Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 sudah tidak berlaku lagi karena sudah dicabut atau diganti. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, lihat di sini.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2014
TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan cita-cita bangsa
dan mewujudkan tujuan negara sebagaimana
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
perlu dibangun aparatur sipil negara yang memiliki
integritas, profesional, netral dan bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran
sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil
negara belum berdasarkan pada perbandingan
antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan
oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi
yang dimiliki calon dalam rekrutmen,
pengangkatan, penempatan, dan promosi pada
jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan
yang baik;
bahwa untuk mewujudkan aparatur sipil negara
sebagai bagian dari reformasi birokrasi, perlu
ditetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi
yang memiliki kewajiban mengelola dan
mengembangkan dirinya dan wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan
manajemen aparatur sipil negara;
bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sudah tidak sesuai dengan tuntutan
nasional dan tantangan global sehingga perlu
diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan
huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang
Aparatur Sipil Negara;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat
ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
bekerja pada instansi pemerintah.
Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang
diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan
diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan
atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN
secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian
untuk menduduki jabatan pemerintahan.
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang
selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka
waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang profesional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme.
Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi
dan data mengenai Pegawai ASN yang disusun
secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi
dengan berbasis teknologi.
Jabatan Pimpinan Tinggi adalah sekelompok jabatan
tinggi pada instansi pemerintah.
Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.
Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan
yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan
dan pembangunan.
Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Administrasi pada instansi
pemerintah.
Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang
berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan
fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu.
Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang
menduduki Jabatan Fungsional pada instansi
pemerintah.
Pejabat yang Berwenang adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan melaksanakan proses
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian adalah pejabat yang
mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan
pembinaan Manajemen ASN di instansi pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan
instansi daerah.
Instansi Pusat adalah kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, kesekretariatan
lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga
nonstruktural.
Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi
dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi
sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan
rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis
daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara.
Komisi ASN yang selanjutnya disingkat KASN adalah
lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari
intervensi politik.
Lembaga Administrasi Negara yang selanjutnya
disingkat LAN adalah lembaga pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pengkajian dan pendidikan dan pelatihan ASN
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya
disingkat BKN adalah lembaga pemerintah
nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan
pembinaan dan menyelenggarakan Manajemen ASN
secara nasional sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Sistem Merit adalah kebijakan dan Manajemen ASN
yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa
membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit,
agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan,
umur, atau kondisi kecacatan.
BAB II ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU
Pasal 2
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas:
kepastian hukum;
profesionalitas;
proporsionalitas;
keterpaduan;
delegasi;
netralitas;
akuntabilitas;
efektif dan efisien;
keterbukaan;
nondiskriminatif;
persatuan dan kesatuan;
keadilan dan kesetaraan; dan
kesejahteraan.
Pasal 3
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
nilai dasar;
kode etik dan kode perilaku;
komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas;
kualifikasi akademik;
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas; dan
profesionalitas jabatan.
Pasal 4
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
memegang teguh ideologi Pancasila;
setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
pemerintahan yang sah;
mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
menjalankan tugas secara profesional dan tidak
berpihak;
membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
menciptakan lingkungan kerja yang
nondiskriminatif;
memelihara dan menjunjung tinggi standar etika
yang luhur;
mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya
kepada publik;
memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kebijakan dan program pemerintah;
memberikan layanan kepada publik secara jujur,
tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong
kinerja pegawai;
mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang
demokratis sebagai perangkat sistem karier.
Pasal 5
Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN.
Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung
jawab, dan berintegritas tinggi;
melaksanakan tugasnya dengan cermat dan
disiplin;
melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa
tekanan;
melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah
atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan etika pemerintahan;
menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan
negara;
menggunakan kekayaan dan barang milik negara
secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan
dalam melaksanakan tugasnya;
memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
tidak menyalahgunakan informasi intern negara,
tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk
mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat
bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu
menjaga reputasi dan integritas ASN; dan
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN.
Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu Jenis
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri atas:
PNS; dan
PPPK.
Bagian Kedua Status
Pasal 7
PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai tetap oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional.
PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b
merupakan Pegawai ASN yang diangkat sebagai
pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan
Instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang
ini.
Bagian Ketiga Kedudukan
Pasal 8
Pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.
Pasal 9
Pegawai ASN melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah.
Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik.
BAB IV FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
pelaksana kebijakan publik;
pelayan publik; dan
perekat dan pemersatu bangsa.
Bagian Kedua Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan
mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Bagian Ketiga Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
BAB V JABATAN ASN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri atas:
Jabatan Administrasi;
Jabatan Fungsional; dan
Jabatan Pimpinan Tinggi.
Bagian Kedua Jabatan Administrasi
Pasal 14
Jabatan Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a terdiri atas:
jabatan administrator;
jabatan pengawas; dan
jabatan pelaksana.
Pasal 15
Pejabat dalam jabatan administrator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf a bertanggung
jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan
dan pembangunan.
Pejabat dalam jabatan pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf b bertanggung
jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat pelaksana.
Pejabat dalam jabatan pelaksana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 huruf c bertanggung
jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik
serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
Pasal 16
Setiap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Administrasi dan kompetensi yang dibutuhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Jabatan Fungsional
Pasal 18
Jabatan Fungsional dalam ASN terdiri atas jabatan
fungsional keahlian dan jabatan fungsional
keterampilan.
Jabatan fungsional keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
ahli utama;
ahli madya;
ahli muda; dan
ahli pertama.
Jabatan fungsional keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
penyelia;
mahir;
terampil; dan
pemula.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Jabatan Pimpinan Tinggi
Pasal 19
Jabatan Pimpinan Tinggi terdiri atas:
jabatan pimpinan tinggi utama;
jabatan pimpinan tinggi madya; dan
jabatan pimpinan tinggi pratama.
Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi memimpin dan memotivasi
setiap Pegawai ASN pada Instansi Pemerintah
melalui:
kepeloporan dalam bidang:
keahlian profesional;
analisis dan rekomendasi kebijakan; dan
kepemimpinan manajemen.
pengembangan kerja sama dengan instansi lain;
dan
keteladanan dalam mengamalkan nilai dasar ASN dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku ASN.
Untuk setiap Jabatan Pimpinan Tinggi ditetapkan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari:
prajurit Tentara Nasional Indonesia; dan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tata cara pengisian jabatan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak PNS
Pasal 21
PNS berhak memperoleh:
gaji, tunjangan, dan fasilitas;
cuti;
jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
perlindungan; dan
pengembangan kompetensi.
Bagian Kedua Hak PPPK
Pasal 22
PPPK berhak memperoleh:
gaji dan tunjangan;
cuti;
perlindungan; dan
pengembangan kompetensi.
Bagian Ketiga Kewajiban Pegawai ASN
Pasal 23
Pegawai ASN wajib:
setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
pemerintah yang sah;
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;
menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung
jawab;
menunjukkan integritas dan keteladanan dalam
sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap
orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 24
Ketentuan lebih lanjut mengenai hak PNS, hak PPPK, dan kewajiban Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 25
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN.
Untuk menyelenggarakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Presiden mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada:
Kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan
aparatur negara, berkaitan dengan kewenangan
perumusan dan penetapan kebijakan, koordinasi
dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan
atas pelaksanaan kebijakan ASN;
KASN, berkaitan dengan kewenangan monitoring
dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan
Manajemen ASN untuk menjamin perwujudan
Sistem Merit serta pengawasan terhadap
penerapan asas serta kode etik dan kode
perilaku ASN;
BKN, berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan
dan pengendalian pelaksanaan norma, standar,
prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
Pasal 26
Menteri berwenang menetapkan kebijakan di bidang
pendayagunaan Pegawai ASN.
Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
kebijakan reformasi birokrasi di bidang sumber
daya manusia;
kebijakan umum pembinaan profesi ASN;
kebijakan umum Manajemen ASN, klasifikasi
jabatan ASN, standar kompetensi jabatan
Pegawai ASN, kebutuhan Pegawai ASN secara
nasional, skala penggajian, tunjangan Pegawai
ASN, dan sistem pensiun PNS.
pemindahan PNS antarjabatan, antardaerah, dan
antarinstansi;
pertimbangan kepada Presiden dalam
penindakan terhadap Pejabat yang Berwenang
dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas
penyimpangan Sistem Merit dalam
penyelenggaraan Manajemen ASN; dan
penyusunan kebijakan rencana kerja KASN, LAN,
dan BKN di bidang Manajemen ASN.
Bagian Kedua KASN
Paragraf 1 Sifat
Pasal 27
KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik untuk menciptakan Pegawai ASN yang profesional dan berkinerja, memberikan pelayanan secara adil dan netral, serta menjadi perekat dan pemersatu bangsa.
Paragraf 2 Tujuan
Pasal 28
KASN bertujuan:
menjamin terwujudnya Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN;
mewujudkan ASN yang profesional, berkinerja tinggi, sejahtera, dan berfungsi sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia;
mendukung penyelenggaraan pemerintahan negara
yang efektif, efisien dan terbuka, serta bebas dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme;
mewujudkan Pegawai ASN yang netral dan tidak
membedakan masyarakat yang dilayani berdasarkan
suku, agama, ras, dan golongan;
menjamin terbentuknya profesi ASN yang dihormati
pegawainya dan masyarakat; dan
mewujudkan ASN yang dinamis dan berbudaya
pencapaian kinerja.
Paragraf 3 Kedudukan
Pasal 29
KASN berkedudukan di ibu kota negara.
Paragraf 4 Fungsi
Pasal 30
KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah.
Paragraf 5 Tugas
Pasal 31
KASN bertugas:
menjaga netralitas Pegawai ASN;
melakukan pengawasan atas pembinaan profesi ASN; dan
melaporkan pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN kepada Presiden.
Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) KASN dapat:
melakukan penelusuran data dan informasi
terhadap pelaksanaan Sistem Merit dalam
kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi
Pemerintah;
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
fungsi Pegawai ASN sebagai pemersatu bangsa;
menerima laporan terhadap pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN;
melakukan penelusuran data dan informasi atas
prakarsa sendiri terhadap dugaan pelanggaran
norma dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN; dan
melakukan upaya pencegahan pelanggaran
norma dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN.
Paragraf 6 Wewenang
Pasal 32
KASN berwenang:
mengawasi setiap tahapan proses pengisian
Jabatan Pimpinan Tinggi mulai dari
pembentukan panitia seleksi instansi,
pengumuman lowongan, pelaksanaan seleksi,
pengusulan nama calon, penetapan, dan
pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi;
mengawasi dan mengevaluasi penerapan asas,
nilai dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN;
meminta informasi dari pegawai ASN dan
masyarakat mengenai laporan pelanggaran
norma dasar serta kode etik dan kode perilaku
Pegawai ASN;
memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN; dan
meminta klarifikasi dan/atau dokumen yang
diperlukan dari Instansi Pemerintah untuk
pemeriksaan laporan atas pelanggaran norma
dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai
ASN.
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, KASN berwenang
untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik
dan kode perilaku Pegawai ASN.
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan huruf b disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang
untuk wajib ditindaklanjuti.
