Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara/Bab 4

Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara
Bab 4Adat Istiadat Daerah Minahasa

BAB IV

ADAT ISTIADAT DAERAH MINAHASA

I. IDENTIFIKASI

A. LOKASI DAN LINGKUNGAN ALAM
1. Letak dan keadaan geografis.
Letak tanah Minahasa di ujung sebelah utara Sulawesi diantara 0 derajat 51' dan 1 derajat 51' 40" lintang utara dan 124 derajat 18' 40" dan 125 derajat 21'30" bujur timur. Luasnya 5273 km2, sedangkan luas pulau-pulau sekitarnya 169 km2. Luas ini meliputi daerah-daerah, hutan, rawa, danau-danau, daerah garapan, daerah yang belum digarap, perkampungan dan kota.
Pada bulan-bulan Nopember, Desember, Januari, Pebruari, Maret dan April, bertiup angin Barat Laut yang selalu membawa hujan, sedangkan pada bulan Mei sampai Oktober bertiup angin Selatan dan Tenggara yang kering. Curah hujan rata-rata setiap tahun adalah, pada bulan Desember sampai Pebruari 314,7 mm, April sampai Juni 235,1 mm dan Juli sampai September 110,5 mm.
Dari sekian banyak gunung-gunung dan pegunungan yang terdapat di Minahasa antara lain yang terkenal : gunung Kelabat, Dua Saudara, Lokon, Masareng, Tampusu, Manimporok, Soputan, Lolombulan, Lengkoan, pegunungan Lembean, pegunungan Wulur Mahatus dan sebagainya.
Sungai-sungai yang ada antara lain : Sungai Tondano, Ranoyapo, Ranoako, Poigar dsb. Danau-danau yang terdapat di Minahasa antara lain danau Tonado, danau Tombatu, danau Moat, danau Linow dsb.
Pelabuhan-pelabuhan yang ada ialah : Bitung, Manado, Kema, Belang, Amurang, Tanawangko.

(pelabuhan laut) dan Mapanget adalah pelabuhan udara yang dikenal dengan nama Lapanan Udara Sam Ratulangi.
2. Pola perkampungan.
Pada umumnya desa-desa di daerah Minahasa terletak di atas tanah dataran, baik dataran tinggi maupun dataran rendah, secara mengelompok padat. Artinya antara desa yang satu dengan desa yang lain letaknya sambung menyambung menjadi satu kesatuan, baik memanjang mengikuti jalan raya, maupun memanjang mengikuti jalan-jalan yang lebih kecil atau lorong-lorong.
Istilah desa di Minahasa disebutmbanua atau kampung. Satu desa terbagi atas 4 sampai 8 jaga (wilayah yang lebih kecil / RT) yang masing-masing wilayah jaga ini dikepalai oleh kepala jaga. Sedangkan kepada desanya disebut Hukum Tua. Rumah-rumah penduduk desa biasanya menghadap jalan raya atau lorong-lorong. Jarak rumah yang satu dengan yang lainnya rata-rata 15 meter. Karena itu penduduk masih dapat menanam buah-buahan, rempah-rempah dan sayur-sayuran, bunga-bungaan di dalam pekarangannya.
Bentuk-bentuk rumah dahulu adalah rumah panggung di atas tiang yang tingginya 5-10 meter (pile dwellings). Maksudnya ialah untuk menghindari gangguan-gangguan binatang buas dan gangguan musuh. Misalnya perampok perampok yang datang dari luar daerah seperti dari kepulauan Mindanau (orang Mangindano), orang Todore, dari Maluku dan orang Bajo (Wajo) dari Utara. Sekarang, selain rumah-rumah panggung, juga banyak rumah yang dibangun di atas tanah (surface dwellings), berbentuk segi panjang dan berlantaikan semen.
Atapnya ada yang dari seng (timah sari), beratap rumbia, beratap alang-alang, daun kelapa dan ber-

atap bambu yang dibelah dua sama besar kemudian disusun. Dinding dan lantainya ada yang dari tembok, papan, bambu, atau dengan lain perkataan, ada rumah yang dibuat dari bambu, campuran dari kayu dan bambu, kayu tembok.
Hampir setiap desa mempunyai rumah ibadah sendiri (Gereja). Pada bagian belakang desa merupakan daerah perladangan dan persawahan. Hasilnya seperti padi, jagung, kacang, biasanya disimpan dalam bagian rumah yang disebut godong. Rumah panggung sebagai bentuk rumah asli, pada bahagian bawah adalah tempat ternak berlindung dan tempat menyimpan hasil bumi (godong), bahagian atasnya sebagai tempat tinggal yang terbagi atas : bagian depan tempat menerima tamu (sekey), bagian tengah (pores) dan kamar-kamar tempat tidur serta bahagian belakang adalah tempat makan dan memasak (dapur). Sedangkan bagian terakhir ialah di belakang rumah panggung atau hampir setiap rumah dalam desa-desa di Minahasa memelihara babi yang dikurung di belakang rumah dan anjing yang berada di depan rumah sebagai penjaga keamanan rumah.
B. PENDUDUK
  1. Penduduk asli. Perincian tentang jumlah penduduk Minahasa berdasarkan golongan sub suku bangsa, atau berdasarkan penduduk asli dengan pendatang, sampai saat ini belum pernah dilaksanakan.
Pembagian penduduk yang ada didasarkan atas kewarganegaraan yaitu Warga Negara Indonesia (WNI) dan warga Asing (WNA).
Penduduk asli Minahasa dapat dibagi dalam 8 sub suku bangsa. Diluar daerah, mereka ini dikenal dengan sebutan suku bangsa Minahasa atau orang Menado. Adapun ke 8 sub suku bangsa tersebut ialah :

  1. Tonsea ; terdapat di sekitar Bagian Timur Laut Minahasa.
  2. Tombulu ; terdapat di sekitar Barat Laut danau Tondano.
  3. Tontemboan (Tompakewa) ; terdapat di sekitar Barat Daya Minahasa.
  4. Toulour ; terdapat di bagian Timur dan pesisir danau Tondano di Minahasa
  5. Tonsawang ; terdapat di bagian tengah dan Selatan Minahasa
  6. Pasan atau Ratahan ; terdapat di bagian tenggara Minahasa.
  7. Ponosakan ; di bagian tenggara Minahasa
  8. Bantik ; terdapat di beberapa tempat dipesisir Barat laut Utara dan Selatan kota Manado.
Sub suku bangsa Tonsea, Tombulu, Toulour dan Tontemboan yang kini sudah menjadi satu (minaesa) sebenarnya merekalah yang merupakan penduduk asli Minahasa yang dikenal dengan sebutan suku bangsa Minahasa. Mereka termasuk bangsa Melayu - Muda (deutro - Zalayu) yang datang dari Tiongkok Selatan melalui Philipina. Sedangkan sub-sub suku bangsa lainnya merupakan pendatang kemudian dan hidup menetap di Minahasa.
Mereka itu ialah :
- Sub suku Tonsawang yang datang dari pulau Maju dan Tidore dari bahagian Timur.
- Sub suku Pasan (Pasan - Bangko') yang datang dari teluk Tomini.
- Sub suku Ponosakan yang datang dari Bolaang Mongondow.
- Sub suku Bantik yang datang dari wilayah Toli Tooi menuju Talaud dan terakhir berpindah ke Minahasa, yang diperkirakan ± abad 16. Akan

tetapi karena sudah berabat-abat lamanya mendiami daerah Minahasa, dengan demikian sub-sub suku bangsa tersebut sudah menjadi penduduk asli Minahasa. Demikian pula hanya orang-orang Jawa, rombongan Diponegoro dan Kiyai Modjo yang melawan penjajah Belanda, yang kemudian disingkirkan ke Minahasa pada th. 1830, sudah diakui sebagai penduduk asli Minahasa sejak 1911. Mereka sudah kawin-mawin dengan penduduk mawin dengan penduduk Minahasa (Tondano), Tomohon, Tonsea sejak 1830 sampai sekarang 1978.
Sungguhpun ke 8 sub suku bangsa tersebut mempunyai daerah tertentu di Minahasa sebagaimana dikemukakan di atas akan tetapi pada masa sekarang ini, diantara mereka satu sama lain saling bercampur dalam arti asimilasi (kawin) sehingga tiap daerah sub suku bangsa tersebut, tidak murni lagi penduduknya. Di Kotamadya Manado, selain terdapat suku-bangsa lain atau orang-orang asing baik orang Indonesia maupun diluar Indonesia, masih dominan terdapat orang Minahasa yang terdiri dari 8 sub suku bangsa tersebut.
2. Penduduk pendatang.
Yang termasuk penduduk pendatang di Minahasa sebenarnya adalah orang asing seperti Portugis, Belanda, Arab, Cina, Jepang, India.
Cina : Bangsa ini adalah yang pertama-tama datang di Minahasa. Mereka datang dari Tiongkok menuju ke kepulauan Indonesia, tidak terkecuali daerah Minahasa. Terutama mereka menempati daerah-daerah pelabuhan seperti Manado dan Bitung, sebagai pedagang. Kemudian dari sini mereka menyebar ke seluruh pelosok Minahasa seperti Tomohon, Tondano, Amurang, Kakas, Langowan. Di Minahasa (Kota Manado yang paling banyak kira-kira meliputi 20%

dari penduduk) mereka mengasai pusat perdagangan dan pertokoan. Mereka juga sudah kawin mawin dengan penduduk asli sehingga di kalangan mereka sudah banyak yang menjadi warga negara.
Portugis dan Spanyol : Bangsa ini datang di Minahasa sebagai penjajah melalui perdagangan pada abad 16. Selama berada di Minahasa sampai pertengahan abad 17, mereka sudah kawin-mawin dengan penduduk asli dan keturunan mereka disebut orang-orang Borgo.
Belanda : Bangsa ini juga datang di Minahasa sebagai penjajah melalui perdagangan pada abad 17. Di kalangan mereka banyak yang menetap di Minahasa sebagai pegawai-pegawai pemerintah Belanda, sebagai penyebar agama Nasrani, sebagai guru dan pula kawin dengan penduduk asli. Keturunannya disebut endo.
Karena bangsa ini yang paling lama berada di Minahasa dengan melalui penyebaran agama, mereka juga memasukkan pengaruh kebudayaan Barat di Minahasa.
Arab : Bangsa Arab datang di Minahasa juga sebagai pedagang sejak abad 19. Mereka menempati kota Manado dan kemudian menyebar ke seluruh pelosok Minahasa seperti Tomohon, Tondano, Longowan, Amurang, Bitung. Sebahagian dari mereka sudah kawin-mawin dengan penduduk asli yang beragama Islam, dengan penduduk-penduduk pendatang yang beragama Islam seperti Bugis, Ternate, Gorontalo, Buol, Toli-toli, Donggala, dll. dan sebahagian lagi masih bersifat endogam.
Jepang Bangsa Jepang datang di Minahasa pada waktu Perang Dunia II. Di samping mereka menjajah, juga mengawini penduduk Minahasa dan meninggalkan keturunan-keturunan mereka setelah mereka kalah perang.

India : Bangsa ini datang di Minahasa sebagai pedagang pada abad 19. Mereka berdiam di kota Manado, Bitung, Tondano, Tomohon, Amurang sebagai dagang ( pertokoan ), Dalam perkawinan mereka bersifat endogam.
Penduduk Minahasa berdasarkan sensus yang terdapat di kantor Propinsi Sulawesi Utara adalah :

Tabel 1, Jumlah penduduk Sulawesi Utara berdasarkan hasil sementara sensus 1971 diperinci laki-laki dan perempuan
No. Kabupaten/Kotamadya Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Kab. Sangihe Talaud 116.215 113.459 229.674
2 Kab. Minahasa 313.277 302.763 616.040
3 Kab. Balaang Mongondow 108.860 103.954 212.814
4 Kab. Gorontalo 203.415 203.754 407.169
5 Kodya 88.011 83.034 171.845
6 Kodya Gorontalo 41.002 44.672 85.681

Keterangan : Sumber Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi utara.

Tabel 2. Rata-rata prosentase perkembangan penduduk Kabupaten Minahasa dari tahun 1961 s/d 1971
Tahun Jumlah Penduduk Prosentase Keterangan
1961 451.924
1962 462.951 2.44 Tahun 1961 data hasil sensus.
Tahun 1961 s/d 1969 memakai rumus r = (2.41 + 0.03 t)% .
Tahun 1970 data hasil persiapan sensus penduduk 1970 (sementara).
Tahun 1971 data hasil sensus penduduk 1971 (sementara)
1963 474.368 2.47
1964 486.246 2.50
1965 498.548 2.53
1966 5.11.311 2.56
1967 524.554 2.59
1968 538.297 2.62
1969 552.562 2.65
1970 597.978 8.21
1971 616.040 3.02
Rata-rata 3.2

Keterangan : Sumber Kantor Gubernur Propinsi Sulawesi utara.

Tabel 3. Keadaan penduduk tahun 1976 Kotamadya Manado
No Kecamatan WNI WNA Keterangan
L P L P
1 Manado Utara 25112 25004 476 486
2 Manado Tengah 21900 21711 1452 1459
3 Manado Selatan 44369 44265 203 205
Jumlah 91551 90980 2130 2150

Keterangan : Sumber Kotamadya Manado

Berdasarkan sumber dari Kantor Kepala Daerah Tingkat II Minahasa tentang keadaan penduduk di Dati II Minahasa tidak diperolh perincian penduduknya yang berdasarkan golongan sub suku bangsa Minahasa sebagai mana dikemukakan diatas. Data yang diperoleh hanya yang didasarkan atas kewarganegaraan yaitu warga negara Indonesia disatu pihak dan warga negara Asing dilain pihak. Adapun keadaan penduduk Minahasa tersebut diperinci di dalam tabel sebagai berikut:

Propinsi Dati I Sulut Kabupaten Dati II Minahasa
Statistik Penduduk selang bulan Oktober s/d Desember 1976
Kecamatan Jumlah bangunan Jumlah R.T Kewarganegaraan Jumlah keseluruhan 0 s/d 17.
Indonesia Asing
L P L P L P L P
Tomano 6.312 8.073 17.958 18.623 103 75 18.061 18.698 6.846 6.932
Eris 2.184 2.869 7.069 6.925 1 2 7.070 6.927 3.395 3.324
Remboken 1.437 1.798 4.629 4.600 - - 4.629 4.600 2.217 2.054
Kakas 2.538 3.555 8.624 8.622 - - 8.624 8.622 3.837 3.837
Kombi 3.771 2.269 5.599 5.534 5 5 5.604 5.539 2.2426 2.450
Tonebon 8.316 11.136 30.381 30.416 134 126 30.515 30.542 19.736 18.729
Tombariri 2.466 3.007 7.659 7.596 7 6 7.666 7.602 3.285 3.114
Pineleng 2.144 4.257 12.385 13.077 14 - 12.598 13.077 6.326 6.400
Wori 3.640 3.591 9.640 9.815 - - 9.640 9.815 2.279 2.211
Airmadidi 3.859 5.190 12.770 12.475 17 19 12.737 12.492 5.684 3.329
Itimembe 4.692 5.932 15.592 14.707 1 1 15.593 14.708 7.152 6.698
Likupang 4.258 4.772 14.967 10.537 37 29 15.004 10.566 6.392 6.882
Kauditan 4.447 3.229 11.810 12.028 4 2 18.814 12.030 4.408 4.123
Kawangkoan 4.167 4.420 10.405 10.394 29 14 10.434 10.408 4.626 4.551
Sonder 2.468 3.129 7.516 7.466 2 2 7.518 7.568 3.832 3.622
Langoan 6.395 6.575 16.667 16.840 34 37 16.701 16.877 5.647 5.829
Tompaso 2.197 2.344 6.947 5.916 2 - 5.949 5.916 2.781 2.171
Tareran 2.842 3.146 8.890 8.843 7 - 8.897 8.843 4.502 3.317
Ratahan 3.146 3.437 8.908 8.948 9 - 8.917 8.948 4.502 4.341
Tombatu 4.522 4.910 13.641 13.245 46 37 13.291 13.678 5.175 3.260
Belang 2.875 3.401 8.585 8.912 47 24 8.552 8.946 2.359 2.311
Tombasian 4.501 4.518 12.535 11.772 207 181 12.742 11.953 4.162 2.576
Tenga 4.203 4.498 12.275 11.619 14 4 12.737 11.623 6.658 5.858
Tamparan 2.464 2.605 6.934 6.565 18 20 6.955 6.585 3.144 2.907
Motoling 5.946 5.949 16.803 16.285 2 1 16.805 16.830 4.670 3.734
Tempano Baru 2.698 5.953 7.910 7.706 6. 6 7.916 7.712 3.976 3.893
Modoinding 1.096 1.095 2.694 2.801 - - 2.694 2.801 963 1.087
Jumlah 97.988 111.309 298.968 292.661 746 601 299.714 293.262 127.437 115.976

Keterangan : Sumber Kantor Kepala Daerah Tk. II Kabupaten Minahasa.

