Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis/Bab IX

Upaya Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis
oleh Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
BAB IX:
TANYA JAWAB
Departemen Keuangan Republik Indonesia
Edisi Januari 2010

Di dalam bab ini disuguhkan pertanyaan-pertanyaan publik terkait polemik Bank Century yang dijawab dalam format tanya jawab: Kriteria Bank Gagal Berdampak Sistemik


Koran Tempo dan Jurnal Nasional 14 September 2009

“Jika Century dilikuidasi, kerugian bisa membengkak menjadi Rp 30 triliun. Keputusan menyelamatkan Century sudah tepat karena perekonomian nasional pada pertengahan November 2008 tengah tertekan krisis keuangan.”

A.Tony Prasetiantono, ekonom BNI


1. Apa landasan KSSK menyatakan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik? Mengapa Bank Century tidak ditutup saja?

Jawaban: KSSK bertindak berdasarkan laporan BI yang menyatakan Bank Century adalah bank gagal dengan CAR negatif yang diduga kuat akan berdampak sistemik. Rapat pengambilan keputusan KSSK akhirnya menetapkan Bank Century berdampak sistemik. Ini didasarkan pertimbangan, jika bank itu dibiarkan ditutup maka akan timbul dampak psikologis negatif karena akan membuat nasabah bank lain panik menarik dana secara besar-besaran di berbagai bank. Apalagi, kondisi pada saat itu dibayang-bayangi oleh tekanan negatif krisis ekonomi dunia dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi tajam hingga 30% (lihat hal tentang tekanan negatif krisis global).

2. Benarkah data Bank Century yang digunakan tidak mutakhir dan tidak mencukupi untuk analisis dampak sistemik?

Jawaban: Dalam hal ini, Ketua KSSK menghargai independensi dan kompetensi BI sebagai otoritas moneter dan perbankan sesuai ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berlaku. Ketua KSSK juga berpendapat bahwa data, fakta dan analisa BI tentang Bank Century per 31 Oktober 2008 yang diterima dari BI pada 20 November 2008 dianggap telah cukup menggambarkan kondisi Bank Century sebagai bank gagal yang diduga kuat berdampak sistemik. Data per 31 Oktober 2008 digunakan karena waktu untuk audit terbaru sebuah bank paling tidak membutuhkan waktu enam minggu (pengajuan rapat ke KSSK diajukan tanggal 20 November 2008, belum enam minggu dari waktu audit terakhir). Tentu tidak mungkin audit sebuah bank dilakukan hanya dalam waktu satu atau dua hari saja. Untuk itu data per tanggal 31 Oktober 2008 sudah dianggap mutakhir. Selain data dan informasi yang berasal dari BI, dalam mempertimbangkan dampak sistemik KSSK juga menggunakan data, fakta, informasi dan analisis yang bersifat makro tentang perkembangan situasi dan kondisi krisis keuangan nasional dan dunia termutakhir pada saat itu.

3. Mengapa rapat KSSK tidak menetapkan kriteria yang terukur secara kuantitatif untuk melihat apakah benar Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik?

Jawaban: Memang, tidak ada kriteria bank berdampak sistemik yang dinyatakan eksplisit di undang-undang. Ada dua alasan utama hal ini dihindari. Pertama, jika dinyatakan eksplisit maka akan berpotensi menimbulkan moral hazard karena akan mampu dengan mudah dikondisikan oleh bank-bank yang berniat buruk untuk masuk kategori bank gagal berdampak sistemik tersebut dan mendapat bantuan pemerintah.