Pasal 33
Berdasarkan hasil pengawasan yang tidak
ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (3), KASN merekomendasikan kepada
Presiden untuk menjatuhkan sanksi terhadap
Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang
Berwenang yang melanggar prinsip Sistem Merit dan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
hukuman disiplin untuk Pejabat yang Berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
sanksi untuk Pejabat Pembina Kepegawaian,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh:
Presiden selaku pemegang kekuasan tertinggi
pembinaan ASN, terhadap keputusan yang
ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
dan
Menteri terhadap keputusan yang ditetapkan
oleh Pejabat yang Berwenang, dan terhadap
Pejabat Pembina Kepegawaian di tingkat provinsi
dan kabupaten/kota.
Pasal 34
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, termasuk yang berkaitan dengan kebijakan dan kinerja ASN paling kurang 1 (satu) kali pada akhir tahun kepada Presiden.
Paragraf 7 Susunan
Pasal 35
KASN terdiri atas:
1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota, dan
5 (lima) orang anggota.
Dalam hal ketua KASN berhalangan, wakil ketua
KASN menjalankan tugas dan wewenang ketua
KASN.
Pasal 36
KASN dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
dibantu oleh asisten dan Pejabat Fungsional
keahlian yang dibutuhkan.
Asisten KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat dan diberhentikan oleh ketua KASN
berdasarkan persetujuan rapat anggota KASN.
Asisten KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berasal dari PNS maupun non-PNS yang
memiliki kualifikasi akademik paling rendah strata
dua (S2) di bidang administrasi negara, manajemen
publik, manajemen sumber daya manusia, psikologi,
kebijakan publik, ilmu hukum, ilmu pemerintahan,
dan/atau strata dua (S2) di bidang lain yang
berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia.
Asisten KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak sedang menjadi anggota dan/atau pengurus
partai politik, tidak merangkap jabatan, serta
diseleksi secara terbuka dan kompetitif dengan
memperhatikan rekam jejak, kompetensi, netralitas,
dan integritas moral.
Asisten KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki dan melaksanakan nilai dasar, kode etik
dan kode perilaku serta diawasi oleh anggota KASN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat, tata cara
pengangkatan dan pemberhentian, kode etik dan
kode perilaku, dan pengawasan terhadap tugas dan
tanggung jawab asisten KASN diatur dengan
Peraturan KASN.
Pasal 37
KASN dibantu oleh sekretariat yang dipimpin oleh
seorang kepala sekretariat.
Kepala sekretariat berasal dari PNS.
Kepala sekretariat diangkat dan diberhentikan oleh ketua KASN.
KASN dibiayai oleh anggaran pendapatan dan
belanja negara.
Paragraf 8 Keanggotaan
Pasal 38
Anggota KASN terdiri dari unsur pemerintah
dan/atau nonpemerintah.
Anggota KASN harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
warga negara Indonesia;
setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun
pada saat mendaftarkan diri sebagai calon
anggota KASN;
tidak sedang menjadi anggota partai politik
dan/atau tidak sedang menduduki jabatan
politik;
mampu secara jasmani dan rohani untuk
melaksanakan tugas;
memiliki kemampuan, pengalaman, dan/atau
pengetahuan di bidang manajemen sumber daya
manusia;
berpendidikan paling rendah strata dua (S2) di
bidang administrasi negara, manajemen sumber
daya manusia, kebijakan publik, ilmu hukum,
ilmu pemerintahan, dan/atau strata dua (S2) di
bidang lain yang memiliki pengalaman di bidang
manajemen sumber daya manusia;
tidak merangkap jabatan pemerintahan
dan/atau badan hukum lainnya; dan
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap.
Anggota KASN yang berasal dari PNS diberhentikan
sementara dari jabatan ASN.
Anggota KASN yang berasal dari PPPK diberhentikan
statusnya dari PPPK.
Anggota KASN yang berasal dari non-pegawai ASN
harus mengundurkan diri sementara dari jabatan
dan profesinya.
Paragraf 9 Seleksi Anggota KASN
Pasal 39
Anggota KASN diseleksi dan diusulkan oleh tim
seleksi yang beranggotakan 5 (lima) orang yang
dibentuk oleh Menteri.
Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh Menteri dan melakukan tugas selama
3 (tiga) bulan sejak pengangkatan.
Anggota tim seleksi harus memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang ASN, rekam jejak yang baik,
integritas moral, dan netralitas.
Tim seleksi melakukan proses seleksi anggota KASN
dengan mengumumkan secara terbuka lowongan
tersebut kepada masyarakat secara luas, melakukan
penilaian pengetahuan, kompetensi, integritas
moral, rekam jejak calon, dan uji publik.
Tim seleksi menyampaikan 2 (dua) kali jumlah
anggota KASN untuk dipilih dan ditetapkan oleh
Presiden.
Ketentuan lebih lanjut mengenai seleksi dan tata
cara pembentukan tim seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 10 Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 40
Presiden menetapkan ketua, wakil ketua, dan
anggota KASN dari anggota KASN terpilih yang
diusulkan oleh tim seleksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (5).
Ketua, wakil ketua, dan anggota KASN ditetapkan
dan diangkat oleh Presiden selaku pemegang
kekuasaan tertinggi dalam pelaksanaan kebijakan,
pembinaan profesi, dan Manajemen ASN, untuk
masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya
dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Anggota KASN berhenti atau diberhentikan oleh Presiden pada masa jabatannya, apabila:
meninggal dunia;
mengundurkan diri;
tidak mampu jasmani atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan kewajiban sebagai anggota
KASN;
dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana umum; atau
menjadi anggota partai politik dan/atau
menduduki jabatan negara.
Pasal 41
Anggota KASN yang berhenti pada masa jabatannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3)
digantikan oleh calon anggota yang diusulkan oleh
tim seleksi.
