Taman Siswa  (1951)  oleh W. le Fèbre, diterjemahkan oleh P. S. Naipospos
Benih tanaman jang mempunjai kekuatan hidup: programma azas.

3

Benih tanaman jang mempunjai kekuatan hidup:
programma azas.

Taman Siswa adalah lahir dari initiatif Raden Mas Suwardi Suryaningrat, jang lahir pada tanggal 3 Mei 1889 sebagai putera turunan radja dari Paku Alam, tjabang dari turunan radja dari Djokja, dan setelah perubahan nama jang telah kita sebutkan didepan ini, hanja dikenal orang sebagai Ki Hadjar Dewantoro. Ia memulai djalan hidupnja, setelah beberapa tahun beladjar pada Stovia (sekolah dokter Djawa), sebagai seorang upahan ahli obat, kemudian mendjadi wartawan dan dengan Dr. Tjipto Mangunkusumo duduk dalam pengurus Indische Partij, jang dalam tahun 1922 didirikan oleh E. F. E. Douwes Dekker (jang kemudian terkenal sebagai ahli didik dengan nama Dr. Setyabuddhi). Tetapi organisasi politik dari orang Indo dan Indonesia ini tidak pernah mendapat pengesahan atas anggaran dasarnja dan aksinja terhadap persiapan? untuk merajakan djuga di Indonesia seratus tahun berdirinja Keradjaan Belanda dalam tahun 1913, waktu mana Suryaningrat menerbitkan sebuah pamflet jang ditulis dengan baik dan setjara mengedjek: Als ik eens een Nederlander was (Kalau saja gerangan seorang Belanda), mengakibatkan, bahwa ketiga anggota pengurusnja diberi hukuman buang. Ketika hukuman buangan itu diubah baginja mendjadi hukuman boleh meninggalkan negeri ini dengan bebas, Suryaningrat memilih negeri Belanda sebagai tempat tinggalnja dan pada suatu kweekschool di Den Haag ia beladjar untuk mendjadi guru.

Dewantoro melihat, bahwa dalam masa pantjaroba-kebudajaan tidaklah pada tempatnja untuk mendirikan sekolah paksaan dan ia berusaha membuka sekolah dengan eksperimen berdasarkan kebebasan dan dalam usianja sepuluh tahun jang pertama Taman Siswa memakai dasar ini (batja Armijn Pane: Taman Siswa dan pemimpinnja” dalam madjalah mingguan Sin Po tahun 1936). Bahan² batjaan untuk kedua azas jang pertama dari program-azas, jang semuanja sebenarnja telah memberikan dasar²teori dari susunan pendidikan jang telah direntjanakan, mendjadi karena itu suatu pengalaman jang menggirangkan bagi mereka, jang dapat mengenal kembali didalamnja pendapat² modern, jang pada tahun2 jang achir ini di Eropah kembali berlaku dalam metodos² pengadjaran baru:

1. Hak seseorang untuk mengatur diri sendiri, dengan mengingat sjarat² persekutuan suatu pergaulan-hidup jang harmonis, itulah azas kita. Tertib dan damai adalah tudjuan kita Jang paling tinggi. Tidak ada tertib kalau tidak ada damai. Tetapi djuga tidak ada damai, selama seseorang dirintangi dalam pendjelmaan hidupnja jang biasa. Pertumbuhan menurut kodrat, sjarat jang perlu untuk kemadjuan, menganggap adanja perkembangan diri sendiri menurut kodrat. Demikianlah kita menolak pendidikan dalam arti: membentuk watak anak dengan sengadja berdasarkan „paksaan—hukuman—-ketertiban”, Kita mendjundjung tinggi pedagogik pemeliharaan, dengan segenap perhatian, jang mendjadi sjarat berkembangnja anak itu batin dan lahir, menurut kodratnja sendiri. Inilah jang disebut sistem Among.

