Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 (UU/2012/8) (2012) tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
12057Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 (UU/2012/8) — tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah2012
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2012
TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pemilihan umum sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, berkualitas, dan bertanggung jawab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
bahwa pemilihan umum wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;
bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu diganti sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi, selanjutnya disingkat KPU Provinsi, adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di provinsi.
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat KPU Kabupaten/Kota, adalah penyelenggara Pemilu yang bertugas melaksanakan Pemilu di kabupaten/kota.
Panitia Pemilihan Kecamatan, selanjutnya disingkat PPK, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di kecamatan atau nama lain.
Panitia Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat PPS, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU Kabupaten/Kota untuk melaksanakan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan
Panitia Pemilihan Luar Negeri, selanjutnya disingkat PPLN, adalah panitia yang dibentuk oleh KPU untuk melaksanakan Pemilu di luar negeri.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat KPPS, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPS untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara.
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya disingkat KPPSLN, adalah kelompok yang dibentuk oleh PPLN untuk melaksanakan pemungutan suara di tempat pemungutan suara luar negeri.
Petugas Pemutakhiran Data Pemilih, selanjutnya disebut Pantarlih, adalah petugas yang dibentuk oleh PPS atau PPLN untuk melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data pemilih.
Tempat Pemungutan Suara, selanjutnya disingkat TPS, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara.
Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri, selanjutnya
disingkat TPSLN, adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara di luar negeri.
Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disebut Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disebut Bawaslu Provinsi adalah badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di provinsi.
Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kabupaten/kota.
Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disebut Panwaslu Kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di kecamatan atau nama lain.
Pengawas Pemilu Lapangan adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
Pengawas Pemilu Luar Negeri adalah petugas yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.
Penduduk adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di wilayah Republik Indonesia atau di luar negeri.
Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau
sudah/pernah kawin.
Peserta Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan perseorangan untuk Pemilu anggota DPD.
Partai Politik Peserta Pemilu adalah partai politik yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.
Perseorangan Peserta Pemilu adalah perseorangan yang telah memenuhi persyaratan sebagai Peserta Pemilu.
Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu.
Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye.
Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPR, selanjutnya disingkat BPP DPR, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ambang batas tertentu dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu.
Bilangan Pembagi Pemilihan bagi Kursi DPRD, selanjutnya disingkat BPP DPRD, adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu dan terpilihnya anggota
DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
BAB II ASAS, PELAKSANAAN, DAN LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU
Pasal 2
Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Pasal 3
Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 4
Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.
Tahapan penyelenggaraan Pemilu meliputi:
perencanaan program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu;
pemutakhiran data Pemilih dan penyusunan daftar Pemilih;
pendaftaran dan verifikasi Peserta Pemilu;
penetapan Peserta Pemilu;
penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan;
pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota;
masa Kampanye Pemilu;
Masa Tenang;
pemungutan dan penghitungan suara;
penetapan hasil Pemilu; dan
pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Pemungutan suara di luar negeri dapat dilaksanakan bersamaan atau sebelum pemungutan suara pada hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai paling lambat 22 (dua puluh dua) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian tahapan penyelenggaraan Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 5
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
Pasal 6
Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan oleh KPU.
Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan oleh Bawaslu.
BAB III PESERTA DAN PERSYARATAN MENGIKUTI PEMILU
Bagian Kesatu Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD
Pasal 7
Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah partai politik.
Pasal 8
Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu pada Pemilu berikutnya.
Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada Pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik;
memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat;
memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu;
mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan
menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atas nama partai politik kepada KPU.
Pasal 9
KPU melaksanakan penelitian administrasi dan penetapan keabsahan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Ketentuan mengenai tata cara penelitian administrasi dan penetapan keabsahan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 10
Nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf h dilarang sama dengan:
bendera atau lambang negara Republik Indonesia;
lambang lembaga negara atau lambang pemerintah;
nama, bendera, atau lambang negara lain atau lembaga/badan internasional;
nama, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
nama atau gambar seseorang; atau
yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik lain.
Bagian Kedua Peserta Pemilu Anggota DPD
Pasal 11
Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
Pasal 12
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan:
Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau pendidikan lain yang sederajat;
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
sehat jasmani dan rohani;
terdaftar sebagai Pemilih;
bersedia bekerja penuh waktu;
mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
mencalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan;
mencalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan; dan
mendapat dukungan minimal dari Pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Pasal 13
Persyaratan dukungan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf p meliputi:
provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 1.000 (seribu) Pemilih;
provinsi yang berpenduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 2.000 (dua ribu) Pemilih;
provinsi yang berpenduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 10.000.000 (sepuluh juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 3.000 (tiga ribu) Pemilih;
provinsi yang berpenduduk lebih dari 10.000.000 (sepuluh juta) sampai dengan 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 4.000 (empat ribu) Pemilih; dan
provinsi yang berpenduduk lebih dari 15.000.000 (lima belas juta) orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit 5.000 (lima ribu) Pemilih.
Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD serta melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu.
Dukungan yang diberikan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal.
Jadwal waktu pendaftaran Peserta Pemilu anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Bagian Ketiga Pendaftaran Partai Politik sebagai Calon Peserta Pemilu
Pasal 14
Partai politik dapat menjadi Peserta Pemilu dengan mengajukan pendaftaran untuk menjadi calon Peserta Pemilu kepada KPU.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan surat yang ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain pada kepengurusan pusat partai politik.
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat dilengkapi dengan dokumen persyaratan yang lengkap.
Jadwal waktu pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilu ditetapkan oleh KPU paling lambat 20 (dua puluh) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Pasal 15
Dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) meliputi:
Berita Negara Republik Indonesia yang menyatakan bahwa partai politik tersebut terdaftar sebagai badan hukum;
keputusan pengurus pusat partai politik tentang pengurus tingkat provinsi dan pengurus tingkat kabupaten/kota;
surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang kantor dan alamat tetap pengurus tingkat pusat, pengurus tingkat provinsi, dan pengurus tingkat kabupaten/kota;
surat keterangan dari pengurus pusat partai politik tentang penyertaan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
surat keterangan tentang pendaftaran nama, lambang, dan/atau tanda gambar partai politik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
bukti keanggotaan partai politik paling sedikit 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000 (satu perseribu) dari jumlah Penduduk pada setiap kabupaten/kota;
bukti kepemilikan nomor rekening atas nama partai politik; dan
salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat Verifikasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu
Pasal 16
KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 terhadap partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).
Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus selesai dilaksanakan paling lambat 15 (lima belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan dan waktu verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Kelima Penetapan Partai Politik sebagai Peserta Pemilu
Pasal 17
Partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h serta dilengkapi dengan surat keterangan memenuhi ambang batas perolehan suara DPR dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu sebelumnya dan perolehan kursi di DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU.
Partai politik calon Peserta Pemilu yang lulus verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ditetapkan sebagai Peserta Pemilu oleh KPU.
Penetapan partai politik sebagai Peserta Pemilu dilakukan dalam sidang pleno KPU.
Penetapan nomor urut partai politik sebagai Peserta Pemilu dilakukan secara undi dalam sidang pleno KPU terbuka dan dihadiri oleh wakil seluruh Partai Politik Peserta Pemilu.
Hasil penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diumumkan oleh KPU.
Bagian Keenam Pengawasan atas Pelaksanaan Verifikasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu
Pasal 18
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota menemukan kesengajaan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dalam melaksanakan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sehingga merugikan atau menguntungkan partai politik calon Peserta Pemilu, maka
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
BAB IV HAK MEMILIH
Pasal 19
Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih.
Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.
Pasal 20
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
BAB V JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN
Bagian Kesatu Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPR
Pasal 21
Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima ratus enam puluh).
Pasal 22
Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota.
Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3(tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
Dalam hal penentuan daerah pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberlakukan,
penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian
kabupaten/kota.
Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan
dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada Pemilu terakhir berdasarkan ketentuan pada ayat (2).
Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Provinsi
Pasal 23
Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 100 (seratus).
Jumlah kursi DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah Penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan:
provinsi dengan jumlah Penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) orang memperoleh alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi;
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) orang memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi;
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) orang memperoleh alokasi 55 (lima puluh lima) kursi;
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) orang memperoleh alokasi 65 (enam puluh lima) kursi;
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) orang memperoleh alokasi 75 (tujuh puluh lima) kursi;
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 11.000.000 (sebelas juta) orang memperoleh alokasi 85 (delapan puluh lima) kursi; dan
provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari
11.000.000 (sebelas juta) orang memperoleh alokasi 100 (seratus) kursi.
Pasal 24
Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi
adalah kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota.
Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Dalam hal penentuan daerah pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberlakukan,
penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian
kabupaten/kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 25
Jumlah kursi anggota DPRD provinsi yang dibentuk
setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRD
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Dalam hal terjadi pembentukan provinsi baru setelah
Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di provinsi induk sesuai dengan jumlah Penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Penataan daerah pemilihan di provinsi induk dan
pembentukan daerah pemilihan di provinsi baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Ketiga Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 26
Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh).
Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah Penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan dengan ketentuan:
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) orang memperoleh alokasi 20 (dua puluh) kursi;
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
100.000 (seratus ribu) sampai dengan 200.000 (dua
ratus ribu) orang memperoleh alokasi 25 (dua puluh lima) kursi;
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
200.000 (dua ratus ribu) sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) orang memperoleh alokasi 30 (tiga puluh) kursi;
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan 400.000
(empat ratus ribu) orang memperoleh alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi;
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
400.000 (empat ratus ribu) sampai dengan 500.000
(lima ratus ribu) orang memperoleh alokasi 40 (empat puluh) kursi;
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari
500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000
(satu juta) orang memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi; dan
kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) orang memperoleh alokasi 50 (lima puluh) kursi.
Pasal 27
Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan, atau gabungan kecamatan.
Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Dalam hal penentuan daerah pemilihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberlakukan,
penentuan daerah pemilihan menggunakan bagian
kecamatan atau nama lain.
Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 28
Dalam hal terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan.
Alokasi kursi akibat hilangnya daerah pemilihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung kembali
sesuai dengan jumlah Penduduk.
Pasal 29
Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang
dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRD
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
Dalam hal terjadi pembentukan kabupaten/kota baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk sesuai dengan jumlah Penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah pemilihan dan alokasi kursi anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Keempat Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPD
Pasal 30
Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat).
Pasal 31
Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.
BAB VI PENYUSUNAN DAFTAR PEMILIH
Bagian Kesatu Data Kependudukan
Pasal 32
Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan data kependudukan dalam bentuk:
data agregat kependudukan per kecamatan sebagai bahan bagi KPU dalam menyusun daerah pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota;
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagai bahan bagi KPU dalam menyusun daftar pemilih sementara; dan
data Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri sebagai bahan bagi KPU dalam penyusunan daerah pemilihan dan daftar pemilih sementara.
Data kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus sudah tersedia dan diserahkan paling lambat 16 (enam belas) bulan sebelum hari pemungutan suara dengan mekanisme sebagai berikut:
Menteri Dalam Negeri menyerahkan kepada KPU;
gubernur menyerahkan kepada KPU Provinsi; dan
bupati/walikota menyerahkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
Data Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus sudah tersedia dan diserahkan Menteri Luar Negeri kepada KPU paling lambat 16 (enam belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Data kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disinkronisasikan oleh Pemerintah bersama KPU dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterimanya data kependudukan dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri.
Data kependudukan yang telah disinkronisasikan oleh
Pemerintah bersama KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu.
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) harus diserahkan dalam waktu
yang bersamaan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
paling lambat 14 (empat belas) bulan sebelum hari
pemungutan suara dengan mekanisme:
Menteri Dalam Negeri menyerahkan kepada KPU;
Menteri Luar Negeri menyerahkan kepada KPU;
gubernur menyerahkan kepada KPU Provinsi; dan
bupati/walikota menyerahkan kepada KPU Kabupaten/Kota.
Data kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan data Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dimutakhirkan oleh KPU menjadi data Pemilih dengan memperhatikan data Pemilih pada Pemilu dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang terakhir.
Bagian Kedua Daftar Pemilih
Pasal 33
KPU Kabupaten/Kota menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih.
Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor induk kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih.
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan daftar Pemilih diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Ketiga Pemutakhiran Data Pemilih
Pasal 34
KPU Kabupaten/Kota melakukan pemutakhiran data
Pemilih berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5).
Pemutakhiran data Pemilih oleh KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling lama 4 (empat) bulan setelah diterimanya Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (6).
Dalam melaksanakan pemutakhiran data Pemilih, KPU Kabupaten/Kota dibantu oleh Pantarlih, PPS, dan PPK.
Dalam melaksanakan pemutakhiran data Pemilih, Pantarlih memberikan kepada Pemilih tanda bukti telah terdaftar sebagai Pemilih.
Hasil pemutakhiran data Pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
Pasal 35
Pantarlih terdiri atas perangkat desa atau nama
lain/kelurahan, rukun warga, rukun tetangga atau nama lain, dan/atau warga masyarakat.
Pantarlih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh PPS.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata kerja Pantarlih diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Keempat Penyusunan Daftar Pemilih Sementara
Pasal 36
Daftar pemilih sementara disusun oleh PPS berbasis domisili di wilayah rukun tetangga atau nama lain.
Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun paling lambat 1 (satu) bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data Pemilih.
Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPS untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat.
