Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 masih berlaku aktif, namun telah mengalami perubahan. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003, lihat di sini.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2003
TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan
ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi;
bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
bahwa pelaksanaan peran Badan Usaha Milik Negara dalam perekonomian
nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat belum optimal;
bahwa untuk mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara,
pengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional;
bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur Badan Usaha Milik
Negara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian dan
dunia usaha yang semakin pesat, baik secara nasional maupun
internasional;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu dibentuk Undang-undang
tentang Badan Usaha Milik Negara;
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 23 ayat (4), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Tahun 1945;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 2004;
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3587);
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
Dengan Persetujuan Bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan:
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan.
Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN
yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham
yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya
dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar
keuntungan.
Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka,
adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi
kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang
bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan
prinsip pengelolaan perusahaan.
Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan
pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundangundangan.
Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur
kebijakan sektor tempat BUMN melakukan kegiatan usaha.
Komisaris adalah organ Persero yang bertugas melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan
pengurusan Persero.
Dewan Pengawas adalah organ Perum yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan
kegiatan pengurusan Perum.
Direksi adalah organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan
BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik
di dalam maupun di luar pengadilan.
Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan
penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan
terbatas lainnya.
Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan
BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki
kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan
nilai perusahaan.
Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun
seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta
memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah
organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.
Pasal 2
Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:
memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional
pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
mengejar keuntungan;
menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan
hajat hidup orang banyak;
menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;
turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum,
dan/atau kesusilaan.
Terhadap BUMN berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 4
Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
Penyertaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan pada
BUMN bersumber dari:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
kapitalisasi cadangan;
sumber lainnya.
Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap perubahan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan struktur kepemilikan negara atas saham Persero atau perseroan terbatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bagi penambahan penyertaan modal negara yang berasal dari kapitalisasi cadangan dan sumber lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyertaan dan penatausahaan modal negara dalam rangka pendirian atau penyertaan ke dalam BUMN dan/atau perseroan terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi.
Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk
kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam
maupun di luar pengadilan.
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran
dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.
Pasal 6
Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas.
Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab penuh atas pengawasan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisaris dan Dewan Pengawas harus mematuhi Anggaran Dasar BUMN dan ketentuan peraturan perundangundangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.
Pasal 7
Para anggota Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah.
Pasal 8
Anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas tidak berwenang
mewakili BUMN, apabila:
terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota Direksi
atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang bersangkutan; atau
anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN.
Dalam anggaran dasar ditetapkan yang berhak mewakili BUMN apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam hal anggaran dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham untuk mewakili Persero, dan Menteri mengangkat 1 (satu) orang atau lebih untuk mewakili Perum.
Pasal 9
BUMN terdiri dari Persero dan Perum.
BAB II PERSERO
Bagian Pertama Pendirian
Pasal 10
Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pasal 11
Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Bagian Kedua Maksud dan Tujuan
Pasal 12
Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah:
menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat;
mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Bagian Ketiga Organ
Pasal 13
Organ Persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.
Bagian Keempat Kewenangan RUPS
Pasal 14
Menteri bertindak selaku RUPS dalam hal seluruh saham Persero dimiliki oleh negara dan bertindak selaku pemegang saham pada Persero dan perseroan terbatas dalam hal tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.
Menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS.
Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai:
perubahan jumlah modal;
perubahan anggaran dasar;
rencana penggunaan laba;
penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero;
investasi dan pembiayaan jangka panjang;
kerja sama Persero;
pembentukan anak perusahaan atau penyertaan;
pengalihan aktiva.
Bagian Kelima Direksi Persero
Pasal 15
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS.
Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 16
Anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Persero.
Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.
Pasal 17
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Persero.
Pasal 20
Dengan memperhatikan sifat khusus masing-masing Persero, Direksi dapat mengangkat seorang sekretaris perusahaan.
Pasal 21
Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Komisaris disampaikan kepada RUPS untuk mendapatkan pengesahan.
Pasal 22
Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan.
Pasal 23
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Persero ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh
pengesahan.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani
oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani
laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus disebutkan
alasannya secara tertulis.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan Persero diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 25
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/atau
jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 26
Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Persero.
Bagian Keenam Komisaris
Pasal 27
Pengangkatan dan pemberhentian Komisaris dilakukan oleh RUPS.
Dalam hal Menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian Komisaris ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 28
Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakanwaktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Komposisi Komisaris harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen.
Masa jabatan anggota Komisaris ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dalam hal Komisaris terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Komisaris diangkat sebagai komisaris utama.
Pengangkatan anggota Komisaris tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.
