Detektif Chiu  (1950)  oleh Amorinda
Surat Jang Banjak Kesalahan

VII.

SURAT JANG BANJAK KESALAHAN.

SEPULANGNJA detective Chiu dari rumahnja hartawan Su-kiu, ia lantas duduk pula kang medja tulisnja, diatas mana terdapet satu envelop jang lantas ia buka isinja dan batja surat jang dialamatkan pada dirinja.

„Dear Chiu!
„Kalu kau selagi membatja ini surat, mungkin aku
„sudah berada dilaen tempat. Apa jang terdjadi atas
„diriku sedari tadi pagi, bisa aku tuturkan dengan
„perkenannja orang jang menawan diriku.
„Pagi-pagi hari ini, sekira djam 6, Ibrahim dateng
„memanggil padaku atas titahmu buat suatu urusan
„penting, maka aku sigra brangkat, tetapi tida taunja
„ditengah djalan, dari belakang kepalaku diketok
„orang sekeras-kerasnja, hingga aku djatoh dan ini
„sudah tjukup buat bikin diriku bisa diringkus!
„Kemudian dengan auto dalem keadaan kepala pu-
„jeng terkena ketokan itu, aku dibawa ka suatu
„rumah di Sompok, dimana buat sementara waktu
„aku didjadikan talenan dari berbagi-bagi pertanjaan.
„Aku antara laen diprentah oleh penawanku buat
„lekas tulis surat ini padamu, supaja berdajalah
„lantas menulung diriku!

Your's
SIN-HOCK”.

Surat diatas betul ada tulisan tangan dari Sin-hock sendiri dengan tinta warna violet, tetapi jang amat mendapet perhatian keras dari detective Chiu. adalah itu tjoretan-tjoretan jang membunuh zin-zin antara. „Kalu kau selagi (tjoretan) membatja ini surat” dan „......aku dibawa ka (tjoretan pandjang) suatu rumah gedong......”, kerna tjoretan-tjoretan mana dibuat dengan tinta warna biru-gelap hingga bisa menutupi tulisan² begitu rupa sampe huruf² asalnja sama sekali tida bisa terliat atawa terbatja. Detective Chiu sigra panggil pegawainja, tanjakan siapa jang anteri ini surat.

„Ibrahim, tuan!”

„Ibrahim? Ach, sungguh litjin musuh-musuhku sekarang ini......” mengrendeng detective Chiu jang kemudian lantas panggil Ibrahim jang masih mengikuti padanja.

„Ibrahim ini?” tanja lagi Chiu pada itu pegawai sembari undjukan Ibrahim jang berdiri dihadepannja.

„Be...... betul, tuan”.

„Tjoba perhatikan dengan teliti apa ada perbedaan-perbedaan laennja?”

„Oh...... ja, Ibrahim jang menganter surat itu tida pake pitjis item, tetapi pitjis warna merah-soklat !......”.

„Ha, ini terang ada suatu penjaruan!” bertreak detective Chiu sedengkan Ibrahim sendiri pun berdjingkrak-djingkrak kerna hatinja merasa sangat djengkel merasa dirinja dibuat permaenan oleh badjingan jang ia belon kenal siapa adanja.

„Hmmm, kurang hadjar. Di Semarang hanja tjuma ada satu Ibrahim, mungkin diseluruh Dunia sekalipun, hanja tjuma satu Ibrahim jang bukan laen adalah diriku, masa ada orang laen jang bisa dan berani menjaru buat bikin katjau? Tuan, Chiu aku akan kunjah-kunjah itu pantjalongok pengetjut kalu nanti sudah ketangkep!”

Detective Chiu memikir dengan keras.

„Djuga aku tida berasa dateng panggil pada tuan Sin-hock seperti tadi katanja ada atas suruan tuan......”.

„Nah, taulah sekarang kau, Ibrahim, bahua kita lagi hadepkan suatu pertempuran heibat. Kalu sedikit sadja kita salah hitung, mungkin kita akan djadi...... pentjundang, maka aku minta kau pun dengan sungguh-sungguh bantu padaku buat bisa lekas² bongkar ini resia dan kasih hukuman-hukuman jang setimpal pada itu pendjahat² litjin!”

„Siap sedia, tuan Chiu”.

Dengan tida buang banjak tempo lagi, detective Chiu sasudah pesen pada sang pegawai buat tulak semua kedatengan siapapun djuga, lantas bersama Ibrahim membandang kekantor polisie buat djumpahkan lagi Inspectir Lim.

Dikantor tersebut detective Chiu kombali dibikin tjelengap waktu ia dikasih undjuk satu telegram jang terkirim oleh Sin-hock dari...... Magelang!

„Habis, apakah kau sudah kirim polisie kesana?” menanja detective Chiu.

„Tida ,aku menunggu kaupunja hasil penjelidikan dan bagimana dengan pendapatanmu, apakah perlu kita lantas kirim pertulungan ka Magelang dengan sama sekali tida tau dimana Sin-hock dibawa?”

„Bagus! Aku kira ini ada perbuatan mau sasarkan kitapunja pengusutan”, kata detective Chiu seraja kemudian memesen supaja Inspectir Lim harus selalu siap-sadia buat kalu perlu bisa lantas turun tangan begitu diminta olehnja.

„Djuga Ibrahim djangan diberi kewadjiban diluar, terus ia harus berada di kantor, tida usah pulang kerumah atawa pergi-pergi!” pesennja detective Chiu lebih djauh.

TANGGAL 14 Februari 1948 tinggal 2 hari lagi akan tibah.

