BAB III.
MEMBANGUN EKONOMI NASIONAL.

Pembangunan alat-alat perhubungan.

SALAH satu masalah jang penting dan amat ruwet untuk melantjarkan djalannja perekonomian, perdagangan dan pemerintahan, ialah masalah perhubungan di Kalimantan. Soal ini tidak sadja dirasakan oleh Pemerintah Republik Indonesia, akan tetapi djuga oleh pemerintah-pemerintah pendudukan Djepang dan pemerintah Hindia-Belanda dahulu. Kedua pemerintah jang tersebut belakangan itu, telah berusaha untuk memetjahkan masalah perhubungan, baik dilaut, darat, dan maupun perhubungan udara, akan tetapi hasil daripada usaha-usaha itu senantiasa gagal. Bukan oleh karena kekurangan belandja, akan tetapi adalah karena kekurangan tenaga manusia. Sedang tenaga manusia merupakan faktor jang penting untuk melaksanakan perbaikan dalam soal perhubungan.

Soal perhubungan tidak sedikit mempengaruhi djalannja perekonomian, dan bahkan djuga turut mempengaruhi djalannja pemerintahan daerah. Dan oleh karena itu Pemerintah Indonesia dewasa ini sedang mempeladjari dan merentjanakan untuk mengadakan perhubungan diseluruh daerah Kalimantan, baik dari Selatan ke Timur dan Tenggara, maupun dari Selatan ke Barat dan sebaliknja. Ditilik dari sudut ekonomi, maka kesulitan perhubungan membawa akibat kepada soal meningkatnja harga-harga makanan, dan dengan sendirinja mempengaruhi penghidupan rakjat. Sedang djika ditindjau dari sudut politik dan pemerintahan, membawa akibat timbulnja rasa sebal dikalangan Pemerintah. karena perhubungan dinas terpaksa harus menelan waktu beberapa hari lamanja, karena segala perhubungan antara berbagai daerah di Kalimantan, kadangkala harus dilakukan melalui pusat (Djakarta).

Perhubungan jang banjak dilakukan didaerah ini, dalam batas-batas menurut keadaannja, hanja dapat dilaksanakan melalui djalan air atau sungai, sedang hubungan darat hampir tidak ada. Apalagi misalnja perhubungan untuk djarak djauh antara Bandjarmasin — Pontianak, atau Bandjarmasin — Tarakan. Dalam keadaan demikian, sudah barang tentu sukar untuk ditjapai hasil jang baik dalam perkembangan perekonomian rakjat, sedang soal perekonomian dan perdagangan itu merupakan masalah jang amat penting djustru karena langsung mengenai kehidupan masjarakat sehari-hari. Akibat-akibat jang tidak dapat dielakkan dari keadaan jang demikian itu, ialah suburnja perdagangan gelap dari pantai ke pantai jang memberi keuntungan besar bagi penjelundupan. Bahan-bahan pakaian dan makanan jang biasanja didatangkan dari lain daerah, tidak segera dilepas kedalam masjarakat, karena kaum penjelundup senantiasa mengukur keadaan dengan turun-naiknja harga pasar. Sedang kontrole disepandjang pantai amat sukar dilakukan, karena alat-alat negara masih dalam keadaan kekurangan tenaga. Hal jang demikian ini amat terasa didaerah Kalimantan Barat dan Timur. Karena kedua daerah ini mempunjai perhubungan lepas kemana sadja, ke Singapore, Philipina dan ke Serawak.

Karet dan kopra jang mendjadi sumber penghidupan rakjat turun-temurun, karena sulitnja perhubungan untuk melantjarkan perdagangannja merasa terdesak, dan mau tidak mau mendjual hasil buminja kepada tengkulak-tengkulak jang didalam hal ini mempunjai modal jang agak besar dan melepasnja kedaerah lain dengan djalan gelap. Bagi daerah Kalimantan Barat urat nadi perekonomian langsung dikendalikan oleh orang asing, dan karena itu soal penjelundupan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan mereka jang semata-mata mentjari untung sebanjak-banjaknja, sedang kerugiannja diderita oleh rakjat dan negara.

Dalam hubungan itu, agaknja kedudukan sungai dan kali amat penting djika dibandingkan dengan perhubungan darat jang lebih ketjil dan sedikit djumlahnja di Kalimantan, sedang djalan darat tidak begitu banjak dipergunakan, karena perhubungan darat hanja bersifat lokal, sedang hubungan sungai dan laut tidak mempunjai ketentuan batas. Karena itu seluruh perdagangan dipusatkan kepada perdagangan dilaut jang lebih banjak memberi hasil daripada perdagangan darat.

Tempat-tempat didaerah ketjil seperti Kotawaringin jang diperhubungkan oleh lima sungai besar dan ketjil amat penting artinja dalam memadjukan tingkat perekonomian rakjat, karena sedjumlah besar dari tempat-tempat itu terletak disepandjang sungai jang merupakan pangkalan pertama dalam pengiriman dan penerimaan bahan-bahan makanan dan pakaian serta hasil bumi. Kedudukan sungai-sungai dalam daerah itu, jakni sungai-sungai Katingan, Mentaja, Serojan, Kotawaringin dan Djelai, jang mempunjai hubungan langsung dengan laut Djawa, adalah merupakan djalan raja senantiasa dilintasi oleh kapal-kapal bermotor, kapal-kapal lajar dan perahu-perahu besar-ketjil jang mempertalikan suatu daerah dengan daerah lainnja.

Ditepi sungai Mentaja terletak sebuah pelabuhan jang penting, jaitu Sampit jang selalu ramai dikundjungi oleh kapal-kapal dari Surabaja, Bandjarmasin, Djakarta dan Singapore. Disinilah pertemuan kaum pedagang dari pelbagai daerah itu untuk menghidupkan perekonomian rakjat. Sungai-sungai besar seperti Kapuas di Kalimantan Barat, sungai Barito di Kalimantan Selatan dan Mahakam di Kalimantan Timur, sekalipun satu dan lainnja tidak dapat berhubungan langsung, akan tetapi ketiga sungai ini merupakan sumber penghidupan bagi rakjatnja.

Ketjuali dipergunakan sebagai „djalan raja” jang memperhubungkannja dengan anak-anak sungai jang bersimpang siur dan mendjadi tempat perdagangan umum, sungai-sungai di Kalimantan itu memberi hasil ikan jang amat banjak, sedang airnja dipergunakan pula untuk keperluan sehari-hari, kalau didaerah itu tidak terdapat penjaluran air. Untuk membangunkan alat-alat perhubungan di Kalimantan, maka djalan jang harus dilalui ialah menjempurnakan perhubungan sungai, atau perhubungan pantai buat mengangkut segala matjam hasil bumi dan laut kedaerah jang membutuhkannja.

Oleh karena itu soal perdagangan dan perekonomian djuga sebenarnja tidak dapat dilepaskan dari soal betapa pentingnja kedudukan sungai-sungai sebagai „djalan raja” jang memperhubungkan antara satu dan lain daerah dengan biaja jang tidak terlalu mahal dan gampang dilakukan. Sudah barang tentu hal ini banjak sangkut-pautnja dengan kekajaan alam Kalimantan, baik jang terdapat dalam buminja, hutannja, maupun dalam sungai dan lautnja jang mendatangkan hasil tidak ketjil artinja bagi perkembangan ekonomi rakjat. Hutannja mengeluarkan berbagai matjam kaju, a.l. kaju besi jang besar-besar dan jang dapat dipergunakan untuk membikin kapal-kapal, perahu, rumah dan lain-lain seperti balok untuk djalan kereta-api dan lain sebagainja. Hasil hutan lain-lainnja ialah: Karet, kopra, rotan, damar. Selain itu pertambangan orang batu, mas, intan dan mangaan. Demikian djuga sungainja jang penuh berton-ton ikan jang dihasilkannja, pada hakekatnja dapat memperkuat kedudukan ekonomi jang dibutuhkan oleh segenap negeri.

Dalam masa pendudukan Djepang, mereka melihat kemungkinan-kemungkinan untuk melantjarkan perhubungan perdagangan, dan oleh karena itu mereka telah mendirikan suatu maskapai Perkapalan, seperti Konan Kaigun Kabushiki Kaisha, Harima dan sebagainja jang telah membikin kapal-kapal jang bahannja dari kaju-kaju, sebagai alat perhubungan jang tidak sadja dilakukan antara daerahdaerah di Kalimantan, melainkan djuga dipergunakan untuk mengangkut keperluan sehari-hari dari Kalimantan ke Djawa, Sulawesi dan Philipina, bahkan djuga sampai ke Djepang.

Usaha jang didjalankan Djepang tersebut adalah sekedar untuk melandjutkan usaha-usaha jang telah dikerdjakan oleh pemerintah Hindia-Belanda dahulu, jang gagal pelaksanaannja karena peperangan. Sekalipun demikian usaha Belanda dahulu jang dikerdjakan untuk memperbaiki perhubungan jang dimulai sedjak tahun 1936, hanja chusus dalam daerah Kalimantan Selatan sadja, jaitu djarak antara Bandjarmasin — Hulu Sungai sedjauh kurang lebih 290 KM, dan Bandjarmasin — Pleihari 130 KM, sedang dalam bagian Kalimantan Barat jang djalannja Sambas 225 KM, Pontianak seluruhnja tidak sempurna, jaitu antara Pontianak — Sintang 400 KM. Daerah Kalimantan Barat dan Selatan nampaknja masih beruntung, apabila dibandingkan dengan perhubungan darat di Kalimantan Timur jang tidak ada sama sekali. Daerah-daerah ini lebih tepat dikatakan sebagai pulau-pulau ketjil sadja, jang tidak ada perhubungan daratnja, misalnja Balikpapan, Samarinda, dan Tarakan, satu dan lainnja tidak dapat dihubungkan, ketjuali melalui djalan air.

Petjahnja perang dunia kedua jang lalu, pada hakekatnja mendorong bagi pemerintah Hindia-Belanda untuk lebih memperhatikan soal perhubungan darat, jaitu akan membikin djalan darat jang sekiranja dapat menemukan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, jang semata-mata digunakan untuk kepentingan pertahanan militernja. Pekerdjaan itu dimulai sedjak tahun 1937 dengan setjara besar-besaran, jaitu dalam rangkaian perhubungan-perhubungan antara Bandjarmasin — Balikpapan — Loa Djanan dan seterusnja ke Samarinda, karena ditempat itu akan dibikin pangkalan udara. Pekerdjaan merintis hutan belukar sepandjang ribuan kilometer itu dikerdjakan oleh penduduk asli, sedang untuk pekerdjaan kasar lainnja didatangkan sedjumlah besar tenaga-tenaga pekerdja dari Djawa dan Madura.

Pekerdja-pekerdja ini dipusatkan di Tanah Gerogot, sedang upah jang diterima mereka terlalu rendah, tidak seimbang dengan beratnja pekerjaan mereka, oleh karena itu tidak sedikit dari djumlah mereka jang meninggalkan pekerdjaan itu, lari kekebun-kebun karet, mendjadi pekerdja-pekerdja kebun-kebun karet, dan sebagiannja menangkap ikan dan sebagainja. Djepang jang datang kemudian jang hakekatnja sama untuk mempertahankan sumber-sumber peperangannja, seperti minjak dan lain-lainnja, memindahkan perhatiannja untuk mempertjepat terlaksananja perhubungan darat antara Balikpapan — Loa Djanan dengan mempergunakan tenaga-tenaga romusha.

Walaupun demikian, Djepang tidak berhasil djuga untuk membikin djalan itu, dan hingga kepada saat mereka menjerah kalah, pekerdjaan itu tetap terbengkalai. Demikian djuga dalam pendudukan tentera Belanda jang baru lalu rintisannja jang dahulu jang kemudian dilandjutkan Djepang, pada waktu itu berusaha pula untuk mengusahakannja kembali. Tetapi rentjana itu berubah, mungkin mengingat biaja jang terlalu besar, sedang para pekerdjanja sukar didapat, maka mereka mentjoba membuka djalan antara Penadjam dalam daerah Balikpapan menudju ke Long Kali, tapi djuga tidak membawa hasil sebagaimana diharapkannja.

Rintisan-rintisan jang telah ada itu, baik jang dikerdjakan oleh pemerintah Hindia-Belanda maupun jang kemudian dilandjutkan Djepang, disambung pula oleh pemerintah pendudukan Belanda, pada tahun-tahun setelah penjerahan kedaulatan dilandjutkan oleh Pemerintah Republik Indonesia daerah Kalimantan, dengan rentjana jang besar-besaran jang menelan biaja bermiljard-miljard. Djalan raja jang akan mendjadi alat perhubungan bagi seluruh daerah Kalimantan, tidak terbatas dalam djangka pendek sadja, akan tetapi djuga dalam djangka pandjang. Dengan lain perkataan, bahwa pembukaan Kalimantan itu meliputi seluruh kepentingan rakjat dan negara, tidak terbatas kepada pembangunan alat-alat perhubungan sadja, dilaut, darat dan udara, malahan djuga dalam batas-batas kesanggupan dan kemungkinan untuk melaksanakan tjita-tjita kemakmuran dan kesedjahteraan sosial.

Perhubungan darat antara Bandjarmasin — Pontianak, dan Bandjarmasin — Balikpapan akan mendekati kenjataan, apabila rentjana jang besar ini disertai oleh semangat gotong-rojong dari rakjat Kalimantan. Pekerdjaan ini sudah dimulai sedjak awal bulan Djanuari 1951, jaitu antara Ampah melalui Muarateweh Kuala Kurun — Tandjung Samba — Bakumpai, Kuala Muhub terus ke Nanga Pinoh bagian Kalimantan Barat. Sedang usaha lainnja ialah membikin tracee jang melalui lembah-lembah antara daerah pengaliran sungai Barito dan sungai Kapuas dengan melalui Buntok. Maka dengan djalan demikian ada dua tjara jang dipergunakan untuk pembangunan alat-alat perhubungan itu, antaranja ialah tracee melalui daerah-daerah jang subur tanahnja, dan tracee lainnja jang kurang melalui sungai-sungai besar, sehingga dengan begitu dapat dihindarkan pengeluaran biaja jang besar buat keperluan pembikinan djembatan-djembatan. Sementara itu perhubungan djalan antara Bandjarmasin — Balikpapan jang sudah siap dikerdjakan adalah sepandjang 90 KM dan dapat dilalui oleh kenderaan bermotor, sedang sisanja sedjumlah 120 KM masih terus dikerdjakan. Demikian djuga perhubungan djalan antara Samarinda — Balikpapan dan djalan-djalan lainnja jang memungkinkan bagi lantjarnja peredaran hasil-hasil bumi, dalam djarak pendek dalam waktu jang singkat akan sudah dapat dipergunakan.

Dalam daerah Kalimantan Selatan, baik hubungan darat, maupun sungai sama pentingnja akan tetapi perhubungan sungai lebih diperhatikan dan disempurnakan, karena perdagangan sungai lebih banjak dipergunakan daripada perdjalanan darat, terutama karena ongkos pengangkutan lebih rendah dari oto dan bis. Terusan Serapat jang menghubungkan sungai Barito dengan sungai Kapuas adalah perhubungan jang pendek antara Bandjarmasin dengan Kuala Kapuas. Terusan ini dibikin 70 tahun jang lalu, dan sekarang keadaannja amat dangkal oleh karena tertimbun pasir, sehingga tidak dapat lagi memenuhi sjarat-sjarat untuk lalu-lintas diair dengan sempurna.

Usaha untuk memperdalam dan melebarkannja amat sukar karena tanah sebelah-menjebelah telah ditanami dengan pohon-pohon dan tumbuh-tumbuhan lainnja, sedang biaja untuk mengerdjakannja menelan ongkos jang tidak sedikit. Oleh karena itu supaja tidak memutuskan perhubungan antara kampung dengan kampung, maka diusahakan untuk menggali sungai baru didaerah Tamban jang letaknja sedjadjar dengan sungai Serapat.

Dalam rangkaian untuk membangunkan alat-alat perhubungan, maka djuga telah diusahakan untuk memperbaiki lapangan terbang Ulin di Bandjarmasin, demikian rupa sehingga dapat dipergunakan untuk pesawat-pesawat terbang convair dan sedjenisnja. Pembikinan lapangan terbang baru ini, bersiku dengan landasan jang lama, sedang ukurannja menurut sjarat-sjarat internasional. Lapangan-lapangan seperti ini tidak sadja untuk daerah Bandjarmasin, akan tetapi djuga di Kalimantan Barat, terutama di Pontianak pembikinan landasan amat mendesak, karena dengan demikian perhubungan udara jang selama ini selalu melalui Djakarta, akan dapat langsung, sedang biajanja tidak terlalu tinggi.

* * *

Transmigrasi. Salah satu soal jang amat sulit jang dihadapi oleh negara dan Pemerintah Indonesia sekarang ini, ialah soal kepadatan penduduk disatu daerah dan ketipisan penduduk didaerah lainnja. Kepadatan penduduk di Djawa menimbulkan akibat bagi perkembangan keadaan selandjutnja, dengan lain perkataan akibatnja dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masjarakat, lebih-lebih oleh Pemerintah sendiri jang didalam hal ini bertanggung-djawab atas seluruh penduduk. Kepadatan penduduk amat banjak mengandung bahaja, misalnja bahaja kemiskinan, karena sangat kurangnja untuk dapat dikerdjakan, bahaja kelaparan, karena tanah-tanah persawahan jang menghasilkan beras banjak dibikin perkampungan baru, dan hasil-buminja tak mentjukupi, dan bahaja lainnja, ialah timbulnja gangguan keamanan, oleh orang-orang jang tak mempunjai pekerjaan. Keseimbangan antara djumlah penduduk dan luas pulau Djawa hampir tidak ada, karena sebenarnja pulau Djawa paling banjak hanja dapat didiami oleh 35.000.000 djiwa sadja, sedang keadaan sekarang mentjapai angka lebih kurang 50.000.000 djiwa. Tetapi Indonesia itu bukan Djawa sadja, melainkan djuga Kalimantan jang didalam hal ini merasakan amat tipis penduduknja, sehingga tiap satu kilometer hanja didiami oleh seorang sadja, sedang luas Kalimantan adalah lima kali lebih besar dari pulau Djawa. Pulau Kalimantan jang terbesar diseluruh Asia Tenggara hanja berpenduduk kurang lebih 3.800.000 djiwa, sudah barang tentu tidak akan sanggup membangunkan daerahnja jang demikian besar, sedang rakjat Djawa masih sadja segan untuk bekerdja di Kalimantan.

Dalam kedua zaman, Belanda dan Djepang kurang sekali usaha-usaha untuk mengurangi kepadatan pulau Djawa, misalnja dengan memindahkan sedjumlah rakjat ke Kalimantan, ketjuali jang agak berarti ialah kolonisasi di Sumatera Selatan jang djuga nampaknja tidak lantjar, karena mereka jang dikolonisasikan itu merasa dirinja diikat dengan suatu perdjandjian kontrak, seperti apa jang terdjadi di Sumatera Timur.

Masalah kepadatan penduduk Djawa, merupakan probleem jang sulit bagi Pemerintah untuk menjelesaikannja, karena tidak sadja menghendaki kebidjaksanaan, organisasi jang baik, melainkan djuga harus menimbulkan pengertian jang dalam, bahwa pemindahan penduduk itu dilakukan tidak setjara paksaan, seperti apa jang dilakukan Belanda jang membawa akibat kurang baik bagi kehidupan keluarga transmigranten. Untuk menimbulkan pengertian ini sadja amat susah, karena sebagian besar dari rakjat tanah Djawa tidak mau setjara sukarela dipindahkan dari daerahnja ketempat lain, djika tidak mendapat djaminan sebagaimana lajaknja.

Sebelum perang dunia jang lalu penjaluran penduduk dari Djawa dan Madura memang ada, terutama kedaerah Kalimantan Barat. Akan tetapi pemindahan jang demikian itu adalah atas risiko mereka sendiri, jang dengan kehendak sendiri pergi mentjari tanah-tanah kosong dibagian pedalaman Kalimantan Barat. Mereka ini kebanjakan dari suku Madura dan Djawa. Zaman Malaise pada tahun-tahun 1936 — 1937 pada hakekatnja mendorong penduduk Djawa dan Madura mengembara dengan tudjuan untuk mentjari pekerdjaan, dan bertjotjok-tanam, dan agaknja dibeberapa tanah dalam daerah Kalimantan Barat tjotjok dengan apa jang dikehendaki mereka.

Sedjak itu tidak sedikit djumlah suku-suku Madura dan Djawa jang mengalir ke Kalimantan, baik dengan kaum keluarga maupun setjara perseorangan dan didaerah jang baru itu mereka mendirikan perkampungan. Mereka dapat menjesuaikan diri dengan keadaan penduduk disekitarnja, dan karena itu oleh jang berwadjib diandjurkan lebih banjak mendatangkan orang-orang dari lain daerah, semata-mata untuk membuka tanah atau kampung jang sekiranja dapat dipergunakan untuk ternak atau ladang dan sawah.

Bukanlah suatu rahasia lagi, bahkan telah mendjadi milik umum, bahwa Kalimantan adalah pulau jang kaja raja, suatu pulau jang amat kaja akan bahan-bahan mentah jang sangat berfaedah bagi pembangunan negara, suatu pulau jang merupakan gudang deviezen, jang hanja oleh karena kekurangan tenaga dan modal belum dapat menjumbangkan kemakmuran seperti jang dikehendaki. Kekajaan ini tidak sadja berupa tambang-tambang mas, intan, arang batu dan lain-lain, melainkan djuga ikan, hasil hutan dalam berbagai djenis, karet, rotan, kaju, damar.

Kalimantan jang memberi kemungkinan besar bagi perkembangan Indonesia, masih sanggup menampung puluhan djuta manusia jang sedia untuk ditransmigreer, karena jang demikian ini memberi kesempatan hidup jang luas bagi penduduk Djawa, sedang gangguan keamanan dan bahaja kemiskinan dapat dihindarkan. Tetapi pekerjaan ini bukan melulu atas kewadjiban Pemerintah sadja, melainkan djuga harus dibantu dan diusahakan sendiri oleh rakjat. Pemindahan penduduk dari Djawa sebenarnja baru dalam tingkat rentjana sadja, sedang penglaksanaannja masih tergantung kepada kemungkinan-kemungkinan jang akan datang, apakah sudah waktunja untuk mengalirkan penduduk setjara besar-besaran ke Kalimantan.

Dalam bulan Pebruari 1953 tiba disini suatu rombongan dari daerah Kediri terdiri atas delapan orang dari beberapa instansi dan rakjat jang dipimpin oleh Bupati sendiri untuk menindjau kemungkinan transmigrasi. Penindjauan dari fihak instansi-instansi pemerintahan dari Djawa, dan terutama sekali jang terdiri atas wakil-wakil tjalon transmigran, hendaknja supaja diperbanjak. Dengan menjaksikan keadaan tanah dan daerah dengan mata kepala sendiri itu setidak-tidaknja akan menebalkan hasrat para tjalon transmigran untuk segera dapat berpindah.

Jang sudah ditransmigreer sekarang ini, ialah mereka dari bekas pedjuang jang lazim disebut „Corps Tjadangan Nasional”, akan tetapi inipun masih terbatas sifatnja, karena diantara mereka itu banjak jang tidak tahan tinggal dipedalaman Kalimantan. Sebenarnja tudjuan transmigrasi CTN kedaerah Kalimantan, terutama ialah untuk memberi lapangan hidup baru kepada para bekas pedjuang jang djumlahnja puluhan ribu orang itu. Pekerdjaan jang akan dilakukan didaerah baru ini, ialah untuk membuka hutan jang selandjutnja untuk didjadikan tanah pertanian.

Kalau usaha ini berhasil baik, maka sekaligus beberapa kesulitan akan dapat diselesaikan, jaitu memberi lapangan hidup baru kepada mereka, mengisi daerah jang kekurangan penduduk serta menipiskan penduduk didaerah jang penduduknja telah penuh padat. Lain daripada itu transmigrasi ke Kalimantan Barat itu dapat dianggap djuga untuk mengimbangi pengaruh bangsa asing jang telah berurat berakar disana, dan achirnja untuk kepentingan kemakmuran negara dan bangsa. Usaha transmigrasi akan berhasil baik, bilamana kepada mereka jang akan dipindahkan diberikan pengertian tentang tugas kewadjiban mereka didaerah jang baru.

