Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis/Bab IV

Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis
oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
BAB IV:
BI, KSSK, DAN LPS: BERBAGI PERAN DALAM ANTISIPASI KRISIS
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Edisi Januari 2010


Ada tiga lembaga utama yang berperan dalam proses penanganan Bank Century yaitu Bank Indonesia, KSSK, dan LPS. Ketiganya memiliki peran dan fungsi yang berbeda dalam kasus ini. Bank Indonesia (BI) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 maka BI memiliki fungsi pengawasan sepenuhnya dan independen terhadap bank-bank yang ada di Indonesia. Dalam fungsi ini melekat kewenangan yang dimiliki BI untuk merekomendasikan rapat kepada KSSK jika menemukan bank yang mengalami kesulitan keuangan (kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas) dan ditengarai berdampak sistemik. Hal ini diatur dalam Perppu JPSK yang berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sementara, KSSK memiliki peran berbeda. Berdasarkan Perppu JPSK, maka yang dimaksud Komite Stabilitas Sistem Keuangan adalah Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota dan Gubernur BI sebagai anggota. KSSK berfungsi menetapkan kebijakan dalam pencegahan dan penanganan krisis. Keputusan rapat dalam KSSK diusahakan dengan suara mufakat namun jika tidak mufakat, Ketua KSSK berhak mengambil keputusan secara mandiri. Berdasarkan Perppu juga, tidak disebutkan kewenangan Sekretaris KSSK dalam rapat pengambilan keputusan. Dalam Perppu JPSK disebutkan bahwa KSSK menyampaikan laporan mengenai pencegahan dan penanganan krisis kepada Presiden.


Dalam hal KSSK menilai kondisi krisis dapat membahayakan perekonomian nasional, maka apabila diperlukan, KSSK berdasarkan rekomendasi Gubernur BI mengusulkan kepada Presiden membentuk badan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A Undang-Undang tentang Perbankan. Apabila sumber pendanaan Pemerintah untuk pencegahan dan penanganan krisis berasal dari APBN, maka harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) LPS didirikan berdasarkan UU LPS yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan (dalam bentuk giro, deposito, sertifikat desposito dan tabungan atau bentuk lainnya atau yang dipersamakan dengan itu). LPS juga harus turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Untuk itu, LPS memiliki kewenangan untuk menetapkan dan memungut premi penjaminan dari bank-bank (yang dikumpulkan menjadi dana LPS) dan menangani bank gagal baik yang tidak berdampak sistemik maupun yang berdampak sistemik. Pasal 37 menyatakan bahwa LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan bank gagal berdampak sistemik setelah pemegang saham lama melakukan penyertaan modal. Biaya itu akan masuk dalam penyertaan modal sementara LPS kepada bank. Dalam UU LPS, disebutkan bahwa LPS melakukan penanganan Bank Gagal berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi (KK) menyerahkan penanganannya kepada LPS. KK beranggotakan Menteri Keuangan, Lembaga Pengawas Perbankan, BI dan LPS. Keberadaan KK telah ada dan beroperasi berdasarkan Nota Kesepakatan antara Pemerintah dan BI tahun 2004. Nota Kesepakatan itu didasarkan pada Pasal II UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI.


Guna memperlancar tugas KK, melalui Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan pada tahun 2005 yang kemudian diperbaharui pada tahun 2007, dibentuk Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang antara lain mempunyai fungsi menunjang pelaksanaan tugas KK dalam rangka pengambilan keputusan terhadap Bank bermasalah yang ditengarai berdampak sistemik. FSSK telah secara aktif melaksanakan tugas yang diamanatkan KK selama periode 2007-2008. Hal ini menunjukkan bahwa KK telah beroperasi secara efektif sebelum penanganan Bank Century. Kekayaan LPS pada pertengahan November 2008 lalu berkisar senilai Rp 14 triliun. Kekayaan LPS tersebut terdiri atas sekitar Rp 10 triliun yang berasal dari premi bank-bank yang dijamin LPS (sejak diundangkannya UU LPS pada September 2004 hingga November 2008) dan sekitar Rp 4 triliun yang berasal dari modal awal pemerintah dan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Dana LPS untuk menangani Bank Gagal berasal kekayaan LPS, khususnya dari premi penjamin dan belum menyentuh modal awal. LPS tidak memerlukan izin DPR untuk menggunakan dananya dalam rangka penanganan Bank Gagal. Tahap-tahap penanganan Bank Century sesuai dengan ketentuan yang berlaku, adalah sebagai berikut:


Tabel 4.1: Tahap-tahap penanganan Bank Century