Inilah ada hari-tahunnja nona Ching-hua jang akan dirajakan dengan upatjara perajaan. Dan dalem mana nona Ching-hua semustinja memake itu gelang-giok, laginja Sin-hock pun musti berada disitu, kerna ia adalah tundangannja nona Ching-hua, hingga ada mendjadi keharusan buat ia musti bantu seperlunja, terutama ikut berikan selamat atas hari-tahun ka 19 dari nona Ching-hua.

Tetapi......

Gelang-giok jang ilang belon bisa diketemukan, sedengkan Sin-hock sendiri pun belon bisa ketulungan maka tida heran kalu dalem keluarganja Tan Su-kiu bukan maen ripu dan kwatirnja, terutama nona Ching-hua sendiri.

Djuga sudah tiga hari detective Chiu...... mengilang, tida ada seorang pun, terhitung djuga Inspectir Lim sendiri, tau kemana perginja detective itu......

Tetapi bagi Inspectir Lim mengilangnja detective Chiu tida dibuat kwartir, kerna ia sudah paham bahua detective Chiu memang biasa suka......,,mmabur katiup angin”.

Pada itu sore, selagi hartawan Tan Su-kiu dan Ching-hua berdudukan dengan perasaan masgul, sekunjung-kunjung dari luar telah dateng seorang Indonesia jang mengakuh, bahua ia ada disuruh oleh...... Sin-hock buat panggil Su-kiu dan nona Ching-hua supaja papak dengan auto pada itu pemuda jang sekarang berada di Magelang......

„Hajoo, papah, kita lantas papak padanja, tetapi apa kitapunja chauffeur jang baru bisa tau dimana letaknja Magelang?” kata nona Ching-hua dengan pikiran tergontjang sehingga iapunja pertanjaan tentang sopirnja apa sudah tau letaknja Magelang, merupakan suatu pertanjaan jang agak gandjil, kerna masatah ada sopir Semarang tida mengetahui dimana adanja Magelang?

Malumlah, sebagi seorang gadis jang menjinta dan sedeng ditjinta, lebih pula ketjintaannja itu lagi berada dalem...... bahaja, tentu pikirannja pun tida karuan² rasanja...... Tan Su-kiu sebab sangat menjinta puterinja, maka dengan tida pikir pandjang lagi lalu panggil iapunja sopir jang baru masuk kerdja padanja kemaren, lantaran sopir jang biasa, tida masuk berhubung dengan isterinja lagi sakit.

Kombali dihadepan sopir nona Ching-hua madjukan pertanjaan apakah tau letaknja Magelang jang sudah tentu didjawab dengan perasaan hati geli oleh jang ditanja, bahua apalagi baru Magelang, sedengkan seluruh Indonesia katanja ia sudah perna rantaui.

Dengan zonder dibolehkan buang banjak tempo, auto lantas disiapkan dan marika lantas berangkat sekutika itu djuga bersama orang jang memberi kabar tentang adanja Sin-hock di Magelang pun turut sebagi pengundjuk djalan. Ini orang berduduk disebelah sopir dan sikapnja seperti gugup dan saben-saben mulutnja berkemak-kemik seperti ada perkataan-perkataan jang hendak diutjapkan tetapi tida ada keberanian untuk dikeluarkan......

Nona Ching-hua lagi-lagi bergelisah, seperti ia sudah tida tahan buat duduk diauto jang dirasakan djalannja kliwat pelahan. Iapunja hati inginkan supaja selekasnja bisa, setjepetnja mungkin, auto itu dilarikan buat lantas djumpahkan Sin-hock. Ia seselkan dirinja sendiri kenapa oleh Tuhan di lahirkan dengan tida...... diberi sajap, kalu toch ia mempunjai itu, tentu ia sudah terbang sendiri buat bisa tulungi Sin-hock.

Ia tida ingat, bahua apabila bener-bener ia terlahir dengan mempunjai sajap, tentu ia akan berupa satu-satunja orang sangat...... aneh di dalem Dunia, mungkin djuga ia akan mendjadi tontonan luar biasa!

Dasar pikiran ruwet, maka ada sadja jang didjadikan lamunan...... Sementara itu Tan Su-kiu djuga hatinja berdebar-debar, seperti ia mendapat firasat jang tida enak. Ia merasa gegetun mengapa tadi begitu gampang ia setudjui sadja kemauannja Ching-hua dengan zonder dipikir lebih pandjang. Ia mau batalkan ini perdjalanan, tetapi ia kwatir nanti membikin Ching-hua lebih...... tida karuan pikirannja.

„Papah kenapa sopir djalankan auto begini pelahan? Suruh dia larikan sekerasnja bisa supaja djangan terlambat......”.

„Ching-hua, ini kita masih berada dalem kota. nanti kalu sudah liwati bates kota, tentu dengan sendirinja ia akan larikan auto sekeras-kerasnja. Tetapi aku kwatir ini sopir djangan² nanti kurang pande, tida seperti kitapunja sopir jang biasa, maka baeklah kita djangan terlalu retjoki padanja, kwatir nanti ia djadi gugup. Sebagi sopir baru, tentu ia akan djadi gugupan kalu saban² kita tegor......”

„Tetapi Sin-hock perlu lantas kita tulung, bukankah ia suruhan orang perlunja djuga supaja kita lekas-lekas angkat padanja dari kebinasaan?”

„Aku...... sang......” Su-kiu tida bisa teruskan perkataannja, kerna ia ingat ini akan bisa bikin hatinja Ching-hua mentjelos.

„Apa papah bilang? Sangsi?”

„Tida, aku sanggup kalu kau ingin aku jang stuur sendiri”.

Ching-hua tida berkata lagi,ia tundukan kepala, beberapa ketes aer mata keliatan berlinangan......