Selain itu pengukuran dampak sistemik bersifat kondisional sehingga sulit ditentukan batasannya. Suatu bank dapat dinyatakan berdampak sistemik pada kondisi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada kondisi yang lain. Perlu professional judgement untuk memutuskan hal tersebut. Meski demikian, BI dan KSSK tetap juga menggunakan penilaian kuantitatif untuk menganalisis dampak sistemik. Data kuantitatif itu di antaranya berupa data pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran, nilai tukar rupiah, penurunan indikator kepercayaan, simulasi ketahanan likuiditas dan data Real-time Gross-Settlement. Selain itu, indikator Banking Pressure Index (BPI) beserta indikatorindikator dini lainnya juga digunakan. BPI ini merupakan indikator dini yang digunakan untuk mendeteksi potensi ancaman pada sektor perbankan. Indikator ini dikembangkan oleh Danareksa Research Institute pada tahun 1999 berdasarkan pengalaman krisis Indonesia tahun 1997/1998.


4. Mengapa Bank Century yang dinyatakan bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK dan bukan bank lain? Apa benar itu merupakan pertimbangan profesional dan proporsional serta bukan karena alasan lain seperti tudingan bahwa itu dilakukan untuk menyelamatkan uang penyandang dana tim kampanye presiden SBY saat itu?

Jawaban: Bank Century dibantu karena bank tersebut memiliki CAR negatif dan berpotensi memicu kerusakan sistemik pada masa itu. Jadi bukan sekedar dilihat dari ukurannya. Jika ternyata bank itu adalah bank lain, maka bank lain itu juga akan diperlakukan serupa. KSSK tidak mendasari putusannya dengan melihat siapa pemilik bank itu, apakah penjahat atau bukan. Tidak juga melihat siapa nasabahnya atau apa kepentingan nasabahnya. Kepedulian KSSK semata-mata hanyalah untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Kebetulan saja, salah satu caranya adalah dengan memasukkan Bank Century ke dalam penanganan LPS dengan status perlu diselamatkan karena jika tidak akan menimbulkan kerusakan sistemik.

Akuntabilitas


5. Benarkah Kelembagaan KK yang beranggotakan Menteri Keuangan (sebagai ketua), Gubernur BI (sebagai anggota) dan Ketua Dewan Komisioner LPS (sebagai anggota) belum pernah dibentuk berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS? Sehingga otomatis status hukum penanganan Bank Century oleh LPS jadi tidak sah?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. KK sudah sah ada/terbentuk, baik demi Undang-Undang, maupun dari kenyataannya.

KK dengan sendirinya telah terbentuk dengan diundangkannya UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS, yaitu sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 1 butir 9: "Komite Koordinasi adalah komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, BI dan Lembaga Penjamin Simpanan yang memutuskan kebijakan penyelesaian dan penanganan suatu Bank Gagal yang ditengarai berdampak sistemik”. Selain itu, dalam kenyataannya, KK telah ada dan beroperasi berdasarkan Nota Kesepakatan antara Pemerintah dan BI (tanggal 17 Maret 2004). Nota Kesepakatan itu mendapat kekuatan dari Pasal II UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan UU 23/1999 tentang BI (UU BI 2004), yang bunyinya: ”Sepanjang Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) belum ditetapkan maka pengaturan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (5) tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan antara Pemerintah dan BI”.

Memang harus diakui bahwa terdapat ketidakkonsistenan perundangundangan, yang bisa menyebabkan tafsir yang salah ketika hanya membaca satu Penjelasan dari Pasal 21 ayat (2) UU LPS, bahwa KK "adalah komite yang akan dibentuk berdasarkan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 3 Tahun 2004".

Ketidakkonsistenan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

PERTAMA, pencantuman uraian KK "adalah komite yang akan dibentuk berdasarkan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5)..dst" sifatnya adalah ANTISIPASI SEPIHAK pembuat Undang- Undang (UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS) terhadap pengaturan Pasal 11 ayat (5) tersebut mengenai "ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik,...diatur dalam undang-undang tersendiri”. Namun Pasal 11 ayat (5) UU BI 2004 tersebut tidak pernah menyebut tentang KK yang harus diatur/dibentuk dengan Undang-Undang. KK disebut pertama kali dalam Nota Kesepakatan Pemerintah dan BI tanggal 17 Maret 2004.