Dalam hal Presiden tidak menyetujui atau yang
bersangkutan tidak bersedia, Menteri membentuk
tim seleksi untuk menyeleksi calon anggota
pengganti.
Presiden mengesahkan anggota pengganti yang
diusulkan tim seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2).
Masa tugas anggota pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meneruskan sisa masa kerja
anggota yang berhenti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
KASN memiliki dan melaksanakan kode etik dan
kode perilaku.
Dalam hal terjadi pelangggaran kode etik dan kode
perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
Presiden membentuk majelis kehormatan kode etik
dan kode perilaku.
Majelis kehormatan kode etik dan kode perilaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas
5 (lima) orang yang berasal dari luar KASN dan
memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kompetensi
di bidang ASN, rekam jejak yang baik, integritas
moral, dan netralitas, serta berusia paling rendah 55
(lima puluh lima) tahun.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, susunan organisasi, fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab sekretariat, tata kerja, sistem dan manajemen sumber daya manusia, serta tanggung jawab dan pengelolaan keuangan KASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 41 diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga LAN
Paragraf 1 Fungsi dan Tugas
Pasal 43
LAN memiliki fungsi:
pengembangan standar kualitas pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN;
pembinaan pendidikan dan pelatihan kompetensi
manajerial Pegawai ASN;
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
kompetensi manajerial Pegawai ASN baik secara
sendiri maupun bersama-sama lembaga pendidikan
dan pelatihan lainnya;
pengkajian terkait dengan kebijakan dan Manajemen
ASN; dan
melakukan akreditasi lembaga pendidikan dan
pelatihan Pegawai ASN, baik sendiri maupun
bersama lembaga pemerintah lainnya.
Pasal 44
LAN bertugas:
meneliti, mengkaji, dan melakukan inovasi
Manajemen ASN sesuai dengan kebutuhan
kebijakan;
membina dan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan Pegawai ASN berbasis kompetensi;
merencanakan dan mengawasi kebutuhan
pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN secara
nasional;
menyusun standar dan pedoman penyelenggaraan
dan pelaksanaan pendidikan, pelatihan teknis
fungsional dan penjenjangan tertentu, serta
pemberian akreditasi dan sertifikasi di bidangnya
dengan melibatkan kementerian dan lembaga
terkait;
memberikan sertifikasi kelulusan peserta pendidikan
dan pelatihan penjenjangan;
membina dan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan analis kebijakan publik; dan
membina Jabatan Fungsional di bidang pendidikan
dan pelatihan.
Paragraf 2 Kewenangan
Pasal 45
LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 berwenang:
mencabut izin penyelenggaraan pendidikan dan
latihan Pegawai ASN yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan;
memberikan rekomendasi kepada Menteri dalam
bidang kebijakan dan Manajemen ASN; dan
mencabut akreditasi lembaga pendidikan dan
pelatihan Pegawai ASN yang tidak memenuhi
standar akreditasi.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, dan kewenangan LAN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Keempat BKN
Paragraf 1 Fungsi dan Tugas
Pasal 47
BKN memiliki fungsi:
pembinaan penyelenggaraan Manajemen ASN;
penyelenggaraan Manajemen ASN dalam bidang
pertimbangan teknis formasi, pengadaan,
perpindahan antarinstansi, persetujuan kenaikan
pangkat, pensiun; dan
penyimpanan informasi Pegawai ASN yang telah
dimutakhirkan oleh Instansi Pemerintah serta
bertanggung jawab atas pengelolaan dan
pengembangan Sistem Informasi ASN.
Pasal 48
BKN bertugas:
mengendalikan seleksi calon Pegawai ASN;
membina dan menyelenggarakan penilaian
kompetensi serta mengevaluasi pelaksanaan
penilaian kinerja Pegawai ASN oleh Instansi
Pemerintah;
membina Jabatan Fungsional di bidang
kepegawaian;
mengelola dan mengembangkan sistem informasi
kepegawaian ASN berbasis kompetensi didukung
oleh sistem informasi kearsipan yang komprehensif;
menyusun norma, standar, dan prosedur teknis
pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN;
menyelenggarakan administrasi kepegawaian ASN;
dan
mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma,
standar, dan prosedur manajemen kepegawaian
ASN.
Paragraf 2 Kewenangan
Pasal 49
BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berwenang mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.
Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, dan kewenangan BKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VIII MANAJEMEN ASN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 51
Manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit.
Pasal 52
Manajemen ASN meliputi Manajemen PNS dan Manajemen PPPK.
Bagian Kedua Pejabat Pembina Kepegawaian dan Pejabat yang Berwenang
Paragraf 1 Pejabat Pembina Kepegawaian
Pasal 53
Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan ASN dapat mendelegasikan kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat selain pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, dan pejabat fungsional keahlian utama kepada:
menteri di kementerian;
pimpinan lembaga di lembaga pemerintah nonkementerian;
sekretaris jenderal di sekretariat lembaga negara dan lembaga nonstruktural;
gubernur di provinsi; dan
bupati/walikota di kabupaten/kota.
Paragraf 2 Pejabat yang Berwenang
Pasal 54
Presiden dapat mendelegasikan kewenangan
pembinaan Manajemen ASN kepada Pejabat yang
Berwenang di kementerian, sekretaris
jenderal/sekretariat lembaga negara, sekretariat
lembaga nonstruktural, sekretaris daerah provinsi
dan kabupaten/kota.
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam menjalankan fungsi Manajemen
ASN di Instansi Pemerintah berdasarkan Sistem
Merit dan berkonsultasi dengan Pejabat Pembina
Kepegawaian di instansi masing-masing.
Pejabat yang Berwenang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), memberikan rekomendasi usulan
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi
masing-masing.
Pejabat yang Berwenang mengusulkan
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian
Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional kepada
Pejabat Pembina Kepegawaian di instansi masing-masing.