Daftar pemilih sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), salinannya harus diberikan oleh PPS melalui PPK kepada yang mewakili Peserta Pemilu di tingkat kecamatan sebagai bahan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan.
Masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diterima PPS paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak daftar pemilih sementara diumumkan.
PPS wajib memperbaiki daftar pemilih sementara
berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan
Peserta Pemilu paling lama 14 (empat belas hari) sejak berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
Pasal 37
Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6) diumumkan kembali oleh PPS selama 7 (tujuh) hari untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu.
PPS wajib melakukan perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari setelah berakhirnya pengumuman.
Daftar pemilih sementara hasil perbaikan akhir
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh PPS kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK untuk menyusun daftar pemilih tetap.
Bagian Kelima Penyusunan Daftar Pemilih Tetap
Pasal 38
KPU Kabupaten/Kota menetapkan daftar pemilih tetap berdasarkan daftar pemilih sementara hasil perbaikan.
Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan basis TPS.
Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 7 (tujuh) hari sejak berakhirnya perbaikan terhadap daftar pemilih sementara hasil perbaikan.
Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh KPU Kabupaten/Kota kepada KPU, KPU Provinsi, PPK, dan PPS.
KPU Kabupaten/Kota wajib memberikan salinan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat kabupaten/kota dan perwakilan Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat kecamatan dalam bentuk salinan softcopy atau cakram padat dalam format yang tidak bisa diubah paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.
Salinan softcopy atau cakram padat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilarang diubah.
Pasal 39
Daftar pemilih tetap diumumkan oleh PPS sejak diterima dari KPU Kabupaten/Kota sampai hari pemungutan suara.
Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan KPPS dalam melaksanakan pemungutan suara.
Pasal 40
Daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) dapat dilengkapi dengan daftar pemilih tambahan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas data Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPS yang karena keadaan tertentu Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar.
Untuk dapat dimasukkan dalam daftar pemilih tambahan, seseorang harus menunjukkan bukti identitas diri dan bukti yang bersangkutan telah terdaftar sebagai Pemilih dalam daftar pemilih tetap di TPS asal.
Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh PPS.
Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan tidak memiliki identitas kependudukan dan/atau tidak terdaftar dalam daftar pemilih sementara, daftar pemilih sementara hasil perbaikan, daftar pemilih tetap, atau daftar pemilih tambahan, KPU Provinsi melakukan pendaftaran dan memasukkannya ke dalam daftar pemilih khusus.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran warga
negara dalam daftar pemilih khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Keenam Penyusunan Daftar Pemilih bagi Pemilih di Luar Negeri
Pasal 41
Setiap Kepala Perwakilan Republik Indonesia menyediakan data Penduduk Warga Negara Indonesia dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu di negara akreditasinya.
PPLN menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih
Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
menyusun daftar Pemilih di luar negeri.
Pasal 42
PPLN melakukan pemutakhiran data Pemilih paling
lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya data Penduduk Warga Negara Indonesia dan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu.
Pemutakhiran data Pemilih oleh PPLN dibantu Pantarlih.
Pantarlih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas pegawai Perwakilan Republik Indonesia dan warga masyarakat Indonesia di negara yang bersangkutan.
Pantarlih diangkat dan diberhentikan oleh PPLN.
Pasal 43
PPLN menyusun daftar pemilih sementara.
Penyusunan daftar pemilih sementara dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhirnya pemutakhiran data Pemilih.
Daftar pemilih sementara diumumkan selama 14 (empat belas) hari oleh PPLN untuk mendapatkan masukan dan tanggapan masyarakat.
Masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diterima PPLN paling lama 21 (dua puluh satu) hari sejak daftar pemilih sementara diumumkan.
PPLN wajib memperbaiki daftar pemilih sementara
berdasarkan masukan dan tanggapan masyarakat paling lama 7 (tujuh hari) sejak berakhirnya masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Daftar pemilih sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan PPLN untuk bahan penyusunan daftar pemilih tetap.
Pasal 44
PPLN menetapkan daftar pemilih sementara hasil
perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (6) menjadi daftar pemilih tetap.
PPLN mengirim daftar pemilih tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada KPU dengan tembusan
kepada Kepala Perwakilan Republik Indonesia.
Pasal 45
PPLN menyusun daftar pemilih tetap dengan basis TPSLN berdasarkan daftar pemilih tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1).
Daftar pemilih tetap berbasis TPSLN digunakan KPPSLN dalam melaksanakan pemungutan suara.
Pasal 46
Daftar pemilih tetap berbasis TPSLN sebagaimana
dimaksud Pasal 45 ayat (2) dapat dilengkapi dengan daftar pemilih tambahan sampai hari pemungutan suara.
Daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas data Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap di suatu TPSLN, tetapi karena keadaan tertentu Pemilih tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPSLN tempat yang bersangkutan terdaftar.
Bagian Ketujuh Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap
Pasal 47
KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap di kabupaten/kota.
KPU Provinsi melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap di provinsi.
KPU melakukan rekapitulasi daftar pemilih tetap secara nasional.
Pasal 48
KPU dan KPU Kabupaten/Kota dalam menyediakan data pemilih, daftar pemilih sementara, dan daftar pemilih tetap memiliki sistem informasi data Pemilih yang dapat terintegrasi dengan sistem informasi administrasi kependudukan.
KPU dan KPU Kabupaten/Kota wajib memelihara dan
memutakhirkan data Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi data Pemilih diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Kedelapan Pengawasan dan Penyelesaian Perselisihan dalam Pemutakhiran Data dan Penetapan Daftar Pemilih
Pasal 49
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan dan Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK dan PPS.
Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemutakhiran data pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap luar negeri yang dilaksanakan oleh PPLN.
Pasal 50
Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menyampaikan temuan tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.
Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN.
BAB VII PENCALONAN ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN/KOTA
Bagian Kesatu Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 51
Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan
harus memenuhi persyaratan:
telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih;
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa
Indonesia;
berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah
atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan,
madrasah aliyah kejuruan, atau pendidikan lain yang
sederajat;
tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;
sehat jasmani dan rohani;
terdaftar sebagai pemilih;
bersedia bekerja penuh waktu;
mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali;
bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan
publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat
akta tanah (PPAT), atau tidak melakukan pekerjaan
penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan
keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas,
wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai
pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan
pengawas dan karyawan pada badan usaha milik
negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan
lain yang anggarannya bersumber dari keuangan
negara;
menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
Kelengkapan administratif bakal calon anggota DPR,
DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;
bukti kelulusan pendidikan terakhir berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat kelulusan, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana;
surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;
kartu tanda anggota Partai Politik Peserta Pemilu;
surat pernyataan tentang kesediaan untuk hanya dicalonkan oleh 1 (satu) partai politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup; dan
surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan pada 1 (satu) daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.
Bagian Kedua Tata Cara Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 52
Partai Politik Peserta Pemilu melakukan seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Seleksi bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan/atau peraturan internal Partai Politik Peserta Pemilu.
Pasal 53
Bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 disusun dalam daftar bakal calon oleh partai politik masing-masing.
Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat.
Daftar bakal calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat provinsi.
Daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat kabupaten/kota.
Pasal 54
Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 memuat paling banyak 100% (seratus persen) dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan.
Pasal 55
Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.
Pasal 56
Nama-nama calon dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 disusun berdasarkan nomor urut.
Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon.
Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan pas foto diri terbaru.
Pasal 57
Daftar bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 diajukan kepada:
KPU untuk daftar bakal calon anggota DPR yang ditandatangani oleh ketua umum atau sebutan lain dan sekretaris jenderal atau sebutan lain;
KPU Provinsi untuk daftar bakal calon anggota DPRD provinsi yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain; dan
KPU Kabupaten/Kota untuk daftar bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota yang ditandatangani oleh ketua atau sebutan lain dan sekretaris atau sebutan lain.
Pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan 12 (dua belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Bagian Ketiga Verifikasi Kelengkapan Administrasi Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 58
KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.
KPU Provinsi melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD provinsi dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah bakal calon sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.
KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi terhadap
kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPRD kabupaten/kota dan verifikasi terhadap terpenuhinya jumlah bakal calon sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan.
Pasal 59
Dalam hal kelengkapan dokumen persyaratan administrasi bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 tidak terpenuhi, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengembalikan dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada Partai Politik Peserta Pemilu.
Dalam hal daftar bakal calon tidak memuat sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberikan kesempatan kepada partai politik untuk memperbaiki daftar bakal calon tersebut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai proses verifikasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 60
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota meminta kepada partai politik untuk mengajukan bakal calon baru anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai pengganti bakal calon yang terbukti memalsukan atau menggunakan dokumen palsu.
Partai politik mengajukan nama bakal calon baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari sejak surat permintaan dari
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diterima
partai politik.
Partai Politik Peserta Pemilu yang bersangkutan tidak dapat mengajukan bakal calon pengganti apabila putusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum tetap membuktikan terjadinya pemalsuan atau penggunaan dokumen palsu tersebut dikeluarkan setelah ditetapkannya daftar calon tetap oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
KPU, KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bagian Keempat Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 61
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sehingga merugikan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan dan hasil kajian kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti temuan dan hasil kajian Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Bagian Kelima Penyusunan Daftar Calon Sementara Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota
Pasal 62
Bakal calon yang lulus verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 disusun dalam daftar calon sementara oleh:
KPU untuk daftar calon sementara anggota DPR;
KPU Provinsi untuk daftar calon sementara anggota DPRD provinsi; dan
KPU Kabupaten/Kota untuk daftar calon sementara
anggota DPRD kabupaten/kota.
Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan nomor urut dan dilengkapi dengan pas foto diri terbaru.
Daftar calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya di 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik nasional dan 1 (satu) media massa cetak harian dan media massa elektronik daerah serta sarana pengumuman lainnya selama 5 (lima) hari.
Masukan dan tanggapan dari masyarakat disampaikan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota paling lama 10 (sepuluh) hari sejak daftar calon sementara diumumkan.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar calon sementara partai politik masing-masing pada media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional.
Pasal 63
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota meminta klarifikasi kepada partai politik atas masukan dan tanggapan dari masyarakat.
Pimpinan partai politik harus memberikan kesempatan kepada calon yang bersangkutan untuk mengklarifikasi masukan dan tanggapan dari masyarakat.
Pimpinan partai politik menyampaikan hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal hasil klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyatakan bahwa calon sementara tersebut tidak memenuhi syarat, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberitahukan dan memberikan kesempatan kepada partai politik untuk mengajukan pengganti calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan.
Pengajuan pengganti calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 7 (tujuh) hari setelah surat pemberitahuan dari KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diterima oleh partai politik.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi pengganti calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari setelah diterimanya pengajuan pengganti calon dan daftar calon sementara.
Dalam hal partai politik tidak mengajukan pengganti calon dan daftar calon sementara hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), urutan nama dalam daftar calon sementara diubah oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan urutan berikutnya.
Pasal 64
Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
Dalam hal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan tidak terbukti adanya pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dibacakan setelah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menetapkan daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, putusan tersebut tidak memengaruhi daftar calon tetap.
Bagian Keenam Penetapan dan Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPR dan DPRD
Pasal 66
KPU menetapkan daftar calon tetap anggota DPR.
KPU Provinsi menetapkan daftar calon tetap anggota DPRD provinsi.
KPU Kabupaten/Kota menetapkan daftar calon tetap
anggota DPRD kabupaten/kota.
Daftar calon tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) disusun berdasarkan nomor urut dan dilengkapi dengan pas foto diri terbaru.
Pasal 67
Daftar calon tetap anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 diumumkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan persentase keterwakilan perempuan dalam daftar calon tetap partai politik masing-masing pada media massa cetak harian nasional dan media massa elektronik nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Ketujuh Tata Cara Pendaftaran Bakal Calon Anggota DPD
Pasal 68
Perseorangan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 dapat mendaftarkan diri sebagai bakal calon anggota DPD kepada KPU melalui KPU Provinsi.
Kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
kartu tanda penduduk Warga Negara Indonesia;
bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar (STTB), syahadah, sertifikat, atau surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program pendidikan menengah;
surat pernyataan di atas meterai bagi calon anggota DPD yang tidak pernah dipidana dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih atau surat keterangan dari lembaga pemasyarakatan bagi calon yang pernah dijatuhi pidana;
surat keterangan sehat jasmani dan rohani;
surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;
surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja
penuh waktu yang ditandatangani di atas kertas
bermeterai cukup;
surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup;
surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik
kembali sebagai kepala daerah, pegawai negeri sipil,
anggota Tentara Nasional Indonesia, atau anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, pengurus pada badan lain yang anggarannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah; dan
surat pernyataan tentang kesediaan hanya mencalonkan untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di atas kertas bermeterai cukup.
Pendaftaran calon anggota DPD dilaksanakan 12 (dua
belas) bulan sebelum hari pemungutan suara.
Bagian Kedelapan Verifikasi Kelengkapan Administrasi Bakal Calon Anggota DPD
Pasal 69
KPU melaksanakan verifikasi kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan bakal calon anggota DPD.
KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membantu
pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 70
Persyaratan dukungan minimal Pemilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung.
Seorang Pemilih tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari 1 (satu) orang bakal calon anggota DPD.