Pasal 29
Anggota Komisaris sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Komisaris diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 31
Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusanPersero serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 32
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Pasal 33
Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Persero Terbuka
Pasal 34
Bagi Persero Terbuka berlaku ketentuan Undang-undang ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB III PERUM
Bagian Pertama Pendirian
Pasal 35
Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
Perum yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan Perum diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Maksud dan Tujuan
Pasal 36
Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.
Bagian Ketiga Organ
Pasal 37
Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.
Bagian Keempat Kewenangan Menteri
Pasal 38
Menteri memberikan persetujuan atas kebijakan pengembangan usaha Perum yang diusulkan oleh Direksi.
Kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diusulkan oleh Direksi kepada Menteri setelah mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas.
Kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sesuai dengan maksud dan tujuan Perum yang bersangkutan.
Pasal 39
Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:
baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.
Pasal 40
Ketentuan mengenai tata cara pemindahtanganan, pembebanan atas aktiva tetap Perum, serta penerimaan pinjaman jangka menengah/panjang dan pemberian pinjaman dalam bentuk dan cara apa pun, serta tidak menagih lagi dan menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kelima Anggaran Dasar
Pasal 41
Anggaran dasar Perum ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.
Perubahan anggaran dasar Perum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang perubahan anggaran dasar Perum.
Bagian Keenam Penggunaan Laba
Pasal 42
Setiap tahun buku Perum wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal Perum.
Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
Pasal 43
Penggunaan laba bersih Perum termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketujuh Direksi Perum
Pasal 44
Pengangkatan dan pemberhentian Direksi ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) anggota Direksi diangkat berdasarkan pertimbangan keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, serta dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan Perum.
Pengangkatan anggota Direksi dilakukan melalui mekanisme uji kelayakan dan kepatutan.
Calon anggota Direksi yang telah dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan wajib menandatangani kontrak manajemen sebelum ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi.
Masa jabatan anggota Direksi ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dalam hal Direksi terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Direksi diangkat sebagai direktur utama.
Pasal 46
Anggota Direksi sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran, dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan Perum.
Pasal 49
Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan Perum yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
Rancangan rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan.
Pasal 50
Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang.
Direksi wajib menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.
Pasal 51
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku Perum ditutup, Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri untuk memperoleh pengesahan.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan Pengawas.
Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana jangka panjang, rencana kerja dan anggaran perusahaan, laporan tahunan dan perhitungan tahunan Perum diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 53
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah; dan/atau
jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pendirian Perum dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 54
Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan Perum.
Pasal 55
Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke pengadilan negeri agar
Perum dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri.
Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan Perum tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Dalam hal tindakan Direksi menimbulkan kerugian bagi Perum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri mewakili Perum untuk melakukan tuntutan atau gugatan terhadap Direksi melalui pengadilan.
Bagian Kedelapan Dewan Pengawas
Pasal 56
Pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Selain kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggota Dewan Pengawas diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Perum tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Komposisi Dewan Pengawas harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak secara independen.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Dalam hal Dewan Pengawas terdiri atas lebih dari seorang anggota, salah seorang anggota Dewan Pengawas diangkat sebagai ketua Dewan Pengawas.
Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi, kecuali pengangkatan untuk pertama kalinya pada waktu pendirian.
Pasal 58
Anggota Dewan Pengawas sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan Keputusan Menteri dengan menyebutkan alasannya.
Pasal 59
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pengawas diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 60
Dewan Pengawas bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Perum serta memberikan nasihat kepada Direksi
Pasal 61
Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Dewan Pengawas untuk memberikan persetujuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
Berdasarkan anggaran dasar atau Keputusan Menteri, Dewan Pengawas dapat melakukan tindakan pengurusan Perum dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu
Pasal 62
Anggota Dewan Pengawas dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau
jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB IV PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PEMBUBARAN BUMN
Pasal 63
Penggabungan atau peleburan suatu BUMN dapat dilakukan dengan
BUMN lain yang telah ada.
Suatu BUMN dapat mengambil alih BUMN dan/atau perseroan terbatas
lainnya.
Pasal 64
Pembubaran BUMN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila tidak ditetapkan lain dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa hasil likuidasi atau pembubaran BUMN disetorkan langsung ke Kas Negara.
Pasal 65
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Dalam melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepentingan BUMN, pemegang saham/pemilik modal, pihak ketiga, dan karyawan BUMN harus tetap mendapat perhatian.
BAB V KEWAJIBAN PELAYANAN UMUM
Pasal 66
Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.
Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.
BAB VI SATUAN PENGAWASAN INTERN, KOMITE AUDIT, DAN KOMITE LAIN
Bagian Pertama Satuan Pengawasan Intern
Pasal 67
Pada setiap BUMN dibentuk satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan.
