tampak dalam Tabel XIII di depan, maka sektor-sektor yang terpenting adalah :

1. Sektor pertanian menyerap 66,7 %
2. Sektor perdagangan menyerap 10,5 %
3. Sektor jasa menyerap 8,3 %
4. Sektor industri menyerap 5,8 %
5. Sektor-sektor lain menyerap 8,7 %

Pariwisata, suatu sektor yang berkembang pesat di Bali terutama sejak tahun 1969, sebagai industri sampai dengan tahun 1974 mampu menyerap tenaga kerja sebagai berikut :

Tabel XVII
No Bidang Pekerjaan Orang Asing Orang Luar Bali Orang Bali Total
1. Hotel 27 705 3.706 4.438
2. Restoran - 28 443 471
3. Biro Perjalanan - 114 922 1.036
4. Pramuwisata - 17 331 348
5. Art Shop - 60 1.942 2.002
6. Transportasi - 49 925 974
Total (pekerja penuh) 27 973 9.269 10.269
8. Pertunjukan kesenian - - 1.929 1.929
9. Pengerajin - - 22.287 22.287
Total 27 973 33.485 34.485

Sumber: Universitas Udayana, The Impact of Tourisme on the Socio Economic Development of Bali, 1974, 19.

37

Sistem kekerabatan

Keluarga batih pada masyarakat disebut dengan istilah kuren dan keluarga ·ini terbentuk sebagai akibat dari adanya perkawinan, baik perkawinan monogami maupun perkawinan poligami. Karena itu maka ada dua jenis bentuk keluarga batih, yaitu : keluarga batih monogami dan keluarga batih poligami. Bentuk keluarga batih monogami mempunyai struktur : satu suami, satu istri dan beberapa orang anak. Bentuk keluarga batih poligami mempunyai struktur : satu suami, beberapa istri dan beberapa orang anak. Dalam keluarga batih tersebut berlaku prinsip patrilineal. Peranan anggota keluarga batih antara lain :

  1. Membina dan mengembangkan hubungan antara sesama anggota keluarga bersifat intim dan mesra.
  2. Membina kesatuan ekonomi keluarga, dalam arti menatalaksanakan kehidupan rumah tangga dan sebagai kesatuan dalam mata pencaharian.
  3. Mengembangkan dan melakukan pengasuhan dan mendidik angkatan yang berikutnya.
  4. Melaksanakan upacara-upacara adat (upacara daur hidup) dan upacara agama (panca yadnya).
  5. Suami istri dari suatu keluarga batih menjadi anggota suatu komunitas tertentu dan wajib menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya itu.
Keluarga luas dalam masyarakat Bali disebut pekurenan, terbentuk sebagai akibat dari adanya perkawinan dari seseorang atau sejumlah anak dari suatu keluarga inti dan menetap bersama-sama dengan keluarga senior (keluarga orientasi). Karena itu, suatu keluarga luas selalu terdiri lebih dari satu keluarga inti tetapi selalu merupakan satu kesatuan sosial dan pada masyarakat Bali kelompok kekerabatan ini biasanya tinggal bersama pada satu pekarangan. Jenis-jenisnya adalah : Keluarga luas virilokal, dengan struktur terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga kekeluarga inti dari anak laki-laki yang telah kawin, keluarga luas uxuri-lokal, dengan struktur terdiri dari keluarga inti senior dan keluarga inti dari anak perempuan yang telah kawin. Jenis pertama adalah yang paling umum di Bali. Jenis kedua tidak banyak jumlahnya, dan terjadi hanya apabila ada perkawinan nyeburin, yaitu suatu perkawinan di mana si suami ditarik kepada jalur kerabat pihak istri dan menetap kawin secara uxuri lokal. Dalam penataan rumah tangga, kalau seluruh anggota keluarga luas makan dari dapur yang sama, maka dinamakan ngerob.

Peranan penting dari anggota keluarga luas antara lain :

  1. Melaksanakan pengasuhan dan pendidikan bagi angkatan berikutnyanya.
  2. Membina dan melaksanakan aktivitas ekonomi dalam bentuk rumah tangga dan produksi.
  3. Memelihara dan menguasai sejumlah harta milik.
  4. Menyelenggarakan aktivitas upacara keluarga dalam bidang adat dan agama.
  5. Anggota keluarga batih berperan dalam proses pengambilan keputusan mengenai beberapa hal tertentu dalam segi-segi kehidupan keluarga, seperti : upacara, perkawinan dan lain-lain.


Struktur dan peranan terpenting anggota klen.