KEDUA, fungsi KK adalah berhubungan dengan suatu Bank Gagal "yang ditengarai berdampak sistemik", seperti dirumuskan dalam Pasal 1 ayat(9) UU LPS. Demikian juga Pasal 11 ayat (5) UU BI 2004 mengatur "ketentuan dan tata cara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan Bank yang berdampak sistemik”. Jadi hanya yang mengenai "berdampak sistemik", bukan mengenai yang "tidak berdampak sistemik". Padahal Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU LPS justru adalah untuk masalah YANG TIDAK BERDAMPAK SISTEMIK. Bunyi selengkapnya Pasal 21 ayat (2) tersebut adalah: "LPS melakukan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik setelah LPP atau Komite Koordinasi menyerahkan penyelesaiannya kepada LPS". Artinya, Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU LPS tersebut yang merujuk pada Pasal 11 ayat (5) UU BI 2004 adalah tidak tepat, atau salah tempat, karena Pasal 11 ayat (5) tersebut berhubungan dengan bank dengan kesulitan keuangan yang berdampak sistemik, sedangkan Pasal 21 ayat (2) UU LPS adalah mengenai bank gagal yang tidak berdampak sistemik. Jadi Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU LPS itu telah merujuk secara tidak sesuai, sehingga menjadi kehilangan arti. Ketidakkonsistenan perundang-undangan ini harus kita kenali dan kita catat.

KETIGA, apabila KK seperti yang dimaksud oleh Penjelasan Pasal 21 ayat (2) UU LPS adalah "komite yang akan dibentuk berdasarkan Undang- Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) UU Nomor 3 Tahun 2004...", maka Undang-Undang yang diamanatkan oleh Pasal 11 ayat (5) UU BI 2004 tersebut adalah Perppu JPSK, yang ternyata TIDAK membentuk KK, melainkan membentuk KSSK. Apakah KSSK bisa disamakan dengan KK sebagaimana dimaksud oleh UU LPS? Ternyata tidak bisa dianggap demikian, karena berdasarkan Pasal 5 Perppu JPSK tersebut KSSK beranggotakan Menteri Keuangan dan Gubernur BI, sedangkan KK beranggotakan Menteri Keuangan, LPP, BI, dan Lembaga Penjamin Simpanan berdasarkan Pasal 1 UU LPS. Jadi, KSSK tidak sama dengan KK, walau sebenarnya fungsinya bisa dianggap atau dimaksudkan sama.

Agar dapat membantu memperjelas, perlu diketahui kronologi/urutan pembuatan peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan KK, langsung atau tidak langsung:


1. UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang BI -- 15 Januari 2004 (Pasal 11 ayat 5 tidak menyebut tentang perlunya atau keharusan membentuk KK).

2. Nota Kesepakatan Pemerintah dan BI -- 17 Maret 2004 (yang mengatur pembentukan KK, terdiri dari Menteri Keuangan dan Gubernur BI).

3. UU Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan -- 22 September 2004 (yang mengatur tentang KK, terdiri dari Menteri Keuangan, LPP, BI, dan Lembaga Penjamin Simpanan. UU ini tidak menjelaskan hubungan KK dengan yang diatur dalam Nota Kesepakatan Pemerintah dan BI).

4. Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Gubernur BI dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentang Pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan pada tanggal 29 Juni 2007 (yang mengatur bahwa KK dalam rangka pemberian FPD adalah sebagaimana dimaksud dalam Nota Kesepakatan Menteri Keuangan dan Gubernur BI 17 Maret 2004, sedangkan untuk penanganan Bank gagal adalah KK sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang LPS. Ini dapat menimbulkan kesan adanya dua jenis KK).

5. Perppu JPSK (tidak mengatur atau menyebut tentang KK, melainkan membentuk KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan dan Gubernur BI.)

KEEMPAT, karena di satu sisi KSSK bukan KK sebagaimana dimaksud oleh UU LPS namun berwenang menetapkan bank gagal berdampak sistemik (berdasarkan Perppu JPSK), sedangkan di sisi lain, KK yang ada berdasarkan UU LPS dan bukan berdasarkan Undang-Undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 11 ayat (5) UU BI 2004 (yaitu Perppu JPSK) berwenang menyerahkan penanganan bank gagal kepada LPS, maka kesenjangan akibat tidak sempurnanya perundang-undangan itu harus dijembatani.