C.LATAR BELAKANG HISTORIS

1. Sejarah Ringkas Kebudayaan yang Pernah Mempengaruhi Minahasa. Orang Minahasa tidak mengetahui dengan jelas asal-usul sejarahnya, selain dari ceritera tentang orang Toar dan Lumimuat dengan ciri-ciri khasnya antara lain : Batu Pinawetengan, aruga, maengket, kabasaran (cakalele). Menurut H. Palm didalam karangannya Ancient Art of Minahasa mengatakan bahwa Minahasa dalam waktu yang relatif singkat telah dengan mudah menerima kebudayaan luar terutama dari orang Barat. Penduduk Minahasa baik yang berada di kota maupun yang berada di desa pada umumnya tidak diperlihatkan lagi unsur-unsur kebudayaan yang asli sebagaimana terlihat pada suku-suku bangsa yang lain (Jawa, Aceh, Batak, Toraja, Minangkabau dsb.) di berbagai aktivitas mereka.

Sebagai contoh maengket merupakan tarian adat Minahasa, akan tetapi pakaiannya, tariannya tidak memperlihatkan keaslian khas Minahasa melainkan sudah bercampur dengan kebudayaan luar. Demikian pula seperti tenunan asli Minahasa sudah tidak diketahui lagi, pada hal menurut ceritera-ceritera orang-orang tua di Minahasa, bahwa kain tenunan Minahasa sebenarnya ada akan tetapi sudah hilang.

Mereka mengatakan kain itu bernama karai momo, terbuat dari sisal Manila (manilaheneep). Bila dibandingkan dengan tenunan batik jawa (Jogja, Solo dsb.), kain Bungis, Kain Minang, Aceh, Batak dan sebagainya yang semuanya masih memperlihatkan keaslian akan kebudayaan daerah masing-masing, maka kain yang dikenakan oleh kaum wanita di Minahasa adalah kain buatan luar saja.

Masuknya kebudayaan asing di Minahasa kira-kir-
ra mulai pada abad ke 16. Pada abad 16 orang Spanyol menduduki Minahasa. Orang Minahasa menyebut mereka itu orang Tasikela disebabkan mereka itu datang dari Mindanau (Philipina) dari daerah Kastilian. Orang Spanyol nanti keluar dari Minahasa, ketika terjadi peperangan dengan Belanda pada tahun 1660, dengan kekalahan orang Spanyol di Minahasa hampir 100 tahun, sehingga banyak unsur-unsur kebudayaan mereka itu hingga kini masih tampak pada penduduk Minahasa, antara lain bahasa Melayo Menado banyak terdapat bahasa Spanyol (nyora, kawayo); pakaian Minahasa yang dianggap oleh orang Minahasa pakaian adat, tidak lain adalah pakaian ala Spanyol (lihat patung Kurengkeng dan Saraum di Tondano), dan sebagainya. Bersamaan dengan masuknya orang Spanyol di Minahasa, masuk pula unsur agama Katolik yang mula-mula dibawa oleh pater Diego de Magelhaes. Kemudian tahun 1617 datang pula Pastor C. Pinto menyebarkan agama tersebut kedaerah-daerah Tanawangko (Tombariri), yang diikuti oleh Pastor Klas Polamino dan P. Poega (1619) mengadakan penginjilan di Manado, Kali, Kakaskasen, Tomohon Saroinsong, Tondano dan Kema.
Pada tahun 1675 seorang pendeta Belanda bernama Montanus dari Protestant mengadakan penginjilan di Minahasa. Pada tahun 1831 dua orang pendeta yang bernama J.G. Schwars dan J.C Riedel mengadakan penginjilan di Minahasa.
Mereka itu adalah anggota-anggota dari N. Z. G. (Nederlandsche Zending Genootschap).

Pengaruh kedua sakte agama tersebut diatas (Katolik dan Protestant) terhadap penduduk Minahasa sangat kuat sehingga tampak pada masa sekarang ini. Hal itu disebabkan kedua sekte itu bukan saja mengadakan penginjilan di Minahasa, akan tetapi juga mendirikan sekolah-sekolah dan

klinik-klinik serta rumah sakit bagi penduduk. Dapat dikatakan bukan saja unsur agama yang mereka tanamkan di Minahasa, melainkan juga unsur pendidikan dan medis (kesehatan).

Selain dari pada itu dengan berkuasaannya Belanda di Minahasa yang juga membawa unsur-unsur kebudayaan lain bagi penduduk Minahasa antara lain bahasa, cara-cara berpakaian, sistim pemerintaha, sistim pengetahuan, peralatan, pengangkutan dsb. , tampak berpengaruh pula didalam pergaulan hidup orang Minahasa sekarang..

Demikian pula halnya dengan masuknya agama Islam di Minahasa kira-kira pada pertengahan abad ke 19 juga membawa unsur kebudayaan Islam di Minahasa.

2. Hubungan dengan Kebudayaan Tetangga.

Daerah-daerah tetangga daerah Minahasa yang terdekat ialah daerah Gorontalo, Bolaang Mongondow dan Sangihe Talaud. Sedangkan daerah-daerah tetangga yang lebih jauh ialah Maluku, Sulawesi Tengah, Kalimantan dan Philipina.

Hubungan dengan kebudayaan daerah Gorontalo.

Orang-orang Gorontalo datang ke Minahasa mulai permulaan abad ke 20, sebagai perantau untuk mencari nafkah (pedagang-pedagang kecil). Mereka hidup menetap di kota Manado, Bitung, Amurang, Tondano. Tetapi yang paling banyak hidup mengelompok, ialah di kota Mando, Girian, Kema dan Bitung (Minahasa Utara). Selain hidup menyesuaikan diri dengan kebudayaan asli, mereka juga mewujudkan kebudayaan mereka dalam kehidupan kelompoknya seperti bahasa, sistim kekerabatan, perkawinan, kematian, kesenian, sunatan, dll. Akan tetapi kebudayaan mereka tidak banyak mempengaruhi kebudayaan Minahasa. Bahkan seba

gai kelompok minoritas merekalah yang menyesuaikan, meniru kebudayaan penduduk asli. Apabila terjadi perkawinan antara wanita Gorontalo dan Pria Minahasa atau sebaliknya, biasanya si wanitalah yang menyesuaikan diri dengan kelompok kehidupan suaminya. Artinya, apabila ada seorang wanita Gorontalo yang beragama Islam kawin dengan seorang laki-laki Minahasa, maka si wanita biasanya masuk kedalam keluarga suaminya dan hidup sebagai orang Minahasa.

Sebaliknya bila ada seorang wanita Minahasa kawin dengan seorang laki-laki dari Gorontalo, maka si wanita masuk warga Gorontalo dan hidup seperti orang Gorontalo. Dengan kawin mawin integrasi kebudayaan. Sebaliknya orang-orang Minahasa yang hidup menetap di Gorontalo, berusaha juga menyesuaikan diri dengan kehidupan dan kebudayaan daerah Gorontalo. Dengan adanya di kalangan kedua suku bangsa ini, maka terjadilah integrasi diantara mereka, terutama dalam kehidupan masyarakat kotanya (Manado dan Gorontalo).

Hubungan dengan daerah Bolaang Mongondow.

Yang paling erat berhubungan dengan kebudayaan Minahasa ialah kebudayaan daerah Bolaang Mongondow. Kedua daerah ini letaknya berimpit, sehingga sejak dahulu sudah terjadi kontak antara kedua suku bangsa, baik secara biologis (kawin mawin), maupun integrasi antara kedua kebudayaan. Sejak dahulu sudah terjadi perpindahan penduduk, karena perang antara kedua suku bangsa (abad 17).

Orang-orang Bolaang Mongondow menyerang orang Minahasa dan dapat menguasai daerah Minahasa Selatan. Banyak di kalangan mereka yang mengawini orang-orang Minahasa. Setelah orang-orang Minahasa berhasil menyusun kekuatan, mereka kemudian mengusir orang Gorontalo kembali ke daerahnya.

Selain itu banyak orang-orang Minahasa yang menyingkir ke Bolaang Mongondow dan kawin mawin dengan penduduk Mongondow. Buktinya sekarang dikalangan orang-orang Minahasa dan Bolaang Mangdondow terdapat keturunan dari beberapa marga yang sama, walaupun berbeda agamanya. Misalnya marga ( fam ) Manoppo, Mamangkey, adalah marga yang berasal dari Minahasa, yang menyingkir ke Bolaang Mangondow.

Demikian pula misi-misi agama Katholik dan Protestan berhasil memasuki daerah Bolaang Mangondow melalui Minahasa dan dapat pula menamakan agama-agama tersebut di sana. Dengan begitu sebenarnya kebudayaan Minahasa sudah berhubungan dengan kebudayaan Bolaang Mangondow, yang secara tidak disadari sudah terjadi saling menyesuaikan, meniru , melalui hubungan perkawinan dan agama.

Hubungan dengan daerah Sangir Talaud.

Hubungan Kebudayaan Minahasa dan Sangir Talaud diduga pada waktu orang-orang Minahasa pertama kali datang dari Tiongkok Selatan melalui Philipina dan kepulauan Sangir Talaud.

Mungkin sekali di kalangan mereka dan yang menetap di kepulauan itu, sehingga dapat dilihat ada persamaan beberapa kata-kata (bahasa) Sangir dengan bahasa Minahasa misalnya istilah ina', ama , opo (ibu, nenek moyang, ayah) adalah sama dengan istilah pada bahasa Miahasa dalam penggunaan istilah kekerabatan. Selain hubungan ini terjadi juga hubungan kebudayaan (saling menyesuaikan saling meniru) dengan adanya kawin-mawin, orang orang Sangir yang hidup menetap di Minahasa dan sebaliknya orang-orang Minahasa semacam ini adalah sama dengan hubungan orang-orang Minahasa dan Gorontalo.

D. BAHASA DAN TULISAN.

Keadaan penduduk di Minahasa dimasa kini bila ditinjau bahasa yang dipergunakan mereka dapat dikatakan bermacam-macam. Hal itu disebabkan penduduk di Minahasa bukan hanya terdiri dari penduduk aslinya ( suku bangsa Minahasa ), melainkan terdiri dari bermacam-macam suku bangsa yang ada di Indonesia serta orang-orang dari luar Indonesia.

Mereka itu antara lain Jawa, Sunda, Aceh, Batak, Minangkabau, Dayak, Irian, Ambon, Bugis, Makasar, Toraja, Timor, Mongondow, Sangir, Gorontalo dsb. (Indonesia) dan Amerika, Inggeris, Belanda, Philipina, Jepang, Arab, India dsb , dimana masing-masing mempunyai bahasa sendiri dan diantara mereka pula mempunyai tulisan-tulisannya sendiri.

Bahasa yang dipergunakan oleh orang Minahasa sebagaimana telah dikemukakan diatas yaitu terdiri dari paling sedikit 8 sub suku bangsanya, juga mempunyai dialek bahasanya sendiri umpama : orang Tonsea dengan dialek Tonsea, Tondano dengan dialek Tondano, Tombulu dengan dialek Tombulu, Tontemboan dengan dialek Tontembon, Bantik dengan dialek Bantik, Pasan dengan dialek Pasan, Ponosakan dengan dialek Ponosakan dan Tombatu (Tonsawang) dengan dialek Tonsawang. Walaupun penduduk daerah Minahasa menggunakan/mengenal 8 macam bahasa, namun sekarang ini mereka sudah tidak mengenal tulisan.

Dahulu kala diduga orang-orang Minahasa (suku bangsa Minahasa) mengenal tulisan. Hal ini dapat dibuktikan dengan batu bertulis yang ada di Minahasa Selatan, yang merupakan peringatan persatuan antara keempat suku bangsa (Tonsea, Toulour, Tombulu dan Tontemboan) yang dikenal dengan minaesa, artinya menjadi satu (Minahasa). Akan tetapi tulisan
itu sudah tidak diketahui sekarang
II. SISTIM MATA PENCAHARIAN HIDUP.
A. BERBURU/MERAMU.
Kedua jenis mata pencaharian tersebut hampir tidak diketemukan lagi pada orang Minahasa. Dizaman dulu memang mata pencaharian tersebut merupakan salah satu mata pencaharian pokok orang Minahasa. Akan tetapi sekarang keadaan tanah Minahasa sebagian besar banyak yang sudah digarap penduduk sehingga kedua mata pencaharian tersebut mulai hilang.
Dahulu penduduk (dibeberapa tempat) mempunyai mata pencaharian berburu babi hutan, babi rusa (bah. Minahasa : langkow), sapi hutan (anpa) dan rusa. Demikian pula dengan meramu, penduduk dizaman itu ada yag meramu, damar, rotan, dsb. , dan sekarang hampir tidak ada lagi.
Adapun tentang pekerjaan berburu masih terdapat, akan tetapi sudah merupakan pekerjaan sambilan saja dan pekerjaan tersebut, bukan saja dikerjakan oleh penduduk dipedesaan akan tetapi juga oleh orang-orang yang menetap dikota.
B. PERIKANAN.
Perikanan di Minahasa dibagi dalam : Perikanan Darat dan Perikanan Laut.
Perikanan Darat.
Perikanan ini dilihat dari segi usahanya dibagi dalam Perikanan atas usaha Pemerintah (Jawatan Perikanan) dan usaha swasta/rakyat.
Usaha Pemerintah (Jawatan Perikanan) i-

alah dengan jalan mendirikan Balai-balai Benih ikan (BBI), yang antara lain terdapat di Kecamatan Tondano, Kecamatan Tatelu, Kecamatan Langowan, Kecamatan Tompaso Baru.

Di Kecamatan Tondano dan Langowan adalah BBI Pusat, sedangkan di Kecamatan Tatelu dan Tomposo merupakan BBI Pembantu.

Balai Benih Ikan yang ada di Tondano sebagai Pusat pembenihan/pengembangan ikan mas untuk menyediakan benih/calon induk bagi kebutuhan kolam masyarakat, perairan umum (danau Tondano), rawa sawah, dsb. , terutama kolam-kolam yang diintensifkan melalui Kredit modal Kerja Permanent (KMKP)

Di Langowan merupakan pusat pembenihan/pengembangan ikan nila disamping ikan mas, dalam rangka program ikan murah. BBI tersebut berfungsi untuk menyediakan benih/calon bagi kebutuhan masyarakat khusus melalui kelompok-kelompok/organisasi-organisasi dll. , dengan maksud diutamakan pada daerah-daerah pedalaman yang sukar dijangkau oleh ikan laut dan yang mempunyai daya beli rendah. Untuk kelancaran penyaluran/pengangkutan benih/calon induk ikan kekolam-kolam masyarakat, oleh pemerintah (BBI) telah menyediakan mobil pengangkut.

BBI Tompaso Baru berfungsi sebagai penyalur benih/calon induk untuk wilayah Minahasa Selatan dengan cabang penyaluran terdapat didesa Touraut.