Dalam hal ditemukan bukti adanya data palsu atau data yang sengaja digandakan oleh bakal calon anggota DPD terkait dengan dokumen persyaratan dukungan minimal pemilih, bakal calon anggota DPD dikenai pengurangan jumlah dukungan minimal Pemilih sebanyak 50 (lima puluh) kali temuan bukti data palsu atau data yang digandakan.
Bagian Kesembilan Pengawasan atas Verifikasi Kelengkapan Administrasi Calon Anggota DPD
Pasal 71
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan atas pelaksanaan verifikasi kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon anggota DPD yang dilakukan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menemukan unsur kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sehingga merugikan atau menguntungkan bakal calon anggota DPD, maka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib ditindaklanjuti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Bagian Kesepuluh Penetapan Daftar Calon Sementara Anggota DPD
Pasal 72
KPU menetapkan daftar calon sementara anggota DPD.
Daftar calon sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditandatangani oleh ketua dan anggota KPU.
Daftar calon sementara anggota DPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh KPU sekurang-kurangnya pada 1 (satu) media massa cetak harian dan
media massa elektronik nasional dan 1 (satu) media
massa cetak harian dan media massa elektronik daerah
serta sarana pengumuman lainnya untuk mendapatkan
masukan dan tanggapan masyarakat.
Masukan dan tanggapan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada KPU paling
lama 10 (sepuluh) hari sejak daftar calon sementara
diumumkan.
Pasal 73
Masukan dan tanggapan masyarakat untuk perbaikan
daftar calon sementara anggota DPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) disampaikan secara
tertulis kepada KPU dengan disertai bukti identitas diri.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meminta klarifikasi kepada bakal calon anggota DPD atas masukan dan tanggapan masyarakat.
Pasal 74
Dalam hal ditemukan dugaan telah terjadi pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu dalam persyaratan administrasi bakal calon dan/atau calon anggota DPD, maka KPU dan KPU Provinsi berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menindaklanjutinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
Dalam hal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menyatakan tidak terbukti adanya pemalsuan dokumen atau penggunaan dokumen palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dibacakan setelah KPU dan KPU Provinsi menetapkan daftar calon tetap anggota DPD, putusan tersebut tidak memengaruhi daftar calon tetap.
Bagian Kesebelas Penetapan dan Pengumuman Daftar Calon Tetap Anggota DPD
Pasal 76
Daftar calon tetap anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan abjad dan dilengkapi dengan pas foto diri terbaru.
Daftar calon tetap anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diumumkan oleh KPU.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman teknis pencalonan anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
BAB VIII KAMPANYE
Bagian Kesatu Kampanye Pemilu
Pasal 77
Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Pasal 78
Kampanye Pemilu dilaksanakan oleh pelaksana kampanye.
Kampanye Pemilu diikuti oleh peserta kampanye.
Kampanye Pemilu didukung oleh petugas kampanye.
Pasal 79
Pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru Kampanye Pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPD terdiri atas calon anggota DPD, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPD.
Peserta Kampanye Pemilu terdiri atas anggota masyarakat.
Petugas Kampanye Pemilu terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan Kampanye Pemilu.
Pasal 80
Pelaksana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 79 harus didaftarkan pada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pendaftaran pelaksana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua Materi Kampanye
Pasal 81
Materi kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang dilaksanakan oleh calon anggota DPR, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota meliputi visi, misi, dan program partai politik.
Materi kampanye Perseorangan Peserta Pemilu yang
dilaksanakan oleh calon anggota DPD meliputi visi, misi, dan program yang bersangkutan.
Bagian Ketiga Metode Kampanye
Pasal 82
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat dilakukan melalui:
pertemuan terbatas;
pertemuan tatap muka;
penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum;
pemasangan alat peraga di tempat umum;
iklan media massa cetak dan media massa elektronik;
rapat umum; dan
kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a sampai dengan huruf d dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah calon Peserta Pemilu ditetapkan sebagai Peserta Pemilu sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf e dan huruf f dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya Masa Tenang.
Masa Tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlangsung selama 3 (tiga) hari sebelum hari pemungutan suara.
Pasal 84
Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), pelaksana, peserta, dan/atau petugas Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada Pemilih untuk:
tidak menggunakan hak pilihnya;
menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau
memilih calon anggota DPD tertentu.
Pasal 85
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan Kampanye
Pemilu secara nasional diatur dengan peraturan KPU.
Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPR dan DPD sebagaimana dimaksud pada
Pasal 82 huruf f ditetapkan dengan keputusan KPU setelah KPU berkoordinasi dengan Peserta Pemilu.
Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 82 huruf f ditetapkan dengan keputusan KPU Provinsi setelah KPU Provinsi berkoordinasi dengan Peserta Pemilu.
Waktu, tanggal, dan tempat pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 82 huruf f ditetapkan dengan keputusan KPU Kabupaten/Kota setelah KPU Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan Peserta Pemilu.
Bagian Keempat Larangan dalam Kampanye
Pasal 86
Pelaksana, peserta, dan petugas kampanye Pemilu
dilarang:
mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun
masyarakat;
mengganggu ketertiban umum;
mengancam untuk melakukan kekerasan atau
menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Peserta Pemilu yang lain;
merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu;
menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau
atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut
Peserta Pemilu yang bersangkutan; dan
menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.
Pelaksana kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu
dilarang mengikutsertakan:
Ketua, Wakil Ketua, ketua muda, hakim agung pada
Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan
peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim
konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi
gubernur Bank Indonesia;
direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan
badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
pegawai negeri sipil;
anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
kepala desa; dan
perangkat desa.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ikut serta sebagai pelaksana Kampanye Pemilu.
Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 87
Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
tidak menggunakan fasilitas yang berkaitan dengan
jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
menjalani cuti di luar tanggungan negara.
Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Kelima Sanksi atas Pelanggaran Larangan Kampanye
Pasal 88
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup atas adanya pelanggaran larangan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu, maka KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menjatuhkan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 89
Dalam hal terbukti pelaksana Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung untuk:
tidak menggunakan hak pilihnya;
menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah;
memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu;
memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota tertentu; atau
memilih calon anggota DPD tertentu,
dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 90
Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan berupa:
pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap; atau
pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Bagian Keenam Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye
Paragraf 1 Umum
Pasal 91
Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu
dapat dilakukan melalui media massa cetak dan lembaga penyiaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka penyampaian pesan Kampanye Pemilu oleh Peserta Pemilu kepada masyarakat.
Pesan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar, atau suara dan gambar, yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam memberitakan, menyiarkan, dan mengiklankan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mematuhi larangan dalam Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama Masa Tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Peserta Pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan Kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu.
Pasal 92
Lembaga penyiaran publik Televisi Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik Radio Republik Indonesia, lembaga penyiaran publik lokal, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara berimbang Peserta Pemilu untuk menyampaikan materi Kampanye Pemilu.
Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye Peserta Pemilu.
Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan Kampanye Pemilu yang sama kepada setiap Peserta Pemilu.
Paragraf 2 Pemberitaan Kampanye
Pasal 93
Pemberitaan Kampanye Pemilu dilakukan oleh media
massa cetak dan oleh lembaga penyiaran dengan siaran langsung atau siaran tunda.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang
menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan Kampanye Pemilu harus berlaku adil dan berimbang kepada semua Peserta Pemilu.
Paragraf 3 Penyiaran Kampanye
Pasal 94
Penyiaran Kampanye Pemilu dilakukan oleh lembaga
penyiaran dalam bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan suara dan/atau gambar pemirsa atau suara pendengar, debat Peserta Pemilu, serta jajak pendapat.
Pemilihan narasumber, tema, moderator dan tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog, dan debat diatur oleh lembaga penyiaran.
Narasumber penyiaran monolog, dialog, dan debat harus mematuhi larangan dalam Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.
Siaran monolog, dialog, dan debat yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran dapat mengikutsertakan masyarakat, antara lain melalui telepon, faksimile, layanan pesan singkat, dan/atau surat elektronik.
Paragraf 4 Iklan Kampanye
Pasal 95
Iklan Kampanye Pemilu dapat dilakukan oleh Peserta Pemilu di media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan untuk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2).
Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
memberikan kesempatan yang sama kepada Peserta
Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan Kampanye Pemilu.
Pengaturan dan penjadwalan pemuatan serta penayangan iklan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
Pasal 96
Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
menjual blocking segment dan/atau blocking time untuk Kampanye Pemilu.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang
menerima program sponsor dalam format atau segmen
apa pun yang dapat dikategorikan sebagai iklan
Kampanye Pemilu.
Media massa cetak, lembaga penyiaran, dan Peserta Pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu Peserta Pemilu kepada Peserta Pemilu yang lain.
Pasal 97
Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye Pemilu.
Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye Pemilu.
Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis iklan.
Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap Peserta Pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2).
Pasal 98
Media massa cetak dan lembaga penyiaran melakukan iklan Kampanye Pemilu dalam bentuk iklan Kampanye Pemilu komersial atau iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat dengan mematuhi kode etik periklanan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
menentukan standar tarif iklan Kampanye Pemilu
komersial yang berlaku sama untuk setiap Peserta
Pemilu.
Tarif iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat harus lebih rendah daripada tarif iklan Kampanye Pemilu komersial.
Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib
menyiarkan iklan Kampanye Pemilu layanan untuk
masyarakat nonpartisan paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh) detik.
Iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diproduksi sendiri oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran atau dibuat oleh pihak lain.
Penetapan dan penyiaran iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat yang diproduksi oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.
Jumlah waktu tayang iklan Kampanye Pemilu layanan untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk jumlah kumulatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
Pasal 99
Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan berimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan Kampanye Pemilu bagi Peserta Pemilu.
Pasal 100
Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media massa cetak.
Pasal 101
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye Pemilu diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Ketujuh Pemasangan Alat Peraga Kampanye
Pasal 102
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, desa atau nama lain/kelurahan, dan kantor perwakilan Republik Indonesia menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan Kampanye Pemilu.
Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu oleh pelaksana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus dengan izin pemilik tempat tersebut.
Alat peraga Kampanye Pemilu harus sudah dibersihkan oleh Peserta Pemilu paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan
pembersihan alat peraga Kampanye Pemilu diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Kedelapan Peranan Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Kampanye
Pasal 103
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa atau nama lain/kelurahan memberikan kesempatan yang sama kepada pelaksana Kampanye Pemilu dalam penggunaan fasilitas umum untuk penyampaian materi Kampanye
Pemilu.
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan pelaksana Kampanye
Pemilu.
Bagian Kesembilan Pengawasan atas Pelaksanaan Kampanye Pemilu
Pasal 104
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye Pemilu.
Pasal 105
Pengawas Pemilu Lapangan melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan.
Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan dugaan
adanya pelanggaran pelaksanaan Kampanye Pemilu di
tingkat desa atau nama lain/kelurahan yang dilakukan oleh PPS, pelaksana Kampanye Pemilu, peserta Kampanye Pemilu, dan petugas Kampanye Pemilu.
Pasal 106
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PPS dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan, Pengawas Pemilu Lapangan menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kecamatan.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye, peserta kampanye, atau petugas kampanye dengan sengaja melakukan atau lalai dalam pelaksanaan kampanye yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan, Pengawas Pemilu Lapangan menyampaikan laporan kepada PPS.
Pasal 107
PPS wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dengan:
menghentikan pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu
yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
melaporkan kepada PPK dalam hal ditemukan bukti
permulaan yang cukup tentang adanya tindak pidana
Pemilu berkaitan dengan pelaksanaan Kampanye
Pemilu;
melarang pelaksana Kampanye Pemilu untuk
melaksanakan Kampanye Pemilu berikutnya; dan/atau
melarang peserta Kampanye Pemilu untuk mengikuti
Kampanye Pemilu berikutnya.
PPK menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan
penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 108
Panwaslu Kecamatan wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dengan melaporkan kepada PPK.
PPK wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan meneruskan laporan tersebut kepada KPU Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan memberikan sanksi administratif kepada PPS.
Pasal 109
Panwaslu Kecamatan melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kecamatan.
Panwaslu Kecamatan menerima laporan dugaan pelanggaran pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kecamatan yang dilakukan oleh PPK, pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye.
Pasal 110
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa PPK melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kecamatan, Panwaslu Kecamatan melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana Kampanye, peserta kampanye atau petugas kampanye melakukan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat
kecamatan, Panwaslu Kecamatan melaporkan kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota dan menyampaikan temuan kepada PPK.
Pasal 111
PPK wajib menindaklanjuti temuan dan laporan tentang dugaan kesengajaan atau kelalaian dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) dengan:
menghentikan pelaksanaan kampanye Peserta Pemilu yang bersangkutan yang terjadwal pada hari itu;
melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota dalam hal ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana Pemilu terkait dengan pelaksanaan Kampanye Pemilu;
melarang pelaksana Kampanye Pemilu untuk melaksanakan Kampanye Pemilu berikutnya; dan/atau
melarang peserta Kampanye Pemilu untuk mengikuti Kampanye Pemilu berikutnya.
KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan melakukan tindakan penyelesaian sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 112
Panwaslu Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) sebagai suatu temuan dan menyampaikannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan sanksi administratif kepada PPK.
