Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981/Bab XI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
BAB XI - KONEKSITAS


BAB XI
KONEKSITAS


Pasal 89
  1. Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
  2. Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.
  3. Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.

Pasal 90
  1. Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2).
  2. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  3. Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 91
  1. Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang.
  2. Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakimaan dikeluarkan
keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
  1. Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.

Pasal 92
  1. Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil alih olehnya.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur militer atau oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Pasal 93
  1. Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
  2. Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
  3. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan.

Pasal 94
  1. Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim.
  2. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.
  3. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari, hakim ketua dari lingkungan peradilan militer dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer tituler.
  4. Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding.
  5. Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perwira sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).