Misalnja kepada mereka diberi latihan jang sesuai dengan pekerdjaan-pekerdjaan jang akan dilakukan ditempat baru. Diberikan gambaran tentang keadaan tanah dan daerahnja adat-istiadat penduduknja, dan djika dirasa perlu adakan tindakan seleksi untuk mendjaga djangan sampai salah faham, tetapi jang penting kepada mereka tidak usah digambarkan keadaan jang enak-enak sadja, sebab kalau terdjadi sebaliknja malahan akan menimbulkan kesukaran, terutama bagi organisasi jang mengurusnja dan bagi Pemerintah daerah dimana mereka ditempatkan. Dalam tahun jang lalu telah ada beberapa tempat di Kalimantan Barat jang disediakan guna transmigrasi CTN, jaitu di Sanggau-Ledo termasuk Kabupaten Sambas, telah didatangkan anggauta-anggauta CTN berasal dari Djawa Barat sedjumlah 200 orang termasuk kaum keluarganja. Sedang di Kabupaten Ketapang telah didatangkan sedjumlah 100 orang jang berasal dari Djawa Timur. Demikian djuga dalam Kabupaten Pontianak di Pahauman telah diisi oleh bekas para pedjuang untuk membuka tanah guna pertanian sedjumlah 145 orang bersama kaum keluarganja.

Pekerdjaan jang pertama jang harus mereka lakukan ialah membuka tanah dalam hal ini tidak sadja membuka hutan, tetapi djuga mengeringkan rawa. Djadi untuk bertjotjok-tanam didaerah ini bertentangan dengan keadaan tanahtanah di Djawa, kalau di Djawa penanaman harus menantikan air, maka di Kalimantan malah air disingkirkan lebih dahulu. Selandjutnja apabila tanah-tanah itu telah dikeringkan, barulah diusahakan pertanian. Pembagian tanah jang telah diberikan kepada anggauta-anggauta bekas pedjuang ini, tiap orang mendapat pembagian tanah minimum 2 ha dan maksimum 10 ha. Akan tetapi bilamana anggauta CTN tersebut ternjata memberi hasil sebagaimana jang diharapkan, maka pemberian tanah itu tidak ada batasnja, artinja seberapa mungkin akan diberikan, mengingat luasnja tanah-tanah kosong di Kalimantan.

Disamping usaha-usaha pertanian djuga diusahakan akan mengoper pabrik kaju kepunjaan seorang Belanda jang hendak didjualnja. Pabrik itu didjalankan dengan mesin dan terletak didaerah Paloh, 40 kilometer dari Kota Sambas. Selain di Paloh masih ada sebuah pabrik kepunjaan Belanda lagi jang akan didjual, tapi jang belakangan ini terletak di Ketapang. Djadi letaknja kedua pabrik tersebut, kebetulan sekali ditempat-tempat jang dekat dengan tempat jang akan diusahakan oleh CTN. Rentjana selandjutnja dapat diterangkan, bahwa dalam waktu jang singkat akan didatangkan lagi sedjumlah 300 orang bekas tenaga pedjuang dari Djawa Timur, jang tidak bersama keluarganja.

Pekerdjaan-pekerdjaan jang telah mereka lakukan di Kalimantan Barat ialah membiasakan hidup didaerah baru dalam masjarakat baru, dan pembikinan doorgangshuis guna menampung anggauta-anggauta CTN jang akan didatangkan. Pembikinan doorgangshuis ini merupakan persiapan untuk perbuatan perumahan sendiri. Biaja pembikinan rumah mereka oleh Pemerintah disediakan sumbangan uang dan alat-alat lainnja. Biaja penghidupan mereka sehari-hari selama usaha pertanian belum mendatangkan hasil masih ditanggung oleh ketenteraan, sedang untuk keluarga mereka mendjadi tanggungan Biro Rekonstruksi Nasional.

Kesulitan-kesulitan jang dihadapi oleh BRN didalam menjelenggarakan usaha transmigrasi tidak berbeda dengan kesulitan-kesulitan jang dihadapi oleh Djawatan-djawatan lainnja didaerah Kalimantan Barat, jaitu kekurangan tenaga manusia. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini telah dibentuk suatu badan jang merupakan inter Djawatan, jaitu Badan Penjelenggara Usaha Rekonstruksi. Tetapi oleh karena Djawatan-djawatan lain masih mengalami kekurangan tenaga, maka mobiel team dari badan ini masih djuga belum lantjar djalannja. Dalam ini jang menggembirakan ialah adanja goodwill dari masing-masing pihak, sehingga lantjarnja usaha ini hanja tergantung kepada sempurnanja pembagian pekerdjaan dan kegiatan kerdja. Keadaan penghidupan mereka ditempat-tempat jang baru ini penuh dengan suka-dukanja, terutama mereka jang ditempatkan didaerah Sanggau-Ledo harus membiasakan diri hidup dalam kesunjian, djauh dari segala matjam tontonan, sedang pergaulan amat sempit, dan mereka seakan-akan terkurung. Hal ini tidak disebabkan oleh tanah atau perkampungan jang mereka tempati, tetapi disebabkan adanja kenjataan, bahwa para transmigran jang ditempatkan disana belum dapat melaraskan diri dengan keadaan hidup baru. Hal ini mungkin karena kurangnja penerangan jang harus mereka terima sebelumnja diberangkatkan, dan kurang mendapat latihan.

Tetapi mereka jang ditempatkan dilain daerah seperti di Ketapang agak beda, karena disini mereka dapat menjesuaikan diri dengan keadaan dan penduduknja, ditambah lagi karena mereka kuat bekerdja, sehingga ditempat baru ini dapat diharapkan succes dalam usahanja, sebagai pelopor pembangunan. Jang demikian ini djuga karena kenjataan-kenjataan, bahwa mereka ketika akan berangkat telah tjukup menerima penerangan-penerangan dan latihan kerdja. Melihat kenjataan-kenjataan ini, teranglah sudah, bahwa usaha pemindahan penduduk, sekalipun masih amat terbatas kepada mereka dari bekas pedjuang, namun membawa hasil jang baik.

Bagaimana di Kalimantan Selatan dan Timur? Dalam usahanja menampung tenaga-tenaga bekas pedjuang, tidak kurang baiknja dari apa jang telah ditjapai oleh BRN di Kalimantan Barat. Dalam perumahan tahun 1950 Pemerintah telah berusaha mentransmigreer para bekas pedjuang bersendjata ke Kalimantan Selatan, dengan sebutan Tentera Pembangunan. Mereka dikirim dari Djawa untuk membuka hutan belukar di Kalimantan jang banjaknja beribu-ribu ha, untuk selandjutnja didjadikan tanah pertanian dan persawahan, perladangan dan perkampungan. Dengan demikian mereka akan dapat kembali kemasjarakat, setelah melalui beberapa saluran.

Bataljon pembangunan jang telah didatangkan dari Djawa oleh Pemerintah daerah telah ditempatkan dibeberapa daerah di Kalimantan Selatan. Bataljon itu terdiri dari empat kompi jang masing-masing ditempatkan di Puruk Tjahu, Maduredjo, Pleihari dan di Mentaren, sedang tiap kompi terdiri atas 250 orang.

Dalam hubungan ini memang penjelesaian tempat adalah satu faktor jang harus diperhatikan, karena djika tidak maka akan timbul kesulitan-kesulitan, seperti apa jang dialami oleh Bataljon Pembangunan tersebut. Mereka pada umumnja ditempatkan didaerah jang tidak sesuai dengan keadaan daerah mereka sendiri di Djawa, misalnja daerah Djogja dan Solo jang tanahnja bergunungan, hendaknja djangan ditempatkan didaerah jang berawa, misalnja sadja Mentaren dan Maduredjo.

Sedang didaerah Puruk Tjahu dan Pleihari keadaannja agak lebih tjotjok, dan ditempat ini mengandung kemungkinan-kemungkinan jang baik bagi kaum transmigran. Tetapi penempatan mereka di Maduredjo agak menjulitkan karena daerah itu adalah tanah pegunungan, sedang mereka jang ditempatkan disitu merasa kurang tjotjok untuk persawahan dan pertanian. Achirnja sebagai akibat penempatan jang salah itu, mereka dipindahkan kelain tempat jang sesuai dengan keadaan mereka sendiri. Walaupun demikian penjaluran tenaga bekas pedjuang ke Kalimantan Selatan ini berdjalan agak lantjar, sekalipun masih terdapat kepintjangan. Adapun sebagai dasar objek jang diberikan oleh BRN kepada para CTN untuk dalam tingkat pertama ialah pertanian. Kemudian setelah mereka mempunjai backing ekonomi jang tjukup kuat, barulah mereka disalurkan kearah perusahaan-perusahaan atau lain-lain usaha jang sekiranja dapat memberikan hasil jang menguntungkan.


Untuk dapat mengikuti perkembangan transmigrasi di Kalimantan Selatan, perlu dikemukakan, Lahwa mereka sebagai hasil likwidasi dari bekas Bataljon Terate jang berasal dari Djewa Tengah, dan mereka jang terdiri atas anggauta tentera dari Kalimantan, ditransmigreer djuga , hanja sifatnja masih lokaal, artinja masih dalam daerah Kalimantan . Kemadjuan jang mereka tjapai dalam pembukaan tanah pertanian adalah hasil-hasil tanaman seperti, padi, sajur-sajuran dan lain-lain tanaman jang dibutuhkan sehari-hari . Bahkan tidak sedikit dari djumlah mereka jang telah dapat membeli sepeda sebagai hasil djerih usahanja.


Dilain pihak ada pula jang mengerdjakan sawahnja setjara perseorangan, dan ada pula setjara gotong -rojong , tapi jang tersebut belakangan ini lebih banjak manfaatnja daripada jang dikerdjakan oleh seorang diri , dan jang demikian ini tidak hanja terbatas dalam melaksanakan, menjelenggarakan persawahan sadja, tetapi djuga dalam lain-lain usaha jang menudju kearah kemakmuran dan pembangunan, misalnja dalam biaja rekonstruksi untuk tahun 1952 mereka djuga diberi pindjaman sebesar Rp. 100.000.- guna menjelenggarakan pembikinan 100 buah rumah. Usaha lainnja jang telah ditjapai ialah mendirikan Balai Desa, rumah-rumah sekolah dengan alat-alatnja. Sedang tenaga guru mendapat bantuan dari Pemerintah. Murid-muridnja tidak sadja terdiri dari anakanak kaum bekas pedjuang, akan tetapi djuga untuk umum. Salah satu kompi dari Bataljon Pembangunan itu jang ditempat didaerah Maduredjo, suatu daerah jang kurang dapat dipertanggung-djawabkan tentang kesuburan tanahnja, bahkan berbatasan dengan daerah jang banjak gerombolan pengatjau , maka karena keadaan demikian itu , oleh Pemerintah mereka dipindahkan ketempat lain, jaitu di Sebamban.


Kompi lainnja jang ditempatkan di Puruk Tjahu dengan suka-dukanja mengerdjakan pertanian, persawahan dan perladangan, sedang hasil lainnja jang mereka dapat ialah rotan, damar dan lain -lain kaju jang berharga, adalah membuktikan, bahwa mereka sanggup bekerdja dengan semangat jang giat tidak mengenal lelah. Diantara kaju-kaju jang mereka usahakan , ialah kaju besi atau kaju Ulin, jang mendatangkan hasil tiap bulannja 10.000 keping sirap. Pada umumnja kesanggupan bekerdja tjukup baik, hanja sajangnja kekurangan alat pengangkutan sendiri, sehingga segala hasil hutan jang telah mereka produsir terpaksa ditimbun, menanti sampai ada usaha pengangkutan partikulir jang sanggup membawanja ke Bandjarmasin.


Perkembangan selandjutnja untuk mereka jang berasal dari Kalimantan sendiri jang ditempatkan di Sungai Pemadjatan, dan Rantjang Serang. Sekalipun CTN Kalimantan jang ditransmigreer djuga usahanja ialah membuka tanah pertanian, tetapi agaknja lambat laun mereka telah Djatuh tjinta" terhadap daerah tanah jang diberikan kepadanja , meskipun menurut pandangan para ahli pertanian, agraris kurang dapat dipertanggung - djawabkan. Mereka telah terlandjur menanam ubi kaju serta tanaman-tanaman lain, malah diantaranja ada jang membuat danau sementara. Setelah mereka agak lama mengerdjakan tanah didaerah Sungai Pemadjatan itu, dengan hasil-hasil jang baik bagi kaum keluarga mereka, maka mereka telah memadjukan permohonan kepada Pemerintah, supaja daerah itu diberikan kepada mereka untuk melandjutkan dan memelihara usahanja. Dalam hal ini sudah barang tentu Pemerintah tidak merasa keberatan, karena jang diinginkannja ialah ketahanan dari anggauta bekas pedjuang, sebagai salah satu djalan penjaluran dan pengembalian mereka kedalam masjarakat. Ketjuali itu pemerintah telah djuga memberikan beberapa ha tanah dibagian Batu Litjin, termasuk Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Tenggara.


Kompi CTN Kalimantan jang mengusahakan pembukaan tanah disekitar Pemadjatan dengan padi, serta sajur-sajuran mendapat serangan ulat, hama, jang datangnja dari hutan belukar jang tidak djauh dari tempat mereka. Serangan hama ini dapat mengetjilkan hati mereka , kalau tidak lekas mendapat bantuan dari Pemerintah untuk memberantas hama itu. Pekerdjaan mereka sebenarnja amat luas, karena tidak sadja bertjotjok-tanam, melainkan djuga mengusahakan pengambilan kulit bakau dan pembikinan batu merah. Kulit bakau dapat dipergunakan untuk menjamak kulit-kulit binatang untuk didjadikan sepatu, ikat pinggang dan sebagainja.


Mereka telah berhasil mendapatkan pasaran di Surabaja, sedang harganjapun agak baik, hanja sajangnja pekerdjaan menjamak kulit itu belum merata dikalangan CTN, dan karena itu hasilnja djuga sedikit, sedang produksi batu merah sudah ada 10.000 tiap bulannja, tetapi kwaliteitnja masih kurang baik, sehingga sukar untuk mendapat pasar. Hubungan mereka dengan masjarakat masih amat djanggal dan pintjang. Sering terdjadi insiden ketjil-ketjil, tapi tjukup menundjukkan , bahwa mereka kurang insaf terhadap tjita-tjita CTN. Diantara mereka masih banjak jang berpakaian seragam.


Pelanggaran-pelanggaran jang demikian ini seringkali membawa kesulitan bagi jang mengurusnja, terutama bagi BRN sendiri, sekalipun tidak semua anggauta bekas pedjuang berbuat demikian. Diantara semua daerah, dimana mereka ditempatkan , maka didaerah Puruk Tjahu nampaknja amat memuaskan, karena atas kegiatan mereka sendiri telah dapat dihasilkan kaju Ulin serta matjam-matjam hasil hutan lainnja. Mereka jang ditempatkan disini sedjumlah satu kompi, dengan tempat kedudukannja di Liang Landak. Bagi mereka berlaku sistim gotong-rojong. Mula-mula hasil pekerdjaannja sungguh memuaskan. Banjak kaju Ulin jang diprodusir, jang kemudian dipergunakan untuk pembuatan djembatan antara Djorong dan Asem-asem.


Sebenarnja pembikinan djembatan itu, adalah kompetensi Pemerintah sendiri, akan tetapi kemudian diserahkan kepada anggauta CTN. Sampai saat itu telah dua djembatan jang dapat diselesaikan. Hampir seluruh CTN jang ditransmigreer dari Djawa ke Kalimantan menundjukkan kesanggupan bekerdja, terutama dilapangan pertanian, perladangan dan sebagainja . Sedang hubungan mereka dengan masjarakat lambat laun mendjadi biasa. Mereka bersama-sama penduduk membikin djalan , djembatan, lanting, rumah sekolah dan polikliniek. Lain-lain usaha kemasjarakatan ialah membuka sebuah desa baru didaerah Muaratewe, sedang homelight jang biasanja dipergunakan untuk bioskop, mereka bawa sendiri dari Djawa untuk dipakai ditempat baru jang mereka tempati. Demikian djuga hubungan antara mereka sendiri jang berasal dari berbagai daerah di Djawa merupakan kelompok manusia jang mempunjai masjarakat sendiri. Dengan lain perkataan, bahwa mereka bukan sadja dapat menjesuaikan diri dalam alam penghidupan baru , tetapi djuga mereka dapat menempatkan dirinja dalam masjarakat ramai. Pada umumnja mereka jang ditempatkan diberbagai daerah di Kalimantan, baik di Barat, Selatan, Timur dan Tenggara adalah tjontoh-tjontoh jang baik bagi Pemerintah dan rakjat, karena dengan demikian tidak sadja mereka menolong mengurangi beban Pemerintah, akan tetapi membuka djalan bagi transmigranten lainnja untuk membuka tanah setjara besar-besaran di Kalimantan.


Menilik djumlah anggauta bekas pedjuang bersendjata jang banjaknja 300.000 orang, maka sebagian ketjil sadja jang ditransmigreer keluar Djawa, sedang untuk Kalimantan sadja jang daerahnja masih amat luas, masih membutuhkan djumlah jang banjak. Pemerintah didalam usahanja memindahkan penduduk Djawa baru dalam tingkat menjelesaikan soal bekas tenaga pedjuang, jang perlu disalurkan kedalam masjarakat. Akan tetapi itu ada baiknja pula disertai dengan langkah-langkah untuk memindahkan penduduk biasa dari Djawa ke Kalimantan, karena jang demikian ini amat besar manfaatnja , tidak sadja mengurangi kemiskinan dan kemelaratan di Djawa, melainkan djuga memberikan kesempatan hidup lajak dan sederhana didaerah Kalimantan.


Para bekas pedjuang bersendjata, jang harus didjadikan pelopor untuk usaha pembangunan di Kalimantan, lebih dahulu harus menerima latihan-latihan agar dapat menjesuaikan diri dengan penghidupan jang telah begitu lama ditinggalkannja, dengan apa jang disebut ,,Mentale omschakeling " djuga mesti dididik dalam soal-soal teknik dan kepandaian lainnja, agar dengan demikian memudahkan bagi mereka untuk kembali kemasjarakat. Dari djumlah mereka jang tergabung dalam organisasi CTN baik jang didatangkan dari Djawa maupun dari daerah Kalimantan sendiri telah mentjapai angka 7240 orang jang telah ditampung , 6000 orang untuk Kalimantan Selatan, 1055 untuk Kalimantan Barat, dan 185 orang untuk daerah Kalimantan Timur.


Mengingat kekurangan tenaga manusia didaerah ini, maka djumlah itu belum membawa arti sama sekali, dan oleh karena itu wadjib transmigrasi umum segera diselenggarakan karena Kalimantan pasti akan dapat memberikan menerima gelombang manusia dari Djawa jang telah penuh padat itu. Bukanlah barang mustahil, apabila penduduk Djawa masih menganggap, bahwa mereka belum dapat bersama hidup dalam keluarga besar dengan penduduk asli Kalimantan. Lambat atau lekas maka kebiasaan lama akan hilang , terutama bagi para transmigranten tidak akan merasa „ Asing " didaerahnja sendiri, jang kebetulan hanja terpisah oleh beberapa lautan.


Dapatlah diakui, bahwa usaha pemindahan penduduk dari Djawa ke Kalimantan harus diatur demikian rupa , dengan persiapan jang tertentu dari pihak Pemerintah sendiri. Transmigrasi harus didahului oleh suatu perhitungan jang tjermat, jang memungkinkan bagi mereka untuk betah ditempat jang baru, serta menimbulkan pengertian dikalangan mereka, bahwa sebenarnja usaha pemindahan itu tidak dilakukan setjara paksaan, melainkan timbul dari keinsjafan mereka sendiri. Kaum transmigran hendaknja tidak lagi merupakan sebagai „ Kuli kontrak" jang dikolonisasikan Pemerintah Belanda dulu di Lampung dan Sumatera Timur, jang hingga turun-temurun nampaknja merea tetap membawakan „ Masjarkat Djawanja" sendiri, mempertahankan diri tidak mau dibawa tenggelam dalam lautan masjarakat jang lebih besar . Seakan-akan tidak ada perhubungan antara mereka dengan saudara-saudaranja sendiri dari suku Madura, Dajak, Djawa, Batak dan sebagainja padahal masjarakat jang demikian itu sudah lama tenggelam bersama kolonialisme Belanda.

* * *

Pembukaan Tanah Baru


Apa jang disebut pertanian, persawahan dan perladangan, sebenarnja tidak terdapat di Kalimantan. Kalaupun ada hanja terbatas sekali dan sifatnja masih amat primitip, djika dibandingkan dengan pertanian dan persawahan didaerah Indonesia lainnja . Sekalipun sebagian besar dari rakjat Kalimantan meletakkan hidupnja atas hasil pertanian dan perkebunan, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka harus mendatangkan bahan-bahan makanan dari lain daerah, terutama sekali beras. Didaerah Kalimantan Barat persawahan sama sekali tidak ada, ketjuali ladang ketjil jang hanja dapat dipergunakan untuk kebutuhan sendiri, itupun tidak tjukup bakal persediaan, selama menunggu waktu untuk menanam kembali.


Perkebunan jang nampak mendatangkan hasil , terutama sekali ialah karet dan kopra. Sebagian besar rakjat Kalimantan Barat bekerdja diperkebunan tersebut, dan hampir tidak ada jang mengerdjakan tanah-tanah untuk persawahan dan perladangan. Oleh karena itu hidup mereka sebenarnja tergantung dari lain daerah, terutama Djawa dan Singapura jang setiap bulan mendatangkan beras. Hasil kopra Kalimantan Barat adalah nomor dua diseluruh Indonesia. Djika daerah Menado jang terbilang nomor satu dalam setahunnja dapat menghasilkan kopra sampai 120.000 ton, maka daerah Kalimantan Barat dapat mentjapai hasil 70.000 ton setahunnja.


Dalam daerah Kalimantan Barat terdapat lebih-kurang 15.000.000 pohon kelapa, tapi jang mendatangkan hasil hanja separuhnja sadja, karena jang lainnja, tidak dipelihara sebagaimana mestinja. Kebun-kebun kelapa itu 70% kepunjaan bangsa asing Tionghoa, sedang sisanja kepunjaan dan hak milik bangsa Indonesia sendiri, tetapi sisa jang 30% itu mendjual sebagian besar hasilnja kepada tengkulak-tengkulak Tionghoa, sehingga pertelaan penghasilan kelapa kering adalah 61 % Tionghoa asing , 30% Tionghoa warganegara , 5% Indonesia perseorangan, 3% koperasi Indonesia dan bagi petani Indonesia hanja 1 % sadja. Malahan ada pula jang tak sudi berpusing -kepala dengan urusan pekerjaan, usaha-usaha mengolah kopra dan mendjualnja, tetapi sekaligus sadja kebunnja itu disewakan kepada tengkulak kopra.


Pada umumnja seluruh perkebunan kelapa di Kalimantan Barat asal mulanja hak milik rakjat, tetapi lambat-laun didjual kepada bangsa Tionghoa jang mendatang dan semakin hari mendjadi pemegang tampuk perekonomian. Sebagai ,,radja uang " mereka memberikan pindjaman jang tidak terbatas kepada petanipetani Indonesia jang achirnja terus menerus terikat kepada apa jang dinamakan,,idjon sistim". Rata-rata penghasilan kelapa rakjat terbatas kepada setengah kering sadja, jaitu sebelum matang telah didjual kepada tengkulak-tengkulak Tionghoa.


Tengkulak-tengkulak Tionghoa mempunjai rumah asap dan langkau sendiri jang besar-besar, sedang kaum petani di Kalimantan Barat tidak mempunjainja. Kalaupun ada hanja kepunjaan perseorangan sadja, sedang djumlah ketjil sekali. Karena itulah rakjat tidak dapat mendjual langsung kepada Jajasan Kopra, melainkan terpaksa melalui tengkulak-tengkulak Tionghoa jang memberikan bajaran amat rendah. Demikian djuga dengan karet, hampir sama sadja dengan kopra jang umumnja djatuh ketangan bangsa asing.