Pasal 113
Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat kabupaten/kota, terhadap kemungkinan adanya:
kesengajaan atau kelalaian anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung; atau
kesengajaan atau kelalaian pelaksana kampanye, peserta kampanye dan petugas kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panwaslu Kabupaten/Kota:
menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu;
menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran Kampanye Pemilu yang tidak mengandung unsur pidana;
menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota tentang pelanggaran Kampanye Pemilu untuk ditindaklanjuti;
meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
menyampaikan laporan dugaan adanya tindakan yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota kepada Bawaslu; dan/atau
mengawasi pelaksanaan rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Pasal 114
Panwaslu Kabupaten/Kota menyelesaikan laporan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (2) huruf a yang merupakan pelanggaran administratif, pada hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu di tingkat kabupaten/kota, Panwaslu Kabupaten/Kota menyampaikan temuan dan laporan tersebut kepada KPU Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota menetapkan penyelesaian laporan dan temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu pada hari diterimanya laporan.
Dalam hal Panwaslu Kabupaten/Kota menerima laporan dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota, Panwaslu Kabupaten/Kota meneruskan laporan tersebut kepada Bawaslu.
Pasal 115
KPU dapat menetapkan sanksi tambahan terhadap
pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (3) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 116
Dalam hal Panwaslu Kabupaten/Kota menerima laporan dugaan adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota, pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113, Panwaslu Kabupaten/Kota melaporkan dugaan adanya tindak pidana Pemilu dimaksud kepada:
Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu.
Pasal 117
Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116.
Pasal 118
Bawaslu Provinsi melakukan pengawasan pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat provinsi terhadap kemungkinan adanya kesengajaan atau kelalaian:
anggota KPU Provinsi, sekretaris, dan/atau pegawai sekretariat KPU Provinsi melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung; atau
pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan/atau petugas kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu Provinsi:
menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu;
menindaklanjuti temuan dan laporan pelanggaran Kampanye Pemilu yang tidak mengandung unsur pidana;
menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi tentang pelanggaran Kampanye Pemilu untuk ditindaklanjuti;
meneruskan temuan dan laporan tentang pelanggaran tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan dugaan adanya tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Provinsi, sekretaris dan/atau pegawai sekretariat KPU Provinsi; dan/atau
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekretaris, dan/atau pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu atau administratif yang mengakibatkan terganggunya Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Pasal 119
Bawaslu Provinsi menindaklanjuti laporan dugaan
pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a yang merupakan pelanggaran administratif pada hari yang sama dengan diterimanya laporan.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi menyampaikan temuan dan laporan tersebut kepada KPU Provinsi.
KPU Provinsi menetapkan penyelesaian laporan dan
temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup
adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu pada hari diterimanya laporan.
Dalam hal Bawaslu Provinsi menerima laporan dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Provinsi, sekretaris, dan/atau pegawai sekretariat KPU Provinsi, maka Bawaslu Provinsi meneruskan laporan tersebut kepada Bawaslu.
Pasal 120
KPU dapat menetapkan sanksi tambahan terhadap
pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (3) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (4) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 121
Dalam hal Bawaslu Provinsi menerima laporan dugaan adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU Provinsi, sekretaris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi, pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118, Bawaslu Provinsi:
melaporkan dugaan adanya tindak pidana Pemilu dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
melaporkan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu.
Pasal 122
Bawaslu Provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121.
Pasal 123
Bawaslu melakukan pengawasan pelaksanaan tahapan Kampanye Pemilu secara nasional, terhadap kemungkinan adanya:
kesengajaan atau kelalaian anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Seretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung; atau
kesengajaan atau kelalaian pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas kampanye melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bawaslu:
menerima laporan dugaan adanya pelanggaran terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu;
menindaklanjuti temuan dan laporan adanya pelanggaran Kampanye Pemilu yang tidak mengandung unsur pidana;
menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU tentang adanya pelanggaran Kampanye Pemilu untuk ditindaklanjuti;
meneruskan temuan dan laporan tentang dugaan adanya tindak pidana Pemilu kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia;
memberikan rekomendasi kepada KPU tentang dugaan adanya tindakan yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota berdasarkan laporan Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota; dan/atau
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi pengenaan sanksi kepada anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung.
Pasal 124
Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (2) huruf a, Bawaslu menetapkan penyelesaian pada hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup tentang dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu di tingkat pusat, Bawaslu menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU.
Dalam hal KPU menerima laporan dan temuan yang mengandung bukti permulaan yang cukup tentang dugaan adanya pelanggaran administratif oleh pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU langsung menetapkan penyelesaian pada hari yang sama dengan hari diterimanya laporan.
Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan pelanggaran administratif terhadap ketentuan pelaksanaan Kampanye Pemilu oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota, maka Bawaslu memberikan rekomendasi kepada KPU untuk memberikan sanksi.
Pasal 125
Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini ditetapkan oleh KPU.
Sanksi terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (4) selain yang diatur dalam Undang-Undang ini ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 126
Dalam hal Bawaslu menerima laporan dugaan adanya tindak pidana Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota, pelaksana dan peserta Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu, Bawaslu:
melaporkan dugaan adanya tindak pidana Pemilu dimaksud kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau
memberikan rekomendasi kepada KPU.
Pasal 127
Bawaslu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi penonaktifan sementara dan/atau sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan tindak pidana Pemilu atau pelanggaran administratif yang mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu yang sedang berlangsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126.
Pasal 128
Pengawasan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota serta tindak lanjut KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota terhadap temuan atau laporan yang diterima tidak memengaruhi jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana yang telah ditetapkan.
Bagian Kesepuluh Dana Kampanye Pemilu
Pasal 129
Kegiatan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota didanai dan menjadi tanggung jawab Partai Politik Peserta Pemilu masing-masing.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersumber dari:
partai politik;
calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota dari partai politik yang bersangkutan; dan
sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa uang, barang dan/atau jasa.
Dana Kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening
khusus dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu pada bank.
Dana Kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana Kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik.
Pembukuan dana Kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah partai politik ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Pasal 130
Dana Kampanye Pemilu yang bersumber dari sumbangan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c bersifat tidak mengikat dan dapat berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah.
Pasal 131
Dana Kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan
pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dana Kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan
pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh lebih dari Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).
Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Peserta Pemilu yang menerima sumbangan pihak lain perseorangan yang lebih dari Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang lebih dari Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilarang
menggunakan kelebihan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU serta menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 132
Kegiatan Kampanye Pemilu anggota DPD didanai dan
menjadi tanggung jawab calon anggota DPD masing-masing.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bersumber dari:
calon anggota DPD yang bersangkutan; dan
sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Dana Kampanye Pemilu berupa uang sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditempatkan pada rekening
khusus dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang bersangkutan pada bank.
Dana Kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.
Dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dicatat dalam pembukuan penerimaan dan
pengeluaran khusus dana Kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan pribadi calon anggota DPD yang bersangkutan.
Pembukuan dana Kampanye Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah calon anggota DPD ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.
Pasal 133
Dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh lebih dari Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Dana Kampanye Pemilu calon anggota DPD yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (2) huruf b tidak boleh lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.
Peserta Pemilu calon anggota DPD yang menerima
sumbangan pihak lain perseorangan yang melebihi
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang menggunakan kelebihan sumbangan tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU serta menyerahkan kelebihan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
Peserta Pemilu calon anggota DPD yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 134
Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
Calon anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum.
Pasal 135
Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
Laporan dana kampanye calon anggota DPD Peserta
Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.
Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberitahukan hasil audit dana kampanye Peserta Pemilu masing-masing kepada Peserta Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota menerima hasil audit dari kantorakuntan publik.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota mengumumkan hasil pemeriksaan dana Kampanye Pemilu kepada publik paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah diterimanya laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 136
KPU menetapkan kantor akuntan publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) yang memenuhi persyaratan di setiap provinsi.
Kantor akuntan publik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai cukup bahwa rekan yang bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan dana Kampanye Pemilu tidak berafiliasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan partai politik dan calon anggota DPD Peserta Pemilu;
membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermeterai cukup bahwa rekan yang
bertanggung jawab atas pemeriksaan laporan dana Kampanye Pemilu bukan merupakan anggota atau pengurus partai politik.
Biaya jasa akuntan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Pasal 137
Dalam hal kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1) dalam proses pelaksanaan audit diketahui tidak memberikan informasi yang benar mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2), KPU membatalkan penunjukan kantor akuntan publik yang bersangkutan.
Kantor akuntan publik yang dibatalkan pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhak mendapatkan pembayaran jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (3).
KPU menunjuk kantor akuntan publik pengganti untuk melanjutkan pelaksanaan audit atas laporan dana Kampanye Pemilu partai yang bersangkutan.
Pasal 138
Dalam hal pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat, tingkat provinsi, dan tingkat kabupaten/kota tidak menyampaikan laporan awal dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai Peserta Pemilu pada wilayah yang bersangkutan.
Dalam hal calon anggota DPD Peserta Pemilu tidak menyampaikan laporan awal dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (2), calon anggota DPD yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pembatalan sebagai Peserta Pemilu.
Dalam hal pengurus Partai Politik Peserta Pemilu tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota tidak menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (1), partai politik yang bersangkutan dikenai sanksi berupa tidak ditetapkannya calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menjadi calon terpilih.
Dalam hal calon anggota DPD Peserta Pemilu tidak menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (2), calon anggota DPD yang bersangkutan dikenai sanksi berupa tidak ditetapkan menjadi calon terpilih.
Pasal 139
Peserta Pemilu dilarang menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu yang berasal dari:
pihak asing;
penyumbang yang tidak jelas identitasnya;
Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah; atau
pemerintah desa dan badan usaha milik desa.
Peserta Pemilu yang menerima sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang menggunakan dana tersebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir.
Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 140
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa pelaksana kampanye Peserta Pemilu melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota melakukan tindakan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB IX PERLENGKAPAN PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 141
KPU bertanggung jawab dalam merencanakan dan menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara.
Sekretaris Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 142
Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 terdiri atas:
kotak suara;
surat suara;
tinta;
bilik pemungutan suara;
segel;
alat untuk mencoblos pilihan; dan
tempat pemungutan suara.
Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan perlengkapan lainnya.
Bentuk, ukuran, spesifikasi teknis, dan perlengkapan pemungutan suara lainnya diatur dengan peraturan KPU.
Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf d, huruf f, dan ayat (2), Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan kewenangannya kepada sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota.
Pengadaan perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh KPPS bekerja sama dengan masyarakat.
Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan ayat (2) harus sudah diterima KPPS paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.
Pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota.
Dalam pendistribusian dan pengamanan perlengkapan pemungutan suara, KPU dapat bekerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 143
Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1) huruf b untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik, nomor urut calon, dan nama calon tetap partai politik untuk setiap daerah pemilihan.
Surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (1) huruf b untuk calon anggota DPD memuat pas foto diri terbaru dan nama calon anggota DPD untuk setiap daerah pemilihan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam peraturan KPU.
Pasal 144
Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan spesifikasi teknis lain surat suara diatur dalam peraturan KPU.
Nomor urut tanda gambar partai politik dan calon anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ditetapkan dengan keputusan KPU.
Pasal 145
Pengadaan surat suara dilakukan di dalam negeri dengan mengutamakan kapasitas cetak yang sesuai dengan kebutuhan surat suara dan hasil cetak yang berkualitas baik.
Jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah Pemilih tetap ditambah dengan 2% (dua persen) dari jumlah Pemilih tetap sebagai cadangan, yang ditetapkan dengan keputusan KPU.
Selain menetapkan pencetakan surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), KPU menetapkan besarnya jumlah surat suara untuk pelaksanaan pemungutan suara ulang.
Jumlah surat suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh KPU untuk setiap daerah pemilihan sebanyak 1.000 (seribu) surat suara pemungutan suara ulang yang diberi tanda khusus, masing-masing surat suara untuk anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 146
Untuk kepentingan tertentu, perusahaan pencetak surat suara dilarang mencetak surat suara lebih dari jumlah yang ditetapkan oleh KPU.
Perusahaan pencetak surat suara wajib menjaga
kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara.
KPU meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk mengamankan surat suara selama
proses pencetakan berlangsung, menyimpan, dan
mendistribusikannya ke tempat tujuan.
KPU memverifikasi jumlah dan kualitas surat suara yang telah dicetak, jumlah yang sudah dikirim, dan/atau jumlah yang masih tersimpan dengan membuat berita acara yang ditandatangani oleh pihak percetakan dan petugas KPU.
KPU mengawasi dan mengamankan desain, film separasi, dan plat cetak yang digunakan untuk membuat surat suara sebelum dan sesudah digunakan, serta menyegel dan menyimpannya.
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan pengamanan
terhadap pencetakan, penghitungan, penyimpanan,
pengepakan, dan pendistribusian surat suara ke tempat tujuan diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 147
Pengawasan atas pelaksanaan tugas dan wewenang KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota serta Sekretariat Jenderal KPU, sekretariat KPU Provinsi, dan sekretariat KPU Kabupaten/Kota mengenai pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 dilaksanakan oleh Bawaslu dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB X PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 148
Pemungutan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselenggarakan
secara serentak.
Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara pemilihan
anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota untuk semua daerah pemilihan ditetapkan dengan keputusan KPU.
Pasal 149
Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS meliputi:
Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap di TPS yang bersangkutan;
Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan; dan
Pemilih yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS lain/TPSLN dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPS untuk memberikan suara di TPS lain/TPSLN.
Dalam hal pada suatu TPS terdapat Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KPPS pada TPS tersebut mencatat dan melaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota melalui PPK.
Pasal 150
Pemilih yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap atau daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf c dapat menggunakan kartu tanda penduduk atau paspor.