Bahwa hak mengatur diri sendiri sebagai pembuka program-azas itu akan menarik bagi seorang nasionalis, dapatlah dimengerti, sedang kita djuga tjenderung untuk berkata, bahwa tidak dapat ada damai, dimana seseorang dirintangi dalam pendjelmaan hidupnja jang biasa, damai termaksud setjara pedagogis, djadi damai batin djuga, ditukar dengan damai lahir, damai politik. Dengan pengertian kodrat (alam) Dewantoro rupa²nja achirnja telah mendapat pegangan dan dalam hal ini ia mendapat bantuan dari tjara berpikir Djawa dan karena itu tjita² umum dari pemikir² dan ahli² didik Eropah seperti Rousseau, Pestalozzi dan Montessori (tetapi dengan metodik pengadjarannja jang menunggu-nunggu „masa² peka, lekas merasai” tidak dapat ia memulai apa²) dapat dipertalikannja dengan tradisi Djawa jang paling baik. Sistem Amongnja membuat pengadjar lebih dari seorang guru (== ia jang dipertjajai dan diikuti), seorang pamong (pemelihara), jang berdiri dibelakang sebagai pemimpin, tetapi selalu djuga mempengaruhi (Djawanja: tutwuri andajani).

2. Dalam sistem ini pengadjaran tidak lain artinja dari mendidik murid mendjadi manusia jang berdiri sendiri dalam merasa, berpikir dan bertindak. Disamping memberi pengetahuan jang perlu dan bermanfaat, Guru harus djuga melatih murid dalam mentjari sendiri pengetahuan itu dan memakai setjara bermanfaat.

Inilah jang diutamakan oleh sistem Among.

Pengetahuan jang perlu dan bermanfaat ialah pengetahuan jang mentjukupi kebutuhan² manusia lahir dan batin sebagai anggota dari pergaulan-hidup.
Dalam suasana bebas ini hukuman adalah konsekwensi jang sewadjarnja dari suatu perbuatan jang salah, dimana pemimpin hanja mewakili prinsip mengatur dari masjarakat. Djuga seperti di Eropah hal ini dapat djuga dalam praktik membawa kebrandalan jang tidak disukai, walaupun risiko ini pada anak Indonesia dengan rasa hormatnja jang tradisionil kepada orang tua kurang besarnja lagi. Apakah jang achir ini akan berlaku djuga pada waktu j.a.d. adalah mendjadi pertanjaan, apabila Pak Said dengan rasa gembira melihat, bahwa anak Indonesia telah sedjak penjerahan kedaulatan memperlihatkan rasa kesedaran diri sendiri jang lebih besar.
Dalam sistem idealistis Taman Siswa kebebasan seperti jang kita lihat, diartikan dalam arti positif sebagai penghapusan rintangan² pendjelmaan hidup jang biasa dan karena itu damai dan tertib dapat ada. Dengan kebebasan si anak sampai kepada mewudjudkan diri sendiri dan hal itu berarti untuk manusia: kepada mewudjudkan nilai. Selama si anak dengan discipline sendiri belum sampai kepada tertib batin dan tata lahir, harus hal itu dibantu dengan perintah² melakukan tugas. Tetapi untuk inipun dapat bekerdja sendiri adalah sjarat dan mengadjarkan, bagaimana mentjari sendiri pengetahuan jang diperlukan, diutamakan.
Si anak tidak boleh mendjadi objek, sebab itu sekolah harus mendjadi sekolah berbuat, dimana unsur mentjipta pada anak itu dapat berkembang. Bukanlah untuk menghasilkan manusia jang sama matjamnja, tetapi untuk membina pribadi². Djuga „kerdja kasar” tidak perlu takut diberikan kepada anak itu, ia harus beladjar menolong diri sendiri dan karena itu memperoleh keberanian hidup. Untuk tidak memutuskan rasa kebebasan itu haruslah ruangan² kelas se-dikit²nja terbuka (tidak berdinding) pada satu pihak dan kelas² dikebun haruslah dianggap sebagai kelas ideaal (bandingkan Montessori).
Perkembangan diri sendiri menurut kodrat menganggap adanja pertumbuhan jang sewadjarnja, artinja pertumbuhan sesuai dengan tabi'at sendiri dan dengan lingkungan alamnja sendiri: Dalam alam pusat pendidikan jang terutama ialah rumah tangga dan tenaga pendorongnja ialah tjinta. Selama mungkin, Taman Siswa mentjoba memelihara keadaan alam ini. Kepada wanita sebagai guru diberikan tempat penting dan suaranja dalam pengurus sekolah dihargai benar (djika tidak dengan tradisi Islam, tjara ini adalah sesuai dengan tradisi Djawa, dimana perempuan, seperti dalam tiap² kebun pertanian, disegani benar), Bahasa ibu (jaitu bahasa daerah) dalam kelas² jang terendah dipakai sebagai bahasa pengantar dalam pengadjaran. Prinsip coëducatie diterima dan diusahakan supaja tertjipta suasana jang sewadjarnja, suasana kebebasan dan kepertjajaan, dimana murid² menjapa pemimpin²nja sebagai ibu atau bapak.