Dalam hubungan ini peranan bangsa asing di Kalimantan Barat amat mendesak penghidupan rakjat, lebih-lebih setelah mereka dengan pertaniannja jang setjara gotong-rojong banjak terdapat disebagian Singkawang dan Bengkajang. Hak H.O. ( Huurovereenkomst ) jang diberikan oleh politik kolonial Belanda jang telah turun-temurun itu mengakibatkan bertambah mandjanja orang -orang asing ini, lebih-lebih mereka mengetahui, bahwa rakjat Kalimantan Barat belum nampak perhatiannja terhadap usaha-usaha pembukaan tanah. Di Kalimantan Selatan usaha pertanian memberi kemungkinan-kemungkinan jang tidak ada batasnja, asal sadja terlebih dahulu dilakukan pengeringan, sedang diantara sungai Kapuas dan Kahajan sadja telah diusahakan mengeringkan tanah seluas 15.000 Ha , jang berarti peluasan sawah dengan 12.000 Ha bersih jang dapat mengeluarkan beras tiap tahun tidak kurang dari 12.000 ton , ditambah dengan hasil bumi lainnja jang dapat ditanami .


Tetapi tipisnja penduduk Kalimantan merupakan suatu kesukaran dalam mewudjudkan segala usaha pembukaan dan pembangunan, dan sebaliknja pula merupakan suatu faktor jang menguntungkan . Sedang jang merupakan faktor kesulitan dalam arti , bahwa segala tenaga jang diperlukan untuk membuka tanah-tanah di Kalimantan harus didatangkan dari luar, akan tetapi merupakan faktor jang menguntungkan, oleh karena djustru tipisnja penduduk inilah jang memberi kemungkinan untuk mendjalankan suatu rentjana setjara besar-besaran, dengan tidak terikat oleh hak tanah dari penduduk.


Tipisnja penduduk inilah jang memungkinkan untuk membuka tanah pertanian besar, baik setjara perseorangan , maupun setjara usaha bersama jang dapat dikerdjakan setjara mekanis dengan mempergunakan segala alat-alat modern, jang di Djawa tidak mungkin, karena tanah telah terpetjah -belah dalam bagianbagian jang ketji jang tidak memungkinkan exploitatie setjara modern. Dengan demikian maka Kalimantan jang dewasa ini untuk makanan penduduknja buat sebagian masih tergantung kepada pemasukan beras dari luar akan dapat pula merupakan gudang beras dan menolong kepulauan lain di Indonesia.


Kemungkinan mendirikan usaha -usaha bersama tidak terbatas kepada lapangan pertanian sadja, melainkan djuga dalam perusahaan-perusahaan kaju, jang dapat didirikan dalam gabungan dengan perusahaan mengerdjakan bahan -bahan hasil hutan, bak dengan mendirikan perusahaan bersama dengan modal partikulir, maupun dengan perusahaan- perusahaan dimana modal dipegang oleh Pemerintah dengan buruh perusahaan bersama. Dalam hal ini Pemerintah sebagai penanam modal dan buruh berdasar penjumbangan tenaga jang nanti dibajar tidak berupa uang sadja, melainkan djuga dengan pemberian hak atas dari keuntungan , sesuai dengan lama bekerdja dan djasa-djasa lain.


Amat banjak kemungkinan-kemungkinan jang memberi harapan, baik dalam djangka pendek, maupun pandjang, misalnja menanam hasil bumi untuk perdagangan atau menanam kaju djati setjara besar-besaran. Mungkin usaha terachir dapat didjalankan bersama dengan pengurangan di Djawa hutan-hutan djati jang tidak penting , maka dengan demikian pembukaan tanah hutan djati dapat dipergunakan untuk ditanami dengan tanaman-tanaman jang berderadjat tinggi jang membutuhkan pemeliharaan teratur.


Kemungkinan ini harus dipergunakan sebaik-baiknja. Bukan sadja oleh karena sudah merupakan satu tiang dalam Pantjasila, akan tetapi oleh karena politik internasional jang agaknja tidak memperkenankan daerah Kalimantan dibiarkan terus menerus kosong sadja. Suatu pertjobaan politik jang pernah dimadjukan Djepang dulu kepada Pemerintah Hindia Belanda, ialah Djepang minta supaja diperkenankan untuk memasukkan orang -orang Djepang ke Kalimantan setjara besar-besaran, untuk membuka tanah-tanah kosong. Oleh karena Djepang pada waktu itu, dan pada waktu Kalimantan dalam daerah pendudukannja masih terus menghadapi soal padatnja penduduk, maka dengan meneruskan keadaan seperti dahulu atau dengan pembukaan tanah di Kalimantan setjara ketjil -ketjilan,seakan-akan membudjuk dan mengadjak pihak lain untuk mengemukakan tuntutan-tuntutannja untuk ekspansi atau imigrasi rakjatnja setjara besar-besaran kedaerah Kalimantan.


Karena adanja perhatian dari lain negara terhadap daerah Kalimantan, pada hakekatnja mendorong kepada seluruh rakjat Indonesia untuk turut meringankan beban Pemerintah, dengan djalan menjertai tindakan Pemerintah untuk membuka tanah-tanah hutan di Kalimantan. Di Djawa penduduk berebutan tanah, tetapi di Kalimantan itu tanah sudah tersedia hanja menantikan tangan jang berani mendjamahnja. Dengan tidak usah membeli kepada Pemerintah, melainkan akan diserahkan dengan tjuma -tjuma, karena Pemerintah pertjaja, bahwa hasil tanah di Kalimantan tidak sadja akan diperuntukkan kepada penduduknja, melainkan djuga untuk seluruh rakjat Indonesia.


Tanah pertanian jang terdapat di Kalimantan membawa harapan besar bagi para petaninja, karena tanah-tanah itu pada umumnja subur dan berdekatan dengan pelabuhan, seperti misalnja di Pontianak, Singkawang , Pemangkat, Bandjarmasin, Balikpapan, Sampit, dan Samarinda. Disepandjang Sungai Mahakam jang tanahnja penuh rawa dan rendah amat baik untuk didjadikan tanah persawahan, asal airnja dapat diatur sebagaimana mestinja . Sungai Mahakam jang sering bandjir, mengakibatkan pertanian didaerah itu menemui kesukaran, tetapi disebelah hulu terdapat danau-danau dan dibagian sebelah Utara-nja terdapat gunung jang subur tanahnja.


Pembukaan tanah jang dikerdjakan setjara gotong-rojong agaknja membawa hasil jang baik, akan tetapi setelah tanah-tanah tersebut ditanami dengan pelbagai matjam tumbuh-tumbuhan , maka hasilnja akan dibagi rata berdasar atas pembagian tanah jang telah ditetapkan tiap orang masing -masing menerima seluas 15 Ha . Tidak selamanja tanah-tanah itu ditanami dengan satu matjam tanaman sadja, melainkan berganti- ganti, serta berdasar atas keadaan waktu dan musim. Tapi jang banjak ditanam ialah ubi kaju, djagung , kedele, katjang hidjau, terong, lombok, katjang pandjang , bajam dan sebagainja.


Pada umumnja tanah-tanah jang tingginja sampai 100 meter kelihatannja amat tjuram dan puntjak- puntjak jang paling tinggi letaknja hanja antara 1000 dan 1700 meter sadja dari permukaan laut. Tanah-tanah tersebut ditumbuhi oleh hutan-hutan raja, tapi banjak faedahnja sebagai pembendungan air, dan dengan demikian memberikan pertolongan jang tidak sedikit pada sawah-sawah dan tanaman lainnja jang ada dibawahnja. Tanah jang tingginja 100 meter merupakan suatu padang alang -alang jang luas dibagian Selatan dari Pleihari, Batakan dan Djorong dan dibagian Utara daerah Batu Mandi , Paringin, Ilung, Muara Uja, Tamiang Lajang tanahnja kurang subur bagi persawahan, tapi agak baik djika dipergunakan untuk ladang.


Dalam daerah Tanah Laut kebanjakan tanahnja agak rendah hampir seluruhnja dipergunakan untuk persawahan, diantaranja terdapat djuga perkebunan karet, pisang, kelapa dan lain-lain tanaman keras. Kesuburan tanah-tanah tersebut pada umumnja terpelihara baik, berkat adanja tanah belanak jang turut hanjut oleh air. Sedang danau-danau jang sedemikian luasnja tidak sedikit menghasilkan ikan kering seperti, ikan sepat siam, gabus dan sepat biasa. Demikian djuga tanah-tanah dibagian Maduredjo jang sedjak tahun 1938 telah dibuka oleh orang-orang Madura termasuk tanah- tanah pegunungan jang baik , djika dibanding dengan tanah-tanah lainnja, sedang tumbuhan jang ada disana ialah alang-alang dan tempukas.


Tanah-tanah jang disediakan itu seluas 6320 Ha , sedang jang telah dikerdjakan seluas 1000 Ha jang diusahakan oleh lk. 2100 orang keluarga jang semuanja berasal dari daerah Madura. Petani-petani Madura ini dalam mengerdjakan dan mengusahakan tanah-tanah tersebut, hidupnja amat sederhana dan betah ditempat itu, karena tidak sadja mereka dapat hidup dari hasil djerih-pajahnja, melainkan djuga hasil kebun- kebun mereka itu dapat dipergunakan untuk kepentingan lainnja.


Bahkan diantara mereka jang dapat mengumpulkan uang sedikit demi sedikit lalu berhidjrah ke Tanah Sutji , menunaikan rukun Islamnja pergi naik hadji ke Mekkah. Dalam tahun 1950, sedjumlah 15 orang pula jang pergi naik hadji . Keadaan jang baik ini dengan sendirinja merupakan suatu propaganda untuk menarik lebih banjak pemindahan penduduk dari Djawa untuk membuka dan mengerdjakan tanah di Kalimantan.


Sedjak bulan Djanuari 1949 penduduk Maduredjo dimasukkan sebagai suatu perkampungan biasa dibawah pengawasan Ketjamatan Pengaron, sedangkan dalam hal perladangan dan pertanian mereka dipimpin oleh para ahli dari Djawatan Pertanian. Untuk kesempurnaan penduduk Maduredjo tersebut, jang lebih mendekati sebutan perkampungan Madura" diperlengkapi dengan rumah-rumah pendidikan, surau, polikliniek, agar dengan demikian perhatian mereka tertumpah sepenuhnja kepada pekerdjaannja, jaitu membuka tanah dan mengerdjakannja.


Sementara itu oleh Pemerintah telah disediakan djuga tanah-tanah disebelah Timur Maduredjo, jang lebarnja satu kilometer dan pandjang sepuluh kilometer, atau luasnja sama sekali lk. 1000 Ha sampai diperbatasan kampung Katungan Binuang, suatu bidang tanah jang sederhana suburnja , sedang keadaannja datar, lebih-kurang 50 meter tingginja dari permukaan laut.


Tanah-tanah ini sedjak tahun 1938 telah dibuka dan dikerdjakan sendiri oleh penduduk Kalimantan, sedang jang dihasilkannja ialah tanaman- tanaman seperti, pisang, lada dan buah-buahan jang amat subur tumbuhnja pada kiri-kanan sungai. Djalan darat tidak ada, ketjuali suatu djalan rintisan menempuh hutan belukar, dan oleh karena itu hasil pertanian mereka hanja dapat didjual kepada pedagang-pedagang jang sengadja mentjari bahan dagangan ditempat tersebut dengan berkendaraan sepeda.


Apabila pembukaan tanah-tanah di Kalimantan telah mendjadi suatu kepentingan untuk hidup, terutama bagi petani-petani jang kekurangan tanah didaerahnja sendiri, maka bukanlah suatu mustahil, djika kebutuhan hidup seluruh rakjat Indonesia akan dapat dipenuhi, bahkan kalau perlu dieksport keluar negeri. Didaerah Kalimantan jang subur lunak tanahnja jang luasnja beribu -ribu Ha, tanaman apa sadja jang ditanam tentu hidup dan mendatangkan hasil.


Keadaan tanah-tanah di Kalimantan amat beda dengan keadaan tanah di Djawa, djustru karena itulah maka alat-alat pertanian seperti mesin dan tractor merupakan faktor jang penting untuk lebih memperlipat hasil pertanian. Berdasar atas pengetahuan dan pengalaman dari apa jang telah dikerdjakan oleh penduduk untuk membuka dan mengerdjakan tanah-tanah maka bimbingan jang agak lebih sempurna amat diharapkan supaja dengan demikian pekerdjaan membuka tanah itu tidak akan sia-sia sadja. Bimbingan itu kini diberikan oleh seorang ahli Perantjis ( Richard ) jang dibawah pengawasan Djawatan Pertanian, mendidik lebih- kurang 100 pemuda jang sebelum itu telah mempunjai didikan pertanian di Bogor. Seterusnja mereka itu akan mendjadi kader dalam pertanian modern jang telah dapat bekerdja dengan alat-alat pertanian modern.


Daerah tanah jang diperintahkan untuk dibuka, karena sebelumnja kurang diselidiki bagaimana sebenarnja keadaan tanah-tanah itu, ketika dikerdjakan agaknja tidak tjotjok dengan bibit atau bahan-bahan tanaman jang akan disebarkan diatas tanah itu . Pekerdjaan jang demikian itu tidak sadja akan membuang uang dan tenaga, akan tetapi djuga membuang waktu pertjuma.


Bagi rombongan petani jang didatangkan dari Djawa jang belum mengetahui tentang keadaan tanah ditempat, dimana mereka akan dikerdjakan harus terlebih dahulu mendapat petundjuk-petundjuk dari Pemerintah, bahwa hutan atau tanah jang akan dibuka sungguh-sungguh memang tanah jang baik bagi perladangan, pertanian ataupun persawahan . Pembukaan tanah pada mulanja harus dilakukan dengan setjara gotong-rojong dan tidak akan dapat dikerdjakan setjara perseorangan, karena jang demikian ini akan menelan waktu terlalu banjak sedang hasilnjapun sedikit sekali .


Sebelum pembukaan tanah dikerdjakan lebih dahulu harus sudah ada pembagian berapa Ha seorangnja . Ini adalah untuk mendjaga djangan sampai timbul keadaan jang tidak diinginkan oleh sesama petani . Kebanjakan diantara tanahtanah jang telah diberikan kepada para petani tidak lebih banjak dari 15 Ha luasnja, jang dapat dikirakan akan menghasilkan ladang padi tjukup bagi seorang, kalau ditanami dengan ubi kaju tjukup untuk satu keluarga jang terdiri dari lima orang. Tiap tanah jang diberikan kepada petani harus selesai dibuka dan dibadjak dalam waktu satu setengah bulan dan kemudian tanah itu ditanami dengan ubi kaju, disela- sela dengan tanaman djagung, sajur-majur untuk keperluan seharihari, katjang pandjang, lombok dan sebagainja. Disamping menanam padi diladang , djuga harus diichtiarkan tanaman lainnja, supaja bibitnja dapat pula ditanam, apabila musim mengetam padi telah tiba. Tanah harus dikerdjakan berturut-turut selama tiga tahun dan selama setahun dikosongkan, sambil ditanami dengan pupuk hidjau. Dalam prakteknja waktu untuk mengosongkan tanah tergantung kepada kesuburan tanah, tetapi tanah-tanah didaerah Maduredjo sudah mentjukupi dengan pertukaran tanaman buah-buahan.


Apabila pengetahuan tentang soal tanah dan pertanian telah mendalam dalam semangat kaum petani, maka kesulitan jang mungkin timbul dikemudian hari dapat diselesaikan sendiri, dengan tidak usah mengharapkan pertolongan lagi dari pihak Pemerintah. Sekalipun semangat bekerdja dari umumnja penduduk, baik jang berasal dari Kalimantan, maupun jang didatangkan dari Djawa telah dapat membuka tanah dan menghasilkan segala matjam kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi masih sangat dirasakan kekurangan hasil jang mungkin, djika dibanding dengan kebutuhan masjarakat.


Bahan-bahan keperluan hidup seperti beras dan lain-lain bahan makanan hingga saat ini masih didatangkan dari Djawa, mestinja pemasukkan barangbarang dari luar daerah Kalimantan dapat diterima dalam djumlah jang seketjil-ketjilnja. Keadaan tanah jang demikian luas jang sebenarnja dapat memenuhi kepentingan hidup sehari, kalau dikerdjakan setjara massaal, maka agaknja Kalimantan tidak usah chawatir akan bahaja kekurangan makanan.


Akan tetapi keadaan sekarang ini, sekalipun pemindahan dari Djawa telah diadakan - masih belum memuaskan - padahal tanah-tanah jang luasnja berdjuta-djuta Ha itu harus dikerdjakan oleh tenaga manusia dalam djumlah jang sebesar-besarnja . Kalimantan jang hanja mempunjai penduduk lebih-kurang 4.000.000 djiwa tidak sanggup untuk membuka tanah jang seluas itu, tetapi barulah dapat ditjapai dan diketjap hasil kemakmuran itu, apabila sebagian dari djumlah penduduk Djawa dipindahkan ke Kalimantan.


* * *

Perkembangan Koperasi Rakjat.


Bagi masjarakat Kalimantan soal koperasi belum begitu berkembang , belum mendjadi adat kebiasaan jang turun-temurun, karena pengetahuan tentang koperasi serta pengalaman-pengalaman amat kurang, meskipun sebenarnja soal koperasi banjak sangkut-pautnja dengan gotong-rojong dalam pekerdjaan maupun dalam perusahaan . Akan tetapi suatu tradisi akan tumbuh dan hidup sebagai adat jang diadatkan, apabila koperasi itu didukung oleh semangat gotong-rojong jang mendjadi dasar dari kehidupan masjarakat. Tidak ada suatu adat jang tahan lama, apabila tidak ada dasar pendukungnja, apabila hanja diadakan karena sebagai kebiasaan sadja.


Adat kebiasaan senantiasa akan luntur dan hilang lenjap, apabila tidak ada artinja bagi masjarakat, karena masjarakat hanja membutuhkan sesuatu jang dapat dipergunakan sebagai alat untuk meringankan beban hidupnja. Oleh karena itu, apabila sesuatu koperasi tidak dipupuk dan dipelihara sebagaimana lazimnja, maka mustahil koperasi itu akan dapat membawa faedah. Dalam menudju kearah pembangunan masjarakat jang bersendi kepada dasar gotongrojong, maka alat untuk membangunnja setjara teratur itu ialah koperasi. Oleh karena itu setiap masjarakat mengharapkan supaja koperasi dapat subur hidupnja dalam semangat gotong- rojong. Tudjuan daripada koperasi ialah untuk meringankan beban para anggautanja, sedang faedahnja bagi masjarakat amat besar.


Dalam masjarakat Kalimantan kebutuhan tentang koperasi belum merupakan suatu kepentingan , mungkin karena penghidupan rakjat belum merasakan kesempitan hidup, sedang pengertian tentang faedah koperasi boleh dikatakan amat kurang sekali . Tetapi walaupun demikian, sedjak tahun 1920 badan-badan koperasi telah dapat didirikan, jang sebenarnja belum mempunjai bentuk dan organisasi jang sempurna, ketjuali hanja merupakan suatu tempat untuk membeli dan mendjual bahan-bahan kepada koperasi, dengan maksud supaja tidak membeli atau mendjual kepada toko-toko bangsa asing.


Sedangkan barang-barang jang dibeli ialah dagangan seorang anggauta jang menjewa toko kepunjaan anggauta jang mempunjai hak milik bersama. Maka dalam hal ini, segala keuntungan dari semua pembelian djatuh kepada anggauta jang berdjualan itu sadja, sedangkan koperasi hanja menerima sewa toko, jang hanja beberapa rupiah sebulannja, tetapi para anggautanja diharuskan berbelandja pada koperasi tersebut. Pada waktu itu toko-toko koperasi letaknja digandengkan dengan letak surau atau mesdjid, sekedar untuk memudahkan bagi jang berbelandja, karena kebanjakan daripada pengurusnja terdiri atas kaum ulama jang amat dipertjajai oleh penduduk kampung.


Karena sifat dan bentuk toko koperasi jang demikian itu, jang sebenarnja djauh daripada sempurna organisasinja, tidak berpedoman kepada dasar jang memungkinkan landjut usianja, amat mudah untuk bubar atau mati, karena pengertian tentang tjita-tjita koperasi sama sekali belum berurat berakar dalam masjarakat. Koperasi jang demikian itu tidak sadja terdapat dalam daerah Kalimantan Selatan, akan tetapi djuga didaerah lainnja, tetapi hidupnja tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi, bukan karena ketjurangan, melainkan karena sifat dari sebagian rakjat, jang lebih suka membeli kepada toko-toko bangsa asing jang terdapat dikiri-kanan rumahnja.


Dalam permulaan tahun 1930 mulai nampak keinsjafan untuk mendirikan badan-badan koperasi, tapi jang umumnja masih mempunjai modal jang terbatas. Maksud dan tudjuan mendirikan koperasi itu semata-mata untuk meringankan beban para anggautanja, djuga untuk sekedar mendisiplineer para anggautanja supaja mengurangi berbelandja kepada toko-toko atau warung-warung bangsa asing. Badan-badan koperasi itu tidak sadja untuk koperasi bahan-bahan makanan, melainkan djuga koperasi konsumsi jang sampai sekarang masih berdjalan, terutama dibagian Bandjarmasin, Kandangan, dan lain-lain toko.


Koperasi ketjil-ketjilan semendjak tahun tersebut berdiri disegenap kampung dan desa didaerah Kalimantan, maka dengan demikian lambat-laun koperasi itu dapat mengikat para anggauta dengan peraturan-peraturan jang tertentu pula. Dan sedjak tahun 1938, jaitu sedjak pengaruh kepartaian mulai berkembang , maka kemadjuan koperasi tambah mendapat perhatian, baik verbruikscooperatie, maupun crediet cooperatie. Melihat kepentingan-kepentingan itu jang harus mendapat bimbingan dan saluran sebagaimana mestinja , maka oleh jang berwadjib ketika itu didirikan ,,Kantoor voor Cooperatie en Binnenlandsche Handel" di Bandjarmasin. Sedang dikota-kota seperti Pontianak, Balikpapan dan Samarinda dibentuk tjabang-tjabangnja.


Sedjak saat itu pulalah adanja koperasi didaerah Kalimantan mulai mempergunakan dasar-dasar jang dapat mendjamin kehidupannja, jang setjara tidak langsung mendapat bimbingan dari badan koperasi Pemerintah. Diseluruh Kalimantan telah terdapat kurang-lebih 20 badan-badan koperasi, sekalipun kemadjuannja belum dapat dibandingkan dengan koperasi jang ada di Djawa, tetapi keinsjafan tentang faedahnja sudah dapat dirasakan oleh masjarakat. Koperasi ,,Parindra" banjak terdapat dibagian Kalimantan Barat, sedang di Kalimantan Selatan, malahan ada Bank Koperasi „ Pensiun " jang didirikan didaerah Bandjarmasin dan Hulu Sungai, serta Bank Koperasi ,,Murni " di Kandangan.


Dengan demikian , maka didaerah Kalimantan Selatan terdapat 5 buah badan koperasi jang lantjar dan baik susunan organisasinja, sehingga diantaranja telah mendapat pengakuan dari Pemerintah, sebagai badan hukum jang mempunjai ,,rechtspersoon" , jaitu Bank Koperasi „ Pensiun " dan Bank Koperasi „ Murni”. Melihat perkembangan koperasi-koperasi tersebut, jang dapat menjaingi tokotoko bangsa asing, Belanda , Arab dan Tionghoa , maka dalam tahun 1941 kedua bank koperasi itu menemui kesulitan-kesulitan, terutama karena mendapat rintangan dan tekanan dari pemerintah kolonial Belanda , jang tidak senang melihat pertumbuhan koperasi -koperasi rakjat itu.


Kechawatiran pemerintah Belanda memang beralasan, karena dibelakang koperasi itu, bersembunji partai-partai politik jang selalu mendorongnja , jang mempunjai politik tertentu, terutama untuk menginsjafkan kepada seluruh anggautanja supaja lebih mengutamakan usaha-usaha nasional. Tumbuhnja koperasi itu sedjalan dengan tumbuhnja nasionalisme Indonesia didaerah Kalimantan, dan djustru karena inilah Belanda berusaha untuk merintanginja, karena melihat, bahwa nasionalisme Indonesia sebagai momok diwaktu siang hari.