Untuk Pemilih yang menggunakan kartu tanda penduduk atau paspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan:
memilih di TPS yang ada di RT/RW atau nama lain
sesuai dengan alamat yang tertera di dalam KTP atau paspornya;
terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS
setempat; dan
dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS setempat.
Untuk Pemilih yang menggunakan paspor dengan alamat di luar negeri, diberlakukan ketentuan:
lebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat; dan
dilakukan 1 (satu) jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS setempat.
Pasal 151
Pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 (lima ratus) orang.
Jumlah surat suara di setiap TPS sama dengan jumlah Pemilih yang tercantum di dalam daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan ditambah dengan 2% (dua persen) dari daftar pemilih tetap sebagai cadangan.
Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuatkan berita acara.
Format berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 152
Pelaksanaan pemungutan suara dipimpin oleh KPPS.
Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu.
Penanganan ketenteraman, ketertiban, dan keamanan di setiap TPS dilaksanakan oleh 2 (dua) orang petugas yang ditetapkan oleh PPS.
Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Lapangan.
Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh
pemantau Pemilu yang telah diakreditasi oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari Partai Politik Peserta Pemilu atau dari calon anggota DPD.
Pasal 153
Dalam persiapan pemungutan suara, KPPS melakukan
kegiatan yang meliputi:
penyiapan TPS;
pengumuman dengan menempelkan daftar pemilih
tetap, daftar pemilih tambahan, dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota di TPS; dan
penyerahan salinan daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Lapangan.
Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPS melakukan kegiatan yang meliputi:
pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
rapat pemungutan suara;
pengucapan sumpah atau janji anggota KPPS dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS;
penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara pemungutan suara; dan
pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 154
Pemberian suara untuk Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan dengan cara mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon pada surat suara.
Pasal 155
Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPS:
membuka kotak suara;
mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan;
memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
menandatangani surat suara yang akan digunakan oleh Pemilih.
Saksi Peserta Pemilu, pengawas Pemilu, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketua KPPS wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani paling sedikit oleh 2 (dua) orang anggota KPPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Pasal 156
Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPS berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.
Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPS dan KPPS hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
Pasal 157
Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan Pemilih.
Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 158
Pemungutan suara bagi Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri hanya untuk calon anggota DPR.
Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan di setiap Perwakilan Republik Indonesia dan dilakukan pada waktu yang sama atau waktu yang disesuaikan dengan waktu pemungutan suara di
Indonesia.
Dalam hal Pemilih tidak dapat memberikan suara di TPSLN yang telah ditentukan, Pemilih dapat memberikan suara melalui pos yang disampaikan kepada PPLN di Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 159
Pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPSLN meliputi:
Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tetap pada TPSLN yang bersangkutan;
Pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan; dan
Pemilih yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPSLN lain/TPS dengan menunjukkan surat pemberitahuan dari PPLN untuk memberikan suara di TPSLN lain/TPS.
KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat dan melaporkan kepada PPLN.
Pasal 160
Pemilih yang tidak terdaftar pada daftar pemilih tetap atau daftar pemilih tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ayat (1) huruf c dapat menggunakan paspor.
Pemilih yang menggunakan paspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan:
terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPSLN setempat; dan
pemberian suara dilakukan 1 (satu) jam sebelum
selesainya pemungutan suara di TPSLN setempat.
Pasal 161
Pelaksanaan pemungutan suara di TPSLN dipimpin oleh KPPSLN.
Pemberian suara dilaksanakan oleh Pemilih.
Pelaksanaan pemungutan suara disaksikan oleh saksi Partai Politik Peserta Pemilu.
Pengawasan pemungutan suara dilaksanakan oleh Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Pemantauan pemungutan suara dilaksanakan oleh pemantau Pemilu yang telah diakreditasi oleh KPU.
Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
menyerahkan mandat tertulis dari Partai Politik Peserta Pemilu.
Pasal 162
Dalam persiapan pemungutan suara, KPPSLN melakukan kegiatan yang meliputi:
penyiapan TPSLN;
pengumuman dengan menempelkan daftar pemilih
tetap, daftar pemilih tambahan, dan daftar calon tetap anggota DPR di TPSLN; dan
penyerahan salinan daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan kepada saksi yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Dalam pelaksanaan pemungutan suara, KPPSLN melakukan kegiatan yang meliputi:
pemeriksaan persiapan akhir pemungutan suara;
rapat pemungutan suara;
pengucapan sumpah atau janji anggota KPPSLN dan
petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan
TPSLN;
penjelasan kepada Pemilih tentang tata cara
pemungutan suara; dan
pelaksanaan pemberian suara.
Pasal 163
Sebelum melaksanakan pemungutan suara, KPPSLN:
membuka kotak suara;
mengeluarkan seluruh isi kotak suara;
mengidentifikasi jenis dokumen dan peralatan;
menghitung jumlah setiap jenis dokumen dan
peralatan;
memeriksa keadaan seluruh surat suara; dan
menandatangani surat suara yang akan digunakan
oleh Pemilih.
Saksi Partai Politik Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Luar Negeri, pemantau Pemilu, dan warga masyarakat berhak menghadiri kegiatan KPPSLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ketua KPPSLN wajib membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan berita acara tersebut ditandatangani paling sedikit oleh 2 (dua) orang anggota KPPSLN dan saksi Partai Politik Peserta Pemilu yang hadir.
Pasal 164
Dalam memberikan suara, Pemilih diberi kesempatan oleh KPPSLN berdasarkan prinsip urutan kehadiran Pemilih.
Apabila Pemilih menerima surat suara yang ternyata rusak, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPSLN dan KPPSLN wajib memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali dan mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara.
Apabila terdapat kekeliruan dalam memberikan suara, Pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada KPPSLN dan KPPSLN hanya memberikan surat suara pengganti 1 (satu) kali.
Pasal 165
Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai
halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPSLN dapat dibantu oleh orang lain atas permintaan pemilih.
Orang lain yang membantu Pemilih dalam memberikan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan pilihan Pemilih.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian bantuan kepada Pemilih diatur dengan peraturan KPU.
Pasal 166
Pemilih tidak boleh membubuhkan tulisan dan/atau
catatan apa pun pada surat suara.
Surat suara yang terdapat tulisan dan/atau catatan lain dinyatakan tidak sah.
Pasal 167
Pemilih yang telah memberikan suara, diberi tanda khusus oleh KPPS/KPPSLN.
Tanda khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 168
KPPS/KPPSLN dilarang mengadakan penghitungan suara sebelum pemungutan suara berakhir.
Ketentuan mengenai waktu berakhirnya pemungutan
suara diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 169
KPPS/KPPSLN bertanggung jawab atas pelaksanaan
pemungutan suara secara tertib dan lancar.
Pemilih melakukan pemberian suara dengan tertib dan bertanggung jawab.
Saksi melakukan tugasnya dengan tertib dan bertanggung jawab.
Petugas ketertiban, ketenteraman, dan keamanan wajib menjaga ketertiban, ketenteraman, dan keamanan di lingkungan TPS/TPSLN.
Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri wajib melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan suara dengan tertib dan bertanggung jawab.
Pasal 170
Warga masyarakat yang tidak memiliki hak pilih atau yang tidak sedang melaksanakan pemberian suara dilarang berada di dalam TPS/TPSLN.
Pemantau Pemilu dilarang berada di dalam TPS/TPSLN.
Warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memelihara ketertiban dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara.
Pasal 171
Dalam hal terjadi penyimpangan pelaksanaan pemungutan suara oleh KPPS/KPPSLN, Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri memberikan saran perbaikan disaksikan oleh saksi yang hadir dan petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan TPS/TPSLN.
KPPS/KPPSLN seketika itu juga menindaklanjuti saran perbaikan yang disampaikan oleh pengawas Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 172
Dalam hal terjadi pelanggaran ketenteraman, ketertiban, dan keamanan pelaksanaan pemungutan suara oleh anggota masyarakat dan/atau oleh pemantau Pemilu, petugas ketenteraman, ketertiban, dan keamanan melakukan penanganan secara memadai.
Dalam hal anggota masyarakat dan/atau pemantau
Pemilu tidak mematuhi penanganan oleh petugas
ketenteraman, ketertiban, dan keamanan, yang bersangkutan diserahkan kepada petugas Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
BAB XI PENGHITUNGAN SUARA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 173
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan PPLN wajib melaksanakan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota serta PPLN wajib menyimpan, menjaga, dan mengamankan hasil penghitungan suara dari seluruh TPS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta penyimpanan, penjagaan, dan pengamanan hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.
Bagian Kedua Penghitungan Suara di TPS/TPSLN
Pasal 174
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS dilaksanakan oleh KPPS.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di TPSLN dilaksanakan oleh KPPSLN.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di TPSLN disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di TPSLN diawasi oleh Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di TPS dipantau oleh pemantau Pemilu dan masyarakat.
Penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di TPSLN dipantau oleh pemantau Pemilu dan masyarakat.
Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) yang belum menyerahkan mandat tertulis pada saat pemungutan suara harus menyerahkan mandat tertulis dari Peserta Pemilu kepada ketua KPPS/KPPSLN.
Pasal 175
Penghitungan suara di TPS/TPSLN dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir.
Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari pemungutan suara.
Pasal 176
KPPS melakukan penghitungan suara Partai Politik
Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di dalam TPS.
KPPSLN melakukan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di dalam TPSLN.
Saksi menyaksikan dan mencatat pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di dalam TPS/TPSLN.
Pengawas Pemilu Lapangan mengawasi pelaksanaan
penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di dalam TPS.
Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawasi pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di dalam TPSLN.
Pemantau Pemilu memantau pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di luar TPS.
Pemantau Pemilu memantau pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di luar TPSLN.
Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di luar TPS.
Warga masyarakat menyaksikan pelaksanaan penghitungan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR di luar TPSLN.
Pasal 177
Sebelum melaksanakan penghitungan suara, KPPS/KPPSLN menghitung:
jumlah Pemilih yang memberikan suara berdasarkan
salinan daftar pemilih tetap;
jumlah Pemilih yang berasal dari TPS/TPSLN lain;
jumlah surat suara yang tidak terpakai;
jumlah surat suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak atau salah dalam cara memberikan suara; dan
sisa surat suara cadangan.
Penggunaan surat suara cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh ketua KPPS/KPPSLN dan oleh paling sedikit 2 (dua) orang anggota KPPS/KPPSLN yang hadir.
Pasal 178
Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan sah apabila:
surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai
politik dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada
kolom yang disediakan; atau
tanda coblos pada tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan.
Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila:
surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan
tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan.
Ketentuan mengenai pedoman teknis pelaksanaan pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan KPU.
Pasal 179
Ketua KPPS/KPPSLN melakukan penghitungan suara
dengan suara yang jelas dan terdengar dengan
memperlihatkan surat suara yang dihitung.
Penghitungan suara dilakukan secara terbuka dan di tempat yang terang atau mendapat penerangan cahaya yang cukup.
Penghitungan suara dicatat pada lembar/papan/layar penghitungan dengan tulisan yang jelas dan terbaca.
Format penulisan penghitungan suara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan KPU.
Pasal 180
Peserta Pemilu, saksi, Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri, dan masyarakat dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan penghitungan suara kepada KPPS/KPPSLN.
Peserta Pemilu dan warga masyarakat melalui saksi Peserta Pemilu atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh KPPS/KPPSLN apabila ternyata terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal keberatan yang diajukan melalui saksi Peserta Pemilu atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diterima, KPPS/KPPSLN seketika itu juga mengadakan pembetulan.
Pasal 181
Hasil penghitungan suara di TPS/TPSLN dituangkan ke dalam berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta ke dalam sertifikat hasil penghitungan suara Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota KPPS/KPPSLN dan saksi
Peserta Pemilu yang hadir tidak menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara ditandatangani oleh anggota KPPS/KPPSLN dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan bersedia menandatangani.
Berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disimpan sebagai dokumen negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 182
KPPS/KPPSLN mengumumkan hasil penghitungan suara
di TPS/TPSLN.
KPPS wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, PPS, dan PPK melalui PPS pada hari yang sama.
KPPSLN wajib memberikan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Luar Negeri dan PPLN pada hari yang sama.
KPPS/KPPSLN wajib menyegel, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah penghitungan suara.
KPPS/KPPSLN wajib menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara serta sertifikat hasil penghitungan perolehan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama.
Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib diawasi oleh Pengawas Pemilu Lapangan dan wajib dilaporkan kepada Panwaslu Kecamatan.
Penyerahan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPK wajib diawasi oleh Panwaslu Kecamatan dan wajib dilaporkan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 183
PPS wajib mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (2) dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dengan cara menempelkan salinan tersebut di tempat umum.
Bagian Ketiga Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Desa atau Nama Lain/Kelurahan
Pasal 184
PPS membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPPS.
PPS melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Pengawas Pemilu Lapangan.
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dilakukan dengan membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali.
PPS membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan membuat sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
PPS mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan
perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di tempat umum.
PPS menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota serta sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan PPK.
Saksi Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (6) harus membawa surat mandat dari Peserta Pemilu yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada PPS.
Peserta Pemilu melalui saksi Peserta Pemilu yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya penghitungan suara oleh PPS apabila ternyata terdapat hal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dapat diterima, PPS seketika itu juga mengadakan pembetulan.
Pasal 185
Pengawas Pemilu Lapangan wajib menyampaikan laporan atas dugaan pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada PPS.
Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada PPS.
PPS wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 186
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota PPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota PPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir, tetapi tidak menandatanganinya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota PPS dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan menandatangani.
Pasal 187
PPS wajib menyerahkan kepada PPK surat suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari TPS dalam kotak suara tersegel serta berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di tingkat PPS yang dilampiri berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara dari PPS.
Bagian Keempat Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kecamatan
Pasal 188
PPK membuat berita acara penerimaan hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari PPS.
PPK melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu Kecamatan.
Rekapitulasi penghitungan suara dilakukan dengan
membuka kotak suara tersegel untuk mengambil sampul
yang berisi berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, kemudian kotak ditutup dan disegel kembali.
PPK membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan membuat sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
PPK mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan
perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di tempat umum.
PPK menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tersebut kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu Kecamatan, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 189
Panwaslu Kecamatan wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada PPK.
Saksi dapat menyampaikan laporan dugaan adanya
pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada PPK.
PK wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 190
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dengan menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota PPK dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota PPK dan saksi Peserta Pemilu yang hadir, tetapi tidak menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota PPK dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan menandatangani.
Pasal 191
PPK wajib menyerahkan kepada KPU Kabupaten/Kota surat suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari TPS dalam kotak suara tersegel serta berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu di tingkat PPK yang dilampiri berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS.
Pasal 192
PPLN melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya serta melakukan penghitungan perolehan suara yang diterima melalui pos dengan disaksikan oleh saksi Peserta Pemilu yang hadir dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
PPLN wajib membuat dan menyerahkan berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dari seluruh KPPSLN di wilayah kerjanya kepada KPU.
Bagian Kelima Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Kabupaten/Kota
Pasal 193
KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari PPK.
KPU Kabupaten/Kota melakukan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
KPU Kabupaten/Kota mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
KPU Kabupaten/Kota menetapkan rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPRD kabupaten/kota.
KPU Kabupaten/Kota menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada saksi Peserta Pemilu, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi.
Pasal 194
Panwaslu Kabupaten/Kota wajib menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Kabupaten/Kota.
Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Kabupaten/Kota.
KPU Kabupaten/Kota wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 195
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU Kabupaten/Kota dituangkan dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi Peserta Pemilu yang hadir tetapi tidak menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota KPU Kabupaten/Kota dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan menandatangani.
Pasal 196
KPU Kabupaten/Kota menyimpan, menjaga, dan mengamankan keutuhan kotak suara setelah pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Bagian Keenam Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara di Provinsi
Pasal 197
KPU Provinsi membuat berita acara penerimaan
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU Kabupaten/Kota.
KPU Provinsi melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi, dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu.
KPU Provinsi membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi.
KPU Provinsi mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
KPU Provinsi menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPRD provinsi.
KPU Provinsi menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi kepada saksi Peserta Pemilu, Bawaslu Provinsi, dan KPU.
Pasal 198
Bawaslu Provinsi wajib menyampaikan laporan atas
dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau
kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Provinsi.
Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU Provinsi.
KPU Provinsi wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 199
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU Provinsi dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi dengan menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU Provinsi dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota KPU Provinsi dan saksi Peserta Pemilu yang hadir tetapi tidak menandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi ditandatangani oleh anggota KPU Provinsi dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan menandatanganinya.
Bagian Ketujuh Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara Secara Nasional
Pasal 200
KPU membuat berita acara penerimaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari KPU Provinsi.
KPU melakukan rekapitulasi hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR dan DPD dalam rapat yang dihadiri saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu.
KPU membuat berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR dan DPD.
KPU mengumumkan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
perolehan suara calon anggota DPR dan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
KPU menetapkan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan
perolehan suara calon anggota DPR dan DPD.
KPU menyerahkan berita acara rekapitulasi hasil
penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR dan DPD kepada saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu.
Pasal 201
Bawaslu wajib menyampaikan laporan atas dugaan
adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU.
Saksi dapat menyampaikan laporan atas dugaan adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota kepada KPU.
KPU wajib langsung menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada hari pelaksanaan rekapitulasi penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 202
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di KPU dituangkan ke dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR dan DPD menggunakan format yang diatur dalam peraturan KPU.
Berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR dan DPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh seluruh anggota KPU dan saksi Peserta Pemilu yang hadir.
Dalam hal terdapat anggota KPU dan saksi Peserta
Pemilu yang hadir tetapi tidak menandatangani
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berita acara
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditandatangani oleh anggota KPU dan saksi Peserta Pemilu yang hadir dan menandatanganinya.
Pasal 203
Saksi Peserta Pemilu dalam rekapitulasi suara anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU harus menyerahkan mandat tertulis dari Peserta Pemilu.
Bagian Kedelapan Pengawasan dan Sanksi dalam Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara
Pasal 204
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas rekapitulasi penghitungan perolehan suara yang dilaksanakan oleh KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS/PPSLN.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap kemungkinan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK/PPLN, PPS, dan KPPS/KPPSLN dalam melakukan rekapitulasi penghitungan perolehan suara.
Dalam hal terdapat bukti permulaan yang cukup adanya pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi penghitungan perolehan suara, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri melaporkan adanya pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK/PPLN, PPS, dan KPPS/KPPSLN yang melakukan pelanggaran, penyimpangan, dan/atau kesalahan dalam rekapitulasi penghitungan perolehan suara dikenai tindakan hukum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
BAB XII PENETAPAN HASIL PEMILU
Bagian Kesatu Hasil Pemilu
Pasal 205
Hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Bagian Kedua Penetapan Perolehan Suara
Pasal 206
Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD ditetapkan oleh KPU dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu.
Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi Peserta Pemilu dan Bawaslu Provinsi.
Perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh para saksi Peserta Pemilu dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Pasal 207
KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah hari pemungutan suara.
KPU Provinsi menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD provinsi paling lambat 15 (lima belas) hari setelah hari pemungutan suara.
KPU Kabupaten/Kota menetapkan hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPRD kabupaten/kota paling lambat 12 (dua belas) hari setelah hari pemungutan suara.
Pasal 208
Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Pasal 209
Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208, tidak disertakan pada penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di setiap daerah pemilihan.
Suara untuk penghitungan perolehan kursi DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di suatu daerah pemilihan ialah jumlah suara sah seluruh Partai Politik Peserta Pemilu dikurangi jumlah suara sah Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 208.
Dari hasil penghitungan suara sah yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di suatu daerah pemilihan ditetapkan angka BPP DPR, BPP DPRD provinsi, dan BPP DPRD kabupaten/kota dengan cara membagi jumlah suara sah Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan jumlah kursi di satu daerah pemilihan.
BAB XIII PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN CALON TERPILIH
Bagian Kesatu Penetapan Perolehan Kursi
Pasal 210
Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPR ditetapkan oleh KPU.
Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi.
Perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu untuk anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 211
Penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan atas hasil penghitungan seluruh suara sah dari setiap Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi ketentuan Pasal 209 di daerah pemilihan yang bersangkutan.
Dari hasil penghitungan seluruh suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan angka BPP DPR, BPP DPRD provinsi, dan BPP DPRD kabupaten/kota.
Pasal 212
Setelah ditetapkan angka BPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (2), ditetapkan perolehan jumlah kursi tiap Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan:
apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu sama dengan atau lebih besar dari BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama diperoleh sejumlah kursi dengan kemungkinan terdapat sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua;
apabila jumlah suara sah suatu Partai Politik Peserta Pemilu lebih kecil daripada BPP, maka dalam penghitungan tahap pertama tidak diperoleh kursi, dan jumlah suara sah tersebut dikategorikan sebagai sisa suara yang akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua dalam hal masih terdapat sisa kursi di daerah pemilihan yang bersangkutan;
penghitungan perolehan kursi tahap kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi yang belum terbagi dalam penghitungan tahap pertama, dengan cara membagikan jumlah sisa kursi yang belum terbagi kepada Partai Politik Peserta Pemilu satu demi satu berturut-turut sampai habis, dimulai dari Partai Politik Peserta Pemilu yang mempunyai sisa suara terbanyak.
Pasal 213
Dalam hal terdapat sisa suara Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan sama jumlahnya, maka kursi diberikan kepada Partai Politik Peserta Pemilu yang sisa suaranya memiliki persebaran yang lebih banyak.
Bagian Kedua Penetapan Calon Terpilih
Pasal 214
Calon terpilih anggota DPR dan anggota DPD ditetapkan oleh KPU.
Calon terpilih anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh KPU Provinsi.
Calon terpilih anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota.
Pasal 215
Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut.
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak.
Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
Pasal 216
Penetapan calon terpilih anggota DPD didasarkan pada nama calon yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat di provinsi yang bersangkutan.
Dalam hal perolehan suara calon terpilih keempat terdapat jumlah suara yang sama, calon yang memperoleh dukungan Pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan sebagai calon terpilih.
KPU menetapkan calon pengganti antarwaktu anggota DPD dari nama calon yang memperoleh suara terbanyak kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan di provinsi yang bersangkutan.
BAB XIV PEMBERITAHUAN CALON TERPILIH
Pasal 217
Pemberitahuan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan setelah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada pengurus Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya dengan tembusan kepada calon terpilih yang bersangkutan.
Pasal 218
Pemberitahuan calon terpilih anggota DPD dilakukan setelah ditetapkan oleh KPU.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan secara tertulis kepada calon terpilih anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat dengan tembusan kepada gubernur dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
Pasal 219
Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terpilih dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV PENGGANTIAN CALON TERPILIH
Pasal 220
Penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan:
meninggal dunia;
mengundurkan diri;
tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota;
atau terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam hal calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, atau huruf d telah ditetapkan dengan keputusan KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, keputusan penetapan yang bersangkutan batal demi hukum.
Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu yang sama di daerah pemilihan tersebut berdasarkan urutan suara terbanyak berikutnya.
Calon terpilih anggota DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti dengan calon yang memperoleh suara terbanyak berikutnya.
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan keputusan KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari setelah calon terpilih berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XVI PEMUNGUTAN SUARA ULANG, PENGHITUNGAN SUARA ULANG, DAN REKAPITULASI SUARA ULANG
Bagian Kesatu Pemungutan Suara Ulang
Pasal 221
Pemungutan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
Pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila dari hasil penelitian dan pemeriksaan Pengawas Pemilu Lapangan terbukti terdapat keadaan sebagai berikut:
pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
petugas KPPS meminta Pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan;
dan/atau
petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah.
Pasal 222
Pemungutan suara ulang diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang.
Usul KPPS diteruskan kepada PPK dan selanjutnya
diajukan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk pengambilan keputusan diadakannya pemungutan suara ulang.
Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara berdasarkan keputusan PPK.
Bagian Kedua Penghitungan Suara Ulang dan Rekapitulasi Suara Ulang
Pasal 223
Penghitungan suara ulang berupa penghitungan ulang
surat suara di TPS, penghitungan suara ulang di PPS, dan rekapitulasi suara ulang di PPK, di KPU Kabupaten/Kota, dan di KPU Provinsi.
Penghitungan suara di TPS dapat diulang apabila terjadi hal sebagai berikut:
kerusuhan yang mengakibatkan penghitungan suara
tidak dapat dilanjutkan;
penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang
terang atau yang kurang mendapat penerangan
cahaya;
penghitungan suara dilakukan dengan suara yang
kurang jelas;
penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang
kurang jelas;
saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan, dan
warga masyarakat tidak dapat menyaksikan proses
penghitungan suara secara jelas;
penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar
tempat dan waktu yang telah ditentukan; dan/atau
terjadi ketidakkonsistenan dalam menentukan surat
suara yang sah dan surat suara yang tidak sah.
Pasal 224
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (2), saksi Peserta Pemilu atau Pengawas Pemilu Lapangan dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara di TPS yang bersangkutan.
Penghitungan ulang surat suara di TPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara.
Pasal 225
Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi dapat diulang apabila terjadi keadaan sebagai berikut:
kerusuhan yang mengakibatkan rekapitulasi hasil
penghitungan suara tidak dapat dilanjutkan;
rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan secara tertutup;
rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat yang kurang terang atau kurang mendapatkan penerangan cahaya;
rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan dengan suara yang kurang jelas;
rekapitulasi hasil penghitungan suara dicatat dengan tulisan yang kurang jelas;
saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan,
pemantau Pemilu, dan warga masyarakat tidak dapat
menyaksikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara secara jelas; dan/atau
rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan di tempat lain di luar tempat dan waktu yang telah ditentukan.
Pasal 226
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225, saksi Peserta Pemilu atau Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Bawaslu Provinsi dapat mengusulkan untuk dilaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi yang bersangkutan.
Rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, dan KPU Provinsi harus dilaksanakan dan selesai pada hari/tanggal pelaksanaan rekapitulasi.
Pasal 227
Dalam hal terdapat perbedaan jumlah suara pada
sertifikat hasil penghitungan suara dari TPS dengan
sertifikat hasil penghitungan suara yang diterima PPS dari TPS, saksi Peserta Pemilu tingkat kecamatan dan saksi Peserta Pemilu di TPS, Panwaslu Kecamatan, atau Pengawas Pemilu Lapangan, maka PPS melakukan
penghitungan suara ulang untuk TPS yang bersangkutan.