Didalam tahun anggaran 1976/1877 di Kecamatan Tatelu telah dibangun satu Balai Benih Ikan untuk Minahasa bagian Utara. Fungsi Balai tersebut sebagai pusat pembenihan, pusat percobaan, penelitian, latihan/pendidikan serta penyuluhan pe
rikanan darat yang bukan saja untuk Kabupaten Minahasa, melainkan juga meliputi Propinsi Sulawesi Utara.
Perikanan Laut.
Pada umumnya penduduk yang bermukim di pesisir-pesisir pantai mempunyai mata pencaharian pokok menangkap ikan. Tempat-tempat yang terkenal merupakan pelabuhan ikan di Minahasa ialah : Aer tembaga, Bitung, Kema, Belang, Amurang, Tanawangko dan Manado.
Usaha Pemerintah didalam memajukan perikanan laut di Minahasa, masih terdapat di Aertelaga, (Kec. Bitung) yang dipegang oleh P. N. Paikani Aertembaga. Pelabuhannya diperbaiki pada tahun 1969 dan secara resmi mulai beroperasi akhir tahun 1976.
Biaya pembangunannya menelan Rp 3500.000,-- bersumber dari bantuan Bank Dunia. Adapun pelabuhan tersebut lengkap dengan fasilitas-fasilitas darat berupa :
  • Dermaga panjang ( 120 m )
  • Slip way kapasitas 3 x 100 ton
  • Ice storage kapasitas 400 ton
  • Cold storage kapasitas 600 ton
  • Pabrik es kapasitas 25 ton/hari
  • Workshop dan Carpentershop
  • Tangki bahan bakar kapasitas 100 ton
  • dll.
Ikan yag ditangkap khusus tongkol yang biasa disebut orang Minahasa cakalang. Tenaga kerja di P.N. Perikani terdiri dari staf Administrasi, bagian teknik galangan kapal ( motor ), buruh darat dan penangkap ikan. Kira-kira 50 motor yang beroperasi setiap hari. Hasil penangkapan untuk kebutuhan daerah Minahasa, juga di ex-
port keluar negeri antara lain Jepang, Amerika. Pemasaran ikan cakalang di daerah Minahasa selamanya melalui tempat Pelelangan yang berada di Aertembaga dan di Kuala Jengki Menado.
Dipelabuhan-pelabuhan lain sebagaimana tersebut diatas, bermacam-macam ikan yang ditangkap oleh penduduk sekitarnya lain; ikan tongkol, roa (julung-julung), sardin (japuh), kembung, malalugis (ikan layang), deho (tongkol), kefil, bobara (ikan kua), ikan batu, tuturuga (kura kura) dsb. Kalau Aertembaga pengangkutannya berupa motor (sejenis kapal kecil), maka ditempat-tempat lain sebagaimana tersebut diatas memakai sampan yang sering dibantu dengan motor tempel. Penghasilan mereka biasanya dengan perantaraan tengkulak-tengkulak (tibo) dibawa kepasar-pasar yang terdapat di ibu kota kecamatan, Kabupaten dan Menado.
C. P E R T A N I A N.
Bercocok tanam adalah mata pencaharian pokok orang Minahasa, sungguhpun masih terdapat beberapa mata pencaharian lain yang merupakan mata pencaharian pokok akan tetapi bagian yang terbesar mata pencaharian pokok penduduk Minahasa adalah bercocok tanam.
Hampir setiap rumah tangga memiliki tanah baik berupa sawah maupun ladang. Sistim pemilikan tanah di Minahasa dikenal dengan pasini (milik sendiri) dan tanah kalekeran (milik sendiri) dan tanah kalakeran (milik bersama).
Sistim bercocok tanam diladang ( uma atau kobong kering ) ada yang hanya ditanam beberapa kali lalu berpindah lagi, dan ada
yang tetap. Biasanya pada tanah-tanah yang berlereng-lereng dan bergunung-gunung tanah dipergunakan untuk beberapa waktu dan ditinggalkan lagi (slash and burn agriculture), sedangkan tanah yang tetap selalu dipakai adalah tanah yang terdapat didaerah-daerah yang tidak mudah kehilangan zat-zat yang menyuburkan, terutama di daerah-daerah yang tidak berbukit-bukit dan yang memiliki sedimen-sedimen vulkanis.
Tanaman pokok yang ditanam diladang jagung yang sering diselang-selingi dengan padi ladang, sayur-sayuran, rempah-rempah. Makanan pokok penduduk Minahasa dapat dikatakan dalam 2 bagian yaitu jagung dan padi, dalam arti ada penduduk yang menganggap jagung sebagai makanan pokok dan ada yang padi. Disamping tanaman jagung, padi yang ditanam diladang, masih terdapat tanaman-tanama lainnya antaranya : jenis sayur-sayuran, bumbu-bumbuan, ubi-ubian, pisang, kelapa, jenis-jenis buah-buahan, cengkeh, bambu, pohon aren dsb.
Pengolahan tanah pada sistim bercocok tanam baik sawah maupun ladang dipakai alat pajeko (bajak), kecuali ladang yang terdapat di lereng-lereng gunung, bajak itu tidak dipergunakan. Selain dari pada itu alat-alat pertanian yang dipergunakan ialah pacul (cangkul), kecuali ladang yang terdapat dipergunakan ialah pacul (cangkul) dan tembilang (sekop). Pemakaian bajak (pajeko) selamanya mempergunakan tenaga bantuan berupa ternak (sapi, kerbau dan kuda) sepasang sebagai penarik.
Didalam pengolahan tanah, keluarga batih merupakan inti satuan kerja. Akan tetapi bila ladang atau sawah itu besar, maka memerlukan tenaga bantuan yang biasanya dari keluarga de-
kat dengan sistim kerja sama yang dikenal dengan sumawang; ada pula yang menyewa tenaga; ada yang dikerjakan orang lain dengan sistim tawon (bagi hasil) yang dikenal dengan istilah tumoyo.
Di Minahasa biasanya orang bekerja secara gotong royong secara berbalasan atau arisan tenaga yang dikenal dengan mapalus.
Cara mengerjakan sawah :
Mula-mula tanah itu dibajak, sementara itu bibit padi yang akan ditanam sudah disediakan untuk dihambur pada sepetak tanah yang sudah disediakan lebih dahulu.
Padi yang akan dijadikan bibit biasanya sebelum dihamburkan harus direndam dahulu sehari semalam. Tanah yang sudah dibajak langsung diairi beberapa hari, dengan maksud agar tanah itu nanti lembek. Sambil menunggu tanah yang dibajak itu lembek, si pemilik mengambil kesempatan untuk membersihkan pematang-pematang sawah. Bila bibit padi yang disemaikan umurnya sudah cukup didalam perhitungan untuk ditanam, maka sejumlah tenaga baik lelaki maupun wanita bersama-sama mencabut bibit tersebut sementara petak-petak sawah disisir
Tanah yang disisir adalah tanah yang bekas dibajak yang sudah diairi menjadi lembek.
Padi yang ditanam dibiarkan beberapa waktu dan sedapat mungkin selalu ada airnya yang cukup hingga tiba saatnya untuk disiangi yang biasa disebut dengan bahasa Minahasa rukutan (mencabut rumput). Setelah padi sudah disiangi, sipemilik tinggal menunggu padi itu untuk dipanen.
Panen biasanya memerlukan tenaga baik lelaki maupun wanita. Caranya ialah pertama-tama padi di sabit (ada juga dipotong dengan ana-ani), kemudian dikumpul pada suatu tempat untuk dituai. Menuai padi selalu dikerjakan oleh kaum lelaki,
sedangkan untuk membersihkan padi dikerjakan bersama-sama oleh pria dan wanita.
Di Minahasa tanah pertanian biasanya milik perorangan. Tanah yang demikian itu disebut tanah pasini. Seorang dapat memiliki tanah pasini, biasanya karena warisan ataupun pembelian. Banyak kali timbul pertengkaran antara kerabat dalam hal warisan tanah, bila tidak ada ketetapan sebelumnya. Pertengkaran atau konflik dapat timbul pula karena batas-batas/sipat tanah antara tetangga, bila batas-batas tanah tidak ditandai dengan sejenis tanaman dengan dikenal dengan nama tawaang.
Tanah pertanian dapat pula menjadi milik kumunal. Dalam hal ini penggunaannya diatur oleh kepala desa atau Hukum tua. Untuk membuka tanah ladang dengan merombak hutan juga harus diberitahukan kepada Hukumtua.
Akan tetapi pada masa sekarang ini harus melalui jawatan kehutanan setempat ( Pemerintah ).
Tanah pertanian dapat pula berupa tanah kalakeran ialah tanah milik bersama dari suatu kelompok kerabat ( keluarga luas ). Tanah tersebut digarap bersama-sama oleh kerabat yang bersangkutan. Akan tetapi biasanya bila tanah kalakeran itu tidak besar, maka dapat dikerjakan oleh anggota-anggota kerabat dengan cara bergilir yang biasa disebut dengan tanah pataunen (setiap anggota mendapat giliran satu tahun).
D. PETERNAKAN.
Peternakan hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Binatang ternak yang dikenal di Minahasa berupa sapi, babi, ayam, bebek, kuda, anjing, angsa, hanya dalam jumlah kecil saja
Ternak piaran tersebut biasanya sebagai : pemban-
tu tenaga kerja dan penarik gerobak, bendi (kuda, sapi) ; penjaga dan sering digunakan sebagai pemburu (babi, ayam, bebek, sapi angsa). Bagi yang beragam Islam biasanya ternak yang dipeliahara kecuali babi sama dengan ternak yang tersebut ditambah dengan kambing.
Ternak-ternak seperti kuda, sapi sampai pada saat ini merupakan ternak yang banyak membantu penduduk.
Perdagangan ternak tersebut terdapat dibeberapa tempat (Langowan, Kawangkoan, dsb.). Ternak yag akan dipakai untuk tenaga penarik/pembajak lebih mahal dari ternak yang akan dijadikan daging (khusus sapi).
Pasar ternak seperti kuda dan sapi dinamakan pasar belante. Dipasar itu biasanya ternak tidak hanya dijual belikan dengan memakai mata uang, akan tetapi juga dengan cara tukar tambah yang disebut dengan istilah belante.
Ternak-ternak tersebut (sapi, kuda), dibeberapa tempat di Minahasa seperti Kecamatan Kakas, Langowan, Remboken, Tonsea, dll. , banyak kali dipakai sebagai salah satu bagian dari mas kawin di dalam perkawian di Minahasa yang disebut antar-harta.
E. K E R A J I N A N.
Pada umumnya kerajinan tangan yang terdapat di Minahasa berupa ; tikar yang terbuat dari sejenis daun tumbuh-tumbuhan tertentu ; aneka ragam wadah yang dibuat dari rotan, silar, pandan, sejenis bambu (lou, dames) dan bambu kecil yang disebut bulu tui. Demikian pula hanya dengan pembuatan topi dan alat-alat rumah tangga lainnya.
Di Kecamatan Remtoken pembuatan alat-alat rumah tangga dari tanah liat berupa tembikar, jambangan, pot-pot bunga, piring-piring dan mangkok dsb., merupakan pekerjaan sambilan penduduk. Barang-barang tersebut banyak diperdagangkan oleh penduduknya kepelosok-pelosok desa Minahasa.
Pada umumnya hasil-hasil kerajinan tangan Minahasa dikerjakan oleh wanita-wanita.


III. SISTIM TEKNOLOGI DAN PERLENGKAPAN HIDUP.
A. ALAT-ALAT PRODUKSI.
Alat-alat produksi rumah tangga selain alat-alat yang dibuat dari tanah liat, tempurung (batok kelapa), kayu dan mambu yang kas dibuat oleh penduduk, semuanya terdapat alat-alat produksi rumah tangga yang dibuat pabrik-pabrik baik buatan Indonesia maupun buatan luar negeri. Baik penduduk di desa maupun yang berada dikota hampir tidak ada perbedaan lagi didalam pemakaian alat-alat produksi rumah tangga. Alat-alat berupa periuk belangga, piring, mangkuk, gelas, alat-alat makan (sendok, garpu) dan sebagainya pada umumnya dibeli dari toko.
Sungguhpun demikian masih terdapat alat-alat rumah tangga yang khas buatan penduduk yang dapat dijumpai di desa-desa. Alat-alat tersebut antara lain : nihu (penampi beras/padi), loto (bakul), poroco (jenis bakul), keranjang (keranjang), rueng (belanga), rumping (belanga goreng), ramporan (dodika/tempat memaska), tempayang (tempayang), mauseu/nuuseu (tempat nira dibuat dari bambu), naaweyen/sincom (tem-
pat nira dibuat dari bambu), salangka (peti tempat menyimpan barang-barang berharga), tepe (tikar), patekelan/pantaren/koi (tempat tidur), Sole (lampu), sosapu (sapu), kelas/peda (parang), piso (pisau) , lisung (lesung) dan lain-lain.
B. ALAT-ALAT PERTANIAN
Alat-alat pertanian beberapa diantaranya telah disebutkan diatas, tetapi baiklah akan disebutkan alat-alat yang selalu dipakai penduduk didalam pertanian seperti : pajeko (bajak), sisir, pacol (pacul), sekop (tembilang), peda (parang), sambel (sabel), pati/tamako (kapak), sabit piso (pisau) dll.
C. ALAT-ALAT PERBURUAN
Dahulu alat-alat perburuan yang dikenal di Minahasa sungguhpun sudah jarang dipakai ialah : tumbak (tombak), sumpit (untuk burung sja), wetes/dodeso (jerat), sasaembet (semacam jerat) dan sinapang (senapan).
D. ALAT-ALAT PERIKANAN
Jenis-jenis alat-alat tersebut ialah : perahu sampan, perahu giob (lebih besar dari sampan), pelang (lebih besar dari giob), soma (pukat besar kira-kira 500 meter sampai lebih panjangnya), pukat, kail/hohati, panah, tumbak, lukah, jala, lampu, dayung, kemudi, layar, motor tempel, nonae (umpan), sororeka (semacam tumbak yang khusus dipergunakan didanau), rompong (sejenis rumah diatas air yang telah dipasang dengan jala), sesambe (bentuknya seperti layar kecil untuk menangkap ikan-ikan kecil), sero babu yang telah dianyam sedemi -
kian rupa untuk membungkus ikan dan lain-lain.
E. ALAT-ALAT PETERNAKAN.
Alat-alat ini hampir tidak terdapat di Minahasa kecuali cambuk, kandang dan sabit (pemotong rumput untuk makanan ternak kuda sapi), Lontang tempat makanan babi, roroongan (sangkar ayam) . Hal ini disebabkan sistim peternakan pada orang Minahasa masih merupakan pekerjaan sambilan saja.
F. ALAT-ALAT KERAJINAN.
Alat-alat ini dibagi dalam : alat - alat buatan asli penduduk, semi buatan asli penduduk dan bukan buatan penduduk.
Buatan asli penduduk diantaranya : kekendong (alat pemintal tali) yang terbuat dari bambu dan kayu ; jarong katu (penjahit atap) yang dibuat dari bambu dan kayu; gelondong dan jarong benang bambu; martelu (martil) yang dibuat dari kayu ; sarong peda (sarung parang dan piso/pisau) dibuat dari kayu , bambu dan pelepah pinang dsb.
Semi buatan penduduk asli dalam arti alat alat tersebut adalah kombinasi atau campuran dari buatan asli penduduk dan bukan buatan asli penduduk antara lain meliputi; alat-alat pemotong seperti pisau, parang, sabit, kapak, pahat dll., yang banyak kali digunakan didalam pembuatan kerajinan tangan penduduk, baik pembuatannya maupun bahannya adalah campuran/kombinasi.
Umpama : pisau, parang, sabit dan kapak adalah bahan tempahan luar yang ditempah kembali oleh penduduk menjadi alat-alat tersebut, dan gagangnya dibuat penduduk sendiri dari kayu.
Demikian pula halnya dengan pahat dsb., bahan besinya serta buatannya sudah merupakan barang jadi dan gagangnya dibuat penduduk dari kayu Akan tetapi ada juga alat-alat tersebut sudah merupakan barang yang dibeli penduduk di toko-toko.
Sebagaimana telah diterangkan, alat-alat tersebut banyak dipergunakan pada pembuatan alat-alat kerajinan (lihat bagian kerajinan), seperti membuat topi, keranjang, tali, tembikar dll., mutlak memerlukan alat-alat pemotong tersebut, sungguhpun alat-alat itu pula merupakan alat-alat produksi dari pertanian, pertukangan dsb.
Alat-alat yang tidak termasuk buatan asli penduduk akan tetapi merupakan alat-alat kerajinan penduduk diantaranya : jenis-jenis jarum penjahit, jenis-jenis kertas, mesin jahit, jenis-jenis cat, jenis-jenis bahan perekat, jenis-jenis benang, jenis-jenis kain, jenis-jenis kawat, jenis-jenis alat penulis, dsb.
C.ALAT-ALAT PEPERANGAN.
Adapun yang menyangkut alat-alat peperangan yang akan diterangkan disini, tidak termasuk alat-alat peperangan yang dimiliki oleh angkatan bersenjata, melainkan alat-alat yang dipakai oleh orang-orang Minahasa dahulu didalam peperangan.
Alat-alat tersebut pada masa kini tidak dipergunakan lagi sebagai senjata perang, melainkan dipakai sebagai alat yang memperlihatkan salah satu unsur kebudayaan materi Minahasa didalam kesenian yang dikenal dengan cakalele ( tari perang ).
Pada umumnya jenis-jenis senjata yang biasa dipergunakan ialah : kelung (tameng), santi, (pedang), kiris (keris), tombak, pemukul (pemukul), temor (tambur), tettengkoren (tubuh dari bambu/kayu), pontuang (alat tiup dari kulit kerang), kolintang (dibuat dari perunggu yang sama dengan alat yang terdapat di musik gamelan Jawa), dan gong (sama bentuknya dengan kolintang tetapi lebih besar).