Bagian Ketiga Manajemen PNS
Pasal 55
Manajemen PNS meliputi:
penyusunan dan penetapan kebutuhan;
pengadaan;
pangkat dan jabatan;
pengembangan karier;
pola karier;
promosi;
mutasi;
penilaian kinerja;
penggajian dan tunjangan;
penghargaan;
disiplin;
pemberhentian;
jaminan pensiun dan jaminan hari tua; dan
perlindungan.
Manajemen PNS pada Instansi Pusat dilaksanakan
oleh pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Manajemen PNS pada Instansi Daerah dilaksanakan
oleh pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 1 Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan
Pasal 56
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja.
Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci
per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
Berdasarkan penyusunan kebutuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS secara
nasional.
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 2 Pengadaan
Pasal 58
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi
kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan
Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah.
Pengadaan PNS di Instansi Pemerintah dilakukan
berdasarkan penetapan kebutuhan yang ditetapkan
oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
ayat (3).
Pengadaan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, masa percobaan, dan
pengangkatan menjadi PNS.
Pasal 59
Setiap Instansi Pemerintah merencanakan pelaksanaan pengadaan PNS.
Pasal 60
Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat adanya kebutuhan jabatan untuk diisi dari calon PNS.
Pasal 61
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 62
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS oleh
Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif
berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan oleh jabatan.
Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
3 (tiga) tahap, meliputi seleksi administrasi, seleksi
kompetensi dasar, dan seleksi kompetensi bidang.
Pasal 63
Peserta yang lolos seleksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 diangkat menjadi calon PNS.
Pengangkatan calon PNS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pejabat
Pembina Kepegawaian.
Calon PNS wajib menjalani masa percobaan.
Pasal 4
Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilaksanakan melalui proses pendidikan dan
pelatihan terintegrasi untuk membangun integritas
moral, kejujuran, semangat dan motivasi
nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian
yang unggul dan bertanggung jawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetensi
bidang.
Pasal 64
Masa percobaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 ayat (3) bagi calon PNS dilaksanakan
selama 1 (satu) tahun.
Instansi Pemerintah wajib memberikan pendidikan
dan pelatihan kepada calon PNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selama masa percobaan.
Pasal 65
Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus
memenuhi persyaratan:
lulus pendidikan dan pelatihan; dan
sehat jasmani dan rohani.
Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
menjadi PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Calon PNS yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan
sebagai calon PNS.
Pasal 66
Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS
wajib mengucapkan sumpah/janji.
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah/Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa, saya
bersumpah/berjanji:
bahwa saya, untuk diangkat menjadi pegawai negeri
sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, negara, dan pemerintah;
bahwa saya, akan mentaati segala peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa
mengutamakan kepentingan negara daripada
kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang
menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya
rahasiakan;
bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib,
cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
negara".
Pasal 67
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan PNS dan tata cara sumpah/janji PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 66 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3 Pangkat dan Jabatan
Pasal 68
PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu
pada Instansi Pemerintah.
Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan perbandingan objektif antara
kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi,
kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh
pegawai.
Setiap jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan
PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja.
PNS dapat berpindah antar dan antara Jabatan
Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan Jabatan
Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian
kinerja.
PNS dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada
lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
PNS yang diangkat dalam jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pangkat atau
jabatan disesuaikan dengan pangkat dan jabatan di
lingkungan instansi Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara
pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi
jabatan, klasifikasi jabatan, dan tata cara
perpindahan antar Jabatan Administrasi dan
Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4 Pengembangan Karier
Pasal 69
Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan
kebutuhan Instansi Pemerintah.
Pengembangan karier PNS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan
integritas dan moralitas.
kompetensi teknis yang diukur dari tingkat dan
spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis
fungsional, dan pengalaman bekerja secara
teknis;
kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat
pendidikan, pelatihan struktural atau
manajemen, dan pengalaman kepemimpinan;
dan
kompetensi sosial kultural yang diukur dari
pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya
sehingga memiliki wawasan kebangsaan.
Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari kejujuran, kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara.
Moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diukur dari penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan sosial kemasyarakatan.
Pasal 70
Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan
untuk mengembangkan kompetensi.
Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) antara lain melalui pendidikan dan
pelatihan, seminar, kursus, dan penataran.
Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dievaluasi oleh Pejabat yang
Berwenang dan digunakan sebagai salah satu dasar
dalam pengangkatan jabatan dan pengembangan
karier.
Dalam mengembangkan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setiap Instansi Pemerintah
wajib menyusun rencana pengembangan kompetensi
tahunan yang tertuang dalam rencana kerja
anggaran tahunan instansi masing-masing.
Dalam mengembangkan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) PNS diberikan kesempatan
untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di
pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh
LAN dan BKN.
Selain pengembangan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengembangan kompetensi
dapat dilakukan melalui pertukaran antara PNS
dengan pegawai swasta dalam waktu paling lama 1
(satu) tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan
oleh LAN dan BKN.
Paragraf 5 Pola Karier
Pasal 71
Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan
kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan pembangunan perlu disusun pola karier PNS
yang terintegrasi secara nasional.
Setiap Instansi Pemerintah menyusun pola karier
PNS secara khusus sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan pola karier nasional.
Paragraf 4 Promosi
Pasal 72
Promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan, penilaian
atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama,
kreativitas, dan pertimbangan dari tim penilai
kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa
membedakan jender, suku, agama, ras, dan
golongan.
Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak
yang sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan
yang lebih tinggi.
Promosi Pejabat Administrasi dan Pejabat
Fungsional PNS dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian setelah mendapat pertimbangan tim
penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah.
Tim penilai kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dibentuk oleh Pejabat yang Berwenang.
