Tanggung Gugat Pemilik Benda

Sesuai uraian di atas tentang keunggulan ciri hak milik beserta perlindungan hukum yang diberikan oleh pembentuk undang-undang kepada pemangku hak milik, pada sisi lain sebagai pemilik yang diberi kebebasan untuk menikmati benda yang dipunyainya, sudah barang tentu di pundaknya ada konsekwensi yuridis berupa tanggung gugat yang terpikul dipundaknya. Sebab bagaimanapun mempunyai hak milik suatu benda yang sudah tentu akan dioperasionalkan sebagai cara menikmati benda yang bersangkutan, tentu bisa muncul risiko yang wajib ditanggung andai kata penggunaan benda tersebut menimbulkan kerugian pada pihak lain. Demikian juga saat menggunakan demi mendapatkan kenikmatan, ada pula risiko yang timbul semisal munculnya kerusakan atau ausnya benda yang dimiliki. Risiko-risiko tersebut siapa yang harus menanggungnya, terlebih kalau sampai menimbulkan kerugian pada pihak lain. Berbincang peri hal risiko sesungguhnya ini berkait dengan adanya unsur kesalahan. Terbukti untuk persoalan risiko ini dalam hukum sudah ada adagiumnya yang sangat terkenal, bahwa siapa salah harus pikul risiko. Soal risiko yang berkaitan dengan benda, ada dalilnya pula bahwa risiko menjadi tanggungan pemilik.

Sehubungan dengan adagium "siapa salah pikul risiko", dan adagium "risiko ada pada pemilik, memang sangat dimungkinkan dengan kebebasan menikmati benda yang jadi miliknya, akan terjadi suatu kesalahan yang dilakukan oleh pemilik, baik sengaja ataupun karena lalai, yang ujung-ujungnya timbul kerugian. Lalu pihak mana yang wajib memikul risiko untuk memulihkan kerugian yang timbul. Sesuai nuansa BW yang sangat kental aroma bisnisnya, jelas namanya kerugian itu tidak bakal dikehendaki oleh setiap anggota masyarakat. Untuk itulah secara implisit dari adagium-adagium hukum yang dimaksud, memberikan aba-aba kepada pemilik agar saat menikmati bendanya wajib bertindak hati-hati. Tingkah polahnya waktu menikmati benda miliknya, harus berbuat secara patut. Namun sesuai hakekat insan selaku umat yang konon sering dikatakan bahwa manusia itu tempatnya salah, maka potensial bisa terjadi saat menikmati benda miliknya ternyata berbuat salah sehingga timbul kerugian, baik kerugian yang menyangkut kepentingan dirinya sendiri ataupun melanggar kepentingan pihak lain sehingga yang bersangkutan menderita rugi.

Bila saat menikmati benda miliknya ternyata ada kesalahan yang dilakukan sehingga benda itu rusak, maka untuk merenovasi, beayanya harus ditanggung sendiri oleh pemilik. Inilah yang sering digarisbawahi kalau risiko itu ada pada pemilik. Tak kalah pentingnya bila saat mempergunakan benda miliknya, ternyata ada suatu kesalahan yang dilakukan -baik sengaja ataupun akibat lalai- sehingga mengakibatkan pihak lain rugi, dengan sendirinya pemilik benda harus bertanggunggugat. Contoh normatif yang dapat diambil sebagai ilustrasi adalah Pasal 1368 BW yang intinya menegaskan bahwa pemilik seekor binatang bertanggung gugat atas segala kerugian yang diterbitkan oleh binatang yang bersangkutan.

Tanggung gugat atas kerugian pihak lain gara-gara benda miliknya, maka pemilik harus siap digugat oleh pihak yang menderita rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum. Gugat atas dasar perbuatan melanggar hukum ini tak sekedar dikarenakan kerugian materiil semata, tetapi juga dapat berupa kerugian immateriil. Unsur immateriil ini memang merupakan perkembangan dari urusan tanggung gugat terhadap terbitnya sebuah kerugian dalam ranah perbuatan melanggar hukum yang konon kisahnya memang panjang entah sampai kapan sampai pada titik akhirnya.

Selain itu dapat juga terjadi akibat adanya misbruik van recht dari pemilik dimana saat menggunakan benda miliknya ternyata dilakukan secara salah tak sesuai dengan peruntukannya, akhirnya mengakibatkan timbulnya sejumlah kerugian pada pihak lain. Untuk peristiwa seperti ini, pemilik wajib bertanggung gugat guna memulihkan kerugian itu. Andai kata pemulihan kerugian itu ditempuh oleh yang bersangkutan lewat gugat ke pangadilan, dasar hukum yang dipergunakan juga sama yaitu perbuatan melanggar hukum.

Dari kontek adanya tanggung gugat atas dasar perbuatan melanggar hukum sebagaimana terurai di atas, memberikan makna bahwa hak milik yang direngkuh oleh seseorang pada dasarnya hak itu hanya terbit dan berasal dari negara, sehingga baik perlindungan hukumnya ataupun adanya unsur kesalahan dalam menggunakannya sehingga berakibat munculnya kerugian, diatur pula dengan cermat oleh penguasa dengan regulasi sesuai kewenangan yang dimiliki. Dari gatra tersebut memang layak kalau posisi hak milik dalam ranah hukum itu sedemikian sentralnya. Hampir keseluruhan aspek hak milik, secara lengkap diatur oleh penguasa. Mulai dari pengertian hak milik, cara-cara memperoleh hak milik, ciri-ciri unggul hak milik, senjata prima yang dibekalkan kepada pemangku hak milik, kapan hak milik suatu benda beralih dari satu tangan ke tangan yang lain akibat terjadinya sebuah transaksi, juga tentang tanggung gugat pemilik terhadap benda miliknya kalau sampai merugikan pihak lain. Semua itu diatur oleh penguasa dengan rangkaian norma yang sangat sistematis. Inilah hebatnya lembaga hak milik dengan karakter yang tak tertandingi oleh hak-hak lainnya.

Sebagimana sudah sering diutarakan dalam berbagai wacana, hak milik atas suatu benda itu dapat dialihkan dari satu tangan ke tangan yang lain, dan pengalihan hak milik tersebut baru terjadi kalau sudah ada levering atau penyerahan. Peristiwa levering itulah merupakan momentum yang menentukan untuk berpindahnya hak milik suatu benda, dan hal ini dapat dilacak misalnya dengan mencermati Pasal 1459 BW juga Pasal 1686 BW. Jadi menurut sistem yang dianut oleh BW, beralihnya hak milik bukan didasarkan pada terjadinya kata sepakat dan bukan pada momentum terjadinya pembayaran. Mengingat momentum yang menentukan berpindahnya hak milik itu pada levering, tak ayal untuk urusan levering ini olek pembentuk undang-undang diatur secara khusus yaitu dalam Pasal 612, 613, dan 616 BW.

Tambahan lagi dengan terjadinya levering maka hak milik suatu benda itu berpindah, tak sekedar itu saja lalu berhenti, tetapi ada penyertaan lain yang mengikuti peristiwa levering yang tak kalah pentingnya yaitu peri hal risiko. Dengan berpindahnya hak milik akibat levering, maka saat itu pula risiko juga berpindah. Ini sesuai dengan adagium hukum yang menyatakan bahwa risiko ada pada pemilik, namun sayang pengaturan soal risiko ini sebagaimana dapat dilihat dalam Pasal 1460 BW ada suatu kesalahan yang diperbuat oleh pembentuk undang-undang akibat keteledoran saat menjiplak Code Civil Perancis.