H. ALAT-ALAT DISTRIBUSI DAN TRANSPORT.
1. Alat-alat perhubungan darat :
Alat-alat ini meliputi : roda sapi, bendi, sepeda, sepeda motor, vespa, bemo, daihatsu (lebih besar dari bemo), bis, truk, sedan, rakit (untuk menyeberang sungai yang terdapat di Poigar), Jeep toyota, roda plat, gerobak dorong dsb.
2. Alat-alat perhubungan laut.
Jenis-jenis perahu/sampan baik yang memakai motor tempel maupun tidak, motor-motor laut, tongkang, perahu-perahu layar ( lebih besar dari sampan) baik yang dipakai motor maupun tidak), rakit, dan kapal laut.


I. WADAH-WADAH/ALAT-ALAT UNTUK MENYIMPAN.
1. Penyimpanan hasil produksi ialah : godong (gudang) merupakan tempat penyimpanan yang biasanya terdapat dibagian bahwa rumah. Tempat ini disamping tempat penyimpanan bahan-bahan makanan seperti padi, jagung dll., juga tempat menyimpan alat-alat hasil produksi (kampak, parang, cangkul, tembilang, bakul, keranjang dll.) ; peti atau juga disebut kas
yaitu tempat menyimpan alat-alat produksi yang ukurannya kecil (parang, alat-alat tukang , dsb)., ukuran petinya bermacam-macam, ada yang 1 x 1 x 1 meter, ada 1¼ x 1¼ x 1 meter, ada 2 x 1 x 1 meter ).
2. Penyimpanan kebutuhan sehari-hari berupa: peti/kas (selain tempat penyimpanan alat-alat produksi), loto (bakul), karanjang (keranjang) lemari (lamari), cupa dan gantang (juga dipakai sebagai alat takaran orang Minahasa, cupa dibuat dari bambu isinya hampir 3 liter, sedangkan gantang dibuat dari kayu yang isinya 27 liter) walosong (terbuat dari bambu khusus tempat menyimpan makanan yang harus diamankan dari gangguan tikus dan kucing), para-para ( sejenis meja terbuat dari bambu yang fungsinya tempat alat-alat dapur seperti piring,belanga, mangkok dsb), salangka terbuat dari kayu, tempat menyimpan barang-barang berharga, tampayang (tempayang) sasu/naesu/useu (dibuat dari tempat air, sincom/saweyon potung (tempat menyimpan minuman nira yang disebut saguer dll.).
3. Wadah dalam rumah tangga pada umumnya sudah diuraikan di ad 1 dan 2 tersebut diatas.
Adapun alat-alat sebagaimana tersebut diatas kebanyakan terdapat pada penduduk yang bermukim didesa-desa. Sungguhpun demikian masih terdapat sekian banyak wadah-wadah yang meliputi ( 1, 2 dan 3 ) wadah tersebut diatas, akan tetapi alat-alat tersebut umumnya dapat dikemukakan pada orang-orang luar Minahasa lainnya yang banyakkali dijual ditoko-toko baik buatan dalam maupun luar negeri seperti lemari-lemari kaca, lemari es meubel dll.
J. MAKANAN DAN MINUMAN.
1. Makanan utama orang Minahasa adalah beras dan jagung diluar lauk-pauk. Makanan beras terutama bagi orang-orang yang bukan tani, anak-anak dan orang sakit, sedangkan jagung banyak digemari oleh petani-petani terutama mereka yang bekerja.
Itulah sebabnya untuk menentukan mana makanan pokok orang Minahasa sedikit sulit, karena tiap-tiap daerah tidak tentu mana sebenarnya makanan pokok mereka bila diselidiki ditiap-tiap desa. Akan tetapi secara umum, sebagaimana diterangkan diatas, menurut petani-petani jagung lebih digemari mereka, karena tidak lekas lapar dibandingkan dengan beras.
Dapat ditambahkan pula beras bagi orang Minahasa mutlak dipakai didalam pesta-pesta atau hajat (kawin, kematian, ulang tahun, kenduri dsb.) dan bila memberi makan tamu.
2. Makanan sampingan antara lain, jenis ubu-ubian (singkong), (batata kayu), bete (talas), batata meraya (ubi jalar), pisang, sagu dan beberapa makanan Barat dan Cina.
Selain dari itu sayur-sayuran, lauk pauk (ikan dsb.), buah-buahan.

3. Makanan dan minuman khusus di Minahasa antara lain : tinutuan yaitu semacam bubur yang dicampur dengan beberapa jenis sayur-sayuran (kangkung, bayam, labu/sambiki), daun pepaya , daun singkong, rebung, daun meninjo (ganemo) rebung, jagung, ketela dsb. Tinorancak ialah daging babi yang dimasak didalam bambu yang sudah dibumbuhi dengan bumbu-bumbu yang khas, pangi adalah masakan bambu berupa daun semacam

pohon yang disebut pangi dicampur dengan daging babi, dimana bumbunya sama dengan tinoransak; lutu (khas terdapat dibagian Ratahan dan beberapa tempat dibagian Tomtemboan) adalah masakan bambu yang terdiri dari daging babi/babi hutan dicampur dengan sayu-syang termasuk jenis tumbuhan paku; beberapa jenis penganan yang terbuat dari ketan, beras biasa, jagung (nasi jaha, cucur, kokolo ); jenis pepaya/ketimun, dicampur cuka, garam, lombok sedikit), saguer (nira), cap tikus terbuat dari nira yang melalui penyulingan, pinaraci dibuat dari cap tikus yang dicampur dengan akar akar.


K. PAKAIAN DAN PERHIASAN.
Pakaian orang Minahasa dahulu terbuat dari kulit kayu dan dari sisa (manilahep).
Akan tetapi pakaian semacam itu sekarang tidak diketemukan lagi pada penduduk. Hanya ada sejenis pakaian lelaki yang masih tampak pada penduduk di beberapa tempat yang namanya banjang.
Adapun pakaian tersebut bahannya kain putih atau hitam yang biasa dibeli ditoko-toko kain. Demikian pula dengan bahan pakaian wanita terutama kaum ibu masih memakai sarung dan kebaya khas Minahasa akan tetapi bahannya bukan lagi dari Minahasa.
Pakaian maupun perhiasan orang Minahasa sekarang pada umumnya adalah buatan dalam negeri maupun luar negeri.
Pakaian dan perhiasan tersebut bermacam-macam bahannya.
Pakaian-pakaian upacara.
Pakaian-pakaian tersebut bagi kaum lelaki terutama adalah jas ( sepasang), dan bila tidak memakai jas cukup dengan kemeja akan tetapi dengan memakai dasi. Bagi kaum ibu/wanita pakaian mereka tidak lain berupa sarung kebaya atau yapon.

Di Minahasa ada suatu ketentuan didalam upacara kematian dimana setiap orang agar berusaha memakai pakaian hitam. Bila tidak ada pakaian hitam, dapat memakai pakaian berwarna lain, kecuali yang warnanya merah.

TEMPAT PERLINDUNGAN DAN PERUMAHAN.

  1. Tempat perlindungan;
    Selain rumah tinggal, pada umumnya di Minahasa baik di kota maupun di desa terdapat beberapa bangunan yang fungsinya selain sebagai kantor/lembaga/paberik dsb., juga sebagai tempat berlindung dalam arti menghindari dari panas terik dan hujan.

    Bangunan- bangunan tersebut antara lain : gereja/rµmah ibadah, kantor-kantor, sekolah sekolah, pasar, toko-toko dsb.

  2. Rumah tempat tinggal.
    Di Minahasa rumah tinggal dibagi dalam:
    1. Terung/daseng yang terbuat dari bambu/kayu dan kecil. Terung/daseng biasanya dipergunakan hanya untuk mengaso atau didirikan di sawah disaat panen, untuk tempat mengawasi burung-burung yang akan memakan padi.
  1. Sebuah/lakou : Tempat ini banyak diketemukan di ladang ladang penduduk yang sedikit kit lebih besar dari daseng. Tempat itu dipergunakan disaat-disaat musim sibuk (menanam/panen), dimana memakan waktu relatif lama ( paling lama 3 bulan ) sebagai tempat penginapan. Bentuknya sama dengan rumah.
  2. Rumah tempat tinggal : dibagi dalam ; ruang tamu (bagian depan), runag dalam (poros) dapat pula dijadikan ruang tamu dan tempat makan, kamar tidur dan dapur. Bagi rumah orang-orang yang kaya masih terdapat ruang tempat menyimpan yang disebut godeng (gudang).
    Bahan-bahan pembuatannya serta teknik pembuatan tonaas/walian. (orang yang selalu memimpin upacara-upacara apa saja), akan tetapi sekarang hampir tidak diketemukan lagi orang-orang yang disebut tonaas / walian dibeberapa tempat.
Upacara mendirikan rumah pada umumnya dibagi dalam 2 bagian, yaitu upacara adat dan upacara agama (Kristen).
Dalam upacara adat biasanya tonaas/walian atau dukun kampung memimpinnya dengan mantera-mantera untuk memintakan pada opo-opo (dewa) yang mendiami sekitar tempat tinggal agar jangan mengganggu penghuninya serta perlindungan.
Selain itu terutama memintakan restu/pengehentaran pada opo wangko/opo wailan, wai dan atau empung (Tuhan).
Upacara ini diiringi dengan kesenian yang disebut masambo berupa kesenian marembak (khusus kesenian untuk naik rumah baru).
Marambak adalah tari yang diiringi dengan nyanyian serta alat-alat bunyi-bunyian dibawakan oleh sejumlah orang (pria/wanita dewasa).
Untuk naik rumah baru, selamanya di adakan pesta dengan memotong babi, anjing, ayam dll dengan maksud terutama memberikan sajian pada dewa-dewa (opo) dan tukang (bas) dan pula bagi keluarga bersama undangan.
Upacara agama Kristen atau aliran agama lain, biasanya dipimpin oleh pendeta atau wakilnya yang dikenal dengan penatua atau samas Upacara ini tidak lain berupa kebaktian rohani yang berkisar pada memintakan pada Tuhan agar melindungi penghuni rumah tersebut dan sebagainya yang dibawakan oleh pendeta/wakilnya didalam doa ( sembahyang ).


IV. SISTIM RELIGI DAN SISTIM PENGETAHUAN.
A. SISTIM KEPERCAYAAN.
1. Kepercayaan kepada dewa-dewa:
Agama yang mempunyai penganut paling banyak di Minahasa, adalah agama Kristen kira-kira 90% dari seluruh penduduk. Dari sekian banyak presentase itu, aliran (sekte) Protestant merupakan mayoritas, menyusul Katolik.
Penganut agama Islam kurang lebih 7% dari penduduk, sedangkan Budha sekitar 3%. Selain dari kepercayaan tersebut, orang Minahasa masih memiliki kepercayaan lama mereka antara lain kepercayaan dewa.dewa yang menghuni alam sekitar.
Penyebutan dewa/Tuhan bagi orang Minahasa ialah opo, yang dibagi dalam :
a. Opo wailan Wangko atau Opo Empung Wangko yang
artinya Tuhan Allah.
  1. Nenek-nenek moyang atau dotudotu seperti Opo Lumimuut, Opo Toar, Opo Karema, Opo Rengan dll. yang dianggap sebagai leluhur.
  2. Opo-opo dari setiap kerabat seperti : Opo Sigar, Opo Supit, Opo Sigarlaki, Opo Tololiu, Opo Rumbayan, Opo Maringka dll.
  3. Makhluk-makhluk yang dianggap penghuni-penghuni gunung antaranya : Opo Soputan, Opo Kalabat, Opo Lokok, Opo Dua Saudara dll.
  4. Makhluk-makhluk penghuni sungai-sungai seperti: Opo Ranoyapo, Opo Poigar, Opo Rancake dll.
  5. Penghuni-penghuni mata air seperti : Opo Muung, Opo Kumelembuai, Opo Tutuasan, Opo Ranolambut, opo Lelendongan dll.
  6. Penghuni-penghuni hutan seperti : Opo Si owkurur.
  7. Penghuni bawah tanah seperti Opo Makawalang.
  8. Penghuni pantai/laut seperti : Opo Benteng, Opo Pisok, Opo Pulisan, Opo Bentenan.
  9. Opo Huja ( Opo Naharo/Nuran ).
  10. Penghuni mata angin seperti : Opo Talikuran, Opo Sendangan, Opo Tihimu, dan Opo Amien.

2. Kepercayaan pada makhluk halus.

Selain percaya akan opo-opo sebagaimana tersebut diatas, orang Minahasa percaya pula akan hal-hal yang ada hubungannya dengan mahluk-mahluk halus lainnya, pada kekuatan kekuatan gaib dan sakti.
Untuk itu diketemukan beberapa istilah yang menyangkut hal-hal tersebut yang hingga saat ini masih tampak atau percaya oleh sebagian besar penduduk sbb.:
  1. Mukur : ialah arawah dari orang yang sudah meninggal. Menurut kepercayaan disaat manusia itu menghembuskan napasnya yang penghabisan, maka arwahnya berpindah menuju keatas atau menghadap Empung Wangko.
    Sebelum arwah menghadap Empung Wangko, arwah itu masih berkeliaran didunia 40 hari/malam lamanya. Sering mukur itu mengganggu orang-orang yang masih hidup yang mengakibatkan orang yang diganggu itu jatuh sakit, celaka atau meninggal.
  2. Pontianak : arwah orang wanita yang mati dalam keadaan hamil atau melahirkan. Makhluk itu banyak ditakuti orang karena suka mengganggu. Menurut kepercayaan sebab-sebab ia mengganggu orang karena menjadi jahat akibat mati mentah dan ia ingin hidup lagi didunia ( masih ingin hidup ).
  3. Setang mangiung-ngiung : sama halnya dengan pontianak akan tetapi khusus bagi kaum pria saja yang dianggap mati mentah antara lain : mati tertabrak mobil, mati jatuh dari pohon mati lemas dll.
  4. Pok-pok atau suangi : sebangsa drakula yang suka mengisap darah manusia yang masih hidup. Sasaran mereka terutama wanita-wanita hamil atau melahirkan. Menurut kepercayaan pok-pok itu tidak lain adalah sukma dari yang masih hidup yang terbang diwaktu malam bersama kepala dan ususnya saja, sedangkan tubuhnya berada di tempat tersembunyi.
    Orang tersebut memiliki benda-benda yang bermakna dan sakti dan ia dapat menghilang, kebal terhadap benda-benda tajam dan peluru. Salah satu syarat baginya ialah agar supaya -
tetap kebal, dapat menghilang ialah agar supaya tetap kebal, dapat menghilang dan jangan sampai penyakitan, maka harus meminum darah manusia sebulan sekali.
  1. Panunggu : sebangsa setan yang biasa disebut oleh orang Jawa dengan istilah genderuwo yang menempati tempat-tempat tertentu seperti : pohon-pohon besar, goa-goa, batu-batu besar, rumah-rumah tua dan kosong dll.
  2. Jin : Sama halnya dengan penunggu akan tetapi jin itu selalu berkeliaran kemana-kemana.