Satuan pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin
oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.
Pasal 68
Atas permintaan tertulis Komisaris/Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas satuan pengawasan intern.
Pasal 69
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil pemeriksaan yang dibuat oleh satuan pengawasan intern.
Bagian Kedua Komite Audit dan Komite Lain
Pasal 70
Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.
Komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas.
Selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai komite audit dan komite lain diatur dengan Keputusan Menteri.
BAB VII PEMERIKSAAN EKSTERNAL
Pasal 71
Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum.
Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII RESTRUKTURISASI DAN PRIVATISASI
Bagian Pertama Maksud dan Tujuan Restrukturisasi
Pasal 72
Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional.
Tujuan restrukturisasi adalah untuk:
meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan;
memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara;
menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif kepada konsumen; dan
memudahkan pelaksanaan privatisasi.
Pelaksanaan restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap memperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh.
Bagian Kedua Ruang Lingkup Restrukturisasi
Pasal 73
Restrukturisasi meliputi:
restrukturisasi sektoral yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebijakan
sektor dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan;
restrukturisasi perusahaan/korporasi yang meliputi:
peningkatan intensitas persaingan usaha, terutama di sektor-sektor yang terdapat monopoli, baik yang diregulasi maupun monopoli alamiah
penataan hubungan fungsional antara pemerintah selaku regulator dan BUMN selaku badan usaha, termasuk di dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban pelayanan publik.
restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi/manajemen, operasional, sistem, dan prosedur.
Bagian Ketiga Maksud dan Tujuan Privatisasi
Pasal 74
Privatisasi dilakukan dengan maksud untuk:
memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero;
meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;
menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang baik/kuat;
menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;
menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasi global;
menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.
Privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero.
Bagian Keempat Prinsip Privatisasi dan Kriteria Perusahaan yang Dapat Diprivatisasi
Pasal 75
Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran.
Pasal 76
Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:
industri/sektor usahanya kompetitif; atau
industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.
Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan Undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh BUMN, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.
Pasal 77
Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah:
Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan hanya boleh dikelola oleh BUMN;
Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan
dan keamanan negara;
Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan
tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan
kepentingan masyarakat;
Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara
tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk
diprivatisasi.
Pasal 78
Privatisasi dilaksanakan dengan cara:
penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
penjualan saham langsung kepada investor;
penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
Bagian Kelima Komite Privatisasi
Pasal 79
Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi.
Komite privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota, yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.
Keanggotaan komite privatisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 80
Komite privatisasi bertugas untuk:
merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;
menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi;
membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi, termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral pemerintah.
Komite privatisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengundang, meminta masukan, dan/atau bantuan instansi pemerintah atau pihak lain yang dipandang perlu.
Ketua komite privatisasi secara berkala melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden.
Pasal 81
Dalam melaksanakan Privatisasi, Menteri bertugas untuk:
menyusun program tahunan Privatisasi;
mengajukan program tahunan Privatisasi kepada komite privatisasi untuk memperoleh arahan;
melaksanakan privatisasi.
Bagian Keenam Tata Cara Privatisasi
Pasal 82
Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-perusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Privatisasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 84
Setiap orang dan/atau badan hukum yang mempunyai potensi benturan kepentingan dilarang terlibat dalam proses Privatisasi.
Bagian Ketujuh Kerahasiaan Informasi
Pasal 85
Pihak-pihak yang terkait dalam program dan proses Privatisasi diwajibkan menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh sepanjang informasi tersebut belum terbuka.
Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Hasil Privatisasi
Pasal 86
Hasil Privatisasi dengan cara penjualan saham milik negara disetor
langsung ke Kas Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran hasil Privatisasi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 87
Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Karyawan BUMN dapat membentuk serikat pekerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Serikat pekerja wajib memelihara keamanan dan ketertiban dalam perusahaan, serta meningkatkan disiplin kerja.
Pasal 88
BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan
pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 89
Anggota Komisaris, Dewan Pengawas, Direksi, karyawan BUMN dilarang untuk memberikan atau menawarkan atau menerima, baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
BUMN dalam batas kepatutan hanya dapat memberikan donasi untuk amal atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Selain organ BUMN, pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN.
Pasal 92
Perubahan bentuk badan hukum BUMN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 93
Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua BUMN yang berbentuk perusahaan jawatan (Perjan), harus telah diubah bentuknya menjadi Perum atau Persero.
Segala ketentuan yang mengatur BUMN dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 94
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka:
Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850);
Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989);
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 95
Undang-undang ini berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juni 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 70