Azas² ini dengan sendirinja terwudjud dalam bentuk paguron jang ditjita²kan dengan sedar itu, dimana anak², djika mereka tidak tinggal dirumah gurunja, sewaktu-waktu diterima dengan baik, djuga diluar djam² sekolah. Djelaslah, bahwa demikian pribadi guru itu mendjadi primer (penting) dan bahwa ia harus memberi pendidikan dalam arti lengkap jaitu pimpinan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat orang dalam zaman Djawa Kuno tentang tugas guru, jang lebih ditudjukan kepada memperkuat moril dari memberi pengetahuan. Djadi tidak hanja pendidikan intellektuil, tetapi terutama djuga penjelenggaraan dan latihan kesusilaan, seterusnja didikan kebudajaan dalam arti nasional.
Ada diusahakan seni melukis, musik, menari, tiap² orang menurut pembawaanmnja. Kebebasan menurut kodrat jang lebih besar untuk anak² mengakibatkan mendjadi lebih banjak berbuat sendiri, dimana pemimpin hanja mempunjai tempat sebagai penonton, tetapi dengan mata memelihara, jang terutama terdjelma dalam kehidupan perkumpulan² sekolah. Bersamaan dengan itu diberikan djuga sehari dalam sebulan kebebasan pekerdjaan sekolah untuk pekerdjaan² bebas, dimana terdjadi djam perdebatan, jang memberikan kepada murid² jang lebih tua kesempatan untuk menghidangkan kepada bapak mereka „soal² hidup”nja setjara perdebatan bebas. Kesatuan jang demikian antara guru dan murid adalah djarang.

Bagaimanapun revolusionernja dirasa suasana bebas dan pertjaja ini terhadap adat jang masih berlaku, adat menurut perintah dan adat menghormat, adalah ternjata, bahwa waktu telah matang, tanah tetap menurut dan kepertjajaan dalam kekuatan sendiri untuk tumbuh tidaklah mengetjewakan. Perasaan nasionalismus jang sedang timbul, menerima perlawanan Taman Siswa, jang dikemukakan dalam bentuk dalil paedagogik, terhadap supremasi djiwa pendjadjah²: azas pertumbuhan menurut kodrat menuntut, bahwa sedjarah kebudajaan sendiri kembali lagi mendjadi titik permulaan, dan dari titik inilah langkah² dapat diteruskan kedepan (azas ketiga). Hal ini memenuhi kebutuhan jang telah timbul, kebutuhan akan penghargaan diri sendiri dan akan kepertjajaan kepada diri sendiri sebagai bangsa. Kredit moril jang dapat dipakai Dewantoro sebagai sumber, potentieel tidaklah ada batas²nja dan ia tahu memeliharanja dengan takt halus, seperti ia djuga tahu menghadapi keadaan² materil dengan rasa realitet jang besar.