Dalam zaman Djepang koperasi-koperasi jang telah ada terpaksa untuk sementara waktu dibekukan, dan diatas keruntuhan koperasi itu dibangunkan Djepang badan-badan „,Kumiai “ , suatu badan jang menjelenggarakan pembagian bahan makanan , baik untuk para pegawai, maupun untuk tentera Djepang sendiri. Pertumbuhan koperasi dalam zaman Djepang , sekalipun dengan nama ..Kumiai" dapat hidup lebih pesat dari zaman Belanda, asal sadja tidak bertentangan dengan kemauan-kemauan Djepang dalam menjelenggarakan pembagian bahan-bahan pakaian dan makanan. Perbedaan sikap Belanda dan Djepang amat berlainan, karena Djepang tidak merasa chawatir melihat kesedaran nasionalisme Indonesia, asal kepentingan perangnja tidak mendapat rintangan, sedang Belanda sebaliknja.


Mendjelang tahun 1946, jaitu setelah Belanda dapat menguasai daerah Kalimantan, maka sifat dan tudjuan dari koperasi rakjat amat berubah, terutama disesuaikan dengan keadaan dan waktu . Badan-badan koperasi dilandjutkan kembali dengan dasar dan tudjuan untuk memberi bantuan kepada perdjuangan rakjat, koperasi rakjat jang semata-mata ditudjukan untuk membantu perdjuangan, bersifat memudahkan pemasukan dan pembagian bahan-bahan makanan kepada kaum gerilja, sedang sentimen terhadap usaha-usaha bangsa asing mendjadi tudjuan tertentu. Tetapi koperasi jang demikian sifatnja amat sukar untuk mempertahankan hidupnja, karena selalu mendapat pukulan dari pihak militer Belanda, jaitu dengan djalan tidak memberikan pembagian kepada warung-warung jang ditjurigai.

Seluruh badan-badan koperasi di Kalimantan diawasi oleh pihak Belanda, dan karena itu Belanda membuat garis pemisahan antara koperasi dalam arti jang sesungguhnja, koperasi jang membantu perdjuangan kaum gerilja. Sudah barang tentu koperasi jang pertama mendapat pembagian barang-barang dari badan distribusi Belanda, sedang koperasi gerilja digentjetnja. Sementara itu Belanda telah mendirikan kantor Koperasi dalam tahun 1947, disemua kota besar di Kalimantan. Diantara sedjumlah koperasi, maka hanja Bank Koperasi „Perpindo" jang mendapat „rechtspersoon" jang ada di Kandangan.

Setelah penjerahan kedaulatan , maka perkembangan koperasi ada dalam tingkat kemadjuannja, karena mendapat pimpinan dari Djawatan Koperasi jang dibentuk disetiap ibu-kota kabupaten diseluruh Kalimantan. Perkembangan koperasi tumbuh dengan pesatnja, laksana djamur dimusim hudjan, beribu djumlahnja, karena disetiap kampung paling sedikit ada dua atau tiga badan koperasi. Hanja sajangnja koperasi ini tidak mendapat asuhan jang selajaknja dari pimpinannja, kurang sempurna organisasinja, terpaksa hidup dengan senin-kemis, dan dalam hal ini Djawatan Koperasi tidak dapat membiarkan pertumbuhan jang seakan-akan dipaksakan itu. Oleh karena itu oleh Djawatan Koperasi diambil tindakan pembersihan, penjelidikan, supaja modal jang telah diberikan Pemerintah kepada badan-badan koperasi itu, tidak dipergunakan untuk keperluan lain.

Untuk lebih mengetahui tentang koperasi di Kalimantan baiklah diterangkan sedjak berdirinja, jaitu antara tahun 1932—1935 hanja ada satu koperasi. Tahun 1936-1939 ada dua buah koperasi. Selandjutnja dalam tahun 1938 sampai 1945 tertjatat lima buah koperasi, jang beranggauta 526 orang uang simpanannja berdjumlah ƒ. 9.232.47 . Tahun 1946 ada 6 buah koperasi dengan anggauta 552 orang, simpanan uang ƒ 9.429,97. Demikian djuga dalam 1947 tertjatat 11 koperasi dengan anggauta 835 orang sedang uang simpanannja ada ƒ. 12.086,71. Dalam tahun 1948 djumlah koperasi lebih meningkat, jaitu mentjapai angka 42 buah koperasi, dengan anggauta 1188 orang, sedang uang simpanannja sebanjak ƒ. 26.997,56. Selandjutnja dalam tahun 1949, terdapat 182 buah koperasi, dengan anggauta 31.143 orang dengan djumlah simpanan ƒ. 831.282,08.

Mendjelang penjerahan kedaulatan, jaitu dalam tahun 1950 terdapat 814 badan koperasi, dengan anggauta 108.267 orang, sedang simpanan uangnja sedjumlah R. 1.657.990,22. Bahkan dalam tahun 1951 terdapat 1.081 badan koperasi, dengan djumlah anggauta 112.761 orang, dan uang simpanannja berdjumlah R. 5.653.043,83. Tetapi dalam tahun 1952 djumlah itu agak turun, dan hanja terdapat 413 badan koperasi dengan djumlah anggauta 53.894 orang, sedang djumlah uang simpanannja R. 3.655.312,25.

Walaupun angka-angka dalam tahun 1952 menundjukkan angka-angka jang menurun, tapi dalam perkembangan selandjutnja, selaras dengan bertambah banjaknja peralatan dari Djawatan Koperasi, misalnja dengan peneranganpenerangannja, pemeriksaan dari para pegawai tehnik koperasi jang telah mendapat didikan aplikasi kursus, begitu pula dengan lahirnja kaders koperasi jang diadakan di Singkawang, Bandjarmasin, Kandangan, Kuala Kapuas, Samarinda, Amuntai dan Martapura jang berdjumlah 869 kader. Berkat bantuan dari berbagai instansi pemerintah dan partai-partai politik serta organisasi, maka kini pengertian rakjat tentang kemanfaatan koperasi telah mulai meningkat dan faham bagaimana sebenarnja hakekat daripada badan-badan koperasi.

Untuk menimbulkan pengertian lebih dalam tentang koperasi, jang didalam hubungan dengan masjarakat tidak dapat dilepaskan dari sistim gotong-rojong dan sistim kekeluargaan, maka untuk lebih mengintensiveer djalannja koperasi itu perlu ditanamkan semangat kerdjasama, baik antara anggauta-anggauta koperasi sendiri, maupun antara koperasi dengan badan perusahaan lainnja.

Usaha bersama atau kerdjasama didapati pula dalam tiap-tiap perusahaan dan perdagangan, jaitu kerdjasama antara buruh dan madjikan. Tetapi kerdjasama itu timbul karena terpaksa. Madjikan perlu akan buruh, karena dengan tidak ada kaum buruh mustahil perusahaan dapat djalan. Sedang kaum buruh butuh akan madjikan, karena madjikan itulah jang memberi mereka pekerjaan, dasar hidup mereka. Mau tidak mau kedua golongan melakukan kerdjasama, karena terpaksa dan kemestian. Tetapi dengan adanja dasar kekeluargaan dalam semangat koperasi, pengertian tentang madjikan dan buruh tidak ada, melainkan kerdjasama antara mereka atas kepentingan bersama untuk melaksanakan tudjuan.

Koperasi jang tumbuh dan hidup di Kalimantan, djika mempergunakan gotongrojong sebagai dasar koperasi, maka perekonomian rakjat dengan sendirinja turut berubah, sedang masjarakat turut merasakan betapa besar faedahnja koperasi itu. Dengan lain perkataan, bahwa koperasi itu adalah djuga suatu masjarakat ketji jang didalamnja terhimpun berpuluh-puluh atau beratus-ratus anggauta, jang dengan merdeka dapat keluar atau masuk, atas dasar hak jang sama dan tanggung-djawab jang sama, untuk mendjalankan bersama-sama perusahaan. ekonomi, jang anggauta-anggautanja memberikan djasanja tidak menurut besar modalnja, melainkan menurut kegiatannja bertindak didalam perusahaan koperasi mereka itu.

* * *

Kearah Industrialisasi.

Adalah suatu pengetahuan jang telah mendjadi milik umum, bahwa Kalimantan pulau jang kaja raja.

Industri asing jang terdapat di Balikpapan dan Tarakan telah sanggup mendjamin kesedjahteraan sebagian rakjatnja. Minjak B.P.M. jang terdapat di Kalimantan Timur, telah menghasilkan ratusan djuta rupiah setiap tahunnja. Didaerah sepandjang Kali Mahakam terdapat 600.000.000 kg batu arang jang belum disentuh oleh tangan manusia.

Tidak sedikitlah kapital asing jang bertjotjok diseluruh Kalimantan, baik jang berupa „Maskapai Dunia" (BPM), maupun sampai pada N.V. jang ketjil-ketjil. Dalam hubungan ini tingkat penghidupan rakjat harus dinaikkan setingkat lebih tinggi daripada zaman jang sudah-sudah, jang djustru dalam zaman-zaman Djepang dan Belanda seakan-akan dimatikan dan dibutakan matanja terhadap kemakmuran jang melimpah-limpah di Kalimantan.

Kalimantan jang mengandung banjak objek-objek ekonomi jang penting-penting dalam menudju pembangunan ekonomi nasional, bukanlah suatu mustahil, apabila Kalimantan diwaktu jang akan datang akan merupakan suatu daerah perindustrian jang penting. Oleh karena Kalimantan, disamping telah adanja beberapa industri jang sudah berdiri sedjak zaman pendjadjahan Belanda, seperti industri minjak di Balikpapan, Sanga-sanga, Tarakan, Anggana adalah 100% kapital asing, sedang industri minjak lainnja jang baru dibuka di Pulau Bunju dan Tandjung pemasukan modal diatur antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Sedang industri batu arang jang terdapat di Telukbajur, Loa Kulu adalah kepunjaan Belanda, tapi dalam perkembangan selandjutnja perusahaanperusahaan tersebut akan berpindah tangan kepada Pemerintah Indonesia.

Industri minjak di Kalimantan Timur jang merupakan vitaalbedrijf bagi ekonomi nasional nanti, pada ketika ini masih dalam pegangan kapital asing, demikian djuga industri kaju jang terdapat didaerah Sampit, jaitu Bruynzeel Dajak Houtbedrijven, adalah kapital tjampuran antara Indonesia dan Belanda. Selama beberapa tahun sedjak berdirinja Industri kaju tersebut, maka djumlah jang telah diserahkan kepada daerah seluas 20.000 ha. Politik kehutanan jang didjalankan oleh Pemerintah Belanda ketika itu, di Kalimantan Selatan pada pokoknja, tidak mendjalankan „Eigen exploitatie", melainkan diserahkan kepada rakjat dan mendapat „Daerah pemotongan kaju" jang besar hanja perusahaan Bruynzeel.

Perusahaan Gergadji jang terdapat didaerah Kapuas, Pontianak dan Pemangkat jang tadinja diusahakan oleh Java Hout, sekarang telah dipindahkan ketangan bangsa Indonesia, ketjuali jang terdapat di Pemangkat jang masih dikendalikan oleh bangsa Tionghoa.

Dalam tahun 1948 Java Hout telah menggergadji kaju sebanjak 5000 meter kubik, sedang tahun 1949 hanja sedjumlah 2100 meter kubik kaju bundar, tetapi mendjual kaju bundar sebanjak 7900 meter kubik. Demikian djuga oleh Daerah Dajak Besar ketika itu didjual kaju bundar dalam tahun 1949 sedjumlah 78.000 meter kubik, sedang seluruh produksi Kalimantan Selatan hanja ada 100.000 meter kubik, terhitung jang hilang dalam kekatjauan-kekatjauan dalam bulan September, Oktober, tahun 1945, lebih kurang 9000 m³, sedang Djawatan Kehutanan karena ada aksi pemogokan dari buruhnja telah kerugian , kehilangan sebanjak 400.000 m³ kaju persediaan.

Daerah Kalimantan Timur perusahaan kaju dalam tahun 1949 menghasilkan 42.340 m³ kaju bundar, oleh perusahaan partikulir 40.358 m³, sedang dalam tahun 1947 sedjumlah 84.933 m³, partikulir 18.231 m3, dan dalam tahun 1948 dihasilkan 63.963 m³, partikulir 31.459 m³. Bahkan dalam tahun 1949, ada 42.340 m³, partikulir 40.3583 m³. Berdasar atas angka-angka tersebut, jang tidak ada perimbangannja antara perusahaan Pemerintah dengan pihak partikulir, adalah karena politik kehutanan jang didjalankan Pemerintah Belanda jang senantiasa ingin tetap mempertahankannja, sekalipun dari pihak rakjat dan Kesultanan diinginkan, supaja diganti dengan izin lain jang sifatnja lebih meringankan kepada rakjat.  Demikian djuga politik kehutanan jang didjalankan didaerah Kalimantan Barat tidak ubahnja dengan apa jang dialami oleh rakjat Kalimantan Timur, tetapi agak teratur dalam urusannja: Luasnja daerah Kalimantan Barat 146.760 km², 42.000 km2 terdiri dari hutan rimba, 63.000 km2 hutan muda, 38.000 km2 alang-alang dan tanah, 1170 km2 jang terdiri dari tanah rumput belukar, dan sedjumlah 1860 km2 tanah-tanah makanan, sedang hasil kaju untuk pertukangan 58.400 m³ dan hasilnja ƒ 4.62 miljun. Djawatan Kehutanan dapat menghasilkan 33.327 m³, dari hasil ini dibagi-bagikan kepada perusahaan gergadji partikulir sebanjak 24.667 m³.

 Sebelum perang dunia kedua, kaju Kalimantan telah mendjadi barang export keluar negeri, jang sebagian besar terdiri atas kaju-kaju bundaran jang pada ketika itu dikerdjakan oleh Maskapai Djepang, jaitu Nangyo Kaisha. Selain daripada itu tidak sedikit djumlah kaju gergadjian jang dikirimkan ke Eropah. Setelah penjerahan kedaulatan, maka perusahaan kaju itu berada dalam penilikan Djawatan Kehutanan, jang terutama memberikan bantuannja kepada perusahaan kaju partikulir.

 Diantara perusahaan kaju partikulir jang bonafide dalam industrie kaju ialah sebuah Firma jang terdapat di Loa Kulu, Kalimantan Timur. Karena banjaknja kaju-kaju di Kalimantan jang terdiri atas djenis-djenis jang amat baik bagi bahan pembikinan kapal dan lain-lain sebagainja, dapatlah dipastikan, bahwa di Kalimantan dapat didirikan perindustrian kaju, misalnja fabrik triplex, kertas dan lain-lain. Demikian djuga halnja dengan rotan, senantiasa merupakan sumber penghasilan jang baik bagi rakjat, karena ketjuali dapat didjadikan bahan untuk huis-industrie, buat membikin kursi, medja tikar dan lain-lain sebagainja.

 Walaupun pada dewasa ini rotan Kalimantan sebagian masih merupakan bahan untuk diexport keluar negeri, sedangkan jang dipergunakan untuk kebutuhan rakjat sendiri masih amat ketji djumlahnja, akan tetapi memberikan kemungkinan-kemungkinan jang baik untuk menudju kearah industrialisasi jang luas. Hasil dari rotan-rotan ini dalam daerah Kapuas didjadikan tikar dan lain-lain anjaman jang dikerdjakan oleh kaum wanita dari golongan Dajak, dan tikar-tikar itu kemudian dibawa kepasar untuk diperdagangkan, bahkan djuga diexport keluar daerah, terutama ke Tiongkok dan Philipina.

 Tjara membuatnja masih amat sederhana, tetapi sekalipun demikian menundjukkan suatu hasil seni jang indah kelihatannja. Rotan jang biasanja dipergunakan untuk tikar, ialah rotan Tandjung, dan untuk memperoleh selembar tikar jang berukuran 2 × 1,60 m, memerlukan 90 potong rotan jang pandjangnja 2 meter, serta garis menengahnja rata-rata 12 mm. Setelah rotan-rotan itu dibelah, diraut hingga sampai lebarnja 2 mm. tipis, barulah rautan rotan itu ditjelup dengan sedjenis daun jang mengandung getah jang berwarna-warna, sehingga kalau tikar itu telah selesai terdjalinlah suatu kombinasi warna jang amat molek dan berharga.

 Banjak lembar dari pertjampuran warna itu lebih-kurang 1260 lembar rotan jang telah diraut, jaitu dalam kwaliteit sedang dan untuk kwaliteit jang lebih baik banjak pula djumlah lembarannja. Seorang wanita jang sudah tjekatan dan mahir dapat menjelesaikan pekerdjaannja membikin selembar tikar dalam waktu 10 hari, sedang harga selembarnja Rp. 70,― sampai Rp. 80,―. Pada waktu pendudukan Djepang wanita-wanita jang selalu menganjam tikar, menukar pekerdjaannja dengan menganjam topi, karena menerima pesanan dari Djepang untuk para Heiho dan romusha, maka dengan demikian kegiatan menganjam tikar agak berkurang, sedang kegemarannja tidak nampak.


Keradjinan rumah tangga jang mendjadi perusahaan sehari-hari biasanja merupakan perusahaan jang dikerdjakan oleh Kepala rumah tangga jang dibantu oleh anggauta keluarganja. Perusahaan sematjam ini biasanja djuga merupakan sebagai pekerdjaan sambilan sadja, disamping pekerdjaan pertanian. Keradjinan rumah tangga ini kebanjakan terdapat dikampung-kampung, dan biasanja mempunjai riwajat jang pandjang lebar. Letak dari perusahaan ini, terutama dikampung-kampung dan desa, dengan usaha mereka menganjam dan menjamak tikar, dinding, kirai, membikin bongsang, topi bambu dan lidi. Keradjinan rumah tangga hampir seluruhnja dimilki oleh penduduk asli, sedang golongan atau bangsa lainnja bekerdja sebagai tengkulaknja.


Huis-industrie ini biasanja terdapat djuga dipinggir-pinggir kota dan berkelompok, tetapi tidak merupakan djumlah jang besar, paling tinggi djumlahnja satu kelompok 30 orang. Pembantu-pembantu mereka kebanjakan dari tetangga mereka sendiri. Misalnja pandai besi, rata-rata mempunjai satu atau dua orang pembantu. Tukang menjamak kulit, tukang mas, tukang kaleng kebanjakan pembantunja 3 atau 4 orang sadja. Pengusaha-pengusaha ketjil ini umumnja mempunjai tanah dan kebun, tetapi tanah dan kebunnja itu tidak digarap sendiri, hanja diserahkan pada lain orang, jang biasanja tetangganja sendiri.


Tingkatan hidup dari pengusaha-pengusaha ketjil biasanja lebih baik daripada pengusaha-pengusaha rumah tangga, sedang perusahaan menengah jang terdapat dikota-kota hanja beberapa matjam perusahaan seperti penggilingan padi, pembakaran kapur dan perusahaan keramiek. Perusahaan jang demikian ini kebanjakan kepunjaan bangsa Tionghoa atau bangsa asing lainnja, sedangkan kepunjaan rakjat atau bangsa Indonesia sendiri hanja 3 atau 4 buah sadja, jang tidak berarti apa, djika dibandingkan dengan djumlah perusahaan kepunjaan bangsa asing.


Ketjerdasan rakjat Kalimantan dalam berusaha sendiri, sekalipun ketjil belum begitu madju, apalagi didaerah Kalimantan Barat umumnja perusahaan seperti keramiek jang terdapat didaerah Singkawang diusahakan oleh bangsa Tionghoa, sedang hasilnja amat tinggi, karena jang membutuhkannja djuga amat banjak. Padahal pembuatan piring, mangkok, gelas dan sebagainja jang berasal dari bahan tanah liat amat banjak terdapat didaerah itu. Keadaan jang demikian ini sudah barang tentu turut mempengaruhi peredaran dan pergeseran perekonomian umumnja. Jang penting ialah perusahaan jang ketjil-ketji jang ada ditangan penduduk asli sendiri dapat memberikan sumbangan jang besar bagi kemadjuan perekonomian rakjat.


Berhubung dengan itu maka dasar dan tudjuan didalam penjelenggaraan bagi tiap golongan perlu diberi pimpinan jang tegas oleh Djawatan Perindustrian ditiap daerah. Bagi golongan keradjinan rumah tangga tjukup apabila dapat diatur supaja produksi prosesnja teratur dan pendjualannja dapat lantjar dengan keuntungan jang agak lumajan. Untuk ini perlu dibentuk badan-badan koperasi atau sentral jang dapat mengatur pendjualan dengan baik dan sjukur kalau bisa dapat menjelenggarakan sampai kepada kebutuhan hidup sehari-hari. Bagi golongan perusahaan ketjil jang mempunjai harapan besar untuk didjadikan perusahaan menengah. Keachlian teknik pembikinan kebanjakan tjukup memuaskan, dan diantaranja mempunjai organisasi, dan lambat laun perusahaan ini dapat madju setingkat lebih tinggi, jang akan dapat membantu banjak dalam produksi proses didaerah Kalimantan ini. Disamping bantuan-bantuan materieel, maka djuga bantuan moreel, baik bagi pekerdja, maupun bagi pengusaha sendiri perlu pula diselenggarakan terus-menerus, sehingga mereka tidak sadja achli dalam soal teknik pembikinannja, melainkan djuga pandai dalam mengorganiseer perusahaannja, dan lain-lain hal lagi jang berhubungan dengan perusahaan seperti bimbingan dalam commersil. Bukanlah rahasia lagi, bahwa kaum pengusaha Kalimantan agak terhimpit dalam perkara modal, karena akibat daripada tekanan ekonomi pendjadjahan Belanda.


Kewadjiban untuk mentjapai kemakmuran jang abadi, tidaklah semata-mata mendjadi beban negara, akan tetapi djuga harus dipikul bersama-sama dengan rakjat umumnja. Dengan tidak melihat sebab-musabab dari segala matjam kelemahan pengusaha-pengusaha Kalimantan, maka kelemahan-kelemahan itu tidak akan mendjadi baik, apabila pengusaha sendiri tidak berusaha untuk memperbaiki kepintjangan- kepintjangan dalam perdagangan dan perekonomian. Kelemahan dalam perekonomian, adalah djuga kelemahan dalam kemodalan, dan untuk keluar daripada kelemahan-kelemahan itu, orang harus berusaha sekeras- kerasnja untuk mengatasi segala kesukaran-kesukaran.


Bagaimana besarnja bantuan Pemerintah jang diberikan kepada para pengusaha untuk meringankan bebannja, namun apabila pengusaha sendiri tidak insjaf dan sedar atas kelemahan-kelemahannja, maka bantuan jang diberikan Pemerintah tidak akan banjak gunanja, bahkan mungkin bisa membawa kesulitan djuga. Berhubung dengan itu, maka untuk mentjapai kesedjahteraan, perbaikan nasib dalam lapangan perusahaan harus ada kerdjasama antara Pemerintah dan pengusaha, maka dalam menjelenggarakan industrialisasi sebagai salah satu sektor perekonomian, disamping kegiatan negara harus pula ada kegiatan dari pengusaha sendiri.


Untuk membangunkan kegiatan rakjat didalam penjelenggaraan industrialisasi, maka terlebih dahulu harus timbul kesedaran masjarakat mengenai pentingnja industrialisasi. Masjarakat harus industrie-minded, dan penerangan-penerangan mengenai industrie selalu harus dipompakan kedalam masjarakat. Auto activiteit didaerah-daerah supaja digerakkan, baik untuk membina dan memadjukan perusahaan-perusahaan jang telah ada, maupun perluasan perindustrian pada umumnja. Pentingnja industrialisasi belum dirasakan oleh masjarakat. Kegiatan masjarakat untuk membangun industrie masih kurang. Dengan adanja beberapa sebab, masjarakat Kalimantan belum menghargai hasil produksinja sendiri.


Kegiatan daerah didalam memperhatikan dan membangunkan industrie nasional sampai pada waktu ini masih amat kurang sekali. Konsentrasi tenaga jang besar perlu dibangunkan didaerah-daerah, sehingga dapat dipergunakan sebagai tenaga pendorong dalam penglaksanaan industrialisasi.

* * *

Industrialisasi Intan.