KSSK berwenang menentukan bank gagal berdampak sistemik, dan KK berwenang menyerahkan penanganan bank gagal tersebut kepada LPS (Pasal 21 ayat (3) UU LPS), sehingga jembatan formal yang dibuat ialah dengan menyerahkan keputusan KSSK kepada KK (yang sudah ada karena UU LPS). Dalam hal penanganan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik ialah dengan menyerahkan/mengalihkan ketetapan KSSK kepada KK pada 21 November 2008.

KELIMA, Demikian pula dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lampiran UU Butir 149 dan 150) telah disebutkan bahwa:

149. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang diatur dalam batang tubuh. Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.

150. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut. Oleh karena itu, hindari membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan. Dengan demikian ketidaksempurnaan pengaturan mengenai KK dalam berbagai perundang-undangan telah diatasi, dan penyerahan penanganan Bank Century kepada LPS oleh KK dilakukan secara sah sesuai dengan dasar hukum yang berlaku.

6. Benarkah tudingan DPR yang menyatakan bahwa landasan Perppu JPSK yang digunakan sebagai dasar rapat KSSK tidak sah?

Jawaban: Perppu JPSK hanya digunakan pada tanggal 20-21 November 2008 saja. Sebelum tanggal itu, keputusan terhadap Bank Century berlandaskan pada Undang-Undang BI. Sementara, setelah dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik, penanganan Bank Century dilakukan oleh LPS dengan menggunakan Undang-Undang LPS. RUU JPSK diajukan ke DPR pada 14 Januari 2009 dan batal disahkan pada 30 September 2009. Jadi, penggunaan Perppu JPSK pada tanggal 20-21 November 2008 sah secara hukum.

7. Apakah Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK setelah diubah menjadi RUU JPSK dan ditolak oleh DPR mengakibatkan semua keputusan yang dilandasi Perppu itu sebelumnya otomatis menjadi batal demi hukum?

Jawaban: Jelas tidak. Keputusan tetap berlaku karena hakikat dari penerbitan Perppu itu adalah untuk digunakan sebagai pengganti undang-undang. Perppu tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama kuatnya dengan undang-undang sebelum secara resmi diganti dengan undang-undang yang baru.

8. Apakah benar bahwa KSSK, BI dan LPS tidak melapor ke Wakil Presiden maupun DPR tentang rapat Bank Century dan bagaimana kedudukan wakil presiden saat itu?

Jawaban: Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK pada saat itu, Sri Mulyani Indrawati, pada 21 November 2008 sudah memberikan laporan ke Presiden (yang sedang berada di Peru menghadiri KTT APEC 2008) setelah rapat KSSK memutuskan Bank Century dinyatakan sebagai bank gagal berdampak sistemik. Laporan yang sama juga disampaikan ke wakil presiden RI saat itu, M. Jusuf Kalla. Laporan tersebut berisi laporan tentang kondisi perekonomian nasional yang mendapat tekanan negatif dari krisis global. Laporan juga menjelaskan tentang penanganan yang dilakukan terhadap Bank Century. Selanjutnya pada 25 November 2008, Menteri Keuangan selaku Ketua KSSK menyampaikan laporan tertulis kepada Presiden dan laporan secara lisan kepada wakil presiden Jusuf Kalla. KSSK juga sudah mengkomunikasikan hal ini kepada Komisi XI DPR melalui rapat kerja pada 26 Februari 2009.

Sesuai Perppu JPSK, keputusan penanganan Bank Century dalam rangka pencegahan krisis tidak memerlukan persetujuan Presiden maupun Wakil Presiden. KSSK memiliki otoritas penuh untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu. Penggunaan dana LPS juga tidak membutuhkan persetujuan DPR karena dana tersebut berasal dari kekayaan LPS, bukan berasal dari APBN. Pelaporan kepada Presiden, Wakil Presiden dan DPR merupakan akuntabilitas KSSK sesuai Perppu JPSK Pasal 9.