Pada masyarakat Bali, kelompok kekerabatan yang berbentuk klen kecil disebut : dadia. Struktur pada masyarakat Bali berbeda beda di berbagai tempat. Di desa-desa pegunungan orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal tidak lagi mendirikan pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. Di desa-desa tanah dataran, orang-orang tunggal dadia yang hidup secara neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan di masing-masing kediamannya yang disebut kemulan taksu ( 3,294 ).

Peranan anggota klen antara lain :

  1. Mengaktifkan dan mengonsepsikan upacara-upacara tertentu baik upacara daur hidup maupun upacara di pura dadia.
  2. Memelihara norma-norma dan adat yang bersifat turun temurun di lingkungan yang bersangkutan.
  3. Klen yang memiliki pusaka tertentu wajib memelihara dan melestarikan pusaka tersebut.


Sistem religi

Agama yang ada di daerah Bali berturut-turut adalah : Hindu, Islam, Buda, Katolik, Protestan, dan Kong Hu Cu. Jumlah penganut agama yang terbesar adalah agama Hindu. Menurut sensus penduduk tahun 1971, jumlah penganut agama Hindu di Bali berjumlah 1.977.807 orang atau 93,29%. Secara terperinci jumlah pengikut agama-agama di Bali tampak dalam Tabel XVIII.

Tabel XVIII

No. Jenis agama Jumlah %
1. Hindu 1.977.807 93,29 %
2. Islam 108.414 5,11 %
3. Buda 14.426 0,68 %
4 Katolik 8.665 0,41 %
5. Protestan 8.468 0,35 %
6. Kristen Lainnya 1.985 0,09 %
7. Kong Hu Cu 1.286 0,06 %
8. Lainnya 40 0,00 %
Total 2.120.091 100 %
Sumber : Sensus penduduk Daerah Bali tahun 1971, Biro Pusat Statistik.

Di antara jenis-jenis sekte yang masih dan pernah ada di Bali, menurut R. Goris (12,12 - 27) sebagai berikut :

  1. Ciwa Siddhanta :
    Sekte ini cukup dominan dan mendesak sekte-sekte lain. Semua pedanda di Bali (kecuali pedanda Buda) adalah Siddhanta.
  2. Pacupata :
    Kelompok ini telah lenyap di Bali.
  3. Bhairawa :
    Sekte ini adalah sekte Durga. Sebagai kelompok tersendiri telah lenyap, namun pengaruhnya masih terdapat sampai sekarang, seperti dalam aktivitas pemujaan kuburan dan dalam hal sihir.
  4. Weserawa :
    Sekte ini dekat dengan Giwaisme atau di lain tempat dengan Budisme.
  5. Buda atau Sogata :
    Mengenai pendeta Bhoda masih ada di Bali sebagai kelompok pendeta yang diakui resmi dengan pengikut-pengikutnya.
  6. Brahmana :
    Kelompok ini di Bali telah terlebur dengan Siddhanta Giwa.
  7. Rsi:
    Di Bali, rsi adalah pedanda atau mereka yang bertindak sebagai pedanda yang bukan berasal dari warga Brahmana.
  1. Sora :

    Ciri kelompok ini masih ada dengan memuja Surya sebagai dewa utama.

  2. Ganeça :

    Sebagai sekte tersendiri tidak ada lagi, tetapi yang menyolok adalah terdapatnya patung-patung Ganeça dalam jumlah yang besar di pulau Bali.

Pengaruh agama Hindu dalam kehidupan masyarakat Bali sangat besar. Agama Hindu yang memiliki tiga kerangka dasar, yaitu : tatwa (filsafat keagamaan), susila (moral keagamaan) dan upacara (upacara keagamaan), memberikan corak khas bagi identitas masyarakat Bali. Di samping hal pokok tersebut, agama Hindu juga memberikan pengaruh penting antara lain dalam hal integrasi masyarakat dan pengendalian masyarakat.