Dan bagaimana dengan pentjaharian intan-berlian di Martapura? Sedjak dahulu hingga dewasa ini, nama Martapura selalu mendjadi perhatian, baik oleh bangsa Indonesia sendiri, maupun oleh bangsa asing, bahkan menarik perhatian luar negeri djuga. Martapura jang menghasilkan intan-berlian, dengan pabrik- pabrik penggosokannja telah dapat memberikan hasil jang baik bagi penduduknja, Orang tentu ingin mengetahui, bagaimana tjara mentjari intan, dan ditempat mana adanja benda berharga jang sampai ratusan ribu rupiah, dan apakah segala matjam batu didjalanan itu ada intannja?


Intan jang terkenal dan baik warna atau tjahajanja ialah intan Tjempaka, atau intan jang diperoleh didaerah perkampungan Tjempaka, dalam Kabupaten Bandjarmasin. Penduduk Tjempaka pada umumnja dan pada mulanja hanja didiami oleh beberapa puluh penduduk sadja, dan sekarang penduduknja sudah bertambah banjak, mendekati djumlah 7500 djiwa. Pada waktu pendulangan intan, atau tempat mentjari intan itu dibuka, banjak diantaranja terdapat orangorang asing jang hendak mengadu untung buat menggali intan, ialah orang-orang Arab dan Tionghoa, dan sampai sekarangpun mereka turut berusaha untuk mendapatkan benda jang berharga itu.


Mendulang intan, tidak ubahnja dengan usaha mentjari mutiara ialah, bahwa intan itu tidak bisa diperoleh kalau dalam mentjarinja tidak menurut petundjukpetundjuk kelaziman orang-orang bahari, jang oleh setengah orang dikatakan „tachjul”. Djika orang belum pernah pergi ke Kampung Tjempaka jang terkenal dengan intannja itu, sudah tentu mereka menjangka, bahwa rumah- rumah jang terletak dikampung itu banjak jang bagus-bagus dan penduduknja kaja-raja, padahal dugaan demikian tidak benar. Penduduk Tjempaka tidak mempunjai penghasilan lain, daripada mendulang, dan untuk ongkos selama mendulang mereka memindjam uang untuk perongkosan selama mentjari intan itu.


Kalau mudjur dan nasib baik, dalam satu-dua hari mereka mendulang sudah dapat intan, dan kalau sedang sial, atjapkali sampai berbulan-bulan, sebutir intanpun tidak diperoleh dan karena itulah mereka tidak ada jang kaja, ketjuali para madjikan jang membeli intan itu. Pedagang-pedagang intan lebih dahulu telah memberi pindjaman kepada pendulang- pendulang dengan perdjandjian, apabila mereka mendapat intan, maka hendaknja intan itu harus didjual kepada pedagang jang telah memberikan pindjaman.


Selain dari Kampung Tjempaka, maka djuga didaerah Pengaron terdapat sumber intan, jang dapat memberikan hasil lumajan kepada penduduk didaerah tersebut chususnja dan penduduk Martapura umumnja. Karena hasil jang diperoleh itu amat baik, pada hakekatnja mendorong kepada beberapa orang kaum hartawan untuk mendirikan pabrik penggosokan intan, dan demkian djuga oleh golongan Tionghoa dulu. Kesulitan-kesulitan dalam pendulangan intan, terutama sekali karena kepertjajaan terhadap tachjul jang mempengaruhi mereka, ada pantangnja, misalnja seorang pendulang intan memulai pekerdjaannja, maka lebih dahulu ia harus menanamkan didalam hatinja rasa keberanian dan keteguhan iman, oleh karena djiwa dan hati jang demikian itu harus ada pada tiap-tiap orang jang hendak bergulat dalam lapangan pentjarian intan.  Selain daripada itu kalau tempat pendulangan dalamnja sampai 15 meter kelobang tanah, ia harus memberanikan diri turun kedalamnja. Kalau sjarat-sjarat ini tidak terdapat dalam hati mereka jang mentjari intan, maka segala usaha mereka itu tidak akan mendapat hasil sebagaimana jang diharapkan. Kalau mereka tidak sabar, dan kemudian timbul rasa bosan serta tidak ada kemauan lagi untuk melandjutkan pekerdjaannja, padahal bagi mereka tidak harus ada perasaan demikian, sekalipun mereka itu selama mendulang belum pernah sekali djuga memperoleh sebutir intan.

 Selain dari sjarat-sjarat itu ada lagi beberapa pantangan, misalnja waktu mendulang mereka tidak boleh menjebut nama beberapa benda atau hewan dengan namanja jang asli. Umpamanja menjebut beras, diganti dengan bidji, nama ajam dengan manuk, intan dengan sebutan galuh dan lain-lain sebagainja. Sedang tingkah-laku harus terbatas, harus menurut aturan-aturan jang lama. Berdiri bertolak pinggang tidak boleh, menjimpul tangan kebelakang, membeber sarung, kain, badju dan lain-lain tidak boleh, karena menurut tachjul, intan akan lari djauh, kalau mendengar beberan kain dari pentjari intan.

 Sebelum menggali lobang jang luasnja kira-kira dua meter persegi, mereka harus mengetahui lebih dahulu, apakah batu-batu kerikil jang mengandung intan itu dalam atau surut letaknja. Kalau mereka telah mengetahui letaknja, dalam atau dangkalnja kerikil-kerikil jang membaluti intan-intan itu, maka barulah menggali tanah dengan muatan jang dapat berisi tanah seberat satu setengah kg. Bagi mereka jang mentjari intan, pada waktu jang achir-achir ini kebiasaan itu telah tidak dipergunakan lagi. Hanja djika lobang jang akan diperdalam didasar tanah rendah jang berawa-rawa, nistjaja batu-batu kerikil jang mengandung intan itu tempatnja dalam sekali. Lobang jang seperti itu disebut ,,lobang dalam" dan djika menggali ditanah tebing tidak seberapa dalamnja , hanja kira-kira dua atau tiga meter sadja, jang demikian disebut ,,lobang surut" . Mengerdjakan ,,lobang dalam" harus mempunjai banjak bahan-bahan kaju guna keperluan membikin perkakas didalam lobang tersebut, terutama setelah lobang digali sampai kira-kira satu meter, maka diturunkan sematjam rangkaian balok jang persegi empat bentuknja, jang sesuai dengan ukuran luas lobangnja. Setelah itu lalu didirikan djeradjak kaju ditepi sisi lobang, jang tampuknja diselipkan kedalam djepitan rangkaian balok jang telah terhundjam .

 Gunanja supaja tanah-tanah disisi lobang tidak mudah runtuh kedalam lobang jang tidak sadja mendjadi lobang tertutup, melainkan djuga penggalinja akan tertimbun. Kaju djeradjak jang telah tersedia itu terus diturunkan, menurut dalamnja hingga sampai pada batas jang penghabisan dan kalau lobang ini mengeluarkan air, maka perlu ditimba dan buat sekarang ini telah dipergunakan alat mesin pompa untuk mengeringkannja.

 Sesudah penggalian sampai pada hamparan batu-batu kerikil, maka mulai menaikkan batu-batu dengan tenaga manusia menggunakan alas, dengan sangat berhati-hati sekali, dan ditempatkan pada suatu tempat jang sepesial dengan dihamparkan tikar purun dibawahnja, agar batu-batu jang sedikit bertjampur tanah itu tidak tertjampur dengan batu-batu lainnja, djuga supaja tidak terbenam dalam tanah, sebab ada kemungkinan didalam batu-batu jang berlumur tanah itu ada intannja.  Keadaan tebalnja lapisan batu -batu itu tidak menentu, ada jang tebalnja ½ meter dan ada djuga jang sampai 1 meter, hal ini menurut keadaan tanah tinggi dan rendah.


 Batu-batu kerikil itu harus dinaikkan semuanja dan tidak ada jang sampai ketinggalan, sebab batu-batu inilah jang mengandung intan dan emasnja.


 Sesudah batu-batu jang ada dalam lobang habis dinaikkan, maka batu -batu jang berwarna kemerah-merahan tertjampur tanah merah, lalu dibawa lagi kekolam, sungai atau danau jang ada didekat lobang pendulangan itu, untuk dibersihkan dengan satu alat jang dinamai „linggangan”. Alat ini dibikin dari kaju jang besarnja bundaran sirkel 1 sampai 1½ meter, dan kaju-kaju terdiri dari „djingah” dan „anglai” jang tumbuhnja kebanjakan dipinggir-pinggir sungai.


 Linggangan ini berbentuk seperti topi besar jang garis menengahnja 80 sampai 1 meter, dengan dasarnja jang sedikit tadjam. Harganjapun diwaktu sekarang ini sebuah Rp. 50.― sampai Rp. 75.― menurut keadaan kajunja dan kwalitetnja bikinannja.


 Tjara menggerakkan linggangan ini mesti ada peladjarannja, sebab kalau, linggang sembarang linggang sadja sudah tentu intan jang ada dalam linggangan itu akan turut terlempar beserta batu-batu lainnja. Dengan demikian maka orang-orang jang ingin mendulang tidak bisa bekerdja sendirian dan mesti berkawan-kawan, paling sedikit dua orang, inipun hanja bagi orang-orang jang menggali lobang surut, jang dalamnja hanja kurang-lebih 2 meter sampai 3 meter serta kering tidak berair.


 Tapi kalau lobang dalam jang sampai 15 meter kedalam tanah orang harus berkawan paling sedikit 6 orang dan atjapkali djuga sampai 10 orang.


 Dalam pekerdjaan mendulang didaerah Martapura ini, bukan sadja dikerdjakan oleh tenaga laki-laki, melainkan djuga kaum wanita tua-muda turut membantu keluarganja. Hal ini dapat dilihat dipendulangan Tjempaka . Kalau batu-batu jang sudah terkumpul tadi dibawa kepinggir air, maka mulai dimasukkan kedalam linggangan sedikit demi sedikit dan terus sadja dilinggang dalam air.


 Batu-batu jang sudah agak bersih dan malah sudah bersih itu, dengan perantaraan linggangan berangsur-angsur dibuang sehingga bertemu dengan apa jang ditjita-tjitakan, jaitu „,intan" dan kalau tidak ada tanda-tandanja ada intan, maka batu-batu itupun terus dibuang dengan linggangan, djadi bukanlah batubatu kerikil jang ada dalam linggangar. itu diambil dengan tangan untuk membuangnja.


 Sesudah kerikil-kerikil jang besar sudah habis terbuang, dan hanja tinggal pasir-pasir halus sadja, maka barulah diusap-usap dengan tangan, diratakan didasar linggangan. Ketika itulah bisa dilihat ada atau tidaknja intan jang terkandung diantara batu pasir halus itu. Tapi bagi seorang pekerdja jang sudah mahir dalam pekerdjaan ini, tidak usah chawatir, bahwa intan akan turut terbuang bersama batu kerikil, karena tjara melinggang ini memang ada peladjarannja. Lain daripada itu pekerjaan itu diselenggarakan diluar, dibawah sinar matahari, sehingga tjahaja intan jang tjemerlang itu tak akan lepas dari pandangan sipendulang. Sebagai diketahui intan itu mempunjai tjahaja luarbiasa.  Intan, walaupun seketjil-ketjilnja dikala linggangan sedang beraksi ini, dapat dilihat sebab tjahajanja sekonjong-konjong memukul kepada mata. Sesudah kedjadian sematjam ini, maka suasana dalam kerdja melinggang jang hening dan sunji ini, bertambah senjap , oleh karena intan itu bukan tinggal diam dan membeku dalam linggangan sebagaimana batu- batu lainnja, tetapi ia bergerak-gerak laksana benda jang hidup, dan tidak djarang bagi mereka jang gegabah dan keburu nafsu, intan ini meluntjur keluar linggangan dan djatuh kembali dalam air. Oleh karena itu diwaktu sesudah terlihatnja ada tjahaja intan dalam linggangan orang bertambah hati-hati, agar intan jang sudah ada dalam linggangan itu dapat diambil, terus dimasukkan dalam mulut supaja djangan hilang.

 Perbuatan sematjam ini bukan hanja baru dikerdjakan diwaktu sekarang, melainkan djuga sedjak bahari, sedjak adanja usaha mendulang intan. Oleh karena kalau tidak diperbuat sedemikian, maka menurut kata orang bahari itu intan bisa hilang atau kembali mendjadi batu biasa. Utjapan ini bukan hanja utjapan, malah atjapkali terbukti ialah sebab tidak pertjajanja beberapa orang jang mentjari intan, dengan alasan, bahwa mereka itu adalah termasuk orang jang ahli dalam mentjari intan, dan ada djuga oleh karena chilap tidak dapat berbuat demikian, maka sekonjong-konjong intan jang sudah didapat tadi kembali mendjadi batu, hal ini entah benar memang salah lihat atau djuga sebenarnja kualat dari utjapan orang-orang bahari, karena tidak mau menurut. Terserah kepada pembatja: pertjaja atau tidak!

 Kalau intan jang ada dalam linggangan itu sudah dapat diambil dan masuk kedalam mulut, maka riuhlah dan gemuruhlah bunji selawat diutjapkan para pekerdja sebelah-menjebelah beberapa kali, dan serentak pula disahut oleh pekerdja-pekerdja lainnja.

 Alangkah gembiranja dikala itu, apalagi kalau intan jang didapat itu besar jang mentjapai 5 sampai 10 karat, pendeknja tak teringat lagi akan sesuatu, dan malah perut jang kerontjongan sedjak beberapa djam, tidak terasa lagi, djuga dahaga jang pada mulanja laksana kehausan musafir dipadang pasir, dengan tiba-tiba sadja hilang, laksana setitik embun djatuh kedalam pasir.

 Sesudah selawat jang berkumandang tadi, kedengaran sampai ketempat-tempat jang djauh-djauh, maka dengan sekedjap mata sadja berkerumunlah para pekerdja, untuk turut menjaksikan intan jang baru didapat tadi, dan ketika itu djuga berita sudah tersiar sampai kekampung dan kekota.

 Apabila tumpukan batu-batu jang dibersihkan hanja mengandung sebidji dua intan sadja, maka para pekerdjapun kembali lagi mengambil batu-batu jang berada disebelah-menjebelah lobang. Tapi karena kebanjakan lobang itu ada sumber air didalamnja, maka sewaktu lobang tadi tidak dikerdjakan airpun sudah penuh, oleh karena itu perlu lebih dahulu air jang ada dalam lobang itu segera dikeringkan dengan pompa air. Mengerdjakan ini menghendaki keberanian dan ketangkasan, oleh karena kalau tidak, pekerdjanja bisa tertimbun tanah.

 Beberapa tahun sebelum ini atjapkali djuga lobang-lobang pendulangan itu runtuh, oleh karena tidak memakai djeradjak-djeradjak untuk penahan runtuh, hal ini ialah karena derasnja sumber-sumber air jang menondjol kedalam lobang.

 Adapun mengerdjakan ,,lobang surut" ini tidak seberapa sukar dan tidak memerlukan perkakas kaju-kaju djeradjak, serta djuga tidak membahajakan. Menggali ,,lobang surut" ini mudah sadja, sembarang orang dapat mengerdjakannja, asal tanah digali dibikin lobang, paling dalam 3 meter nistjaja mentjapai batu-batu jang mengandung intan.

 Tanah jang berbatu-batu ini dikumpul terus dan dengan bakul dibawa kepinggir air untuk dibersihkan dan tjara melinggangnja sama sadja seperti membersihkan batu-batu „lobang dalam”. Kalau sudah dalam satu lobang itu batu-batunja sudah dibersihkan dan ternjata tidak mengandung intan, maka dimulai pula menggali lobang jang baru. Tidak mustahil dalam orang mengerdjakan ,,lobang surut" ini sampai beberapa bulan, bahkan sampai bertahun-tahun ada jang tidak mendapatkan apa jang ditjarinja.

 Tapi ada djuga jang dalam sehari dua sadja bekerdja sudah mendapat intan dua kerat atau lebih, tetapi menurut kebiasaan, intan jang banjak ditemui orang, ialah dalam lobang jang dalam, itulah sebabnja kebanjakan orang-orang djarang jang suka mengerdjakan ,,lobang surut".

 Intan-intan jang didapat orang itu ada jang besar dan ada djuga jang ketjil, hal ini menurut nasib pentjarinja. Lain dari itu intan ada bermatjam-tjorak tjahajanja, jang menjebabkan tinggi dan mahal harganja. Untuk Martapura jang paling baik disebut nomor satu, ialah jang bertjahaja air merah-djambu, nomor dua tjahaja air laut, nomor tiga putih bersih, nomor empat tjahaja air hudjan, nomor lima tjahaja kuning dan jang nomor terachir atau nomor enam, ialah tjahaja minjak kelapa.

 Adapun warna atau tjahaja intan jang disebut ,,merah djambu" itu, djarang sekali bisa didapat, dan oleh karena itulah orang kebanjakan tidak mengenalnja, hanja jang ada dan kebanjakan diperdjual-belikan baik jang sudah digosok, maupun jang masih berkulit, ialah jang bertjahaja air laut. Intan ,,merah djambu" berkulit dan sebesar 1 kerat harganja Rp. 5.000.– sampai Rp. 6.000.― dan kalau lebih besar lagi, maka harganja akan lebih mahal lagi, sehingga kalau mentjapai 5 kerat keatas, bisa berharga ratusan ribu rupiah.

 Warna air laut, kalau intan itu sebesar 1 kerat, maka harganja Rp. 2.000.–, jang putih bersih sebesar itu Rp. 1000.-, dan kalau warna jang lain dari jang disebutkan itu, maka tarif harganja tidak menentu. Selain itu bentuk intanpun mempengaruhi harga djuga, sebab kalau bentuknja jang baik, dan kalau dipotong tidak banjak terbuang, maka harganja sebagaimana jang tersebut tadi, tapi kalau bentuknja kurang baik, dan kalau dipotong banjak terbuang, maka harganja tidak menurut tarif biasa lagi.

 Kalau intan jang warna air laut dan putih bersih itu sebesar setengah kerat, maka harganja Rp. 600.– sampai Rp. 700.– dan kalau warna ,,air hudjan" dan jang seperti itu djuga besarnja, maka harganja Rp. 400.— sampai Rp. 450.—. Warna air laut dan putih bersih kalau sepertiga kerat harganja Rp. 400.— sampai Rp. 500.— dan bagi jang lainnja tidak ada lagi tarif harganja, hanjalah berpedoman kepada harga-harga jang ada diatas ini untuk mengurangi atau menambahinja.

 Harga jang disebutkan diatas ini ialah harga intan jang masih berkulit atau mentah. Menurut kebiasaan intan jang masih berkulit, kalau digosok maka 50% daripadanja hilang, maka oleh karena itulah bagi pembelinja, ia harus berhati-hati sekali membeli intan, sebab tidak djarang intan-intan jang dikira berwarna air laut, sesudah digosok ternjata bukan air laut, tapi warna kuning atau minjak kelapa, maka sudah tentu ia akan mendapat kerugian. Inilah sebabnja pekerdjaan ini tidak dikerdjakan oleh orang luar dari kota Martapura, sebab pekerdjaan ini memerlukan praktik jang bertahun-tahun lamanja dan keahlian.

 Dengan melihat harga-harga mentah jang tertjantum diatas ini orang sudah dapat mengira-ngirakan bagaimana harga intan jang sudah mendjadi ,,berlian" itu dan ongkos menggosoknja untuk 1 kerat Rp. 70.― sampai Rp. 100.― dan inipun melihat bentuk intan itu, kalau bentuknja kurang baik dan susah mengerdjakannja menjebabkan ongkosnja mahal.

 Menurut keadaan biasa harga sebidji „berlian” jang sebesar 1 kerat jang air laut, maka harganja Rp. 5000.―, sebesar itu djuga dan warna putih bersih, harganja Rp. 4000.―.

 Warna air laut setengah kerat harganja Rp. 2500.- dan jang warna putih bersih Rp. 2000.―. Selain itu harganja tidak menentu lagi tapi sudah tentu lebih murah daripada harga warna air laut dan putih bersih.

 Berlian jang masuk sepertiga kerat air laut Rp. 2000.― dan jang seperempat Rp. 1750.―.

 Demikianlah keadaan harga berlian itu, bertambah ketjil, tambah turun, ialah antara dua ratus sampai dua ratus lima puluh rupiah.

 Apabila tambang intan di Kalimantan Selatan ini lebih disempurnakan tjara penggaliannja, dengan mempergunakan alat-alat dari mesin, maka bukanlah suatu mustahil, bahwa industri intan lambat-laun akan mendjadi suatu industri negara jang penting.

* * *

Karet.

 Sebagian besar dari rakjat Kalimantan, terutama Kalimantan Barat menggantungkan penghidupannja atas penghasilan karet. Penanaman karet jang dilakukan sedjak tahun 1910 sampai tahun 1912 hampir memakai sebagian tanah-tanah disebelah Utara Kalimantan Barat. Asal mulanja penanaman karet, ialah bibit karet jang didatangkan dari Malaya, dan karenanja suburnja tanah-tanah itu, maka usaha-usaha lain untuk menanam hasil bumi lainnja, seakan-akan tidak mendapat perhatian. Didaerah Kalimantan Selatan orang telah memerlukan datang ke Malaya untuk mentjari bibit dan tjara penanaman karet. Pada waktu itu harga karet f 12,― satu kg, dan oleh karena tingginja harga karet, maka dengan zonder pikir lagi rakjat didaerah Hulu Sungai mengusahakan perkebunan karet. Semua tanaman kopi, sahang dan lain-lain tanaman ditebang untuk diganti dengan pohon-pohon karet, sedjenis tanaman jang memberi hasil.

 Selain dari bibit jang didatangkan dari daerah Malaya banjak djuga diambil bibit karet dari onderneming Hayup dan Tanah Intan. Penanaman karet didaerah Kalimantan Selatan djuga dimulai sedjak tahun 1911 dan tahun 1912, jang dilakukan atas sebidang tanah jang agak tinggi letaknja, sedang tumbuhan lainnja seperti kopi, alang-alang dan rumput ditebang dan ditebas, kemudian baru dipatjul. Kalau tanah-tanah itu sudah dipatjul, barulah ditanami dengan bidjibidji karet, dan setelah berumur 7 atau 8 tahun karet-karet itu sudah dapat ditoreh. Tjara memelihara kebun tidak dilakukan sebagaimana mestinja, karena sewaktu keadaan baik, selama karet harganja naik, selama itu pohon-pohon karet ditoreh, diperas sampai tetesan latex jang penghabisan.

 Kalau ada tanda-tanda jang menjebabkan penghasilan latex akan berkurang atau dichawatirkan pohon itu akan mati, karena kurang sempurna pemeliharaannja, terus-menerus dilakukan penjadapan disekeliling pohon, sebelah menjebelah sampai kedahan-dahannja, supaja dengan demikian masih bisa didapatkan latex sebanjak-banjaknja. Tetapi pekerdjaan jang demikian ini ternjata amat merugikan, karena tidak sadja latexnja makin kurang, melainkan djuga lambatlaun daun-daun karet dengan sendirinja rontok dan kemudian mati. Dalam tahun 1915-1920 terdjadi perluasan kebun karet jang agak besar. Dalam tahun 1923 harga karet amat tinggi harganja sampai ƒ. 300,― tiap-tiap 100 kati, atau ƒ. 500,― tiap-tiap 100 kg.

 Dalam tahun berikutnja, jaitu antara tahun 1925―1926 adalah zaman keemasan" bagi rakjat Kalimantan, karena mahalnja harga karet, sehingga penduduk merasa perlu lebih banjak menanam karet disebelah- menjebelah halaman rumahnja. Tetapi keadaan demikian tidak berlangsung lama, karena mendjelang tahun 1930 sampai tahun 1935 harga karet terus-menerus turun, dan tahun-tahun tersebut terkenal dengan sebutan ,,zaman meleset", dan karena itu pemerintah Belanda merasa perlu untuk melarang kepada penduduk untuk memperbanjak tanaman karet, agar hasil karet djangan sampai terlalu banjak membandjiri pasar dunia.