9. Ada tudingan dari Wapres saat itu, M. Jusuf Kalla, bahwa Bank Century tidak patut ditolong karena dimiliki oleh pemilik saham yang beritikad tidak baik dengan melakukan penipuan terhadap para nasabahnya. Bagaimana tanggapan KSSK?

Jawaban: Sesuai dengan Perppu JPSK, KSSK berfungsi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, bukan menjaga stabilitas individu bank (Bank Century). KSSK tidak melihat siapa pemilik bank tersebut, apakah dia penjahat atau bukan. KSSK hanya melihat bank itu berpotensi menyebabkan kerusakan sistemik perekonomian nasional jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat pada saat itu. Ini bisa dianalogikan dengan upaya memadamkan api kecil di padang yang tandus. Tujuannya agar api tidak merembet ke rerumputan lain dan menyebabkan kebakaran besar. Namun demikian, setelah apinya padam oknum yang melakukan kejahatan atau penipuan harus tetap diproses secara hukum.


Koran Tempo 23 November 2009

“Penyelamatan Century sudah sesuai dengan syarat sistemik. Karena Century diselamatkan maka LPS tak perlu merogoh kocek lebih banyak lantaran dana nasabah di atas Rp2 miliar tidak menjadi tanggungan lembaga itu”

A.Tony Prasetiantono, ekonom BNI


Tentang pencairan dana PMS sebesar Rp.6,76 triliun


Koran Tempo, 23 November 2009

“Apa yang dilakukan Boediono dan Sri Mulyani sudah tepat. Kondisi pada 2008 memang mengharuskan bank itu diselamatkan”

Mirza Adityaswara, Pengamat ekonomi

10. Apakah benar KSSK yang menentukan besar dana talangan sebesar Rp.6,76 triliun?


Jawaban: Tidak benar. Besaran dana penyertaan modal sementara (PMS) merupakan hasil pembahasan BI dan LPS dengan mengacu pada Undang-Undang LPS. KSSK hanya berperan dalam menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, bukan besaran dana PMS.

11. Apakah benar Presiden memberikan instruksi kepada Menteri Keuangan untuk kembali ke Indonesia khusus dalam rangka menyelamatkan Bank Century?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. Pada tanggal 13 November 2008, BI menginformasikan Menteri Keuangan (yang sedang di Washington DC) kondisi Bank Century melalui teleconference. Selanjutnya, pada 14 November 2008, Menteri Keuangan melapor secara lisan kepada Presiden mengenai keterkaitan kondisi ketidakstabilan perekonomian global dengan sistem keuangan nasional. Atas instruksi Presiden, Menteri Keuangan kembali ke Indonesia tanggal 15 November 2008, lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan untuk mengambil kebijakan yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, bukan untuk menyelamatkan Bank Century.

12. Apakah benar ada rekayasa pembuatan peraturan dalam rangka menyelamatkan Bank Century ?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. Penyelamatan Bank Century didasarkan Perppu JPSK. JPSK diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang BI. Peraturan ini harus selesai paling lambat akhir tahun 2004. Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah menyiapkan RUU JPSK sejak awal 2004 dan lebih intensif sejak Juli 2007.

Untuk mengantisipasi ancaman krisis keuangan global, Pemerintah menyiapkan draft Perppu JPSK, Perppu Perubahan UU BI, dan Perppu Perubahan UU LPS sejak awal 2008. Ketiga Perppu tersebut ditetapkan pada bulan Oktober 2008. Demikian pula ruang lingkup Perppu JPSK bukan hanya meliputi perbankan saja, tetapi juga menyangkut Lembaga Keuangan Bukan Bank dan sistem keuangan keseluruhan. Dengan demikian, Perppu JPSK tidak ditujukan untuk menyelamatkan Bank Century melainkan untuk menyelamatkan sistem keuangan nasional.