    Di Minahasa terdapat sejumlah dukun yang mempunyai suruhan. Suruhan mereka itu ialah jin. Bila ada orang yang tidak disenanginya maka ia menyuruh jin piaraannya untuk mencelakakan orang tersebut.

    Dukun semacam itu biasa disebut dengan istilah pandoti (black magic) mengelot (Kakas), mengudam (Tondano), Madiara (Tontemboan).
  3. Lalu : ia sebangsa setan yang menghuni hutan Bila orang masuk hutan dengan tidak tahu aturan, maka orang itu akan diganggu dengan cara menyesatkan orang itu/hilang jalan tak tahu kemana, atau orang tersebut tidak dapat kembali lagi kerumah/desanya. Istilah Minahasa kalulu ialah kesasar.
Adapun mahluk-mahluk sebagaimana tersebut diatas kecuali pok-pok, dianggap dapat berubah-ubah wujudnya seperti menjadi wanita cantik/jelek, orang kerdil, orang yang tinggi (jangkung) dan gemuk sekali, menjadi kakek tua, orang bongkok, ular, babi, kucing, ayam, tikus, anjing, itik, angsa, batang pisang dll. Demikian pula dengan bau mereka dapat berubah-ubah antara lain : berbau harum, berbau busuk, berbau amis dll.
Pada umumnya kepercayaan orang Minahasa yang lama (tradisionil) dan cara-cara pengobatan tradisionil dapat dikatakan masih berlaku.
Penjelasan/keterangan yang mendetail tentang hal tersebut belum dapat dilakukan berhubung masalahnya memerlukan penelitian yang khusus.
B. KESUSASTERAAN SUCI
Adapun yang akan diterangkan dibawah ini khusus kesusasteraan suci peninggalan nenek moyang Minahasa dan bukan yang menyangkut kesusasteraan suci yang berhubungan dengan agama Kristen, Katolik, Islam dan Budha.
Sebagaimana telah dikemukakan di bagian depan, orang Minahasa terdiri dari paling sedikit 8 sub suku bangsanya, yang masih memperlihat kan beberapa perbedaan unsur-unsur kebudayaannya. Menyangkut kesusasteraan suci pada umumnya dasar persamaannya yang dikenal dengan istilah masambo (meminta doa). Masambo itu ditiap-tiap sub-sub suku bangsa sungguhpun pada dasar persamaannya yang dikenal dengan istilah masambo (meminta doa). Masambo itu ditiap-tiap sub sub suku bangsa sungguhpun pada dasarnya mempunyai persamaan akan tetapi masing-masing mempunyai versi-versi tersendiri Upacara masambo biasanya dilakukan oleh sejumlah orang tertentu (pria/wanita) dan sering oleh seorang saja. Upacara ini dipimpin oleh walian (waidan) dan tonsas yang dianggap sebagai pemimpin upacara-upacara.
Isi dari masambo tidak lain berupa permintaan doa/permohonan kepada yang berkuasa agar tetap memelihara, menjaga, memberkati, memberikan restu, meminta rejeki dsb. yang biasa dijumpai pada bidang pertanian, perkawinan, naik rumah baru, kelahiran, kematian dsb.
Selain dari pada itu isinya mengandung nasehat -nasehat anjuran-anjuran yang harus diperhati kan setiap orang sebagai pedoman hidup.
Bentuk manambo itu berupa syair-syair yang dinyanyikan menurut irama tertentu atau ragam (noot) sebagai:
3 3 3 3 332. 1 2 3 3 3 1 2. 3 1. 1 2 2. Syair sebuah menambo mulai dari bait pertama hingga yang pengahabisannya dinyanyikan menurut irama atau ragam tersebut dintas ( monotoon ).
Beberapa contoh kesusteraan suci berupa (menambo) sbb. ;
  1. Meminta doa :
    Oh Opo Walian ( waidan ),
    Tembon ne se mengalei-ngalei
    Tuduan ( turunan ) ne lalan karondoran,
    Wo pakatuan, wo pakalawiden ( pakalawiren)

    artinya :
    Oh Tuhan yang tertinggi,
    Titiklah permintaan/permohonan kami,
    Tujukan pada kami jalan yang baik (lurus),
    Peliharalah kami sampai pada hari tua,
    Dun panjang unur.

  2. Meminta padi ( makanan ) :
    Mintu-untu Lingkan Wene, sewur wene, see wene
    Manaro insong,
    Sumambu reirei e wene,
    Owei.

    Artinya :
    Muntu-untu, Lingkan , Sawur, dan Manaroinsong
    ( Opo-opo perantara Tuhan )
    pemberi padi,
    Saat ini kain sudah dialas, agar padi jatuh
    kesitu.
    Sekian.
  1. Naik rumah baru :
  1. Watu lanei naria tinuliran umbale weru eh royor, Watu lanei naria palesokan ing koro ne tou eh royor,
  2. Warisan rimondori wana kentur rambu-rambunan eh royor,
    Winanti mo niendo, totolanou in bale weru eh royor.
  3. Temboan simendangan wana kentur rambu-rambunan eh royor.
    Wiananti moni endo kerenamou imbale weru eh royor.
  4. Kayu talapan siou wana kentur rambu-rambuna nan eh royor.
    Winanti mo ni endo sela rendai im bale werru eh royor.
  5. Rari-pungu naria wana kentur rambu-rambunan eh royor,
    Winanti mo ni endo kewu lanut im bale weru eh royor.
  6. Walangitang eh kalo wana kentur rambu-rabuanan eh royor,
    Winanti mo ni endo kendir lenel im bale weru eh royor.
  7. Kerombasang eh kalo wana kentur rambu-rambunan eh royor,
    Winanti mo ni endo kontoyano im bale weru eh royor, artinya:
  1. Batu licin yang menumpu rumah baru.
    Batu licin penyaluran kemarahan orang,
  2. Kayu Wasian yang lurus berasal dari dataran tinggi yang berembun.
    Sudah diperkeras dan diperkuat oleh matahari.
  3. Tampak disebelah Barat datarang tinggi yang
berembun, Sudah diperkeras dan diperkuat oleh matahari.
  1. Sembilan kayu telapan terdapat didataran tinggi berembun.
    Sudah diperkeras dan diperkuat oleh matahari, ternyata rumah baru itu besar sekali,
  2. Opo Rarimpungu sebagai perantara yang berdiam di dataran tinggi berembun.
    Sudah diperkeras dan diperkuat oleh Matahari, dan sudah memperkukuh keadaan rumah baru itu.
  3. Opo Walangitang sebigai perantara yang berdiam didataran tinggi berembun.
    Sudah diperkeras dan diperkuat matahari pada dinding rumah baru.
  4. Opo Korombasang sebagai perantara yang berdiam didataran tinggi yang berembun.
    Sudah diperkuat dan diperkeras oleh matahari dan sudah tibalah saatnya untuk menempati rumah baru tersebut.
4. Perkawinan :
Minurut e un sisim weki lalan ne Paempungan siroyor, Tembonela ya tulau ne nakanaraman ehroyor,
Sisim walawan lumoor se maloyan weru eh royor,

Wilawan winantuan uraung kerap ne sumesna eh royor,
Artinya :

Dipungut sebentuk di tengah jalan di tempat dewa-dewa,
Ternyata bahwa cincin itu adalah pusaka peninggalan nenek moyang,
Cincin itu dibuat dari emas, sebagai alat penjodoh pemuda-pemudi.
Cincin itu bermatakan intan, cemerlang bagai bintang dilangit.
Kesusasteraan suci sebagaimana tersebut diatas, diketemukan pula pada salah satu unsur kebudayaan berupa kesenian Minahasa kedalam bentuk bentuk tari-tarian yang diiringi dengan nyanyian seperti : makamberu (tari padi), merambak (tari naik rumah baru), lalayaan (tari muda mudi), dsb. Tari-tarian ini pada masa sekarang tidak mewujudkan lagi sebagaimana mestinya dalam arti diadakan di saat-saat panen/menanam, baik rumah baru dan pada acara yang dipertunjukan didalam jenis-jenis pertandingan kesenian dan dipertunjukan pada tamu-tamu.
CC. SISTIM UPACARA.
Upacara keagamaan lama ( tradisionil ) di Minahasa relatif tidak ada lagi. Dahulu upacara tersebut dipimpin oleh walian dan tonsas. Tempat-tempat upacara tidak lain disuatu lapangan terbuka atau didalam rumah di tempat tersebut, umpama : menanam/panen di sawah atau ladang, di lapangan, naik rumah baru di dalam rumah, lelyaan atau perkawinan di halaman rumah atau didalam rumah.
Sekarang upacara-upacara keagamaan telah dibebankan pada pimpinan-pimpinan agama setempat sesuai dengan keyakinan penduduk yang terdiri dari berbagai sekte atau aliran agama antaranya : Protestant, Katolik, Pantekosta, Advent, Sidang Jumat Allah, Islam dll.
Setiap sekte/alirannya/agama tersebut, ada yang bersamaan istilah pemimpinannya dan ada yang berbeda. Umpamanya : pada Protestant, Pantekosta, Advent, Sidang Jumat Allah pemimpinnya disebut pendeta; pada Katolik pastor dan Islam ilah Kadi/Imam.
Saat-saat upacara bagi Protestant, Pantekosta, Katolik, Sidang Jumat Allah dilakukan pada setiap hari Minggu, sedangkan Advet setiap hari Sabtu dan Islam setiap hari Jumat.
Selain hari-hari yang menurut ketentuan sebagai hari ibadah dari setiap agama/aliran tersebut masih terdapat pula saat-saat upacara keagamaan dihari-hari lain.
Didalam menyebarkan ajaran agama, setiap agama tersebut mempunyai buku-buku pelajarannya yang dianggap sebagai buku suci seperti : Protestant, Katolik, Pantekosta, Advent buku sucinya ialah Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru, sedangkan Islam ialah Al-Quran.


D.KELOMPOK KEAGAMAAN.
Setiap agama/sekte/aliran agama di Minahasa mempunyai organisasinya sendiri-sendiri. Tiap-tiap organisasi mempunyai cabang-cabang dan ranting-rantingnya baik yang berada didesa.
Organisasi dari Protestant di Minahasa dikenal dengan Gereja Masehi Injili Minahasa (G.M.I.M.) yang berpusat di Tomohon. Pemimpin GMIM disebut dengan Synode yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendaharanya. Organisasi tersebut mempunyai beberapa cabangnya dan dari cabang-cabang mempunyai ranting-rantingnya yang pada umumnya ranting-ranting itu terdapat di desa-desa.
Kalau di pusat dan cabang dan ranting itu selamanya diketuai oleh seorang pendeta, sedangkan di setiap desa/ranting (khususnya hanya terdapat pada ranting) dibantu oleh beberapa pelayan Jemaat yang disebut Penatua, Samas/Samaset (wanita). Penatua / Samus dan Samaset itu dikoordinir oleh ketua Jumaat yang disebut Guru Jum-
mat. guru Jumaat adalah juga sebagai wakil pendeta, bila pendeta, ialah mengetahui sub wilayah yang terdapat didesa-desa/ranting yang disebut kolom.
Selain organisasi yang berdasarkan wilayah sebagaimana tersebut diatas, masih terdapat pula organisasi-organisasi yang berdasarkan umur dan jenis kelamin baik yang berada di pusat maupun yang berada di desa-desa.
Organisasi-organisasi tersebut, ialah : Persatuan Pemuda Kristen Minahasa ( PKKM ), Persatuan Kaum Ibu Kristen Minahasa ( PKIKM ), dan persatuan Kaum Bapa Kristen Minahasa ( PKBKM ).
Aliran agama Katolik berpusat di Manado dimana organisasi agama tersebut bernama ke Uskupan Manado. Organisasi ini mempunyai cabang-cabangnya yang disebut paroki-paroki, sedangkan setiap paroki terdiri ranting-rantingnya yang berada didesa-desa. Ranting-ranting dipimpin oleh Guru Jumaat sedangkan paroki dan ke Uskupan itu dipimpin oleh pastor.
Adapun organisasi yang berdasarkan jenis kelamin hanya dikenal 2 organisasi saja yaitu Persatuan Pemuda Katolik Republik Indonesia ( PPKRI ) dan wanita Katolik Republik Indonesia ( WKRI ).
Aliran agama Pantekosta dan Advent berpusat di Manado dengan cabang-cabang/ranting-rantingnya yang berada di desa-desa. Mereka mempunya persatuan-persatuan yang berdasarkan jenis kelamin. Demikian pula dengan agama Islam yang berpusat di Manado mempunyai cabang-cabangnya serta ranting-rantingnya yang tersebar di desa-desa.
Dari semua aliran/agama tersebut di atas pada umumnya yang tampak menonjol di bidang-bidang lainnya adalah Protestant, Katolik dan Islam. Kegiatan-kegiatan mereka itu dibidang lain seperti: dibidang kesehatan, pendidikan sosial dan politik
(balai pengobatan), Balai KIA dan Rumah-rumah

sakit; di bidang-bidang pendidikan didirikan sekolah-sekolah baik sekolah agama, maupun sekolah umum (mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
Dibidang sosial didirikan rumah-rumah anak-anak yatim piatu; sedangkan dibidang politik dikenal dengan Parkindo, Partai Katolik dan Nadathul Ulama ( NU ), Partai Serikat Islam Indonesia dsb.

Sungguhpun pada masa sekarang ini partai partai sudah dilebur kedalam 3 besar ( Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia), akan tetapi kegiatan dibidang politik tidak hilang pada ke 3 aliran agama tersebut.

E. SISTIM PENGETAHUAN

1. Alam Fauna : Kepercayaan terhadap tanda-tanda bunyi burung dan tanda-tanda melihat binatang seperti ular, merupakan tanda-tanda yang memberikan alamat/kabar baik atau buruk bagi setiap orang yang mendengar atau melihatnya. Menurut kepercayaan di Minahasa, burung-burung atau ular itu adalah perantara-perantara sebagai suruhan-suruhan dari empung-empung atau opo-opo, atau mereka itu pula dianggap sebagai penjelmaan dari opo-opo atau empung-empung.

Bunyi burung dikenal di Minahaea menunjukkan dua macam tanda :
Burung siang yang disebut wara endo, kemekeke, totombara. Bunyi burung-burung tersebut menurut keterangan dan cerita dari orang-orang tua adalah :

a. Lowas, Keeke ronjor (renjai) yakni tertawa terus-menerus, tandanya berita yang me -
nyenangkan.
  1. Keeke tenga wowos yaitu tertawa tidak terus-menerus, tandanya tidak mengganggu perasaan.
  2. Mangalo (mangoro) yaitu bunyi tertawa parau atau bunyi membimbangkan; tanda tidak menyenangkan/waspada.
  3. Keko (keras) yaitu bunyi nyaring dan keras sekali serta agak panjang; bila bunyi disebelah kiri pendengar artinya berani/baik, sedangkan sebaliknya (sebelah kanan) menakutkan atau alamat tidak baik.
Burung malam disebut wara wengi (loyot/doyot) kembaluan. Burung-burung itu adalah sejenis burung manguni. Bunyi burung mempunyai 4 jenis tanda seperti :
  1. Manguni rendai yaitu bunyi yang merdu : tandanya menyenangkan.
  2. Imbuang yaitu bunyi hampir-hampir merdu tetapi agak putus-putus, sebantar kedengaran jelas, sebentar sayup; tandanya tiada mengganggu perasaan.
  3. Paapian yaitu bunyi perlahan-lahan dan parau; tandanya membimbangkan.
  4. Kiik yaitu bunyi panjang dan keras (sekali saja).