 Kemudian dalam tahun 1938 harga karet mulai naik lagi, tetapi karena adanja kantoor Rubber Restriksi, maka karet-karet rakjat itu diatur dan dibeli oleh kantor tersebut dengan harga penetapan dari jang berwadjib sendiri. Penanaman karet jang dilakukan dalam daerah Kalimantan berdasar atas tiga taraf, jang pertama jaitu penanaman karet sebelum tahun 1924, jang kedua setelah tahun 1925, dan jang ketiga dalam tahun 1938. Dalam tahun 1924 diseluruh Kalimantan Selatan terdapat penanaman karet sebanjak lebih kurang 31% dari djumlah pohon karet, jakni 22.784.200 dengan luas 25.173 ha. Tetapi pohon-pohon karet tersebut dianggap sudah rusak, karena mengalami duakali ,,zaman keemasan", jakni dalam tahun 1923 sampai dengan tahun 1925, dan kemudian dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1951 jang lalu.

 Pada waktu itu pohon-pohon karet disadap dengan semau-maunja untuk mengeluarkan latex sebanjak-banjaknja, dengan tidak mengindahkan akibatnja dibelakang hari. Kebanjakan pohon-pohon itu hampir sama bentuknja dengan botol bundar, dibawah besar kira-kira satu setengah meter dari tanah dan makin keatas makin ketjil. Ini disebabkan karena kulitnja sudah rusak, akibat tjara penjadapan jang tidak teratur jang dilakukan disekeliling pohon, bahkan sampai keatas dengan memakai tangga. Pohon-pohon jang demikian tidak mempunjai latex lagi, sehingga tidak ada djalan lain daripada menggantinja dengan tanaman baru.

 Didaerah Hulu Sungai pohon-pohon karet pada umumnja terdapat disepandjang djalan raja pada sebelah-menjebelah dan selebar kira-kira satu km kedalam. Menurut taksiran pohon-pohon karet didaerah Hulu Sungai hanja terdapat di Rantau 5%, Kandangan 5%, Barabai 10% dan 5% untuk Tandjung. Dalam Kabupaten Bandjarmasin dan Martapura, pohon-pohon karet ditanam sebelum tahun 1924, jang djumlahnja pada 20%, sedang didaerah Barito penanaman karet dilakukan dipinggir-pinggir kali dan djumlahnja hanja kira-kira 10% sadja.

 Di Kabupaten Kapuas tanaman sebelum tahun 1924 , djuga kebanjakan terdapat ditepi sungai, tetapi sebahagian besar terdapat di Andjir Serapat. Djumlah pohon karet ditiap-tiap kewedanaan ditaksir ada kira-kira 10% di Kapuas, 6% di Kahajan Hilir dan 4% di Kahajan Hulu.

 Di Kabupaten Sampit Kotawaringin djuga terdapat dipinggir-pinggir sungai dan djumlahnja masing-masing kewedanaan kira-kira 8% di Mantara Sarujan dan 2% di Katingan.

 Djumlah banjak dan luasnja pohon karet didalam wilajah Kalimantan Selatan menurut perhitungan registratie tahun 1936/1937:

  1. Kabupaten Hulu Sungai 40 % atau 18.741.200 pohon = luas 20.596 ha.
  2. Kabupaten Bandjar (B'sin/Martapura) 20% atau 1.249.500 pohon = luas 1.357 ha.
  3. Kabupaten Barito 10% atau 687.400 pohon = luas 915 ha.
  4. Kabupaten Kapuas/Kahajan 20% atau 1.657.400 pohon = luas 1.706 ha.
  5. Kabupaten Sampit Kotawaringin 10% atau 448.700 pohon = luas 599 ha.

 Mendjadi djumlah seluruhnja dalam wilajah Kalimantan Selatan ada 22.784.200 pohon dengan luas tanaman 25.173 ha.

 Djumlah jang sebanjak ini dengan luas seperti jang tersebut diatas harus mendapat perhatian sepenuhnja, oleh karena pohon-pohon karet ini sudah tua benar dan boleh dikatakan hampir tak memberikan hasil apa-apa lagi. Pohon-pohon ini harus diperbaharui, baik dengan djalan menggantinja sama sekali, maupun dengan tjara djarak-pagar.

 Djumlah pohon karet jang ditanam sesudah tahun 1925 sampai tahun 1932 ditaksir ada 69% dari djumlah semua atau 49.963.800 pohon dengan luas 56.286 ha. Pohon ini masih bisa dianggap baik, oleh karena waktu diadakan penjelidikan ditaksir masih ada mempunjai reservebast setinggi 1,20 meter dari tanah sampai ada jang masih bisa dianggap sempurna.

 Djadi disini dipakai istilah baik dan sempurna tetapi jang masih ada mempunjai reservebast setinggi 1.20 dari tanah.

1. Kabupaten Hulu Sungai (Utara dan Selatan) 40 % atau 18.741.300 pohon = luas 20.596 ha.
2. Kabupaten Bandjar (B'sin/Martapura) 60% atau 3.748.500 pohon = luas 3.571 ha.
3. Kabupaten Barito 10% atau 687.400 pohon = luas 915 ha.
4. Kabupaten Kapuas/Kahajan 20% atau 1.657.400 pohon = luas 1.706 ha.
5. Kabupaten Sampit/Kotawaringin 10% atau 448.700 pohon = luas 599 ha.

 Djumlah seluruhnja 25.283.200 pohon dengan luas tanaman 27.387 ha. Oleh karena penjelidikan ini dilakukan dalam tahun 1941, djadi sampai sekarang sudah berlalu 10 tahun, besar kemungkinan telah ada beberapa persentasi dari jang „baik” ini mendjadi kurang baik, mungkin ada djuga jang harus dimasukkan kedalam golongan rusak.

 Mungkin dalam garis besarnja daerah „baik" masuk dalam lingkungan istilah „jang bisa disadap sampai 5 tahun" tetapi harus djuga mendapat perhatian, bahwa sesudah lebih kurang 5 tahun djadi kira-kira dalam tahun 1955/1956 kebun-kebun karet tersebut telah mendjadi tua dan akan termasuk golongan „rusak" pula, sehingga kalau kita hendak mempertahankan djumlah produksi getah kita, hendaknja pohon karet dalam lingkungan ini mulai sekarang sudah sewadjarnja diganti atau disulam.

 Mengenai pohon-pohon karet jang masih dapat dikatakan „sempurna" dan jang berdjumlah 34%, banjak dan luasnja tiap-tiap kabupaten dapat dibagi seperti berikut:

1. Kabupaten Hulu Sungai (Utara dan Selatan) 20% atau 9.370.500 pohon = 10.299 ha.
2. Kabupaten Bandjar (B'sin Martapura) 20% atau 1.249.500 pohon = 1.357 ha.
3. Kabupaten Barito 80 % atau 5.499.300 pohon = 7.329 ha.
4. Kabupaten Kapuas 60% atau 4.971.600 pohon = 5.116 ha.
5. Kabuaten Sampit/Kotawaringin 80% atau 3.589.700 pohon = 4.798 ha.

 Djumlah seluruhnja 24.680.600 pohon dengan luas tanaman 28.899 ha.

 Daerah perkebunan dimana pohon-pohon karet dianggap sempurna, kebiasaan terdapat djauh dari kampung atau tepi sungai dan merupakan lengkungan jang bisa disadap sampai 8 tahun.

 Dalam tahun 1938 oleh Pemerintah diwaktu itu diadakan tanaman baru sebanjak 5%, djadi berdasarkan perhitungan registrasi tahun 1936/1937 djumlah banjaknja pohon karet jang boleh ditambah ada 3.723.285 pohon atau seluas 7.500 ha.

 Untuk menambah djumlah ini oleh Djawatan Pertanian kepada penduduk jang berkepentingan dibagi-bagikan bibit karet jang baik (polyelonen) jang sebagian besar didatangkan dari Sumatera sebanjak:

Tahun Bandjarmasin Hulu Sungai Bidji Daerah lainnya di Kal. Selatan Bidji Djumlah bidji
1939 474.160 239.070 713.230
1940 136.500 14.500 151.000
Djumlah 610.660 253.570 864.230


 Menurut perhitungan sebesar 60% dari bidji itu tumbuh dengan baik, sehingga dengan djumlah itu bisa ditanam 527.013 pohon dengan luas 1.054 ha (tiap-tiap 1 ha 500 pohon). Kalau ditaksir lagi 60% dari djumlah itu jang benar ditanam, maka didapat tanaman baru sebanjak 316.200 pohon atau seluas 632 ha. Mengenai tanaman baru ini sampai sekarang masih belum didapat keterangan-keterangan jang pasti.


 Berhubung tanaman baru ini dilakukan dengan bibit djenis karet jang mutunja tinggi, maka hal ini harus mendapat perhatian sepenuhnja, oleh karena dimasa jang akan datang besar kemungkinan akan kekurangan bibit jang baik untuk memenuhi permintaan-permintaan dari penduduk.


 Maka dengan demikian hendaklah diselidiki dimana letaknja kebun-kebun baru itu dan bagaimana luasnja serta keadaannja diwaktu sekarang, sambil memperhitungkan djumlah bibit jang mungkin didapat dari situ.


 Rumah asap rakjat jang pertama sekali didirikan, adalah pada achir tahun 1936, jang terdapat dalam daerah Kuala Kapuas.


 Di Hulu Sungai dalam tahun 1935 masih belum ada rumah asap rakjat selain dari kepunjaan orang-orang Djepang di Telaga Langsat (Kandangan), di Harujan Dajak (Barabai) dan di Kalua.


 Rumah asap rakjat jang pertama-tama didirikan di Kabupaten Hulu Sungai adalah pada permulaan tahun 1936.


 Atas sokongan Pemerintah dengan djalan memberikan kredit pada para petani dikampung-kampung mempermudah sjarat-sjarat pendirian, maka padaachir tahun 1936 sudah bisa di-export sedjumlah 13.764 ton getah asap penduduk atau 46% dari djumlah semua hasil getah penduduk jang di-export.


 Kalau dalam tahun 1934 belum ada lagi dibikin getah asap, dengan berdirinja rumah-rumah asap penduduk, maka produksi getah asap setiap tahun semangkin bertambah djuga sampai sekarang merupakan bagian terbesar sekali dari djumlah penghasilan getah penduduk jang di-export keluar negeri.


 Untuk menghindarkan persaingan jang tidak sehat, maka tiap-tiap orang jang bermaksud mendirikan rumah asap terlebih dahulu harus memasukkan surat permohonan dan surat izin hanja bisa diberikan oleh Residen atau Gubernur. Dengan djalan demikian pendirian rumah-rumah asap bisa teratur begitu rupa sehingga untuk tiap-tiap rumah asap diberikan djumlah pohon getah jang dianggap tjukup banjak untuk memungkinkan rumah asap itu mendapat produksi jang agak besar, sehingga perhitungan untung terdjamin (rendabel).

DAFTAR DJUMLAH GETAH PENDUDUK JANG DI-EXPORT DARI PELABUHAN BANDJARMASIN.
Tahun Djumlah rumah asap penduduk jang resmi (pakai surat izin) Djumlah getah penduduk jang di-export Keterangan
Djumlah semua getah ton/kering Djumlah getah asap penduduk ton % (procent) getah asap penduduk
1934 - 33.553 - 0
1935 6 28.772 6.551 23*) *) Sebahagian masih terdiri dari getah asap orang Djepang
1936 369 30.024 13.764 46 **) Luar Sampit
1937 643 38.952 19.330 50 **) s/d September
1938 696 27.408 13.611 50
1939 704 34.499 17.732 52
1940 771 - 26.882 -
1941 904 49.396 31.394 64
1946 1375 21.315 20.146 94
1947 1633 9.188 8.523 93
1948 1695 41.119 33.899 82
1949 1725 19.375**) 9.770**) 51
1950 1725 75.047**) 46.424**) 62
1951 1854 43.511**) 35.473***) 81


Agar tudjuan diatas tertjapai, maka djarak antara masing-masing rumah asap ditetapkan kira-kira 200 meter dalam daerah dimana perkebunan karet jang tumbuhnja tidak begitu berdjauhan.

Sesudah perang dalam tahun 1946, berhubung dengan perlunja produksi jang banjak untuk mendapatkan deviezen, maka oleh NIRUB bermula dipertimbangkan memperbesar djumlah dagcapaciteit sebanjak dua kali daripada jang sudah ditetapkan dalam surat izin.

Tetapi sesudah ditilik banjak surat-surat permohonan dari penduduk untuk mendirikan rumah-rumah asap baru, maka rentjana buat memperlipat dagcapaciteit tidak djadi dikerdjakan. Sebagai gantinja dilakukan pertambahan djumlah rumah-rumah asap.

Sjarat-sjarat jang telah ditetapkan sebelum perang diperlunak sedapat mungkin, tetapi senantiasa memperhatikan kemungkinan terdjadinja persaingan jang tidak sehat.

Dengan djalan ini sebagai ukuran dasar ditetapkan antara sedjauh 1000 M untuk daerah dimana perkebunan rapat letaknja, pun crediet pembangunan rumah-rumah asap diberikan seberapa jang dianggap perlu.

Di Kabupaten Kapuas Barito ditjoba pembikinan „Malaka -rookhuizen", dan untuk ini banjak djuga diberikan crediet kepada para pemilik dan penjadap, akan tetapi berhubung harga getah waktu itu agak rendah, maka sebenarnja hasrat penduduk membikin „Malaka-rookhuis" ini tidak begitu besar, dengan akibat sebagian besar dari crediet jang diterima dipakai untuk berdagang.

Dengan diperlunaknja sjarat pendirian rumah-rumah asap jang berdiri saban tahun semakin bertambah djuga jaitu sebagai daftar dibawah ini:

DAFTAR RUMAH ASAP JANG MENDAPAT IZIN UNTUK
DI KALIMANTAN SELATAN.
Tahun Djumlah rumah asap. Djumlah dagcapaciteit kg. Keterangan
1935 6 597
1936 369 63.874
1937 643 129.727
1938 696 138.448
1939 704 139.059
1940 771 152.836
1941 904 184.529
1946 1375 293.888
1947 1633 326.016
1948 1695 334.053
1949 1725 337.006
1950 1725 337.006
1951 1854 347.509

 Pada achir tahun 1949 berhubung dengan mulainja naik harga getah maka dikalangan penduduk dengan dipelopori oleh segolongan orang jang „memantjing diair keruh" timbul hasrat untuk berkoperasi. Disamping itu ada djuga jang membikin propaganda, bahwa tiap-tiap orang dibolehkan mendirikan rumah asap, asal sadja dipergunakan buat membikin getah asap dari hasil kebun sendiri.

 Dengan timbulnja kedua faktor ini, didorong lagi oleh harga karet jang senantiasa meningkat tinggi, terdjadilah perubahan dan perkembangan rumah-rumah asap.

 Dimana-mana didirikan rumah-rumah asap ,,rakjat” atau rumah asap ,,koperasi" dengan tidak mengindahkan lagi semua peraturan Pemerintah. Kalau tidak mungkin mendirikan rumah asap baru, maka rumah asap jang sudah ada harus dikoperasikan.

 Jang aneh sekali, bahwa asal koperasi ini senantiasa terlebih dahulu terdjadi pada daerah-daerah jang tidak aman, sehingga dengan Ini dapat diambil kesimpulan, bahwa pendirian koperasi ini dikemudian oleh sesuatu kekuatan jang tertentu dengan maksud-maksud jang tertentu pula.

 Peristiwa ini berlangsung selama tahun 1950 sampai pada pertengahan tahun 1951, meskipun sudah dikeluarkan peraturan rumah asap baru, dimana ditetapkan, bahwa mulai tahun 1951, hanja kepada para pemilik dan penjadap karet bisa diberikan izin untuk mendirikan rumah-rumah asap dengan tidak terikat pada arcaal dan djarak, asal sadja mengerdjakan hasil kebun sendiri.

 Didorong oleh harga getah jang tinggi pada awal tahun 1951, maka penduduk tidak sabar lagi menunggu surat izin dan terus sadja mendirikan rumah-rumah asap atau mengkoperasi rumah asap jang ada.

 Dasar koperasi adalah baik dan dengan dasar ini hendaknja disempurnakan. tetapi amat disajangkan sekali, bahwa sebagian besar — 95% — dari rumahrumah asap koperasi itu didirikan atau dikoperasikan dengan dasar dan maksud jang lain, sehingga terdjadilah ketjurangan-ketjurangan jang meradjalela dikalangan pengurus-pengurusnja, jang mengakibatkan para penjadap dan pemilik kebun ketjil menderita dan tidak merasakan hasil jang diharap-harapkannja.

 Sewaktu harga karet tinggi, ketjurangan-ketjurangan para pengurus belum terasa benar, tetapi sesudah harga mulai turun dan terus turun sadja berulah tampak dan njata segala ketjurangan itu serta semua koperasi menderita kerugian.

 Untuk menolong apa jang bisa ditolong maka terpaksa rumah-rumah asap didjual, digadaikan, disewakan atau dikembalikan kepada pemilik asalnja. Pada achir tahun 1951, djarang sekali ada terdengar rumah-rumah asap koperasi jang didirikan. Rumah-rumah asap jang sudah berdiri sebagian besar dimiliki oleh kaum bermodal, sekurang-kurangnja bekerdja dengan voorschot para pedagang dan agent-agent exporteur.

 Dalam Kabupaten Hulu Sungai djumlah rumah-rumah asap „koperasi" atau „rakjat" ditaksir tidak kurang dari 800 buah, di Kabupaten Bandjar lebih kurang 150 buah dan dikabupaten Kapuas Barito kira-kira 25 buah.

 Hanja di Kabupaten Sampit/Kota Waringin tidak mengalami perubahan ini malahan sedjak tahun 1948 semua rumah asap tidak bekerdja, oleh karena harga getah lembar — kalau dihitung kering — lebih tinggi dari harga getah asap.

 Mulai pada pertengahan tahun 1951, berhubung dengan suasana keamanan dibeberapa tempat banjak rumah asap terpaksa ditutup, dan oleh karena itu mengakibatkan para penjadap dan pemilik karet ditempat-tempat itu terpaksa membikin „unsmoked-sheets". Unsmoked-sheets ini dibawanja ketempat-tempat dimana ada rumah-rumah asap jang bekerdja untuk disalai. Di Pengambau (Barabai) dan di Haruai (Tandjung ) sampai ada jang membikin rumah-rumah asap ketjil setjara sederhana sekali, dan getah asap jang dibikin setjara ini dinamakan getah „marlung".

 Nama „marlung" ini diberikan oleh orang -orang jang datang dari Malaka, sehingga besar kemungkinan, bahwa nama „marlung" ini adalah nama tempat di Malaka. Djumlah produksi dari „marlung" bisa sampai puluhan ton seminggunja, akan tetapi tentu sadja kwaliteitnja rendah dan oleh karena itupun harganja tidak setinggi getah asap biasa, tetapi lebih baik dari harga slabs.

 Pembikin getah ,,marlung" ini dikerdjakan oleh beberapa orang, kebiasaannja para pemilik/penjadap bekas anggauta koperasi jang ketjewa, dengan setjara berserikat membeli dua pasang mesin giling.

 Perkakas lainnja seperti takungan, tjuka dan sebagainja dibeli oleh masingmasing pihak jang berkepentingan. Begitu pula rumah asapnja jang merupakan suatu bangunan jang sederhana sekali dan ketjil dibikin oleh masing-masing orang. Jang tidak ada mempunjai rumah asap, getah jang digilingnja itu dibawanja pulang kerumah untuk diasapnja didapur.

 Dalam Kabupaten Barito sudah banjak djuga dibikin getah „marlung" ini, terutama di Barito Hulu dan Barito Tengah. Di Barito Hulu oleh karena perhubungan susah dan djauh, unsmoked-sheets itu dikeringkan dipanas matahari selama kira-kira 2 hari dan sesudah itu diangkut untuk diasap kembali dirumah-rumah jang terdekat.

Selama suasana keamanan belum begitu terdjamin, sehingga masih banjak rumah-rumah asap terpaksa ditutup, selama itu pula getah „marlung" ini akan ada. Begitu djuga tjara pembajaran harga latex oleh para pengusaha rumah asap jang terdjadi 1 minggu sampai 10 hari sekali baru bajar kepada penjadap adalah pula salah suatu sebab adanja „marlung" ini.


Akan tetapi kalau semua rumah asap sudah bisa bekerdja dan pembajaran harga latex bisa berlaku setiap hari besar kemungkinan „marlung" ini akan hilang, oleh karena kwaliteitnja, jang tentu sadja djuga harganja dapat bersaingan dengan getah asap dari rumah-rumah asap jang besar. Apa lagi sesungguhnja pengusaha „marlung" adalah lebih untung mendjual latex daripada membikin „marlung".

Untuk membikin getah „marlung" sipengusaha harus bekerdja hampir satu hari, sebab selain daripada menggiling, pun waktu disalai harus didjaga agar djangan sampai terdjadi kebakaran. Tetapi dengan tjara mendjual latex dipergunakan tempo hanja ½ hari sadja dan waktu sore bisa dipakai untuk bekerdja sawah atau lain-lain pekerdjaan pertanian.


PRODUKSI RUMAH -RUMAH ASAP DALAM TAHUN 1940.
Afdeling Djumlah rumah asap jg bekerdja Djumlah getah asap jg dibawa ke pasar getah. (quintaal) Produksi rata-rata tiap rumah asap setahun. (quintaal) Keterangan
Martapura 71 20.480 289
Rantau 44 14.207 322
Kandangan 45 19.541 361
Barabai 129 71.637 555
Amuntai 151 51.270 340
Tandjung 158 39.021 247
Djumlah 607 216.156 357

Tjatatan mengenai produksi rata-rata dari tiap-tiap rumah asap setahunnja sebelum tahun 1940 adalah sebagai dibawah ini:

Tahun 1937 ................ 380 quintaal.

Tahun 1938 ................ 200 quintaal.

Tahun 1939 ................ 260 quintaal.

Sesudah perang maka perhitungan produksi rata-arta untuk tiap-tiap rumah asap ini boleh dikatakan tidak mungkin lagi dikerdjakan berhubung dasar untuk perhitungan ini tidak bisa dipertjaja lagi, sehingga kalau ditjoba djuga maka akan didapat angka-angka jang djauh berlainan daripada keadaan jang sebenarnja seperti terbukti pada daftar dibawah ini:

DAFTAR PRODUKSI KARET DALAM TAHUN 1949 - 1950.
Bulan: Djumlah rumah asap jang bekerdja (menurut taksiran Mantri-mantri ). Djumlah getah asap pendudukjang dibeli oleh setiap buah eksportir di Bandjarmasin .Ton. Taksiran produk si rata-rata untuk setiap buah rumah asap jang berkerdja. Ton sebulan Keterangan
1949 — 1950 1949 — 1950 1949 — 1950
Djanuari 256 946 425 2736 1,7 2,9
Pebruari 446 1174 698 2309 1,6 2,05
Maret 471 1133 717 3457 1,5 3,04
April 476 1288 961 3252 2,04 2,5
Mei 148 1351 466 5246 3,2 3,9
Djuni 205 1367 498 4253 2,3 3,1
Djuli 218 1318 434 4316 2,— 3,2
Agustus 243 1448 784 5425 3,2 3,7
September 234 1195 365 4759 1,5 3,9
Oktober 226 1091 908 5490 4,07 5,—
Nopember 570 1442 2187 4818 3,8 3,4
Desember 843 1368 2097 3054 2,5 2,3

Sebagai ternjata pada daftar tersebut, maka djumlah produksi rata-rata tiap bulannja menundjukkan perbedaan jang besar sekali, karena suasana gangguan keamanan jang menjebabkan pemeriksaan jang tepat dari Mantri-mantri karet, tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinja, karena banjak rumah asap jang tidak dapat dikundjungi. Selain daripada itu getah asap tidak semuanja didjual dipasar-pasar, tetapi banjak jang dibawa langsung ke Bandjarmasin, sehingga tidak mungkin lagi diadakan kontrole dari penilik-penilik rumah asap jang mendjual getah asapnja.

Djuga mengenai hari bekerdja dari rumah-rumah asap hampir tidak bisa dipastikan lagi, tiap-tiap hari atau minggu, bahkan tidak djarang jang rumah-rumah asap, jang ini hari misalnja bekerdja, besok harus ditutup karena keamanan tidak mengizinkan lagi, baik bagi sipenjadap, maupun bagi sipemilik.