Paragraf 7 Mutasi
Pasal 73
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi
dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat,
1 (satu) Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah,
antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah, dan ke
perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
luar negeri.
Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Mutasi PNS antarkabupaten/kota dalam satu
provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah
memperoleh pertimbangan kepala BKN.
Mutasi PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan
antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala
BKN.
Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi
Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh
kepala BKN.
Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan
prinsip larangan konflik kepentingan.
Pembiayaan sebagai dampak dilakukannya mutasi
PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara untuk Instansi Pusat dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi
Daerah.
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan mutasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 8 Penilaian Kinerja
Pasal 75
Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem prestasi dan sistem karier.
Pasal 76
Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan
perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan
target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai,
serta perilaku PNS.
Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif,
terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
Pasal 77
Penilaian kinerja PNS berada di bawah kewenangan
Pejabat yang Berwenang pada Instansi Pemerintah
masing-masing.
Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada
atasan langsung dari PNS.
Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat mempertimbangkan pendapat rekan
kerja setingkat dan bawahannya.
Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada tim
penilai kinerja PNS.
Hasil penilaian kinerja PNS digunakan untuk
menjamin objektivitas dalam pengembangan PNS,
dan dijadikan sebagai persyaratan dalam
pengangkatan jabatan dan kenaikan pangkat,
pemberian tunjangan dan sanksi, mutasi, dan
promosi, serta untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan.
PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target
kinerja dikenakan sanksi administrasi sampai
dengan pemberhentian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 77 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 9 Penggajian dan Tunjangan
Pasal 79
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibayarkan sesuai dengan beban kerja,
tanggungjawab, dan resiko pekerjaan.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Gaji PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 80
Selain gaji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79,
PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas.
Tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan
kemahalan.
Tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dibayarkan sesuai pencapaian kinerja.
Tunjangan kemahalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibayarkan sesuai dengan tingkat
kemahalan berdasarkan indeks harga yang berlaku
di daerah masing-masing.
Tunjangan PNS yang bekerja pada pemerintah pusat
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara.
Tunjangan PNS yang bekerja pada pemerintahan
daerah dibebankan pada anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan kemahalan, dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dan Pasal 80 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 10 Penghargaan
Pasal 82
PNS yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan.
Pasal 83
Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dapat berupa pemberian:
tanda kehormatan;
kenaikan pangkat istimewa;
kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau
kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara
kenegaraan.
Pasal 84
PNS yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 85
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 83, dan Pasal 84 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 11 Disiplin
Pasal 86
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi
disiplin PNS.
Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan
disiplin terhadap PNS serta melaksanakan berbagai
upaya peningkatan disiplin.
PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi
hukuman disiplin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai disiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Paragraf 12 Pemberhentian
Pasal 87
PNS diberhentikan dengan hormat karena:
meninggal dunia;
atas permintaan sendiri;
mencapai batas usia pensiun;
perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga
tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
diberhentikan karena dihukum penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan
tindak pidana dengan hukuman pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan tidak berencana.
PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran
disiplin PNS tingkat berat.
PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan dan/atau pidana umum;
menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik; atau
dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana yang dilakukan dengan berencana.
Pasal 88
PNS diberhentikan sementara, apabila:
diangkat menjadi pejabat negara;
diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga nonstruktural; atau
ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 89
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian, pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 90
Batas usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1) huruf c yaitu:
58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat Administrasi;
60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan
Tinggi;
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat Fungsional.
Paragraf 13 Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua
Pasal 91
PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan
pensiun dan jaminan hari tua PNS sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
PNS diberikan jaminan pensiun apabila:
meninggal dunia;
atas permintaan sendiri dengan usia dan masa
kerja tertentu;
mencapai batas usia pensiun;
perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian PNS.
Jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan iuran PNS yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 14 Perlindungan
Pasal 92
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
jaminan kesehatan;
jaminan kecelakaan kerja;
jaminan kematian; dan
bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, dan jaminan kematian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, dan huruf c mencakup jaminan sosial yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, berupa pemberian bantuan hukum
dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
pelaksanaan tugasnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Manajemen PPPK
Paragraf 1 Umum
Pasal 93
Manajemen PPPK meliputi:
penetapan kebutuhan;
pengadaan;
penilaian kinerja;
penggajian dan tunjangan;
pengembangan kompetensi;
pemberian penghargaan;
disiplin;
pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan.
Paragraf 2 Penetapan Kebutuhan
Pasal 94
Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur
dengan Peraturan Presiden.
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban
kerja.
Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu)
tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.
Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 3 Pengadaan
Pasal 95
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.
Pasal 96
Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah.
Pengadaan calon PPPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi,
pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan
menjadi PPPK.
Pasal 97
Penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.
Pasal 98
Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan
keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.
Masa perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun
dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan
berdasarkan penilaian kinerja.
Pasal 99
PPPK tidak dapat diangkat secara otomatis menjadi
calon PNS.
Untuk diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus
mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan
bagi calon PNS dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 4 Penilaian Kinerja
Pasal 100
Penilaian kinerja PPPK bertujuan menjamin
objektivitas prestasi kerja yang sudah disepakati
berdasarkan perjanjian kerja antara Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan pegawai yang
bersangkutan.
Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian kerja di
tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi
dengan memperhatikan target, sasaran, hasil,
manfaat yang dicapai, dan perilaku pegawai.
Penilaian kinerja PPPK dilakukan secara objektif,
terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.
Penilaian kinerja PPPK berada di bawah kewenangan
Pejabat yang Berwenang pada Instansi Pemerintah
masing-masing.
Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada
atasan langsung dari PPPK.
Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mempertimbangkan pendapat rekan
kerja setingkat dan bawahannya.
Hasil penilaian kinerja PPPK disampaikan kepada
tim penilai kinerja PPPK.