13. Apakah benar, Menteri Keuangan mendapat instruksi Presiden melalui telepon agar menyetujui penyelamatan Bank Century dengan mengubah pendapat yang semula mengkritisi argumen BI tentang dampak sistemik pada rapat dengar pendapat tanggal 20 November 2008, menjadi menyetujui Bank Century berdampak sistemik pada rapat pengambilan keputusan KSSK?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. Sejak efektifnya Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK) pada pertengahan tahun 2007, Menteri Keuangan secara reguler mendapatkan update tentang perkembangan krisis keuangan dunia dan nasional. Selain itu, Menteri Keuangan juga secara aktif ikut dalam diskusi-diskusi internasional dalam rangka penanganan krisis keuangan global.

Untuk meyakinkan hasil analisis BI tentang Bank Century sehubungan dengan tidak tersedianya data individual perbankan di Departemen Keuangan, dalam rapat KSSK Menteri Keuangan mempersilahkan para pejabat Depkeu, BI, LPS, Bank Mandiri, dan UKP3R untuk mengajukan pertanyaan dan pendapat, sebelum KSSK mengambil keputusan. Dalam rapat tersebut, terjadi pembahasan yang intensif dan mendalam diantara peserta rapat. Bahkan, beberapa peserta rapat mengajukan pertanyaan dan tanggapan kritis atas hasil analisis BI. Hal ini merupakan proses yang wajar dan sehat dalam rangka membantu KSSK dalam mengambil keputusan.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas dan kondisi sistem keuangan pada saat itu, Menteri Keuangan dapat menerima alasanalasan bahwa Bank Century merupakan bank gagal yang berdampak sistemik. Keputusan KSSK diambil tanpa intervensi dari pihak manapun.

14. Apakah benar proses penanganan Bank Century oleh LPS setelah 18 Desember 2008 tidak memiliki dasar hukum?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. Penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dilakukan oleh KSSK pada tanggal 21 November 2008 didasarkan pada Perppu JPSK. Selanjutnya, sejak tanggal 21 November 2008, pelaksanaan penanganan Bank Century dilakukan oleh LPS berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang LPS. Tentang Perppu JPSK, rapat Paripurna DPR RI tanggal 18 Desember 2008 meminta Pemerintah segera mengajukan Rancangan Undang- Undang (RUU) tentang JPSK paling lambat tanggal 19 Januari 2009. Terkait dengan hasil rapat paripurna tersebut, terdapat perbedaan persepsi antara Pemerintah dengan sebagian anggota DPR yakni tentang pemberlakuan Perppu JPSK sejak tanggal 18 Desember 2008. Selanjutnya, dalam rapat paripurna DPR tanggal 30 September 2009, DPR menolak Perppu JPSK.

Hal yang perlu dicermati adalah pengambilan keputusan KSSK tentang Bank Century berdasarkan Perppu JPSK hanya dilakukan pada tanggal 20-21 November 2008 (Perppu belum ditolak DPR). Berdasarkan hal tersebut, pelaksanaan penanganan Bank Century sesudah tanggal 18 Desember 2008 memiliki dasar hukum dan dilakukan berdasarkan UU LPS (tidak terkait dengan penolakan Perppu JPSK).


15. Apakah benar dana Penyertaan Modal Sementara LPS merupakan dana talangan yang berasal dari APBN melalui Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD)?

Jawaban: Hal tersebut tidak benar. Sumber pendanaan untuk PMS Bank Century berasal dari kekayaan LPS (berasal dari premi bank peserta program penjaminan pemerintah dan belum menyentuh modal LPS). Dengan PMS tersebut, mayoritas saham Bank Century kini dimiliki LPS. Dana ini tidak hilang namun akan kembali kepada LPS melalui divestasi. Bank Century tidak pernah menerima pemberian Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) yang pembiayaannya berasal dari APBN.

Berhubung dana PMS berasal dari kekayaan LPS (bukan dari APBN), maka tidak diperlukan persetujuan dari DPR sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.