Dalam daerah Kalimantan Timur hampir seluruhnja terdapat perkebunan karet dan rumah-rumah asap, jaitu disepandjang sungai Mahakam, Samarinda, Balikpapan, Bulongan, Tanah Gerogot dan Sambodja. Demikian djuga dalam daerah Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Barat, hampir dalam semua Kabupaten dan Ketjamatan terdapat perkebunan karet, dan perusahaan rumah asap. Berlainan dengan daerah Kalimantan Selatan dan Timur, maka di Kalimantan Barat rumah-rumah asap hampir seluruhnja dimiliki oleh bangsa asing,

sedang tengkulak karet djuga kebanjakan dari golongan tersebut. Bahkan tidak sedikit dari djumlah golongan asing ini jang mempunjai kebun-kebun karet sendiri, dengan memakai tenaga-tenaga Indonesia sebagai buruhnja.  Dalam daerah Kalimantan Timur terdapat perimbangan antara Tionghoa dan Indonesia, misalnja tentang pembangunan rumah-rumah asap dan perkebunan karet. Djumlah rumah asap kepunjaan rakjat adalah sebanjak 125 buah jang sudah resmi, sedang 15 buah jang belum mendapat izin, sedang pemiliknja adalah dari penduduk sendiri, jang diusahakan, baik perseorangan, maupun bersama-sama, antara pemilik dan penjadap jang masing-masing memasukkan modal. Demikian para pedagang ada jang mempunjai rumah-rumah asap, tapi jang tersebut belakangan ini kebanjakan kepunjaan perseorangan jang djumlahnja lebih kurang 30% dari djumlah seluruhnja.

 Jang bekerdja setjara gotong-rojong atau bersama-sama lebih kurang 70% jang merupakan persatuan dalam perusahaan karet antara pihak pemilik dan penjadap. Mereka ini terdiri dari petani-petani ketjil, tapi sungguhpun demikian kwaliteit karet jang dihasilkannja jang telah berupa sheets amat baik djika dibandingkan dengan perusahaan rumah-rumah asap dari pihak asing. Mereka mendjual getah asapnja kepada pedagang-pedagang Tionghoa dan sebagian ketjil kepada Indonesia. Tetapi jang meng-exportnja keluar negeri pada umumnja orang-orang Tionghoa, sedang bangsa Indonesia belum berusaha untuk berbuat demikian, karena masih dalam keadaan kekurangan kapital.

* * *

  Tjara membikin Getah Asap.

 Untuk mentjapai hasil pekerdjaan jang baik dan bersih, maka hendaklah senantiasa semua peralatan pembikinan getah asap itu selalu terpelihara dengan kebersihan, karena apabila alat-alat pembikinan kotor, maka dengan sendirinja akan menghasilkan getah jang kotor pula, oleh sebab itu semua latex seperti takungan, bak besar dan bak ketjil, gilingan dan sebagainja harus dibersihkan setiap hari. Biasanja para penjadap datang membawa getahnja ketempat pembikinan getah asap untuk didjualnja pada djam 9 pagi, maka sebelum menerima getah susu, maka harus terlebih dahulu semua alat-alat keperluan disediakan dan diletakkan pada tempatnja masing-masing, sehingga pekerdjaan dapat berdjalan dengan tjara jang teratur dan tepat.

 Apabila semua peralatan telah terletak pada tempatnja masing-masing sehingga penerimaan latex dapat dimulai dengan tjara jang teratur, maka latex jang diterima dari penjadap sebelum diukur kental-tjairnja dengan alat jang bernama ,,Latexmeter", terlebih dahulu diaduk agar merata kental-tjairnja dan begitu pula segala kotoran dari kebun harus dibuang.

 Sesudah itu lalu diperiksa keadaannja dengan memasukkan djari telundjuk kedalam latex itu, maka apabila putih bersih merata pada telundjuk menandakan bahwa latex itu baik dan apabila kelihatannja berbutir-butir menandakan bahwa latex itu asam dan kurang baik. Latex sematjam ini biasa disebut dengan nama ,,katjangan" dan latex jang katjangan ini tidak boleh ditjampur dengan latex jang baik, karena akan mendjadi ,,katjangan" semuanja dan mendjatuhkan kwaliteit getah asap, maka oleh karena itu latex jang ,,katjangan" harus diasingkan dan diolah tersendiri.

 Untuk mentjari prosentase kering dari latex, dipakai bermatjam-matjam alat pengukur latex.  Pada waktu sekarang, oleh karena berhubung hampir tak ada lagi orang jang mendjual latexometer jang baik, maka kini telah banjak orang jang memakai latexometer bikinan dari Bandung dan bikinan dari Negara, suatu tempat di Kabupaten Hulu Sungai Kalimantan Selatan.

 Setelah getah susu itu diukur dengan latexometer jang akan menentukan berapa porsen mengandung getah kering umpamanja dengan memakai latexometer bikinan Inggeris dengan ukuran 82 jang berarti mengandung getah kering 30 prosen, maka untuk mengetahui sedjumlah latex dan berapa harganja, tjara menghitungnja ialah: „berat X prosen × harga" umpamanja sedjumlah latex jang beratnja 10 kg, ukuran 82 dan harga Rp.6,– = 30% X 10 kg = 3 × Rp.6,- = Rp.18,-. Semua getah susu jang diterima dimasukkan kedalam sebuah bak jang besar sambil disaring dengan saringan No. 40. Dari bak jang pertama getah susu itu dipindahkan pula kebak jang kedua dengan melalui saringan No. 60 dan kemudian dipindahkan pula kebak jang ketiga dengan melalui saringan No. 80, sebagai saringan jang terachir.

 Akan tetapi sekarang ini saringan jang demikian itu oleh sedjumlah besar pengusaha getah asap tidak memakainja lagi , karena kwaliteitnja mendjadi kurang, seharusnja mempergunakan saringan No. 80. Supaja getah susu dalam bak jang pertama djangan terlalu kental sehingga susah melalui saringan No. 60, maka getah susu itu dientjerkan dahulu sampai hanja mempunjai kekuatan 20% sadja. Kalau djalannja getah susu melalui saringan djalannja agak lambat karena kotoran, maka hendaknja saringan itu dibersihkan lebih dahulu, dan djangan sekali-kali menggosok- gosok saringan itu untuk melantjarkan djalannja, karena dengan demikian seakan -akan memaksa kotoran menembus saringan.

 Dalam hal ini sebaiknja pengusaha getah mempunjai dua buah saringan tiaptiap matjam, sehingga sementara membersihkan saringan jang tertutup oleh kotoran dapat diadakan penggantian saringan, maka dengan djalan demikian tidak menghambat lantjarnja pekerdjaan. Saringan adalah perkakas jang amat penting untuk membuat getah asap jang baik, karena segala kotoran didalam getah susu akan menurunkan kwaliteit getah asap. Setelah semua getah susu terkumpul didalam bak jang kedua dan sudah disaring dengan saringan No. 60, maka semuanja itu dientjerkan pula dengan mentjampurnja dengan air jang bersih sampai hanja mempunjai kekuatan antara 10 a 15%, tergantung pada kemauan jang mengerdjakannja.

 Gunanja pentjampuran air ini, adalah supaja ketjairan getah susu bisa sama rata, sehingga dengan demikian akan didapat pembikinan getah asap jang sama mutu atau kwaliteitnja. Air jang dipakai untuk mentjampur getah susu itu, dan pembikinan getah asap seterusnja hendaknja air jang bersih, karena apabila dipakai air jang agak kurang djernih tentu menurunkan harga dan kwaliteitnja.

 Setelah pengentjeran dilakukan, getah susu itu dibiarkan sebentar untuk memberikan kesempatan semua buih jang ada dalam getah susu naik keatas dan kemudian buih itu dibuang dengan memakai alat sepotong kaju jang tipis dan sedikit lebar sampai buih itu habis. Sekarang getah susu itu telah siap untuk dibekukan, kemudian dibagi- bagikan kedalam bak-bak ketjil atau biasa djuga disebut dengan nama „,takungan" jang bisa memuat sebanjak 5 liter getah susu.  Bak pembekuan pada umumnja pengusaha getah asap di Kalimantan memakai bak pembekuan tiga matjam, jaitu jang dibikin dari aluminium, kaleng minjak tanah dan dari kaju jang bisa djuga disebut dengan nama bak-ram. Sebelum mengerdjakan pembekuan, terlebih dahulu disediakan tjuka untuk pembekuan. misalnja dengan memakai ,,mierenzuur" jang mempunjai kekuatan asam 90%. Sebagai takaran jang sebaiknja dipakai kaleng susu ukuran 300 cc dimana tiap satu kaleng susu ,,mierenzuur" ditjampur dengan air bersih sebanjak satu setengah kaleng minjak tanah.

 Dari ,,mierenzuur" jang telah ditjampur air ini dipergunakan untuk mentjampur getah susu, ialah dengan ukuran satu kaleng susu 300 cc untuk satu „takungan" getah susu sebanjak lima liter. Setelah tjampuran tjuka dimasukkan kedalam takungan pembekuan jang berisi getah susu, kemudian diaduk dengan perlahan-lahan agar tjuka tersebut dapat meresap dengan merata.

 Buih jang timbul oleh karena pentjampuran tjuka itu dibuang dengan perlahanlahan. Kebiasaan lamanja pertjampuran, baru tjukup kental ialah kira-kira 15 menit. Sesudah itu lalu getah susu jang telah beku itu diambil dan hingga tipis kira-kira 1½ à 2 cm dan kemudian dimasukkan dalam gilingan.

 Sebelumnja itu semua gilingan terlebih dahulu ditjutji sampai bersih dan pertama kali harus lebih dahulu dikerdjakan ialah getah jang kurang baik. Demikianlah getah itu digiling berulang -kali dengan gilingan litjin hingga merupakan lembaran jang rata dan sesudah itu sebagai gilingan jang terachir dengan gilingan berstrip-strip.

 Perlu djuga mendapat perhatian mengenai minjak gemuk pada mesin gilingan hendaklah dikerdjakan dengan berhati-hati djangan sampai getah itu kena minjak gemuk, karena bisa merusakkan kwaliteit getah asap. Setelah gilingan kembang sebagai gilingan jang terachir, kini merupakan lembaran getah jang tipis, jakni kurang-lebih 3 sampai 32 mm, lalu dimasukkan kedalam bak jang berisi air jang bersih untuk ditjutji dari sela kotoran jang mungkin melekat dan menghilangkan air tjuka jang ada pada getah. Sesudah dibersihkan lalu digantung pada sebuah gantungan guna meneteskan air tjuka dan air kotoran jang ada pada getah itu.

 Setelah agak kering lalu getah itu dimasukkan kedalam rumah asap untuk diasap. Dirumah asap tempat menggantungkan lembaran getah jang baru ini terlebih dahulu telah disediakan dengan djalan memindahkan getah jang lebih dahulu disalai.

 Ketika memindahkan getah ketingkatan jang lebih tinggi dan menggantungkan getah baru, api dirumah asap itu untuk sementara dipadamkan. Pemadaman api ini biasanja selama 1 hari, jaitu mulai pagi-pagi dan baru sore sekira djam 4 à 5 baru mulai dihidupkan kembali.

 Kalau hendak memasak dengan sebaik-baiknja, harus keadaan panas dirumah asap itu didjaga benar. Keadaan panas pada hari pertama hendaknja diantara 35-45 deradjat Celcius, hari kedua 50 deradjat C dan hari ketiga 55 sampai 65 deradjat C. Apabila keadaan panas dirumah asap bisa diatur sebagaimana tersebut diatas maka lamanja menjalai tjukup sampai 4 à 5 hari sadja. Tetapi untuk dapat melaksanakannja hendaknja rumah asap diberi berkamar-kamar, umpamanja tiga buah kamar sehingga sewaktu memasukkan getah baru, api dibagian kamar lain tidak usah dipadamkan. Akan tetapi pada umumnja pembikinan rumah asap di Kalimantan tidak ada jang berkamar, maka karena itu untuk memasukkan getah baru dalam rumah asap harus sedjak pagi-pagi sudah dipadamkan apinja, agar dapat memindahkan getah ketingkatan atas dan memberikan tempat pada getah jang baru serta selandjutnja mengeluarkan getah jang telah masak.

 Semua pekerjaan ini memakan tempo tidak djarang sampai djam 4 à 5 sore, sehingga dalam praktiknja mengasap getah itu hanja pada malam hari sadja dan dengan keadaan jang demikian pada umumnja untuk mentjapai getah asap jang baik harus memakan waktu selama 7 à 8 hari. Untuk mengetahui masak tidaknja getah asap, ialah kalau sudah masak tampak berwarna hitam kekuningkuningan dan apabila dipotong tidak lagi terdapat bintik-bintik putih dalam getah itu. Selain dari itu dipakai djuga dalam pemeriksaan getah asap dengan mengambil lembaran getah itu dan membajangkan pada sinar matahari dan apabila kelihatan dalam getah itu kuning kehitam-hitaman dan bening tampaknja serta tidak lagi kelihatan bintik-bintik dan belang-belang putih, menandakan bahwa getah asap itu sudah tjukup masak.

 Alat bakar jang baik dipakai untuk memasak getah asap itu, ialah kaju alaban atau kaju bakau bagi tempat jang berdekatan dengan tepi laut dan ada pula orang jang memakai kaju batang gerah sendiri.

 Mengenai alat bakar ini, perlu pula mendapat perhatian oleh karena sebaiknja untuk mendapat hasil kwaliteit jang baik perlu pula kaju-kajunja pilihan dan banjak kekuatan panas dan apabila dipakai kaju jang tidak baik misalnja kaju lapuk, biasanja akan menurunkan pula kwaliteit getah asap itu. Untuk mentjegah bahaja api, andaikata ada selembar getah jang djatuh sehingga membesarkan api, maka ditempat pembakaran itu dibuat dapur daripada drum besi jang besar dan kalau tidak, sekurang-kurangnja diadakan atap seng jang lebar diatas api pembakaran itu digantung kira-kira setinggi 1,75 M. dari tempat api.

 Demikian tjara pembikinan getah asap di Kalimantan.

* * *

Pertanian.

 Walaupun Kalimantan dapat djulukan kaja-raja, tetapi sebenarnja miskin melarat, karena masih sadja kekurangan beras dan bahan- bahan makanan lainnja.Kalau untuk tiap djiwa dibutuhkan lebih-kurang 140 kg, maka untuk penduduk seluruhnja dibutuhkan 490.000 ton. Penghasilan beras dari Kalimantan sendiri djauh daripada mentjukupi. Kekurangan beras untuk daerah ini, dalam tahun 1949 sadja sudah berdjumlah 89.000 ton, dan kekurangan ini setiap tahun bertambah dengan sekurang-kurangnja 10% . Dalam hubungan ini adalah amat penting sekali adanja usaha-usaha jang dapat memberikan kemungkinan perluasan pertanian dan persawahan.

 Usaha -usaha jang sedang didjalankan ialah inpoldering pada daerah-daerah jang tergenang air, atau setidak-tidaknja untuk daerah-daerah jang dianggap tjukup baik untuk membuka dan memperluas pertanian dan persawahan. Tanahtanah jang akan ditanami padi jang luasnja berpuluh-puluh ribu ha, akan dapat menghasilkan beras dalam setahunnja lebih-kurang 120.000 ton. Dalam soal pertanian memang harus diakui, bahwa daerah Kalimantan masih amat terkebelakang. Persawahan jang agak penting , hanja terdapat di Kalimantan Selatan, jang berdjumlah lebih-kurang 150.000 ha dan tiap-tiap tahun hanja menghasilkan 180.000 ton. Seluruh Kalimantan menghasilkan dari persawahan dan perladangan hanja lebih-kurang 250.000 ton beras, sehingga Kalimantan tiap-tiap tahun harus memasukkan beras dari luar Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan penduduknja.

 Salah satu ekses jang pada waktu achir-achir ini banjak kelihatan, ialah pertumbuhan daripada organisasi tani dalam segala lapangan, terutama dalam lapangan sosial dan ekonomi, biarpun telah banjak usaha-usaha ini dibentuk, tapi kemudian kandas, malah ada pula ditinggalkan dalam keadaan terbengkelai. Usaha-usaha ini akan mengalami nasib jang serupa dengan jang sudah-sudah, apabila tidak diutamakan pemeliharaannja, hal mana tidak boleh dianggap mudah dan enteng. Sebab itu agar tiap usaha mendjadi baik dan sempurna, harus usaha-usaha itu setingkat dengan kesanggupan dan kekuatan pemeliharaannja, jaitu dengan djalan memimpin tenaga jang berkepentingan.

 Pemupukan tenaga harus dilakukan dalam segala lapangan jang ada sangkutpautnja dengan pertanian, dan dalam waktu jang sesingkat-singkatnja serta pula harus diinsjafi oleh seluruh masjarakat Kalimantan, bahwa pemupukan dan pendidikan tenaga hendaknja djangan hanja mendjadi tugas pemerintah, tetapi harus dirasa djuga sebagai salah satu kewadjiban jang utama dari masjarakat, terutama dari badan-badan partikulir dan organisasi sosial, ekonomi dan politik. Di Kalimantan telah dapat berdiri beberapa organisasi tani, jang langsung mengerdjakan perbaikan tanah dan pertanian.

 Maka dengan djalan demikian, diharapkan agar supaja proces-proces jang sekarang berlangsung dalam masjarakat tani untuk mentjapai kemadjuan, dapat berkembang dengan sempurna, sehingga mereka tidak lagi merupakan hanja sebagai penghasil, melainkan djuga dapat turut mengatur peredaran produksinja. Dengan begini, maka kepintjangan hidup dalam masjarakat, dimana sipara kaum tani tetap tinggal miskin dan melarat, tetapi golongan jang mengatur pekerdjaan produksi dapat hidup dengan mewah, sedikit demi sedikit dapat dilenjapkan, sehingga tingkatan hidup kaum tani serta ketjerdasan dan ketjakapannja bertambah baik.

 Berdasar atas pengetahuan tentang tanah, iklim dan penduduknja, maka tanah Kalimantan dapat mendjadi satu daerah pertanian dan merupakan gudang bahan makanan untuk rakjat Kalimantan chususnja dan Indonesia umumnja. Tanah-tanah Kalimantan jang subur, sebagian besar terdiri dari tanah rawa dan selainnja dari tanah tinggi dan pegunungan. Berhubung dengan letaknja, maka tanah rawa ini baik untuk didjadikan tanah pertanian, sehingga untuk mentjapai maksud tersebut, tidak ada lain djalan, daripada mengeringkan tanahtanah ini.

 Dalam tahun 1950 djumlah penghasilan beras untuk seluruh Kalimantan agak bertambah tinggi, jaitu 269.113 ton, sedang luas sawahnja 191.369 ha, dan luas ladangnja 200.815 ha. Sekalipun demikian djika dibandingkan dengan djumlah penduduk lebih-kurang 4.000.000 djiwa jang memerlukan 506.877 ton beras setiap tahunnja, maka Kalimantan masih kekurangan beras lebih-kurang 272.663 ton. Untuk menutup kekurangan beras ini, maka didatangkan beras dari lain-lain negeri, artinja beras jang mendjadi sjarat hidup jang primair itu bergantung sebagian kepada lain negeri.

VKekurangan bahan makanan didaerah Kalimantan amat dirasakan, bahkan pernah diantjam bahaja kelaparan pada waktu puluhan tahun jang lalu, karena penduduk belum merasa penting untuk bertanam padi sendiri, karena kebutuhan mereka dapat dipenuhi oleh daerah-daerah Indonesia lainnja. Tetapi apa jang terdjadi dalam keadaan pendudukan Djepang , dimana hubungan antara Kalimantan dengan Djawa terputus, barulah orang merasakan pahit getirnja. Hendaknja peladjaran pahit jang telah dialami itu, betul-betul mendjadi peladjaran, agar djangan terulang lagi . Djalannja bukan lain, melainkan membuka tanah dan menanam padi.

 Keadaan jang demikian ini hampir tidak masuk akal, karena daerah Kalimantan jang amat luas dan subur tanahnja telah menderita kekurangan bahan makanan. Karena makanan itu datangnja dari bumi, tapi djika bumi tidak dipergunakan sebagaimana mestinja, maka tetaplah rakjat Kalimantan akan kekurangan bahan makanan.

 Menurut taksiran, bahwa tanah-tanah rawa dibagian Kalimantan Selatan sadja mulai Hulu Sungai - Barito - Kapuas - Kota Waringin berdjumlah 3.752.000 ha, jang telah diusahakan mendjadi sawah seluas 145.000 ha, sedang luas tanah rawa jang harus dibuka ialah 3.607.000 ha. Dalam tahun 1950 tanah ladang adalah 200.815 ha. Tanah ladang ini terdapat didaerah pegunungan dan karena perladangan jang tidak teratur itu, maka tidak sedikit djumlah hutan-hutan kaju jang ditebang jang akibatnja amat merugikan. Berapa banjak kaju-kaju jang berharga jang dimusnakan, dan mendjadi belukar muda, dan diatas belukar inilah diladangi jang achirnja mendjadi padang alang-alang.

 Sebagai akibat daripada penebangan kaju-kaju ini, maka sukar dielakkan datangnja bahaja bandjir jang menghantjurkan bunga-bunga tanah, serta tanah mendjadi kurus. Maka untuk menghindarkan segala kerugian-kerugian itu, djalannja ialah menanami hutan-hutan kembali dengan pohon-pohon jang berguna dan pohon jang buah-buahan. Tindakan lainnja ialah mentjegah perladangan didaerah pegunungan, dan mentjari kemungkinan untuk membuat persawahan dipegunungan dengan djalan membikin tebat, sehingga mendjadi persawahan jang teratur dengan irrigasinja.

 Keadaan pertanian dan persawahan didaerah Kalimantan Selatan ini terbagiatas lima bagian besar, jaitu mulai dari Bandjarmasin sampai di Hulu Sungai. Bagian pertama letaknja pertanian ialah jang letaknja berhubungan dengan tanah pegunungan. Sawah terdiri pula atas dua bagian, jaitu tanah sawah jang dapat diairi dan tanah sawah jang menanti hudjan. Tanah jang demikian ini tidak ada bahajanja, hanja tergantung kepada pendjagaan, misalnja mengenai tebat dan kolam pengairan.

 Bagian kedua, jang letaknja diatas tanah-tanah jang adanja diantara sawah dan baruh jang tidak ditanami apa-apa, tapi persawahan jang demikian ini banjak bahajanja, karena kadang-kadang bibit padi tenggelam bandjir. Bagian ketiga, letak sawah jang merupakan sebuah danau. Air musim barat adalah dalam. Petani jang bersawah disini, menanti air surut, ialah permulaan musim kemarau. Dan karena itu amat berbahaja, misalnja diserang bandjir. Waktu tiba, sedang air masih terlalu dalam, maka bibit itu tidak bisa ditanam, karena ketuaan.

 Kebanjakan petani membuat bibit untuk beberapa turunan. Bilamana bibit padi itu terlalu lambat ditanam dipersawahan, berhubung dengan pasang naik, maka waktu memungut hasilnja berkenaan dengan musim barat lagi jang membawa air bandjir pula, sehingga padi habis tenggelam.Bagian keempat, ialah persawahan dalam waktu kemarau, jang letaknja memperhubungkan persawahan, sebagai jang terdapat di Kampung Kuliking Banteng Hilir. Persawahan ini djuga ada bahajanja lantaran bandjir. Apabila bandjir datang dari pehuluan, maka air tertahan, hanja air akan berkurang bila air surut, dan sebaliknja djika pasang, maka tertahan pula, sehingga air berbulan-bulan lamanja tergenang dalam persawahan itu.

 Sedang bagian jang kelima, persawahan jang letaknja didalam daerah tanah jang menghubungkan pinggir sungai-sungai besar arah kelaut, sebagai daerah Bandjarmasin. Persawahan ini ditanami dengan padi jang umurnja 10 sampai 11 bulan. Bahaja sawah ini ialah, bilamana terdjadi kemarau kentjang, sedangkan tanaman padi waktu mengeluarkan buah, maka padi agak rusak.