Hasil penilaian kinerja PPPK dimanfaatkan untuk
menjamin objektivitas perpanjangan perjanjian
kerja, pemberian tunjangan, dan pengembangan
kompetensi.
PPPK yang dinilai oleh atasan dan tim penilai kinerja
PPPK tidak mencapai target kinerja yang telah
disepakati dalam perjanjian kerja diberhentikan dari
PPPK.
Paragraf 5 Penggajian dan Tunjangan
Pasal 101
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PPPK.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan,
dan resiko pekerjaan.
Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja
negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK di
Instansi Daerah.
Selain gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 6 Pengembangan Kompetensi
Pasal 102
PPPK diberikan kesempatan untuk pengembangan
kompetensi.
Kesempatan untuk pengembangan kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan
setiap tahun oleh Instansi Pemerintah.
Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dievaluasi oleh Pejabat yang
Berwenang dan dipergunakan sebagai salah satu
dasar untuk perjanjian kerja selanjutnya.
Paragraf 7 Pemberian Penghargaan
Pasal 103
PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan,
dan prestasi kerja dalam melaksanakan tugasnya
dapat diberikan penghargaan.
Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian:
tanda kehormatan;
kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau
kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.
PPPK yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat berupa pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang ini.
Paragraf 8 Disiplin
Pasal 104
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PPPK wajib
mematuhi disiplin PPPK.
Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan
disiplin terhadap PPPK serta melaksanakan berbagai
upaya peningkatan disiplin.
PPPK yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi
hukuman disiplin.
Paragraf 9 Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja
Pasal 105
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK
dilakukan dengan hormat karena:
jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
meninggal dunia;
atas permintaan sendiri;
perampingan organisasi atau kebijakan
pemerintah yang mengakibatkan pengurangan
PPPK; atau
tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga
tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban
sesuai perjanjian kerja yang disepakati.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan
dengan tidak berencana;
melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat
berat; atau
tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena:
melakukan penyelewengan terhadap Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan dan/atau pidana umum;
menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik; atau
dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat
2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana
tersebut dilakukan dengan berencana.
Paragraf 10 Perlindungan
Pasal 106
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
jaminan hari tua;
jaminan kesehatan;
jaminan kecelakaan kerja;
jaminan kematian; dan
bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan
kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan
sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional.
Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e, berupa pemberian bantuan hukum
dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
pelaksanaan tugasnya.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 106 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB X PENGISIAN JABATAN PIMPINAN TINGGI
Bagian Kesatu Umum
Pasal 108
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan
madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada tingkat nasional.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi,
kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan,
rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
dilakukan secara terbuka dan kompetitif pada
tingkat nasional atau antarkabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi.
Pasal 109
Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu
dapat berasal dari kalangan non-PNS dengan
persetujuan Presiden yang pengisiannya dilakukan
secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan
dalam Keputusan Presiden.
Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit
Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia setelah mengundurkan
diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai
dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses
secara terbuka dan kompetitif.
Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi
Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah.
Dalam membentuk panitia seleksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pembina
Kepegawaian berkoordinasi dengan KASN.
Panitia seleksi Instansi Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur internal
maupun eksternal Instansi Pemerintah yang
bersangkutan.
Panitia seleksi dipilih dan diangkat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian berdasarkan pengetahuan,
pengalaman, kompetensi, rekam jejak, integritas
moral, dan netralitas melalui proses yang terbuka.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melakukan seleksi dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan latihan, rekam jejak jabatan, integritas, dan
penilaian uji kompetensi melalui pusat penilaian
(assesment center) atau metode penilaian lainnya.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjalankan tugasnya untuk semua proses seleksi
pengisian jabatan terbuka untuk masa tugas yang
ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pasal 111
Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108,
Pasal 109, dan Pasal 110 dapat dikecualikan pada
Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem
Merit dalam pembinaan Pegawai ASN dengan
persetujuan KASN.
Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem
Merit dalam pembinaan Pegawai ASN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan secara
berkala kepada KASN untuk mendapatkan
persetujuan baru.
Bagian Kedua Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat
Pasal 112
Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama
dan/atau madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah
memilih 3 (tiga) nama calon untuk setiap 1 (satu)
lowongan jabatan.
Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi utama
dan/atau madya yang terpilih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian.
Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga)
nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada Presiden.
Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama
calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya.
Pasal 113
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan
tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan
jabatan.
Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama
yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
melalui Pejabat yang Berwenang.
Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari
3 (tiga) nama calon yang diusulkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dengan memperhatikan
pertimbangan Pejabat yang Berwenang untuk
ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama.
Bagian Ketiga Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Daerah
Pasal 114
Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat
provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk
panitia seleksi.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memili 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi
madya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan.
Tiga calon nama pejabat pimpinan tinggi madya
yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga)
nama calon pejabat pimpinan tinggi madya
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam negeri.
Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama
calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai
pejabat pimpinan tinggi madya.
Pasal 115
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama
dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan
tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan
jabatan.
Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama
yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian
melalui Pejabat yang Berwenang.
Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari
3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) untuk ditetapkan dan dilantik sebagai
pejabat pimpinan tinggi pratama.
Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang
memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota
sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota
dikoordinasikan dengan gubernur.
Bagian Keempat Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi
Pasal 116
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti
Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun
terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi,
kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan
tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan
madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan Presiden.
Pasal 117
Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki
paling lama 5 (lima) tahun.
Jabatan Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang berdasarkan
pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan
berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat
persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan
berkoordinasi dengan KASN.