    Bila bunyi itu arah kiri dari pendengar; tandanya memberanikan/menambah spirit, sedangkan bila terdengar dari arah kanan atau dari depan, tandanya sangat menakutkan, dan sipendengar harus waspada dan berikhtiar.

Masih banyak lagi kepercayaan akan tanda-tanda bunyi burung sebagaimana yang tersebut di atas.
Kepercayaan akan ular-ular pada umumnya bi-
la dilihat sebagian besar merupakan tanda yang tidak baik atau merupakan besar merupakan tanda yang tidak baik atau merupakan peringatan.
Tanda-tanda ular itu antaranya : berjalan dari arah barat ketimur; beradanya ular mengangkat kepalanya dsbnya. Biasanya hal ini diberitahukan kepada dukun ( tonaas ), dan ia sendiri akan memberikan keterangan dan mengurus persoalannya berupa mencegah kesulitan atau menghindarkan gangguan dsb.
Selain dari melihat tanda ular, juga banyak masih terdapat pada penduduk tentang melihat hati dan empedu dari binatang sembelihan ( babi, anjing, ayam, sapi dsb.).
Umumnya melihat empedu dari hati tidak lain untuk mengetahui apakah ada rejeki untuk masa depan atau tidak ; apakah kehidupan keluarga rukun satu sama lain atau tidak ; apakah keselamatan untuk masa depan baik/terjamin atau tidak dan sebagainya.
Untuk upacara-upacara selamatan yang biasa disebut rumages berupa tabisan makan bersama, juga memberi makan pada opo-opo, Rumages ada bermacam-macam yaitu ; rumages yang menyangkut bangunan baru ( naik rumah baru ), rumages, yang menyangkut orang sakit.
Yang memegang peranan penting didalam hal ini memberikan sajian opo-opo dimana harus memotong hewan seperti ayam dan babi. Kalau rumages yang kecil-kecilan cukup dengan memotong ayam saja, sedangkan rumages yang besar harus memotong babi dan sering pula ditambah dengan ayam.
2. Alam Flora :
Sistim pengetahuan yang menyangkut alam ini dibagi dalam :
  1. Pengetahuan yang berhubungan dengan makanan dan minuman antara lain sudah diterangkan dibagian depan (mata pencaharian hidup/makanan khas dan minuman khas Minahasa).
  2. Pengetahuan yang berhubungan dengan kebutuhan pengobatan antara lain : jenis-jenis akar-akar, jenis-jenis daun-daun, jenis-jenis kulit-kulit kayu jenis-jenis buah-buahan, jenis-jenis umbi-umbian dsb. Berapa contoh diantaranya ialah : dari jenis akar yang dijadikan obat demam/malaria dipakai sejenis akar yang disebut riis (tali pahit) ; kolano (balacai) sejenis tumbuhan pencahar daunnya dipakai untuk kompres kepala bagi orang yang sakit panas dan sakit kepala, sedangkan buahnya dipakai untuk obat cuci perut, getahnya dipakai sebagai obat seriawan dan mata: kulit kayunya dibuat jamu untuk penguat badan dsb.; buah jeruk yang disebut lemong suangi; goraka (jahe) dipakai obat batuk, obat sakit perut dan penolak/pengusir roh-roh jahat.; kucai (sejenis bumbu dapur) dipakai untuk mengobati anak-anak yang panas.
  3. Menentukan batas tanah (sipat tanah) dipakai sejenis tumbuhan yang bernama tawaang. Tawaang adalah paling dipercaya oleh orang Minahasa untuk menentukan sampai dimana batas tanah seseorang.
  4. Pohon goloba (tuis) adalah menyangkut kagende asal-usul Minahasa tentang toar dan Lumimut sebagai alat penjodoh.
  5. Untuk kepentingan bahan-bahan bangunan, orang orang Minahasa selamanya berhati-hati memakainya atau mempergunakannya, karena bila tidak mengikut ketentuan-ketentuan yang berdasarkan kepercayaan adat, maka akan mengakibatkan cela-
ka, tidak ada rejeki dsb. Umpamanya : Bila hendak mengambil bahan-bahan bangunan seperti rumah dsb., maka untuk mengambil balok/papan atau pohon yang akan diambil bahan-bahan tersebut, harus melihat bulan.
Kalau bulan mati maka pohon itu bisa ditebang, kalau bulan terang atau disaat itu mau ditebang tampak bulan, maka pelaksanaannya harus ditangguh kan dahulu sampai tiba bulan mati.
Demikian pula halnya bila bahan-bahan bangunan itu diletakkan di tanah, sekali-kali jangan ada orang yang melangkahnya, karena dapat mengakibatkan bahan-bahan tersebut lekas lapuk dimakan rayap dsb. Untuk memasang balok/papan selamanya pangkal yang berada dibawah ( kalau dipasang vertikal), dan kalau dipasang horizontal, selamanya harus kanan kekiri.
  1. Tubuh manusia : Adapun yang menyangkut tubuh manusia secara garis besar dibagi dalam 2 bagian yaitu yang menyangkut perbuatan dan yang menyangkut hal-hal yang terjadi di dalam tubuh.
  2. Yang menyangkut perbuatan, terutama berupa larangan-larangan bagi setiap orang untuk melakukannya karena nanti akan terjadi akibatnya.
Contoh :

Mengunyah tebu di ladang dimusim menghambur padi, akan dihinggapi penyakit menular.

Tebu yang manis menurut kepercayaan akan tercium oleh semut, sehingga kemungkinan semut, sehingga kemungkinan semut-semut itu akan merusakkan padi yang mulai bertumbuh.

Yang suka diatas nyiru, mudah jatuh dari tangga, atau pohon, maksud sebenarnya ialah jangan sampai nyiru penampi beras itu rusak dan kotor.

Jangan memotong kuku pada malam hari, nanti lekas kematian ibunya atau salah seorang dari keluarga maksud sebenarnya ialah bila memotong kuku di waktu malam gampang mendapat luka.

Yang suka makan otak binatang sembilihan, rambutnya akan lekas beruban. Sedangkan hal ini sebenarnya makanan yang khusus bagi orang-orang tua saja yang sudah bergigi, sedangkan yang muda-muda/anak-anak dapat menikmati bagian-bagian lain dari binatang sembilihan itu.

Jangan suka tidur tiarap, nanti akan ditangkap hantu; yang sebenarnya agar peredaran darah tidak terganggu.

Yang suka melempar batu ditempat yang sunyi, akan dilarikan oleh setan; hal ini sebenarnya agar perbuatan melempar itu baik ditempat yang sunyi dihindari karena seringkali ditempat itu ada orangnya.

Kalau melalui sungai menyembunyikan antara bentuk bila tidak akan diambar buaya. Hal ini sebenarnya bila orang hendak melalui sungai harus memberi isyarat berupa bentuk, karena kadang-kadang di sungai itu ada orang yang sedang mandi yang biasanya dalan keadaan telanjang bulat. Sudah tentu bagi orang yang berlainan jenis kelamin akan tidak baik ditinjau dari segi kesopanan.

Bila ada kematian di desa, dilarang keladang/sawah, bila tidak diindahkan akan mati lemas. Sebenarnya adat yang berlaku di Minahasa bila ada peristiwa kematian setiap orang wajib memberikan pertolongan, yang berarti tidak seorangpun yang boleh keluar desa.

Jangan duduk di tengah-tengah pintu, karena nanti padi di sawah akan berubah hampa; Pintu keluar masuk jangan dihalangi.

Jangan membuang-buang padi sementara menumbuk, akan menjadi miskin sekali; Pelajaran agar bekerja harus rapih dan teliti.
Yang suka maki-maki, lidahnya akan terbelah; Memaki dianggap kata-kata yang kasar di masyarakat dan akibatnya buruk.
Yang suka duduk di atas lubang lesung, nanti akan ditumbuhi bisul pantatnya; sebenarnya agar lesung tempat menumbuk padi jangan dicemarkan.
Demikianlah sejumlah larangan-larangan untuk dilakukan oleh setiap orang yang masih sebagian saja diantara sekian banyak larangan-larangan yang terdapat di masyarakat Minahasa.
Menyangkut hal-hal yang terjadi di dalam tubuh antara lain :
Mata kiri bergerak, artinya akan mendapat surat atau akan bertemu dengan saudara/handai tolan yang berdiam di jauh.
Mata kanan bergerak (kelopak atas/bawah), alamat berita buruk atau akan menangis nanti.
Telapak tangan sebelah kiri gatal, artinya akan mendapat untung atau mendapat uang.
Telapak tangan kanan gatal, tandanya akan mengeluarkan uang.
Bibir bergerak bagian bawah, orang lagi menceritakan dirinya tidak baik, sedangkan bibir bagian atas bergerak orang lagi menceritakan dirinya kebaikannya atau hal-hal yang baik.
Bila sementara makan atau bercerita tergigit lidahnya, alamat ia sementara dimaki-maki orang, Hal ini sama dengan sementara berjalan lalu kaki tersandung pada batu atau kayu.
Bila ayah/ibu yang jauh dari keluarganya atau bepergian. merasa tidak enak (perasaan tidak enak) atau tidur gelisah, tandanya ada terjadi hal-hal yang kurang baik didalam keluarganya, antara lain salah seorang diantaranya sakit, ada kecelakaan, kematian dsb.
Demikian pula bila seorang anak sakit panas,yang kebetulan ayah/ibunya lagi bepergian, dianggap anak itu selalu diingat-ingat oleh ayah/ibunya.
4. Selain dari pada itu ada beberapa kepercayaan rakyat Minahasa tentang mimimpi, antara lain:
  1. Mimpi gigi copot, alamat salah seorang dari keluarga terdekat meninggal.
  2. Mimpi mayat/ketemu mayat, artinya akan dapat rejeki.
  3. Mimpi mendapat uang, alamat akan mendapat sakit.
  4. Mimpi dipagut ular, alamat akan mendapat sakit.
  5. Dan lain-lain.
5. Sistim pengetahuan tentang alam :
  1. Apabila petani-petani melihat bintang yang disebut sumasena ( binatang ) bernama wetes maka orang sudah boleh menanam. Bintang itu biasa dikenal dengan bintang waluku.
  2. Didalam kepercayaan, tak seorangpun ingin menanam atau memetik/mengambil tumbuh-tumbuhan bilamana disiang hari bulan masih tampak. Bila hal tersebut tidak diindahkan, maka tanaman/tumbuhan tersebut akan rusak/mati dimakan ulat.
  3. Bila awan di langit kelihatan berpetak-petak, tandanya banyak ikan atau juga ada gempa bumi.
  1. Bila kelihatan/kedengaran segerombolan lebah yang terbang dari arah utara menuju selatan alamatnya akan terjadi musim kemarau yang panjang. Demikian pula bila tampak anjing-anjing yang membuang kotorannya dijalanan umum, alamat musim kemarau yang panjang sudah mulai.
  2. Terjadinya angin ribut, hujan keras yang mengakibatkan banjir, tandanya telah terjadi sesuatu yang melanggar norma kesusilaan antara lain seorang gadis yang sudah hamil dan tidak diketahui siapa suaminya ; atau seorang suami/isteri main seorang dengan isteri/suami orang lain.
  1. Pengetahuan tentang waktu ( diluar arloji, jam tangan atau jam dinding ).
  1. Melihat matahari : mulai timbul berarti jam 6 pagi; diatas kepala adalah pukul.12.00 tengah hari; matahari masuk pukul 6 sore.
  2. Mendengar bunyi binatang :
Ayam berkokok tengah malam adalah jam 12 malam ( 24.00 ); berkokok selanjutnya alamat sudah hampir siang (pukul 02.00 - 03.00), dan bila ayam berkokok tak putus-putus lagi alamat sudah mau pagi dalam arti mulai terang.

Ada sejenis binatang yang merayap lebih kecil dari kelabang yang tak berbisa namanya kenkeriang banyak terdapat diladang atau sawah. Biasanya sipetani begitu mendengar binatang itu berbunyi, segera pulang disebabkan sudah pukul 17.00 (pukul 5 sore). Demikian pula halnya dengan bunyi seekor-