Penghitungan suara ulang di TPS dan rekapitulasi hasil penghitungan suara ulang di PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (2) dan Pasal 225 dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari setelah hari/tanggal pemungutan suara berdasarkan keputusan PPS.
Pasal 228
Penghitungan suara ulang untuk TPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (1) dilakukan dengan cara membuka kotak suara hanya dilakukan di PPS.
Pasal 229
Dalam hal terjadi perbedaan jumlah suara dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dari PPS dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara yang diterima oleh PPK dan KPU Kabupaten/Kota, saksi Peserta Pemilu tingkat
kabupaten/kota dan saksi Peserta Pemilu tingkat
kecamatan, Panwaslu Kabupaten/Kota, atau Panwaslu
Kecamatan, maka KPU Kabupaten/Kota melakukan
pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk PPS yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara pada
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU Kabupaten/Kota dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU Provinsi, saksi Peserta Pemilu tingkat provinsi dan saksi Peserta Pemilu tingkat kabupaten/kota, Bawaslu Provinsi, atau Panwaslu
Kabupaten/Kota, maka KPU Provinsi melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat pada sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Dalam hal terjadi perbedaan data jumlah suara dalam
sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPU Provinsi dengan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara yang diterima oleh KPU, saksi Peserta Pemilu tingkat pusat dan saksi Peserta Pemilu tingkat provinsi, Bawaslu, atau Bawaslu Provinsi, maka KPU melakukan pembetulan data melalui pengecekan dan/atau rekapitulasi ulang data yang termuat dalam sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk KPU Provinsi yang
bersangkutan.
BAB XVII PEMILU LANJUTAN DAN PEMILU SUSULAN
Pasal 230
Dalam hal sebagian atau seluruh daerah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu lanjutan.
Pelaksanaan Pemilu lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilu yang terhenti.
Pasal 231
Dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilu susulan.
Pelaksanaan Pemilu susulan dilakukan untuk seluruh
tahapan penyelengaraan Pemilu.
Pasal 232
Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu.
Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilu dilakukan
oleh:
KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
beberapa desa/kelurahan;
KPU Kabupaten/Kota atas usul PPK apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
beberapa kecamatan;
KPU Provinsi atas usul KPU Kabupaten/Kota apabila
penundaan pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau
beberapa kabupaten/kota; atau
KPU atas usul KPU Provinsi apabila penundaan
pelaksanaan Pemilu meliputi satu atau beberapa
provinsi.
Dalam hal Pemilu tidak dapat dilaksanakan di 40% (empat puluh persen) jumlah provinsi atau 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pemilih terdaftar secara nasional tidak dapat menggunakan haknya untuk memilih, penetapan Pemilu lanjutan atau Pemilu susulan dilakukan oleh Presiden atas usul KPU.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu
pelaksanaan Pemilu lanjutan atau Pemilu susulan diatur dalam peraturan KPU.
BAB XVIII PEMANTAUAN PEMILU
Bagian Kesatu Pemantau Pemilu
Pasal 233
Pelaksanaan Pemilu dapat dipantau oleh pemantau Pemilu.
Pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
lembaga swadaya masyarakat pemantau Pemilu dalam
negeri;
badan hukum dalam negeri;
lembaga pemantau pemilihan dari luar negeri;
lembaga pemilihan luar negeri; dan
perwakilan negara sahabat di Indonesia.
Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Menjadi Pemantau Pemilu
Pasal 234
Pemantau Pemilu harus memenuhi persyaratan:
bersifat independen;
mempunyai sumber dana yang jelas; dan
terdaftar dan memperoleh akreditasi dari KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan
cakupan wilayah pemantauannya.
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemantau dari luar negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e harus memenuhi persyaratan khusus:
mempunyai kompetensi dan pengalaman sebagai
pemantau Pemilu di negara lain, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan dari organisasi pemantau
yang bersangkutan atau dari pemerintah negara lain
tempat yang bersangkutan pernah melakukan
pemantauan;
memperoleh visa untuk menjadi pemantau Pemilu dari
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;
memenuhi tata cara melakukan pemantauan yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 235
Pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) mengajukan permohonan untuk melakukan pemantauan Pemilu dengan mengisi formulir pendaftaran yang disediakan oleh KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
Pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengembalikan formulir pendaftaran kepada KPU, KPU
Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dengan menyerahkan
kelengkapan administrasi yang meliputi:
profil organisasi/lembaga;
nama dan jumlah anggota pemantau;
alokasi anggota pemantau yang akan ditempatkan ke
daerah;
rencana dan jadwal kegiatan pemantauan serta daerah
yang ingin dipantau; dan
nama, alamat, dan pekerjaan penanggung jawab
pemantau yang dilampiri pas foto diri terbaru.
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota meneliti
kelengkapan administrasi pemantau Pemilu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
Pemantau Pemilu yang memenuhi persyaratan diberi
tanda terdaftar sebagai pemantau Pemilu serta
mendapatkan sertifikat akreditasi.
Dalam hal pemantau Pemilu tidak memenuhi kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), pemantau Pemilu yang bersangkutan dilarang
melakukan pemantauan Pemilu.
Khusus pemantau yang berasal dari perwakilan negara
sahabat di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 233 ayat (2) huruf e, yang bersangkutan harus
mendapatkan rekomendasi Menteri Luar Negeri.
Ketentuan mengenai tata cara akreditasi pemantau
Pemilu diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Ketiga Wilayah Kerja Pemantau Pemilu
Pasal 236
Pemantau Pemilu melakukan pemantauan pada satu
daerah pemantauan sesuai dengan rencana pemantauan
yang telah diajukan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota.
Pemantau Pemilu yang melakukan pemantauan pada
lebih dari satu provinsi harus mendapatkan persetujuan KPU dan wajib melapor ke KPU Provinsi masing-masing.
Pemantau Pemilu yang melakukan pemantauan pada
lebih dari satu kabupaten/kota pada satu provinsi harus mendapatkan persetujuan KPU Provinsi dan wajib melapor ke KPU Kabupaten/Kota masing-masing.
Persetujuan atas wilayah kerja pemantau luar negeri dikeluarkan oleh KPU.
Bagian Keempat Tanda Pengenal Pemantau Pemilu
Pasal 237
Tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) huruf a dan huruf b dikeluarkan oleh KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah kerja yang bersangkutan.
Tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e dikeluarkan oleh KPU.
Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
tanda pengenal pemantau asing biasa; dan
tanda pengenal pemantau asing diplomat.
Pada tanda pengenal pemantau Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimuat informasi tentang:
nama dan alamat pemantau Pemilu yang memberi
tugas;
nama anggota pemantau yang bersangkutan;
pas foto diri terbaru anggota pemantau yang
bersangkutan;
wilayah kerja pemantauan; dan
nomor dan tanggal akreditasi.
Tanda pengenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan dalam setiap kegiatan pemantauan Pemilu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan format tanda pengenal pemantau Pemilu diatur dalam peraturan KPU.
Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Pemantau Pemilu
Pasal 238
Pemantau Pemilu mempunyai hak:
mendapat perlindungan hukum dan keamanan dari
Pemerintah Indonesia;
mengamati dan mengumpulkan informasi proses
penyelenggaraan Pemilu;
memantau proses pemungutan dan penghitungan
suara dari luar TPS;
mendapatkan akses informasi yang tersedia dari KPU,
KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota; dan
menggunakan perlengkapan untuk mendokumentasikan kegiatan pemantauan sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu.
Pemantau asing yang berasal dari perwakilan negara
asing yang berstatus diplomat berhak atas kekebalan
diplomatik selama menjalankan tugas sebagai pemantau
Pemilu.
Pasal 239
Pemantau Pemilu mempunyai kewajiban:
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan
menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
mematuhi kode etik pemantau Pemilu yang diterbitkan
oleh KPU;
melaporkan diri, mengurus proses akreditasi dan tanda pengenal ke KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah kerja pemantauan;
menggunakan tanda pengenal selama menjalankan
pemantauan;
menanggung semua biaya pelaksanaan kegiatan pemantauan;
melaporkan jumlah dan keberadaan personel pemantau
Pemilu serta tenaga pendukung administratif kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota sesuai dengan wilayah pemantauan;
menghormati kedudukan, tugas, dan wewenang penyelenggara Pemilu;
menghormati adat istiadat dan budaya setempat;
bersikap netral dan objektif dalam melaksanakan
pemantauan;
menjamin akurasi data dan informasi hasil pemantauan yang dilakukan dengan mengklarifikasikan kepada KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota; dan
melaporkan hasil akhir pemantauan pelaksanaan Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Bagian Keenam Larangan bagi Pemantau Pemilu
Pasal 240
Pemantau Pemilu dilarang:
melakukan kegiatan yang mengganggu proses pelaksanaan Pemilu;
memengaruhi Pemilih dalam menggunakan haknya untuk
memilih;
mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilu;
memihak kepada Peserta Pemilu tertentu;
menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang
memberikan kesan mendukung Peserta Pemilu;
menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apa pun dari atau kepada Peserta Pemilu;
mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan
pemerintahan dalam negeri Indonesia;
membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan
berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan;
masuk ke dalam TPS; dan/atau
melakukan kegiatan lain yang tidak sesuai dengan tujuan sebagai pemantau Pemilu.
Bagian Ketujuh Sanksi bagi Pemantau Pemilu
Pasal 241
Pemantau Pemilu yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 dan Pasal 240 dicabut status dan haknya sebagai pemantau Pemilu.
Pasal 242
Pelanggaran oleh pemantau Pemilu atas kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 dan
Pasal 240 dilaporkan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk
ditindaklanjuti.
Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 dan Pasal 240
dilakukan oleh pemantau dalam negeri dan terbukti
kebenarannya, KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota mencabut status dan haknya sebagai
pemantau Pemilu.
Dalam hal pelanggaran atas kewajiban dan larangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 dan Pasal 240
dilakukan oleh pemantau asing dan terbukti kebenarannya, KPU mencabut status dan haknya sebagai
pemantau Pemilu.
Pelanggaran atas kewajiban dan larangan yang bersifat tindak pidana dan/atau perdata yang dilakukan oleh pemantau Pemilu, pemantau Pemilu yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 243
Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia menindaklanjuti penetapan pencabutan status dan hak pemantau asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) setelah berkoordinasi dengan Menteri Luar Negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan Pelaksanaan Pemantauan
Pasal 244
Sebelum melaksanakan pemantauan, pemantau Pemilu melapor kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di daerah.
Pasal 245
Ketentuan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan pemantauan diatur dalam peraturan KPU dengan memperhatikan pertimbangan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB XIX PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU
Pasal 246
Pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, dan penghitungan cepat hasil Pemilu, dengan ketentuan:
tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan
atau merugikan Peserta Pemilu;
tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan
Pemilu;
bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan
mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi
penyelenggaraan Pemilu yang aman, damai, tertib, dan
lancar.
Pasal 247
Partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilu, serta penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mengikuti ketentuan yang diatur oleh KPU.
Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang
Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
dilakukan pada Masa Tenang.
Pelaksana kegiatan penghitungan cepat hasil Pemilu wajib mendaftarkan diri kepada KPU paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara.
Pelaksana kegiatan penghitungan cepat wajib memberitahukan sumber dana, metodologi yang digunakan, dan hasil penghitungan cepat yang dilakukannya bukan merupakan hasil resmi penyelenggara Pemilu.
Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) merupakan tindak pidana Pemilu.
Pasal 248
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu diatur dalam peraturan KPU.
BAB XX PENANGANAN LAPORAN PELANGGARAN PEMILU
Pasal 249
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota,
Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan
Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan
pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh:
Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak pilih;
pemantau Pemilu; atau
Peserta Pemilu.
Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis paling sedikit memuat:
nama dan alamat pelapor;
pihak terlapor;
waktu dan tempat kejadian perkara; dan
uraian kejadian.
Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilu.
Dalam hal laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima.
Dalam hal Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri memerlukan keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.
Pasal 250
Laporan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 249 ayat (5) yang merupakan:
pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan oleh Bawaslu kepada Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu;
pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan kepada
KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota;
sengketa Pemilu diselesaikan oleh Bawaslu; dan
tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Laporan tindak Pidana Pemilu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d diteruskan kepada Kepolisian
Negara Republik Indonesia paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak diputuskan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panwaslu Kecamatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan laporan
pelanggaran Pemilu diatur dengan peraturan Bawaslu.
BAB XXI PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA PEMILU, PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU, SENGKETA PEMILU, TINDAK PIDANA PEMILU, SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU
Bagian Kesatu Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 251
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.
Paragraf 2 Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Pasal 252
Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 diselesaikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Tata cara penyelesaian pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UndangUndang tentang Penyelenggara Pemilu.
Bagian Kedua Pelanggaran Administrasi Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 253
Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota
membuat rekomendasi atas hasil kajiannya sebagaimana
dimaksud pada Pasal 249 ayat (5) terkait pelanggaran
administrasi Pemilu.
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota menyelesaikan
pelanggaran administrasi Pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu
Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 255
KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan
memutus pelanggaran administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 254 ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu diatur dalam Peraturan KPU.
Pasal 256
Dalam hal KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS atau Peserta Pemilu tidak menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255, Bawaslu memberikan sanksi peringatan lisan atau peringatan tertulis.
Bagian Ketiga Sengketa Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 257
Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antarpeserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Paragraf 2 Penyelesaian Sengketa Pemilu
Pasal 258
Bawaslu berwenang menyelesaikan sengketa Pemilu.