Pasal 118
Pejabat Pimpinan Tinggi harus memenuhi target
kinerja tertentu sesuai perjanjian kinerja yang sudah
disepakati dengan pejabat atasannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak memenuhi
kinerja yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu)
tahun pada suatu jabatan, diberikan kesempatan
selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki
kinerjanya.
Dalam hal Pejabat Pimpinan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak menunjukan
perbaikan kinerja maka pejabat yang bersangkutan
harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi
kembali.
Berdasarkan hasil uji kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Pejabat Pimpinan Tinggi
dimaksud dapat dipindahkan pada jabatan lain
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau
ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
Pasal 119
Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Bagian Keenam Pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Pasal 120
Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN.
KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) baik berdasarkan laporan yang disampaikan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif
sendiri.
Dalam melakukan pengawasan proses pengisian
jabatan pimpinan tinggi utama dan jabatan
pimpinan tinggi madya di Instansi Pusat dan jabatan
pimpinan tinggi madya di Instansi Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 dan Pasal
114, KASN berwenang memberikan rekomendasi
kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal:
pembentukan panitia seleksi;
pengumuman jabatan yang lowong;
pelaksanaan seleksi; dan
pengusulan nama calon.
Dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama di Instansi Pusat dan Instansi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dan Pasal 115, KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal:
pembentukan panitia seleksi;
pengumuman jabatan yang lowong;
pelaksanaan seleksi;
pengusulan nama calon;
penetapan calon; dan
pelantikan.
Rekomendasi KASN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) bersifat mengikat.
KASN menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden.
BAB X PEGAWAI ASN YANG MENJADI PEJABAT NEGARA
Pasal 121
Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara.
Pasal 122
Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:
Presiden dan Wakil Presiden;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah;
Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung
pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua,
dan hakim pada semua badan peradilan kecuali
hakim ad hoc;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah
Konstitusi;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi;
Menteri dan jabatan setingkat menteri;
Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
Gubernur dan wakil gubernur;
Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota;
dan
Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh
Undang-Undang.
Pasal 123
Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi ketua,
wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan; ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi
Yudisial; ketua dan wakil ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan
setingkat menteri; Kepala perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak
kehilangan status sebagai PNS.
Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi
sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diaktifkan kembali sebagai PNS.
Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur;
bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota
wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis
sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.
Pasal 124
PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1)
dapat menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan
Administrasi, atau Jabatan Fungsional, sepanjang
tersedia lowongan jabatan.
Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu
paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat.
Pasal 125
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan, pemberhentian, pengaktifan kembali, dan hak kepegawaian PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan atau anggota lembaga nonstruktural diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI ORGANISASI
Pasal 126
Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia.
Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia
memiliki tujuan:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN; dan
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu
bangsa.
Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) korps profesi ASN Republik Indonesia memiliki fungsi:
pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
memberikan perlindungan hukum dan advokasi
kepada anggota korps profesi ASN Republik
Indonesia terhadap dugaan pelanggaran Sistem
Merit dan mengalami masalah hukum dalam
melaksanakan tugas;
memberikan rekomendasi kepada majelis kode
etik Instansi Pemerintah terhadap pelanggaran
kode etik profesi dan kode perilaku profesi; dan
menyelenggarakan usaha untuk peningkatan kesejahteraan anggota korps profesi ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai korps profesi Pegawai ASN diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XII SISTEM INFORMASI ASN
Pasal 127
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi
pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN.
Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar-Instansi Pemerintah.
Untuk menjamin keterpaduan dan akurasi data
dalam Sistem Informasi ASN, setiap Instansi
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib memutakhirkan data secara berkala dan
menyampaikannya kepada BKN.
Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) berbasiskan teknologi informasi
yang mudah diaplikasikan, mudah diakses, dan
memiliki sistem keamanan yang dipercaya.
Pasal 128
Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 ayat (1) memuat seluruh informasi dan
data Pegawai ASN.
Data Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling kurang memuat:
data riwayat hidup;
riwayat pendidikan formal dan non formal;
riwayat jabatan dan kepangkatan;
riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda
kehormatan;
riwayat pengalaman berorganisasi;
riwayat gaji;
riwayat pendidikan dan latihan;
daftar penilaian prestasi kerja;
surat keputusan; dan
kompetensi.
BAB XIII PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 129
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya
administratif.
Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari keberatan dan banding
administratif.
Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum dengan memuat alasan
keberatan dan tembusannya disampaikan kepada
pejabat yang berwenang menghukum.
Banding administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diajukan kepada badan pertimbangan ASN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906) dan peraturan pelaksanaannya tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini yang mengatur mengenai program pensiun PNS.
Pasal 131
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, terhadap jabatan PNS dilakukan penyetaraan:
jabatan eselon Ia kepala lembaga pemerintah nonkementerian setara dengan jabatan pimpinan tinggi utama;
jabatan eselon Ia dan eselon Ib setara dengan jabatan pimpinan tinggi madya;
jabatan eselon II setara dengan jabatan pimpinan
tinggi pratama;
jabatan eselon III setara dengan jabatan
administrator;
jabatan eselon IV setara dengan jabatan pengawas; dan
jabatan eselon V dan fungsional umum setara dengan jabatan pelaksana,
sampai dengan berlakunya peraturan pelaksanaan
mengenai Jabatan ASN dalam Undang Undang ini.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 132
Kebijakan dan Manajemen ASN yang diatur dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan daerah tertentu dan warga negara dengan kebutuhan khusus.
Pasal 133
Sistem Informasi ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 dan Pasal 128 paling lama tahun 2015 dilaksanakan secara nasional.
Pasal 134
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 135
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, PNS Pusat dan PNS Daerah disebut sebagai Pegawai ASN.
Pasal 136
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 137
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Kepegawaian Daerah yang diatur dalam Bab V Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 138
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik bagi jabatan fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 139
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 140
KASN dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 141
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 6
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,