binatang (semacam jangkerik) bila sore hari berbunyi, adalah tepat pukul 5 sore (17.00).
Mapalus di Minahasa ada yang mulai bekerja diwaktu pagi hari yaitu mulai pukul 05.00 (pagi) sampai pukul 10.00 pagi dan ada yang bekerja mulai pukul 12.00 tengah hari sampai pukul 17.00 (pukul 5 sore) Pekerjaan gotong royong tersebut memakan waktu 5 jam (setengah hari).
Untuk mengetahui jam bekerja tidak lain mereka mendengar bunyi-bunyi binatang tersebut, umpama ayam berkokok pagi berangkat dan pulang melihat matahari yang miring ketimur 50 derajat, mereka pulang, bekerja tengah hari mulai pukul 12 siang (melihat matahari ditengah atau diatas kepala) dan kembali hanya mendengar bunyi binatang kongkoriang atau jengkerik tersebut diatas yang berarti sudah pukul 5 sore.
Ada semacam alat yang dapat menentukan jam bekerja yang sampai pada saat ini masih diketemukan di Kecamatan Remboken Kabupaten Minahasa. Alat tersebut khusus hanya menentukan lamanya jam bekerja dan bukan melihat pukul berapa.
Alat itu terdiri dari dua botol (semacam botol cocacola) diikat sedemikian rupa yaitu kedua ujung botol yang berlobang dipertemukan.
Diantara kedua lobang botol yang dipertemukan terdapat sekat yang dilobangi sedikit.
Salah satu botol diisi pasir halus yang hampir penuh. Pasir didalam botol yang satu dapat dialirkan kebotol yang lain bila dibalikkan. Bila seluruh pasir itu sudah berada/pindah kebotol yang satu, maka pekerjaan sari mapalus sudah selesai. Pasir yang berpindah itu telah diukur sedemikian rupa sehingga memakan waktu 5 jam.
V. SISTIM KEMASYARAKATAN
A. SISTIM KEKERABATAN
1. Kelompok-kelompok kekerabatan :
a. Keluarga batik :
Pemilihan jodoh yang berlaku sekarang tidak lagi seperti dahulu menurut kemauan orang tua. Pada umumnya orang tua sudah dapat merestui pilihan anak-anak dalam hal tersebut. Hanya yang masih dilarang keras di Minahasa ialah endogam dalam keluarga dari saudara-saudara sekandung ibu dan ayah, baik pria maupun wanita, beserta semua keluarga batik dari anak-anak mereka (saudara-saudara ibu dan ayah).
Istilah di Minahasa tentang keluarga batik disebut rumah tangga yang dalam bahasa daerahnya ialah sanggawu (sanga = satu ; awu = dapur).
Sesudah nikah bagi orang Minahasa tidak ada barangan atau bebas bagi kedua suami/isteri untuk memilih tempat tinggalnya. Apakah ia tinggal secara neolokal atau tumampas, atau apakah mereka tinggal disekitar tempat kediaman suami, atau di sekitarnya kediaman kerabat si isteri, tidak menjadi halangan lagi.
Suami-isteri yang baru menikah sungguhpun sudah bebas memilih tempat kediaman sebagaimana dikemukakan di atas, sebagian besar masih menetap bersama orang tua mereka, terserah keinginan atau persetujuan suami isteri itu untuk memilih salah satu dari orang tua siapa yang akan ditempati bersama-sama.
Di Minahasa biasanya rumah tangga atau keluarga batih (saanakan), dapat terdiri dari: suami-isteri ditambah anak-anak kandung yang -
lum kawin, dapat pula suami-istri dengan anak-anak kandung, anak-anak tiri dan anak angkat; janda/dua dengan anak-anak, baik anak-anak - kandung/tiri dua angkat; suami-isteri yang tidak mempunyai anak; dan dapat pula janda/duda yang hidup sendiri.
a. Keluarga luas :
Sebagaimana telah diterangkan di atas yaitu suami-isteri yang baru kawin biasanya masih menetap dengan orang tua mereka dalam jangka waktu tertentu (paling tinggi 1 tahun).
Mereka itu hidup bersama-sama orang tua mereka dengan dalam arti satu dapur. Banyak kali bentuk rumah tangga tidak hanya terdiri dari satu keluarga batih saja melainkan sudah terdiri dari dua, tiga sampai empat keluarga batih. Hal ini disebabkan sering terjadi adik, kakak atau ipar yang tinggal bersama-sama orang tua. Seringkali bila anak-anak yang sudah kawin itu sudah waktunya untuk berdiri sendiri, masih dapat tinggal bersama-sama orang tua belum memperoleh rumah atau mempunyai rumah sendiri, akan tetapi mereka itu sudah harus mempunyai dapur tersendiri.
Bagi orang tua memiliki pekarangan yang luas, kesempatan bagi anak-anak yang sudah cukup waktunya berpisah dengan orang tua, mendirikan rumah tempat tinggal s mereka di pekarangan tersebut.
Untuk pekerjaan-pekerjaan di ladang/sawah, kelahiran, kematian dan perkawinan selamanya dilakukan mereka secara gotong royong. Malahan di antara salah satu keluarga mereka terjadi bentrok, perkelahian dengan lain orang, salah atau tidak anggota keluarga mereka itu, tetap dibela mereka.
c. Klen kecil :
c. Klen kecil
Batas-batas dari hubungan kekerabatan pada orang Minahasa ditentukan oleh prinsip-prinsip keturunan melalui lelaki dan wanita yang disebut prinsip keturunan bilateral.
Prinsip keturunan melalui lelaki atau melalui wanita berupa klen kecil, disebut taranak. Setiap taranak mempunyai kepalanya yang disebut tua untaranak. Jabatan ini selamanya didebaskan kepada kaum lelaki saja yang dianggap tertua.
Hal-hal yang menonjol sekali pada hubungan taranak di Minahasa, ialah di bidang warisan, kematian, perkawinan dan pada pemilihan kepala desa yang disebut Hukumtua.
Di Bidang warisan yang dikenal dengan tanah kalakeran (milik banyak orang), adalah merupakan tanah milik bersama dibagi dalam :
a. Warisan yang belum dibagi antara anggota-anggota taranak yang berkepentingan. Tanah tersebut oleh tua in taranak mengatur setiap anggota dapat menggarapnya dengan persetujuan bersama.
Penggarap belum diperkenankan memilikinya sebagai hak milik.
b. Warisan yang sudah dibagi, akan tetapi bila dibandingkan jumlah anggota taranak yang berhak mendapat pembagian, hanya mendapat bagian tanah yang paling besar 1 – 2 meter bujur sangkar.
Oleh sebab itu atas persetujuan bersama tanah tersebut dijadikan tanah petaunen dalam arti tanah itu tidak dibagi melainkan setiap anggota yang berhak secara bergilir menggarap tanah itu dalam jangka waktu tertentu ialah satu tahun.
Itulah sebabnya tanah itu dinamakan kalakeran pataunen (milik bersama secara bergilir per tahun).
Di bidang kematian selain tolong-menolong -
bagi anggota yang kena peristiwa kematian berupa tenaga dan materi/uang, juga taranak itu mempunyai tempat pemakaman khusus bagi mereka saja. Kuburan itu biasanya dinamakan kuburan famili (kerabat) dari klen kecil, diambil dari nama keluarga asal nenek moyang taranak tersebut. Umpamanya : Kuburan famili lapisan, kuburan famili Woraang, kuburan famili Warouw dan sebagainya.
Di dalam perkawinan tampak di dalam sistim tolong menolong sebagaimana terdapat di dalam peristiwa kematian.
Bila disebuah desa terdapat taranak-taranak yang mempunyai banyak anggotanya, maka seringkali di antara taranak-taranak tersebut bersaing satu sama yang lain disebabkan setiap taranak tersebut mempunyai calon bilamana di desa itu diadakan pemilihan kepala desa atau Hukum tua.
Pada umumnya sesuatu desa yang terdapat taranak yang anggotanya banyak relatif menang di dalam pemilihan kepala desa, bila taranak tersebut ada anggotanya yang mencalonkan diri.
d. Klen besar :
Menyangkut klen tersebut di Minahasa hampir tidak tampak lagi, disebabkan di antara keturunan keturunannya banyak kali tidak saling mengenal lagi. Lebih-lebih lagi bila ada di antara klen-klen tersebut terpencar di berbagai desa atau sudah sekian lama meninggalkan pusat klen besar itu. Sungguhpun demikian masih ada beberapa orang tua yang selalu menceritakan kepada anak-anak dan cucunya tentang asal-usul keturunan mereka, dimana antara lain menceritakan orang-orang yang masih terhitung saudara-saudara dari pihak nenek (pria/wanita), atau orang tua dari nenek yang di
sebut dotu-dotu yang bermukim di beberapa tempat baik yang di desa-desa tetangga maupun yang berada di luar desa (yang jauh).
2. Prinsip keturunan :
Prinsip keturunan di Minahasa ialah bilateral yaitu menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki maupun wanita-wanita. Akan tetapi di dalam memperhitungkan hubungan kekerabatan hanya berdasarkan suatu jumlah angkatan yang terbatas (prinsip konsentris). Hal ini tampak di dalam sistim perkawinan berupa pemilihan jodoh.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi di dalam pemilihannya jodoh ialah penyelidikan yang ada hubungannya dengan keturunan daerah, baik dari pihak ayah maupun pihak ibu. Bila kedapatan kedua pemuda/i itu masih terhitung saudara atau famili dekat, maka pemilihan jodoh tersebut dibatalkan.
Orang-orang yang masih dianggap mempunyai daerah dekat bagi mereka itu yang termasuk generasi keturunan sampai pada angkatan ke III ke bawah ( cucu bersaudara ). Demikian pula hanya dengan angkatan ke atas sampai pada nenek ayah/ibu yang biasa disebut opu (pria) dan omu (wanita).
Akan tetapi tidak jarang pula di masa sekarang ini terhadap perkawinan antara cucu bersaudara, sungguhpun cara perkawinan tersebut maish mendapat tantangan dari sebagian masyarakat.
3. Sistim istilah-istilah kekerabatan :
Istilah-istilah yang menyangkut kekerabatan di Minahasa dibagi dalam : Istilah-istilah yang dipakai untuk menyapa (terms of address dan istilah-istilah yang dipakai untuk di dalam sebutan (terms of reference) seseorang.

Istilah-istilah untuk menyapa ialah :
a. Opu = nenek laki-laki ayah/ibu
b. Omu = nenek perempuan ayah/ibu
c. Opa atau tek = ayah dari ayah/ibu
d. Oma atau nek = ibu dari ayah/ibu
e. Papa/papi/pa' = ayah
f. Mama/mami/ma' = ibu
g. Om/mom = paman
h. Tanta/tante = bibi
i Bu/mbuh ipar atau kakak lelaki.

Istilah-istilah penunjang (terms of referense).
a. Tetetk buku = nenek laki-laki ayah/ibu
b. Nenek buku = nenek perempuan ayah /ibu
c. Tete/tetek = ayah dari ayah/ibu
d. Nene/nenek = ibu
e. Ama' = ayah
f. Ina' = ibu
g. Ito' = paman
h. Mui'= bibi
i. Bu'/kakak = kakak lelaki
j. Kalo = ipar lelaki
k. Ses/kaka = kakak/ipar wanita
l. Tuari tuama = adik lelaki
m. Raa'/tuari wewene = adik wanita.
n. Puyun/poyo' = cucu
o. Paturi/pook = saudara
p. Manohang = menantu lelaki/wanita
q. Kawuleng = dua orang yang isteri/suami mereka saudara sekandung.

B. DAUR HIDUP
1. Masa hamil/kelahiran/pemberian nama :

Di Minahasa masih terdapat wanita - wanita yang menjelang masa hamil mentaati berbagai peraperaturan larangan yang dikenal dengan poso/foso (tabu). Peraturan itu bukan saja terutama khusus dikenakan pada wanita yang bersangkutan, melainkan juga bagi seuaminya. Poso tersebut yang juga disebut oleh orang Minahasa dengan istilah posan dengan maksud agar bayi yang dikandung serta ibu yang mengandung terhindar dari bermacam-macam pengaruh buruk. Beberapa posan tersebut antara lain ialah: Si ibu tidak boleh melihat sesuatu yang menakutkan, umpama melihat binatang yang disembelih, si suami tidak boleh menyembelih binatang tidak boleh melihat mayat; tidak boleh berdiri di muka pintu; di jalan tidak boleh berhenti dan bercakap-cakap; tidak boleh menganyam; tidak boleh membuat simpul pada tali atau banang; tidak boleh mengalungkan tali atau serupa dengan itu pada leher; tidak boleh bertengkar; tidak boleh membenci dan mengejek kepada siapapun, dan sebagainya. Semuanya itu dengan maksud agar si bayi lahir dengan selamat atau si ibu tidak melahirkan bayinya dengan susah payah.

Menjelang bersalin semua pintu, jendela, koper, peti dan sebagainya harus dalam keadaan terbuka agar bayi dapat lahir dengan lancar. Akan tetapi tampaknya hal tersebut sudah tidak dihiraukan lagi orang sebagian masyarakat Minahasa, terutama bagi mereka yang selalu meminta pertolongan/berobat di rumah-rumah sakit/Balai-balai Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Sebagain besar masyarakat Minahasa di dalam hal urusan pertolongan/pengobatan tentang kelahiran anak/bayi, masih dilaksanakan oleh dukun dukun kampung yang disebut biang, sungguhpun di desa-desa sudah terdapat Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak ( B.K.I.A ).

Bila ada bayi yang lahir biasanya pertama-tama yang dilakukukan oleh biang atau bidan adalah memotong tali pusarnya. Biang selamanya mempergunakan belahan bambu yang disebut tetewa (sembilu), yang kadang-kadang dapat mengakibatkan terjadi tetanus bagi bayi yang bersangkutan. Tahap berikutnya setelah anak lahir yaitu setelah beberapa hari lamanya ialah suatu pesta kelahiran yang hanya dihadiri oleh famili terdekat dengan biang. Pesta itu disebut lumoang (kakas), iroyor si oki (Tondano), rumoyor i toyang (Tontemboan), iroros si oki (Tonsea). Bersamaan dengan itu pula si ibu biasanya dimandikan oleh biang yang juga disamakan dengan mandi uap yang dalam bahasa Manado disebut bekera.

Adapun tentang pemberian nama bagi bayi yang bersangkutan bermacam-macam antara lain: bayi diambil dari nama ayah/ibu/nenek/tetek, paman/bibi yang disesuaikan dengan jenis kelamin bayi itu. Umpamanya bayi wanita, maka namanya diambil dari ibu/bibi/nenek dari pihak ayah atau ibu.
Ada pula diambil dari nama yang di sesuaikan dengan bulan kehairan si bayi, seperti bulan Juli kalau wanita dinamakan Julianan/Julien/Juul sedangkan lelaki Julius/Julianus/Jolly dsb. Ada pula diambil dari masa-masa atau peristiwa yang penting terjadi yang bertepatan dengan lahirnya bayi tersebut seperti :
Revo ( lelaki ), Lusi (wanita) adalah lahir pada tahun 1945 yaitu peristiwa revolusi merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Ada pula yang diambil dari nama-nama yang terdapat di Kitab Suci (bijbel) antara lain petrus, Jusuf, Simon, Simson (Samson), Sarah, dsb. Ada pula bila anak itu sakit-sakit, atau seringkali keluarga yang bersangkutan (ibu) kematian anaknya, maka biasanya akan yang akan lahir berikutnya diberi nama Buang, Sero (cari), Purut/pungguh (diperoleh) dsb. Maksud dari pemberian nama tersebut agar anak itu menurut kepeercayaan seolah-olah dibuang, dicari, diperoleh oleh keluarga yang bersangkutan, supaya anak tersebut panjang umur atau tidak sakit-sakit.

2. Adat pergaulan muda-mudi/perkawinan dan kematian.

Pergaulan muda-mudi di Minahasa pada umumnya bebas akan tetapi selalu diperlihatkan secara diam-diam dari pihak orang-orang tua siapa saja. Kesempatan pada pertemuan-pertemuan tertentu, pada pesta-pesta kawin, pada malam hiburan dibidang kematian, pada pekerjaan gotong royong yang biasa dikenal dengan mapalus ( mapalus tenaga, mapalua uang atau arisan). Biasanya bila seorang penduduk sudah menemukan jodohnya di pertemuan-pertemuan tersebut, hal itu dikemukakannya pada orang tuanya sendiri baik secara langsung maupun dengan perantaraan orang lain yang masih termasuk hubungan keluarga. Seringkali hal yang dikemukakan oleh pemuda tersebut tidak mendapat sambutan dari orang tuanya, disebabkan orang tuanya mempunyai pilihannya sendiri. Hal yang demikian banyak kali mempunyai akibat antara lain anak bunuh diri, kawin lari dan sebagainya.

Bila hasrat pemuda telah disetujui oleh orang tuanya, maka oleh orang tua mengambil seorang perantara yang disebut rereoan (Tondano) / pabusean (Tontemboan) di mana orang tersebut masih termasuk keluarga (wanita /lelaki yang sudah umur tua). Perantara itu menyampaikan keinginan pemuda itu yang mengaatas namakan orang tuanya kepada orang tua si gadis.
Bila disetujui maka untuk kelanjutannya ialah penentuan hari upacara mas kawin yang dikenal deng-
an antar harta/mali pakeang/mehe roko. Upacara tersebut selain memberitahukan barang-barang atau apa-apa yang akan dihadiahkan kepada pihak keluarga wanita, juga akan merundingkan tanggal pernikahan, tempat pelaksanaan, jumlah undangan surat-surat yang diperlukan, siapa-siapa saksi-saksi , dan sebagainya.

Seringkali terdapat perkawinan yang tidak melalui upacara antara harta lagi, ada pula yang mengikuti cara barat seperti upacara tukar cincin, tergantung dari persetujuan kedua belah pihak.

Di Minahasa perkawinan melalui pemerintah (Catatan Sipil) dan melalui agama masing-masing penganutnya sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak. Selain dari pada itu pula masih terdapat kawin baku piara yaitu kawin yang tidak melalui pemerintah ( Catatan Sipil ) dan agama.

Perkawinan tersebut tidak lain sebagian besar disebabkan oleh latar belakang ekonomi dalam arti yang bersangkutan tidak mampu mengongkosi pesta perkawinan atau arta kawin, sedangkan kedua muda mudi itu sudah saling mencintai Hal ini pula sering terjadi pada kawin lari yaitu yaitu dua orang muda-mudi yang lari dari orang tua kedua belah pihak dan tinggal bersama-sama sebagai suami isteri Perbuatan mereka itu banyak kali karena orang tua tidak merestui hasrat itu untuk kawin.

Sesuatu desa atau kampung di Minahasa yang salah satu warganya ditimpa kematian, secara cepat dapat diketahui oleh seluruh warganya dengan melalui: beduk kampung, atau lonceng gereja, atau berita dari mulut ke mulut bagi setiap penduduknya. Menurut kebiasaan yang berlaku hingga kini, tak seorangpun yang dapat keluar desa untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan yang ada hubungannya dengan kematian, kewajiban bagi setiap warga desa untuk memberikan pertolongan pada orang yang ditimpa kematian berupa apa saja (tenaga, materi, uang ). Umumnya ketentuan tersebut dipatuhi oleh setiap warganya, karena anggapan mereka peristiwa tersebut mutlak berlaku bagi setiap orang.