Bawaslu dalam melaksanakan kewenangannya dapat
mendelegasikan kepada Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu
Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Bawaslu memeriksa dan memutus sengketa Pemilu paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.
Bawaslu melakukan penyelesaian sengketa Pemilu melalui tahapan:
menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan
mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.
Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b Bawaslu memberikan alternatif penyelesaian kepada pihak yang bersengketa.
Pasal 259
Keputusan Bawaslu mengenai penyelesaian sengketa Pemilu merupakan keputusan terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota diselesaikan terlebih dahulu di Bawaslu.
Dalam hal sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diselesaikan, para pihak yang merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata usaha negara.
Seluruh proses pengambilan keputusan Bawaslu wajib dilakukan melalui proses yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa Pemilu diatur dalam Peraturan Bawaslu.
Bagian Keempat Tindak Pidana Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 260
Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Paragraf 2 Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu
Pasal 261
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan.
Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap, dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi.
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara tersebut kepada penuntut umum.
Penuntut umum melimpahkan berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) kepada pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara.
Pasal 262
Pengadilan negeri dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Sidang pemeriksaan perkara tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh majelis khusus.
Pasal 263
Pengadilan negeri memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara tindak pidana Pemilu paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.
Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan banding, permohonan banding
diajukan paling lama 3 (tiga) hari setelah putusan
dibacakan.
Pengadilan negeri melimpahkan berkas perkara permohonan banding kepada pengadilan tinggi paling lama 3 (tiga) hari setelah permohonan banding diterima.
Pengadilan tinggi memeriksa dan memutus perkara
banding sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan banding diterima.
Putusan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.
Pasal 264
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 263 ayat (1) dan ayat (4) harus sudah disampaikan kepada penuntut umum paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan dibacakan.
Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 263 harus dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari setelah putusan diterima oleh jaksa.
Pasal 265
Putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana Pemilu yang menurut Undang-Undang ini dapat memengaruhi perolehan suara Peserta Pemilu harus sudah selesai paling lama 5 (lima) hari sebelum KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib
menindaklanjuti putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/Kota dan Peserta Pemilu pada hari putusan pengadilan tersebut dibacakan.
Paragraf 3 Majelis Khusus Tindak Pidana Pemilu
Pasal 266
Majelis khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 262
ayat (2) terdiri atas hakim khusus yang merupakan hakim karier pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang ditetapkan secara khusus untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi syarat telah melaksanakan tugasnya
sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali dalam
suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa
kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selama memeriksa, mengadili, dan memutus tindak
pidana Pemilu dibebaskan dari tugasnya untuk
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur
dengan Peraturan Mahkamah Agung.
Paragraf 4 Sentra Penegakan Hukum Terpadu
Pasal 267
Untuk menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia membentuk sentra penegakan hukum terpadu.
Untuk pembentukan sentra penegakan hukum terpadu di
luar negeri Bawaslu, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia
berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sentra penegakan
hukum terpadu diatur berdasarkan kesepakatan bersama
antara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Ketua Bawaslu.
Bagian Kelima Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 268
Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD
kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Sengketa tata usaha negara Pemilu merupakan sengketa yang timbul antara:
KPU dan Partai Politik calon Peserta Pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU tentang penetapan Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17; dan
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang penetapan daftar calon tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 dan Pasal 75.
Paragraf 2 Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu
Pasal 269
Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 ke pengadilan tinggi tata usaha negara dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (2) telah digunakan.
Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah dikeluarkannya Keputusan Bawaslu.
Dalam hal pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kurang lengkap, penggugat dapat
memperbaiki dan melengkapi gugatan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh pengadilan tinggi tata usaha negara.
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima.
Terhadap putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak dapat dilakukan upaya hukum.
Pengadilan tinggi tata usaha negara memeriksa dan
memutus gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.
Terhadap putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) hanya dapat dilakukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung
Republik Indonesia.
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib memberikan
putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) bersifat terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum
lain.
KPU wajib menindaklanjuti putusan pengadilan tinggi tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling lama 7 (tujuh) hari kerja.
Paragraf 3 Majelis Khusus Tata Usaha Negara Pemilu
Pasal 270
Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa tata usaha negara Pemilu dibentuk majelis khusus yang terdiri dari hakim khusus yang merupakan hakim karier di lingkungan pengadilan tinggi tata usaha negara dan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah hakim yang telah melaksanakan tugasnya sebagai hakim minimal 3 (tiga) tahun, kecuali apabila dalam suatu pengadilan tidak terdapat hakim yang masa kerjanya telah mencapai 3 (tiga) tahun.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
selama menangani sengketa tata usaha negara Pemilu
dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara lain.
Hakim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menguasai pengetahuan tentang Pemilu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai hakim khusus diatur
dengan peraturan Mahkamah Agung.
Bagian Keenam Perselisihan Hasil Pemilu
Paragraf 1 Umum
Pasal 271
Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu
secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah perselisihan penetapan perolehan suara yang
dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu.
Paragraf 2 Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu
Pasal 272
Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional, Peserta Pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada
Mahkamah Konstitusi.
Peserta Pemilu mengajukan permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional oleh KPU.
Dalam hal pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kurang lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi.
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Bagian Kesatu Pelanggaran
Pasal 273
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar Pemilih dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 274
Setiap anggota PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6), Pasal 37 ayat (2), dan Pasal 43 ayat (5) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 275
Setiap orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 276
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye Pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk setiap Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 277
Setiap pelaksana Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 278
Setiap pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, dan perangkat desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 279
Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas
kampanye yang dengan sengaja mengakibatkan terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat desa atau nama lain/kelurahan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pelaksana kampanye, peserta kampanye, dan petugas
kampanye yang karena kelalaiannya mengakibatkan
terganggunya pelaksanaan Kampanye Pemilu di tingkat
desa atau nama lain/kelurahan dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling
banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Pasal 280
Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 281
Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 282
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan surat suara pengganti hanya 1 (satu) kali kepada Pemilih yang menerima surat suara yang rusak dan tidak mencatat surat suara yang rusak dalam berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 283
Setiap orang yang membantu Pemilih yang dengan sengaja memberitahukan pilihan Pemilih kepada orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 284
Setiap anggota KPPS yang dengan sengaja tidak melaksanakan keputusan KPU Kabupaten/Kota untuk pemungutan suara ulang di TPS dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 285
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak membuat dan menandatangani berita acara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (3) dan Pasal 163 ayat (3) dan/atau tidak menandatangani berita acara pemungutan dan penghitungan suara serta sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 286
Setiap orang yang karena kelalaiannya menyebabkan rusak atau hilangnya berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 287
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan PPS yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dan/atau sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 288
Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang dengan sengaja tidak memberikan salinan 1 (satu) eksemplar berita acara pemungutan dan penghitungan suara, serta sertifikat hasil penghitungan suara kepada saksi Peserta Pemilu, Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri, PPS/PPLN, dan PPK melalui PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 289
Setiap Pengawas Pemilu Lapangan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPS kepada PPK dan tidak melaporkan kepada Panwaslu Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Setiap Panwaslu Kecamatan yang tidak mengawasi penyerahan kotak suara tersegel dari PPK kepada KPU Kabupaten/Kota dan tidak melaporkan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 290
Setiap anggota PPS yang tidak mengumumkan salinan sertifikat hasil penghitungan suara dari seluruh TPS di wilayah kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 291
Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Bagian Kedua Kejahatan
Pasal 292
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 293
Setiap orang yang dengan kekerasan, dengan ancaman kekerasan, atau dengan menggunakan kekuasaan yang ada padanya pada saat pendaftaran Pemilih menghalangi seseorang untuk terdaftar sebagai Pemilih dalam Pemilu menurut Undang-Undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 294
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan PPLN yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri dalam melakukan pemutakhiran data Pemilih, penyusunan dan pengumuman daftar pemilih sementara, perbaikan dan pengumuman daftar pemilih sementara hasil perbaikan, penetapan dan pengumuman daftar pemilih tetap, daftar pemilih tambahan, daftar pemilih khusus, dan rekapitulasi daftar pemilih tetap yang merugikan Warga Negara Indonesia yang memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 295
Setiap anggota KPU Kabupaten/Kota yang sengaja tidak memberikan salinan daftar pemilih tetap kepada Partai Politik Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 296
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak menindaklanjuti temuan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan verifikasi partai politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dan/atau pelaksanaan verifikasi kelengkapan administrasi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) dan dalam Pasal 71 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 297
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan seseorang, dengan memaksa, dengan menjanjikan atau dengan memberikan uang atau materi lainnya untuk memperoleh dukungan bagi pencalonan anggota DPD dalam Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 298
Setiap orang yang dengan sengaja membuat surat atau dokumen palsu dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang memakai, atau setiap orang yang dengan sengaja memakai surat atau dokumen palsu untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota atau calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan dalam Pasal 74 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 299
Setiap pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 300
Setiap Ketua/Wakil Ketua/ketua muda/hakim agung/hakim konstitusi, hakim pada semua badan peradilan, Ketua/Wakil Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia serta direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 301
Setiap pelaksana Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Setiap pelaksana, peserta, dan/atau petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 302
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti dengan sengaja melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
Sekretaris Jenderal KPU, pegawai Sekretariat Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, pegawai sekretariat KPU Provinsi, sekretaris KPU Kabupaten/Kota, dan pegawai sekretariat KPU Kabupaten/Kota yang terbukti karena kelalaiannya melakukan tindak pidana Pemilu dalam pelaksanaan Kampanye Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta
rupiah).
Pasal 303
Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan
sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan
kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan
sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat
belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 304
Setiap orang, kelompok, perusahan, dan/atau badan
usaha nonpemerintah yang memberikan dana Kampanye
Pemilu melebihi batas yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 133 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Setiap Peserta Pemilu yang menggunakan kelebihan sumbangan, tidak melaporkan kelebihan sumbangan kepada KPU, dan/atau tidak menyerahkan kelebihan sumbangan kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 305
Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 306
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang dengan sengaja mencetak surat suara melebihi jumlah yang ditetapkan oleh KPU untuk kepentingan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 307
Setiap perusahaan pencetak surat suara yang tidak menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keutuhan surat suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 308
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, dan/atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman pelaksanaan pemungutan suara, atau menggagalkan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 309
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah).
Pasal 310
Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 311
Setiap orang yang dengan sengaja merusak atau menghilangkan hasil pemungutan suara yang sudah disegel dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 312
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah, merusak, dan/atau menghilangkan berita acara pemungutan dan penghitungan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 313
Setiap orang yang dengan sengaja merusak, mengganggu, atau mendistorsi sistem informasi penghitungan suara hasil Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Pasal 314 Setiap anggota KPPS/KPPSLN yang tidak menjaga, mengamankan keutuhan kotak suara, dan menyerahkan kotak suara tersegel yang berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS atau kepada PPLN bagi KPPSLN pada hari yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (4) dan ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 315
PPS yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di tingkat PPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 kepada PPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 316
PPK yang tidak menyerahkan kotak suara tersegel, berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan suara calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota di tingkat PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 kepada KPU Kabupaten/Kota dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 317
Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang melakukan penghitungan cepat yang tidak memberitahukan bahwa prakiraan hasil penghitungan cepat bukan merupakan hasil resmi Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pelaksana kegiatan penghitungan cepat yang mengumumkan prakiraan hasil penghitungan cepat sebelum 2 (dua) jam setelah selesainya pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Pasal 318
Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 265 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 319
Dalam hal KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2), anggota KPU dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Pasal 320
Setiap anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, dan/atau Pengawas Pemilu Lapangan/Pengawas Pemilu Luar Negeri yang dengan sengaja tidak menindaklanjuti temuan dan/atau laporan pelanggaran Pemilu yang dilakukan oleh anggota KPU,
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS/PPLN, dan/atau KPPS/KPPSLN dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 321
Dalam hal penyelenggara Pemilu melakukan tindak pidana Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275, Pasal 276, Pasal 283, Pasal 286, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 301 ayat (3), Pasal 303 ayat (1), Pasal 304 ayat (1), Pasal 308, Pasal 309, Pasal 310, Pasal 311, Pasal 312, Pasal 313, pidana bagi yang bersangkutan ditambah 1/3 (satu pertiga) dari ketentuan pidana yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
BAB XXIII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 322
Keikutsertaan partai politik lokal di Aceh dalam Pemilu anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sepanjang tidak diatur khusus dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Aceh, berlaku ketentuan Undang-Undang ini.
Pasal 323
Hasil perolehan suara dari Pemilih di luar negeri dimasukkan sebagai perolehan suara untuk daerah pemilihan Provinsi DKI Jakarta II.
Pasal 324
Dalam hal terdapat daerah pemilihan anggota DPRD
provinsi yang sama dengan daerah pemilihan anggota DPR pada Pemilu 2009, maka daerah pemilihan DPRD provinsi tersebut disesuaikan dengan perubahan daerah pemilihan anggota DPR.
Ketentuan lebih lanjut tentang penyesuaian perubahan daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan KPU.
BAB XXIV KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 325
Untuk Pemilu tahun 2014, KPU melakukan penataan ulang daerah pemilihan bagi provinsi dan kabupaten/kota induk serta provinsi dan kabupaten/kota yang dibentuk setelah Pemilu tahun 2009.
Pasal 326
Dalam Pemilu tahun 2014, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.
BAB XXV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 327
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4836) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5009), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 328
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 117
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,