Kepercayaan yang jenisnya bermacam-macam. Menurut sumbernya dibedakan atas : Kepercayaan yang berasal dari jaman pra Hindu dan kepercayaan yang berasal dari jaman Hindu. Kepercayaan yang berasal dari jaman Hindu misalnya adalah kepercayaan animisme. Salah satu wujud dari kepercayaan ini adalah adanya suatu konsepsi dan aktivitas ritual dalam bentuk pemujaan leluhur di kalangan masyarakat Bali. Kepercayaan yang berkaitan dengan agama Hindu yang terpenting adalah kepercayaan yang disebut panca-cradha yang mencakup :

  1. Percaya akan adanya satu Tuhan, Ida Sanghyang Widhi, Tuhan Yang Mahaesa, dalam bentuk konsep Trimurti. Trimurti mempunyai tiga wujud atau manifestasi, ialah : Wujud Brahma, yang menciptakan; wujud Wisnu yang memelihara; dan melindungi; dan wujud Siwa yang melebur segala yang ada.
  2. Percaya terhadap konsep si atman (roh abadi)
  3. Percaya tentang punarbhawa (kelahiran kembali dari jiwa) ,
  4. Percaya terhadap hukum karma pala (adanya buah dari setiap perbuatan).
  5. Percaya akan adanya moksa (kebebasan jiwa dari lingkaran kelahiran kembali).
Pengaruh kepercayaan dalam masyarakat juga amat besar. Salah satu wujud dari pengaruh ini tampak dalam konsepsi dan aktivitas upacara yang muncul dalam frekwensi yang tinggi dalam kehidupan masyarakat Bali, baik upacara yang dilaksanakan oleh kelompok kerabat maupun oleh komunitas. Keseluruhan jenis upa

cara-upacara di Bali digolongkan ke dalam lima macam yang disebut panca yadnya yaitu :

  1. Manusa yadnya, meliputi upacara daur hidup dari masa kanak-kanak sampai dewasa.
  2. Pitra yadnya, merupakan upacara-upacara yang ditujukan kepada roh-roh leluhur, meliputi upacara kematian sampai pada upacara penyucian roh leluhur.
  3. Dewa yadnya, merupakan upacara-upacara pada pura maupun kuil keluarga.
  4. Resi yadnya, merupakan upacara yang berhubungan dengan pentasbihan pendeta.
  5. Butha yadnya, meliputi upacara yang ditujukan kepada Bhuta dan kala, yaitu roh-roh di sekitar manusia yang dapat mengganggu (3,301).


Bahasa

Bahasa Bali, di samping bahasa Indonesia mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Bahasa Bali merupakan bahasa Ibu bagi kebanyakan penduduk pulau Bali. Peranannya cukup penting dan luas seperti :

  1. Dipergunakan sebagai alat komunikasi dalam hidup separi-hari di antara sesama orang Bali.
  2. Sebagai mata pelajaran dari tingkat pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan SLTA pada sekolah-sekolah di Bali.
  3. Dipakai juga dalam karang mengarang dalam beberapa media massa dan lain-lain.
Bahasa Bali memiliki huruf tersendiri yang disebut aksara Bali. Pustaka lontar yang jumlahnya ribuan dan merupakan peninggalan yang sangat berharga itu ditulis dengan mempergunakan aksara Bali. Di Bali juga berkembang kesusastraan lisan dan tulisan, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Bahasa dalam garis besarnya memiliki dua buah dialek, yaitu dialek Bahasa Bali Dataran, dan dialek Bahasa Bali Aga. Dari segi suku bangsa, kedua jenis dialek itu tidak didukung oleh suku bangsa yang berbeda. Dialek Bahasa Bali Dataran dipergunakan oleh suku bangsa Bali yang kebanyakan tinggal di Bali bagian dataran dan pesisir. Dialek ini dibagi lagi atas delapan sub-dialek, sesuai dengan delapan daerah kabupaten di Bali, yaitu :
  1. Dialek Buleleng
  2. Dialek Karangasem
  3. Dialek Kelungkung
  4. Dialek Bangli
  5. Dialek Gianyar
  6. Dialek Badung
  7. Dialek Tabanan
  8. Dialek Jembrana

Dialek Bahasa Bali Aga juga terbagi atas beberapa sub-dialek dan tiga yang terpenting adalah :

  1. Dialek Bali Aga di pegunungan Timur pulau Bali, meliputi : dialek Tenganan, dialek Bugbug, dialek Sukawana, dialek Kedisan, dialek Sembiran dan lain-lain.
  2. Dialek Bali Aga di pegunungan Tengah, seperti dialek Suminyak
  3. Dialek Bali Aga di pegunungan bagian Barat, seperti dialek Bantiran, dialek Sepang.

Bahasa Bali dapat dibedakan atas tiga tingkatan, yaitu : bahasa Bali alus, bahasa Bali madia dan bahasa Bali kasar. Tingkatan bahasa tersebut di Bali merupakan atribut dari sistem pelapisan sosial. Bahasa Bali alus dipergunakan apabila percakapan diarahkan kepada orang-orang dari lapisan sosial yang lebih tinggi atau apabila percakapan dilakukan dengan para pemimpin masyarakat.