Di dalam menyumbangkan tenaga pada peristiwa kematian dapat dikatakan terdapat suatu pembagian pekerjaan di mana setiap orang berdasarkan umur dan jenis kelamin sudah mengetahui tugas-tugas mana yang harus dikerjakannya. Kaum wanita bertugas memasak, menyapu dalam rumah, menjahit pakaian jenasah, menyediakan bunga, melayani tamu dan sebagainya, sedangkan kaum pria, menyediakan peti mayat, menyapu halaman, membuat sabua (bangunan tambahan), menggali lobang pekuburan jenasah, memikul jenazah, menyediakan tempat duduk dsb.

Upacara penguburan disebabkan sebagian besar orang Minahasa beragama Kristen maka upacara dilakukan secara Kristen di mana yang bertindak ialah pimpinan-pimpinan agama desa yang dikenal antara lain pendeta, atau guru-jumat, penatua, samas. Upacara penguburan dimulai dari rumah yaitu acara di dalam rumah, menyusul upacara di luar rumah dan upacara di pekuburan. Selain dari acara-acara tersebut masih terdapat acara-acara lain yang berhubungan dengan kematian, akan tetapi setelah jenazah sudah dikebumikan minimum 3 hari. Acara-acara tersebut sebenarnya merupakan acara penghiburan yang dikenal dengan 3 malam, kumawus ( kenduri 7 hari), 40 hari, dan satu tahun. Acara-acara tersebut selamanya diadakan kebaktian/evangelisasi secara agama dan langsung di sambung dengan menyanyi sendiri dengan menunjuk pada orang yang duduk, yang dapat menunjukkan seapa yang akan menyanyi berikutnya bila nyanyiannya sudah selesai, main pantun, melucu dan sebagainya.

C. KESATUAN HIDUP SETEMPAT

Banua/Wanua atau desa adalah merupakan kesatuan hidup setempat yang terkecil di Minahasa, yang dibawah perintah oleh seorang kepala desa di kenal dengan hukumtua. Ia dibantu oleh sejumlah orang yang semuanya disebut pamong desa.

Pembantu-pembantu Hukumtua itu ialah : Juru Tulis, Kepala Jaga, Meweteng, Kepala Jaga Polisi , Manteri air, dan Palakat. Untuk usaha-usaha pembangunan desa, gotong royong/kerja bakti terdapat sejumlah orang yang membantu Hukumtua di samping pembantu-pembantu tersebut di atas. sejumlah orang itu biasa disebut dengan Tua-tua - Kampung. Mereka itu terdiri dari pimpinan-pimpinan agama setempat, guru-guru, bekas-bekas Hukumtua, Kepala Jaga, Meweteng, Juru Tulis, sejumlah pensiunan yang berada di desa. Di dalam rencana usaha-usaha sebagaimana tersebut di atas, selamanya diadakan rapat pamong Desa bersama-sama Tua -Tua Desa ( kampung ).

Wilayah desa masih dibagi lagi dalam bagian-bagian wilayah kecil yang disebut Jaga. Wilayah ini dibawah kuasa Kepala Jaga yang dibantu oleh Meweteng.

Selain dari pembagian tersebut setiap desa bila ditinjau dari pembagian secara agama (Kristen Protestan) dibagi dalam Kolom - Kolom. Pimpinan agama di desa adalah : Pendeta yang dibantu oleh Guru Jumat, dan yang memimpin tiap-tiap Kolom ialah penantua yang dibantu oleh Samas ( lelaki)/Samaset (wanita).

Adapun orang-orang yang disebut di atas oleh penduduk dikategorikan pada tokoh-tokoh desa.

Untuk mengukur bagaimana pelapisan sosial masyarakat Minahasa terutama di daerah pedesaan maka diketemukan orang-orang yang didasarkan pada pangkat/jabatan (Hukumtua, Kepala Jaga dsb); di bidang agama (Pendeta, Guru Jumat, Penatua, dsb); di bidang pendidikan ( guru ) ; didasarkan pada harta milik (tousiga/orang kaya, tou lengei/orang miskin), dsb.

VI. UNGKAPAN-UNGKAPAN

Ungkapan-ungkapan di daerah Minahasa, apakah berbentuk pepatah, simbol, perumpamaan dan sebagainya dapat dikatakan sudah jarang diketahui oleh kaum muda. Ungkapan-ungkapan tersebut banyak dipakai pada orang-orang tua yang terutama mereka yang bermukin di desa-desa.

  1. PEPATAH-PEPATAH.
  1. Sa lumampang, lumampango ya makauner; arti sebenarnya ialah : Kalau berjalan, berjalanlah ke dalam ( tengah ) atau bila masuk jangan setengah-setengah, melainkan masuklah ke dalam pengertiannya bila melaksanakan suatu pekerjaan, janganlah setengah-setengah malainkan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh.
  2. Tia kaliuran si masena impalampangan; artinya: Jangan lupa kepada Dia yang memberi terang pada perjalanan; seseorang selalu diperingat kan agar jangan selalu melupakan pada Dia (Tuhan) yang selalu menjaga kamu.
  3. Kamang kinaayoan, kinombaan na sumesena; arti sebenarnya; Bahagia/rejeki yang diperoleh diten-
tukan oleh bintang; Pengertiannya ialah bahagia/rejeki yang diperoleh ditentukan oleh yang berkuasa ( Tuhan ).
  1. Kurakan katerang ni endo sa sia tare mantangi arti sebanarnya; Seperti sihar matahari ketika ia baru terbit. Pengertiannya ialah : Permulaan hidup yang membawa kegembiraan dan kesenangan.
  2. Kakenturan tuun eh sera dai matowo-towo; pemimpin/gang berpendidikan tinggi, haruslah memberikan contoh yang baik pada bawahannya/ yang berpendidikan rendah.
  3. Se mana kepataran sera rendem matowo-towo ; Biasanya yang tidak berpendidikan atau bawahan yang banyak kali berdusta/berbuat jahat.
  4. wolai tampalingitan taakan palewo-lewoon, Sa sia palewoon papaileknamo para; arti sebenarnya ialah : Kera yang jahat/ganas itu jangan diganggu, bila diganggu ia aken memperlihatkan pantatnya; Pengertiannya ialah di dalam pergaulan sesama dimintakan agar jangan meremehkan atau menghina seseorang, terlebih pada orang yang hina, karena akan mengakibatkan kesulitan bagi diri sendiri.
  5. Saru dutu tamburi mata ; artinya orang yang hanya ingin senang, akan tetapi tidak mau berusaha.
  6. Sako kapalus ne sedangkan toto tulini aku ; arti sebenarnya ialah : Bila engkau adalah sahabat/rekan sekerja dari "Timur, bolehlah ajak padaku untuk pergi bersama-sama.
    Pengertiannya inlah : Biasanya di dalam kepercayaan orang yang dari Timur itu baik-baik, sehingga bila seseorans menpunyai maksud ba-
ik atau hati yang jujur, kita dapat bekerja sama.
  1. Beren (weren/welen) wo totoro²; arti sebenarnya ialah mata baru berkata : Pengertiannya ialah: Apa yang kita lihat dengan mata sendiri merupakan dasar untuk kita ceriterakan, dengan kata lain jangan berbohong.
  2. Towo wau ; arti sebenarnya ialah dusta dari kura-kura. Di dalam ceritera rakyat tentang kera dan kura-kura, antara lain kura-kura yang sudah berbuat jahat terhadap kera, sewaktu dihukum untuk dibuang ke laut si kura-kura minta nangis tersedu-sedu dengan berterisk minta ampun; Pengertian towo wau adalah dijulukkan kepada seseorang yang munafik, karena laut itu adalah tempat si kura-kura sendiri akan tetapi ia memperlihatkan dirinya takut pada laut, hanya siasatnya saja.
  3. Samerot asal kata erot artinya tergetar : Mengharapkan pada yang Maha Kuasa tergetar hatinya agar dikabulkan maksud/cita-cita.
  4. Eh doon; Pengharapan pada Tuhan agar dikabulkan/moga-moga.
  5. Sa tanun toro, artinya sekiranya dikabulkan.

2. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kecayaan.

Seseorang yang bepergian jauh atau pergi berperang atau pergi merantau di negeri orang, biasanya crang-orang tua berpesan kepada yang bersangkutan, dengan pepatah: "Tia' kaliuran si Masena im pelampangan" artinya Janganlah lupa (ingatlah setiap saat) kepade Tuhan yang selalu menjara di

rimu. Hal ini berarti pula bila seorang selalu mengingat Tuhan dimana saja ia berada, apakah sedang bergembira atau bersusan, apakah sedang bekerja atau tidur, hendaknya, pasti Tuhan akan tetap bersamanya dan tetap melindunginya.

Setiap orang yang hidup mendapatkan harta kekayaan itu sebenarnya masing-masing sudah ditentukan oleh Tuhan rezekinya. Biar membanting tulang memeras tenaga berusaha mencari rezeki, kalau Tuhan tidak berkenan memberikan rezeki kepadanya, pasti tidak mendapatkannya. Dengan lain perkataan rezeki, kebahagiaan, kesusahan sumuanya ditentukan oleh Tuhan dan diberikannya kepada siapa yang dikehendaki_Nya.

Untuk ini orang Minahasa mempunyai peribahasa seperti ; "Kamang kinaayoan, kinombahan ne Sumesena" Artinya kebahagiaan/rezeki yang diperoleh adalah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.

Kalau memuai padi di sawah dan hasilnya berlipat ganda, orang-orang Minghasa berkata dengan suatu pepatah : "Kan no lion tana', sinedian ne kekekou" Artinya padi orang-orang yang tidak kelihatan menerima kotoran dari burung Kekekou. Maksud sebenarnya hasil yang berlipat ganda itu mendapat karunia dari Tuhan Maha Murah.

3. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan upacara adat.

Salah satu upacara adat naik rumah baru di Minahasa, sering dilakukan dengan memperdengarkan nyanyian bersama, yang sebenarnya merupakan ungkapan lama (asli). Upacara ini dilakukan pada malam hari dengan memasang lampu (minyak, lilin, obor). Setiap orang datang naik di atas rumah panggung dan ikut menari-nari (merambak) beramai-ra - mai sambil bernyanyi dengan ungkapan. Salah satu ungkapan/pepatah :

"Wasian rimondori wana kentur rumbu-rumbunan Eh Royor", artinya Kayu Wasian (cempaka) yang lurus berasal dari dataran tinggi yang berembun. Maksud dari pepatah ini ialah bahwa si pemilik rumah yang nanti hidup menetap selama-lamanya dalam rumah baru itu, sudah tidak perlu kawatir lagi, karena rumah itu sudah kokoh kuat bagaikan gunung.

Upacara adat naik rumah baru ini sudah makin menghilang, apalagi upacara-upacara adat lainnya di Minahasa yang berupa adat asli sudah tidak ada lagi.

4. Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari

Dalam pekerjaan sehari-hari, melakukan tugas pekerjaan apa saja, pada umumnya orang-orang Minahasa terutama di kalangan generasi muda hanya sambil lalu saja, tidak bersungguh-sungguh beerja atau berusaha. Untuk itu orang-orang tua selalu memperingatkan dengan pepatah : "Salumampang, lumampano ya makauner", maksudnya kalau melaksanakan pekerjaan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh dan janganlah setengah-setengah.

"Wolai tampalingitan teakan palewo-lewoon, sasia pelwo-lewoon papaileknomo para", maksudnya, dalam pergaulan tidak boleh merendahkan orang lain atau menghina, karena akan menyusahkan diri sendiri.

"Saru lutu', tamburi mata", maksudnya dikatakan kepada seseorang yang malas, tidak mau berusaha, tetapi hanya suka bersenang-senang saja.

"Sako kepalus ne sedangkan tokoko tulini ia ku", bila seseorang mempunyai maksud/niat hati yang jujur, boleh saja bekerja sama.
"Si kareane we'u", maksudnya seseorang yang pendusta. We'u ( kura-kura) yang selalu menyembunyikan kepalanya, yang diumpamakan kepada orang pendusta.
B.SIMBOL-SIMBOL
1. Simbol-simbol yang berhubungan dengan kepercayaan.

Kalau melihat seseorang memakai bis kain hitam pada lengan tangan sebelah kiri, berarti bahwa orang itu sedang berduka. Karena kain warna hitam sebagai simbol orang yang berduka ( kerabatnya yang meninggal ).

Orang yang baru meninggal dan sudah 3 hari dikuburkan, kerabatnya datang untuk memberikan sajian, kue, kacang, sigaret/tembakau, sirih/pinang/kapur, semuanya merupakan simbol saja, bahwa seolah-olah ia hidup kembali atau masih hidup dan duduk mencicipi sajian tersebut.
2.Simbol-simbol yang berhubungan dengan upacara adat.
Biasanya dalam penyambutan tamu-tamu negara yang melawat ke daerah Minahasa, mereka menyambut tamu dengan menyajikan tarian adat yang disebut cakelele (tari perang).
Para penyambut memakai hiasan-hiasan sebagai simbol seperti dester kain merah yang melambangkan kesatrian dan keberanian. Sayap/bulu burung manguni (burung hantu) yang diikatkan di atas kepala melambangkan kebesaran dan keagungan.
Parang dan perisai, sebagai lambang siap bertempur, siap berjuang membela tanah air. Baju/kemeja warna merah, melambangkan berani mati menghadapi musuh.
Karena upacara-upacara adat asli Minahasa sudah tidak ada, sudah musnah, maka musnah pulalah simbol-simbol yang berhubungan dengan itu.

C. KATA-KATA TABU.

Kata-kata tabu yang berhubungan dengan kepercayaan.
Seorang anak yang sering mendapat sakit, tidak boleh mengatakan atau memanggil nama aslinya. Misalnya nama aslinya Frans, harus dipanggil "Buang." Karena menurut kepercayaan anak tersebut nama aslinya tidak cocok (bersifat panas), untuk itu dipanggil buang. Artinya nama Frans sudah dibuang/dilemparkan jauh-jauh sehingga tidak akan kunjung datang.
Demikian pula si anak sakit itu (sering jatuh sakit) dilarang menyatakan sebagai anak sendiri, tetapi harus mengatakan anak orang lain. Misalnya: "Leoso si rintekmu (Tenrea), Leoso si oki' mu (Tondano), tetapi harus mengatakan : "Leoso si rintek ni kariamu, artinya tidak boleh mengatakan sudah sembuh anakmu, tetapi harus "sudah sembuh anak kawanmu atau anak si anu. Sebab menurut kepercayaan anak yang sakit-sakit itu seolah-olah tidak menyukainya dipanggil demikian karena itu anak itu hanya sebagai pungutan atau hanya anak orang lain yang dihadiahkan kepada orang tuanya.
Seseorang yang berada di dekat makam nenek moyang dahulu yaitu apa yang disebut waruga (makam yang dibuat dari batu persegi empat dan mempunyai penutup seperti bubungan atau rumah, tidak boleh berkata : "Siow kurur" Karena menurut kepercayaan kalau kebetulan siow kurur nama dari nenek moyang yang empunya makam itu, maka orang yang menyebut nama itu akan mendapat bahaya. (pulang tanpa arah).
D. UKIRAN-UKIRAN.
Ukiran-ukiran di daerah Minahasa sudah tidak dikenal lagi. Yang ada dewasa ini, hanyalah ukiran-ukiran pada kursi, lemari, perabot-perabot lain tetapi merupakan hasil peniruan dari ukir-ukiran Jawa/Bali.
Demikianlah sebagian ungkapan-ungkapan yang di peroleh penelitian di daerah Minahasa, yang sengaja kami batasi berhubung batas waktu sempit serta terbatas pada jumlah halaman tertentu saja.
Selain dari paia itu pula, kemungkinan bila masih diperkenankan lagi akan kami lanjutkan penelitian di tahap-tahap berikutnya agar adat istiadat Minahasa betul-betul dapat lebih disempurnakan lagi.