 Bahaja lainnja ialah waktu membuat bibit, jaitu atjapkali datang hudjan sekonjong-konjong, jang mengakibatkan bibit padi mendjadi rusak. Pada galibnja, bahwa padi itu bila ditanam tentu mendapat buah, dan setiap petani mengharapkan hasilnja dalam waktu jang singkat. Tetapi kemauan jang demikian ini ada batas-batasnja. Segala matjam djenis tumbuh-tumbuhan jang tumbuh dibumi ini, ada kehendaknja masing-masing, misalnja kangkung menghendaki tumbuhnja ditanah jang tergenang air, dan alang-alang ingin tumbuh ditanah jang kering.

 Persawahan di Kalimantan semata-mata menurut keadaan dan iklim serta menurut turunnja hudjan atau djalannja air. Bukan setjara bertani jang dapat mengendalikan air. Sekalipun demikian kaum petani jang telah dapat menghasilkan padi dan beras setiap tahun dapat menjesuaikan keadaan iklim dengan keadaan pertaniannja sendiri.

 Dalam daerah Kalimantan Barat pertanian dan persawahan belum mendapat kemadjuan sedikitpun djuga, sekalipun hasil dari pertanian jang kebanjakan dilakukan oleh perseorangan tjukup untuk kebutuhan keluarga petani sendiri. Hasil-hasil padi dan beras jang dapat dikeluarkan dari daerah ini djauh berkurang djika dibandingkan dengan hasil jang dikeluarkan oleh petani-petani di Kalimantan Selatan. Dahulu penduduk Kalimantan Barat tidak begitu mengindahkan tentang soal- soal pertanian, ketjuali penanaman karet dan kopra jang terdapat disepandjang pesisir Pontianak — Sambas. Hanja dari suku Dajak dipedalaman banjak melakukan pertanian dan persawahan, terutama untuk kebutuhan mereka sendiri.

 Sedang pihak Tionghoa melakukan pertanian jang radjin sekali baik tentang penanaman padi, kelapa, karet, dan sajur- sajuran, maka kegiatan bangsa asing itu sebenarnja boleh ditjontoh. Ketjuali itu tanaman meritja jang amat banjak terdapat diantara Singkawang dan Bengkajang merupakan hasil jang lumajan bagi golongan Tionghoa itu. Tanah-tanah jang banjak dipergunakan untuk pertanian ini, ialah tanah pegunungan, sesuai dengan tempat dalam kedua daerah tersebut jang letaknja agak tinggi dan dikelilingi oleh bukit dan gunung. Dari penduduk negeri sendiri kegiatan tentang pertanian amat kurang, sekalipun dewasa ini petani-petani Kalimantan Barat pada umumnja telah mendapat bimbingan dan tuntunan dari Djawatan Pertanian.

 Kesulitan- kesulitan jang dihadapi petani-petani Kalimantan ialah karena masih mengikat dirinja kepada tjara-tjara dan adat kebiasaan. Lebih-lebih bagi golongan suku Dajak adat kebiasaannja amat merugikan, karena kepertjajaannja terhadap segala matjam bunji-bunjian dihutan, jang dianggapnja sebagai tanda kurang baik. Misalnja sadja apabila mereka akan turun keladangnja mendengar suara burung, maka mereka surut kebelakang tidak djadi bertani. Untuk membanteras kepertjajaan jang tebal ini amat sukar, lebih-lebih karena bantuan dari pemerintah untuk menghilangkan kepertjajaan itu masih belum nampak.

 Tetapi sjukurlah dalam tahun 1930 oleh pemerintah telah didirikan sekolah pertanian untuk mendidik kader-kader tani selama dua tahun jang diadakan di Martapura, Kandangan, Kapuas dan Puruk Tjahu hingga sekarang masih berdjalan dengan nama Sekolah Peraktek Pertanian Rakjat jang mempunjai 47 orang murid. Demikian djuga didaerah Kalimantan Barat dan Timur didirikan sekolah tjalon pegawai manteri Pertanian selama satu tahun, sedang dalam waktu pendudukan Djepang beberapa latihan pertanian selama tiga bulan diadakan di Lok Tabat, Padang Batung dan Danau Salak, daerah Kalimantan Selatan.

 Sampai sekarang sekolah-sekolah, kursus-kursus pertanian itu telah menghasilkan sebanjak lebih-kurang 1500 orang jang telah disebar dalam masjarakat pertanian sebagai tenaga pembimbing kearah pertanian. Propinsi Kalimantan jang luasnja lebih-kurang 550.000 km2, dengan penduduk 4.000.000 djiwa mempunjai kampung 5400 buah, dengan tjara-tjara pengolahan tanah jang masih amat sederhana, ketjuali dalam beberapa tempat jang pada umumnja dilakukan oleh golongan warga-negara Indonesia. Kekurangan pengetahuan dalam pengolahan tanah dan terlampau luas tanahnja merupakan tjara-tjara teknik dalam lapangan pertanian jang merugikan masjarakat dan negara, jaitu pemakaian hutan rimba untuk perladangan liar jang tiap-tiap tahun dibutuhkan tidak kurang dari 200.000 ha akan dengan lekas mewudjudkan padang alang-alang dan achirnja ketinggalan tanah mendjadi kurus kering.

 Pembakaran padang alang -alang untuk penghidangan ternak akan lekas merupakan tanah jang tidak berfaedah, dan djuga sukar untuk dipergunakan bagi perusahaan tanah. Sedang pemakaian tanah untuk persawahan jang hasilnja amat tergantung kepada musim, memberikan hasil jang tak tentu dan tidak bisa mendjamin kepada para pengusaha. Karena pemakaian tanah untuk perusahaan tanah jang belum teratur memberi hasil jang kurang memuaskan, berhubung rintangan dari berbagai-bagai mangsa seperti babi, tikus dan walang sangit. Demikian djuga untuk memiliki tanah untuk mentjari hasil tidak dengan mengusahakan tanahnja, melainkan menunggu saat untuk bisa diperdagangkar, adalah melambatkan kemadjuan pertanian, sedang mengusahakan tanah dengan tjara sederhana dan leluasa melambatkan perkembangan pertanian jang sehat.

 Untuk mentjapai perubahan jang dapat menudju kedjurusan perluasan pertanian jang sehat dan perbaikan tehniknja, maka sedjak tahun 1951 telah dibikin persiapan jang lebih sempurna dengan pimpinan dari Djawatan Pertanian. Didaerah Rantau dan Pleihari sedjak beberapa waktu jang lalu telah dilangsungkan latihan mekanisasi pertanian bagi pegawai-pegawai mekanisasi dengan alat-alat modern untuk mengerdjakan padang alang-alang atau belukar muda jang dengan segera dapat ditanami dengan bahan makanan .

 Beberapa orang pegawai pertanian jang telah dikirim kekursus PerkebunanRakjat di Pasar Minggu untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai soal perkebunan rakjat, demikian djuga jang dikirim ke Surabaja dan Bogor sengadja dilatih untuk mempertinggi hasil produksi pertanian di Kalimantan. Mereka djuga diadjar tentang bagaimana mengendarai alat-alat traktor dan lain-lain sebagainja jang rapat hubungannja dengan soal pertanian.

 Disamping itu ada pula jang dikirim kekursus Djuru Ukur guna keperluan pengukuran tanah dalam lingkungan pembukaan Kalimantan. Dengan demikian maka diharapkan soal pertanian di Kalimantan akan mendapat kemadjuan, karena baik alat-alat maupun tenaga jang akan dipergunakan untuk pembukaan Kalimantan sedikit banjak sudah dapat diatasi. Apabila para kursisten jang setjara tidak langsung melaksanakan perbaikan teknik dan perkembangan pertanian, harus lebih dahulu memberikan pengertian jang dalam terhadap para pamong tani, supaja merubah tjara-tjara dan kebiasaannja dalam pertanian.

 Pendidikan terhadap pamong-pamong tani jang belum terikat kepada adat kebiasaan amat diutamakan, terutama dalam berbagai soal tanah, pertanian dan sebagainja jang nanti akan dilepas kedalam masjarakat pertanian sebagai tenaga penuntun, dan dengan demikian dapatlah diharapkan sedikit demi sedikit kemadjuan pertanian di Kalimantan mengalami perubahan.

* * *

Perikanan.

 Daerah Kalimantan tidak sadja kaja dengan hasil buminja, melainkan djuga kaja dengan hasil lautnja, sungainja dan seluruh perairan jang terdapat didalam maupun dipesisir Kalimantan. Usaha perikanan laut disepandjang pantai Kalimantan Barat, Selatan, Tenggara dan Timur jang pada umumnja sangat tergantung kepada musim-musim ikan, atau oleh karena letaknja kampung nelajan-nelajan terlalu terpentjil dan agak berdjauhan, menjebabkan sukar untuk diketahui seluruhnja berapa besar hasil jang telah didapat oleh nelajan-nelajan setiap tahunnja.

 Tetapi dengan dibentuknja Jajasan Perikanan Daerah jang didalam tugasnja membantu menjalurkan lebih banjak kegiatan-kegiatan untuk mengusahakan penangkapan ikan, maka kesulitan-kesulitan jang diderita oleh kebanjakan kaum nelajan agak berkurang, dan dengan demikian dapatlah ditjapai hasil jang sebanjak-banjaknja. Bantuan jang diberikan Pemerintah, terutama sekali ialah memberikan alat-alat penangkapan ikan kepada nelajan, misalnja kapal majang, pukat, sero dan sebagainja. Selama keadaan sosial dan ekonomi nelajan didaerah masih lemah dan memerlukan pimpinan serta perlindungan, selama itu pula Jajasan Perikanan diperlukan sebagai badan jang turut mimpin, melatih dan membantu kepada para nelajan.

 Mula-mula perhatian umum terhadap usaha-usaha perikanan hampir tidak ada, dan pihak nelajan sendiri sudah merasa puas dengan buah pekerdjaan mereka, sebab djika mereka memerlukan uang, maka para tengkulak ikan dapat menjediakan uang. Ikan jang ditangkap senantiasa dapat didjual kepada para tengkulak-tengkulak dikampung-kampung mereka. Demikian djuga kalau membutuhkan beras, gula, garam dan sebagainja, maka kaum tengkulak masih sanggup untuk mendjamin mereka dalam hal ini. Keperluan sehari-hari boleh diambil setjara hutang lebih dahulu nanti dibajar dengan ikan kering atau terasi. Tentang harga tidak mendjadi soal asal ikan dapat diterima oleh para pedagang.

 Keadaan seperti itu tidak akan berubah, baik mengenai lapangan sosial maupun ekonomi masjarakat perikanan, kalau tidak ada instansi tertentu jang berusaha memperbaiki dan memimpinnja. Karena Jajasan Perikanan telah dapat dibentuk, maka tugasnja ialah memadjukan perusahaan perikanan dan perusahaan jang bertalian dengan usaha-usaha untuk memperbesar produksi ikan. Lagi pula usaha-usaha organisasi perikanan jang mulai sekarang sadja, tetapi untuk dimiliki djuga untuk waktu jang akan datang. Jajasan Perikanan jang telah dapat dibentuk didaerah Bandjarmasin, Kota Baru, Sampit, Balikpapan dan Samarinda diperlengkapi dengan kapal-kapal majang untuk lebih memperbesar produksi perikanan.

 Kapal-kapal majang tersebut didjalankan dan diusahakan oleh tenaga-tenaga dari Djawatan Perikanan Laut, dan tiap-tiap kali kapal berangkat keļaut dibawa turut berlatih nelajan-nelajan dari daerah-daerah tersebut. Selama beberapa bulan lamanja diadakan pertjobaan penangkapan ikan dengan kapal majang, tetapi pertjobaan itu tidak seberapa menguntungkan, sebab musim angin Selatan dan ombak terlalu besar. Sekalipun demikian kapal-kapal majang tetap berlajar untuk mentjari ikan , dan selama 12 hari dilaut telah diperoleh hasil sebanjak 2887 kg ikan dengan harga Rp. 8.524.50. Sedang kalau diambil sama rata, maka setiap hari hasil penangkapan ikan dilaut 240 kg, seharga Rp. 740,

 Ikan-ikan jang didapat oleh kapal-kapal majang didjual di Balikpapan dengan harga rata-rata se-kg Rp. 2,90 sedang harga etjeran Rp. 3.― se-kg . Untuk dapat menutup ongkos exploitasi, maka kapal majang itu harus kelaut 15 hari dalam sebulan. Djika sebuah kapal majang mendapat ikan sebulan seharga Rp. 10.000,― sadja, maka berarti 7 kali kelaut menangkap ikan, untuk bagian nelajan 35%, sedang untuk bagian kapal 65%.

 Selain kapal majang jang dipergunakan untuk menangkap ikan, maka djuga kapal carrier dipergunakan untuk mendapatkan hasil dan keuntungan jang lebih banjak, baik keuntungan dalam soal penghasilan, maupun keuntungan dalam arti bertambah giat usaha perikanan rakjat didaerah . Kapal carrier ini telah mendjeladjah daerah perikanan di Kota Baru dan Mahakam untuk mentransport ikan mentah dari Bontang, Pantuan, Sepatin ke Samarinda atau ke Balikpapan, tetapi hasilnja belum seperti apa jang diharapkan. Djuga dalam daerah Sanga- sanga, adalah tempat-tempat jang banjak menghasilkan ikan. Ikan untuk makanan penduduk sehari-hari diperoleh dari penangkapan ikan dari kampung tersebut, dan kelebihannja diangkut dengan motor tempel ketempattempat lain untuk diperdagangkan.

 Pada umumnja kaum nelajan didaerah Muara Mahakam, sangat bergembira dengan adanja bantuan tenaga pengangkutan dari kapal carrier. Karena dengan demikian penghasilan ikan amat banjak langsung diangkut kedaerah Samarinda atau Balikpapan, dengan perdjandjian tiap-tiap kali angkut disediakan 3 ton ikan basah jang telah diberi es. Akan tetapi permintaan kaum nelajan tidak seluruhnja dapat dipenuhi karena masih kekurangan tenaga. Hanja untuk Sepatin 6 kali sebulan sebanjak-banjaknja , sedang Bontang 3 kali. Maka pekerdjaan jang dilakukan oleh kapal dalam sebulan lamanja 9 kali.


Tjara hidup dari kaum nelajan pada umumnja masih dibawah kekuasaan tengkulak-tengkulak ikan jang mempunjai modal jang terdapat ditiap-tiap kampung nelajan. Selain dari tengkulak-tengkulak ikan ada lagi tengkulak- tengkulak jang mempunjai modal besar jang berkedudukan di Samarinda. Dan mereka jang terdapat dikampung -kampung hanja sebagai agen sadja jang bekerdja menabur-naburkan uang pindjaman atau alat-alat penangkap ikan dan bahan-bahan makanan, seperti beras, gula dan sebagainja. Karena itu kaum nelajan hampir seluruhnja terikat hutang kepada tengkulak-tengkulak jang tjara pembajarannja dipotong pada tiap-tiap menjerahkan hasil ikan . Sedang kaum nelajan tidak dibolehkan untuk mendjual ikannja kepada orang lain.


Djika ketahuan nelajan mendjual ikannja kepada orang lain, maka ia akan mendapat hukuman , jaitu dengan menjetop semua pindjaman jang berarti bagi kaum nelajan akan kehilangan mata pentjahariannja. Hal inilah jang ditakuti mereka, karena itu sekalipun bagaimana djuga mereka diperlakukan semaumaunja oleh kaum tengkulak, mereka menurut sadja . Walaupun mereka mengetahui, bahwa tengkulak-tengkulak menaksir ikan dengan harga jang terlalu rendah, segala hasil tangkapannja diserahkannja djuga dengan tidak banjak omong. Dalam pada itu tengkulak-tengkulak besar jang berada di Samarinda mempunjai alat pengangkutan sendiri, berupa perahu lajar, motor tempel dan motorboot. Diantaranja ada motor jang dapat mengangkut 4 ton ikan kering .


Motor itu tidak sadja dipergunakan untuk mengangkut ikan -ikan, akan tetapi djuga mengangkut bahan- bahan makanan untuk para nelajan dikampungkampung, dan oleh tengkulak-tengkulak didjual kepada pedagang- pedagang Tionghoa. Dengan keadaan demikian, maka usaha-usaha untuk mempersatukan kaum nelajan dalam satu ikatan koperasi tidak dapat berdiri, selama kaum nelajan sendiri masih terikat kepada idjon sistim. Pada umumnja para tengkulak menentang keras tiap-tiap usaha untuk mendirikan koperasi jang menurut anggapannja hendak meruntuhkan usahanja . Sedang kaum nelajan tidak bisa berbuat apa-apa, selain daripada menjerahkan nasibnja pada tengkulak-tengkulak, sekalipun mereka mengerti, bahwa selama ini mereka hanja mendjadi alat untuk mendjadikan tengkulak-tengkulak itu hidup senang menerima keuntungan jang banjak dari hasil ikan para nelajan.


Djumlah kaum nelajan jang bebas jang hidup dari penghasilannja sendiri sedikit sekali djumlahnja, tetapi jang sedikit ini dihimpunkan oleh Djawatan Perikanan untuk dikerdjakan pada kapal majang atau kapal carrier, terutama nelajan-nelajan jang terdapat diaderah Bontang dan Sepatin, termasuk daerah Kutai. Hasil penangkapan ikan dengan kapal-kapal ini dalam sehari semalam berdjumlah lebih kurang 400 kg ikan dan udang .


Ternjata Balikpapan adalah pasar jang membutuhkan ikan , karena sebentar sadja ikan-ikan itu habis terdjual. Setiap bulan kampung-kampung Bontang dan Sepatin menghasilkan ikan sebanjak 30 ton , jaitu ikan kering dan terasi. dan djika digabungkan kampung-kampung itu dengan kampung Pantuan, maka hasilnja akan lebih besar, jaitu sampai 60 ton setiap bulannja.


Bilamana ditarik garis perdjalanan dari Samarinda - Sepatin - Pantuan - Bontang dan Sangkulirang sadja, belum lagi kampung -kampung perikanan lainnja jang terdapat disekelilingnja , maka dalam sebulan dapat diangkut sekurang-kurangnja 100 ton ikan kering dan terasi. Bahkan untuk mengangkut hasil ikan basah ke Balikpapan sudah dapat diharapkan akan memberikan keuntungan jang baik. Misalnja pengangkutan ikan basah dari Sepatin dalam sebulan 6 kali , jaitu dihitung dengan air surut jang biasanja banjak menghasilkan tangkapan ikan pada tiap-tiap tanggal 5 sampai 13 dan 19, maka dalam sebulan dapat diangkut ikan dan udang basah sebanjak 18 ton. Tentu sadja pengangkutan ikan itu tidak boleh kurang dari 3 ton, karena djika demikian kapal akan mendapat rugi.


Dengan djalan berkoperasi dapat mengharapkan bantuan kredit dari Pemerintah dan dengan demikian mereka seorang demi seorang dapat meloloskan diri dari ikatan idjon sistim. Bilamana kaum nelajan telah dipersatukan tenaganja dalam koperasi tidak sadja mengentengkan pekerdjaan mereka dikapalkapal majang malahan djuga mempertinggi mutu penghidupan mereka sendiri, terlepas dari belenggu tengkulak-tengkulak.


Oleh karena itu bangunnja koperasi memberikan pekerdjaan jang tetap pada perkapalan, dan adanja perkapalan menghidupkan usaha-usaha koperasi dengan sendirinja menaikkan setingkat lebih tinggi kedudukan kaum nelajan. Djenis ikan jang terdapat diperairan Kalimantan Timur, ialah ikan djumbul, terubuk, belanak putih, bandeng dan djenis ikan lainnja jang kebanjakan sisiknja mengkilat. Ikan-ikan ini termasuk dalam kwaliteit nomor satu a, sedang kwaliteit nomor satu b, ialah ikan-ikan senangin , sumbal, kurau, terkulu , bawal hitam dan putih.


Kwaliteit nomor dua , jaitu ikan-ikan ketambak, lamun-lamun , bobaraan , kandal bibir dan sumpit- sumpit, sedang jang nomor tiga ialah ikan berunang. Dalam sebulan hasil ikan sebanjak 3349 kg dengan harga Rp. 5.273,32 dengan kapasiteit penangkapan dalam satu kampung sadja rata-rata 15.000 kg seharinja. Apabila diperhatikan keadaan perdagangan ikan di Samarinda teranglah, bahwa perdagangan itu terbagi atas dua bagian, masing -masing ikan laut dan ikan darat. Pedagang -pedagang ikan darat kebanjakan dari anggota koperasi tani dan pedagang ikan laut dimonopoli oleh para tengkulak. Para tengkulak memberikan voorschot kepada bakul- bakul jang mendjadi tangan pertama, dan mereka ini kemudian mendjualnja kelain-lain tempat dengan mendapat keuntungan besar atau ketjil menurut djumlah ikan jang diterimanja.


Dengan mempergunakan alat pengangkut motor tempel dan perahu lajar, maka segala ikan-ikan itu diserahkan kepada pedagang -pedagang besar dengan tidak menetapkan berapa harganja lebih dahulu . Pedagang -pedagang besar ini membagi-bagikan kembali kepada pendjual-pendjual etjeran dengan harga jang tertentu . Djumlah pedagang besar tidak begitu banjak, dan karena itu tidak ada persaingan. Peranan untuk mengambil untung sebanjak-banjaknja dengan djalan mempermainkan harga, mengakibatkan para nelajan mendjual ikannja dengan harga rendah , karena terpaksa membeli ikan dengan harga tinggi, karena tidak ada pendjual lain. Untuk mengatasi keadaan jang pintjang ini, maka kaum nelajan jang masih bebas, jang belum terikat kepada para tengkulak, berusaha untuk mendjual ikannja setjara langsung kepada para pembeli atau pemakai, tetapi jang demikian itu halnja memberikan kesan terbatas antara pendjual dan pemakai sadja, Dengan adanja kapal jang dapat membeli dan mengangkut ikan dari desa perikanan, nampaknja nelajan lebih giat bekerdja berusaha menangkap ikan sebanjak-banjaknja , karena ada pembeli dengan harga jang pantas.

Hingga tiap kali kapal datang penghasilan nelajan meningkat sampai 50% naiknja dari biasanja . Harga pendjualan ini harus diadakan setjara bergelombang, mengingat kurang atau banjaknja ikan pada waktu pendjualan itu . Kegiatan nelajan bertambah besar, dan kalau tadinja ikan-ikan itu hanja dipergunakan untuk kebutuhan keluarga mereka sendiri , maka sekarang ikan langsung didjual kepada jang membutuhkan atau kepada Djawatan Perikanan. Kalau kapal datang hampir 80% dari nelajan didesa-desa turun kelaut untuk mentjari ikan, hingga dalam waktu 36 djam, mereka telah dapat menghasilkan Rp. 200 , - .

Dalam perkembangan selandjutnja, maka usaha-usaha nelajan makin bertambah baik, jaitu didalam usaha mereka untuk mendirikan koperasi sendiri jang sekarang telah banjak terdapat didaerah Kota Baru, Balikpapan, Panadjam , Muara Pasir, Pegatan , Lubak, Bontang, Pantuan dan Sepatin. Pada umumnja koperasi-koperasi itu berdjalan baik, karena disamping telah mempunjai alat-alat seperti motor, pukat dan sero, djuga berusaha untuk melepaskan nelajan-nelajan lainnja jang telah terikat dibawah kekuasaannja kaum tengkulak.

Maka dengan adanja Djawatan Perikanan Laut dan Darat, berangsur-angsur dapat mentjukupi kebutuhan para pegawai, nelajan sedang untuk ini pemerintah menetapkan peraturan dan kebiasaan tjara menangkap ikan supaja hasilnja lebih baik. Tjara pemasangan sero jang banjak terdapat dipantai-pantai Kalimantan ialah mentjegah supaja djangan sampai ada terbit perkelahian, hingga kebiasaan terdjadi pertumpahan darah, karena berebutan tempat jang baik letaknja, dan jang dianggap banjak ikannja.

Menurut adat kampung daerah Pegatan, maka wilajah sesuatu kampung selain dari batas-batas didarat, membentang djuga kelaut sampai sejauh mata memandang dan kalau masih dapat diusahakan sedjauh-djauhnja kelaut sampai tepi pantai atau gunung didarat jang hampir hilang dipemandangan mata. Para nelajan jang hendak menangkap ikan diperairan ini , misalnja memasang sero harus mendapat izin lebih dahulu dari Tjamat jang bersangkutan.

Tetapi peraturan jang ditetapkan Pemerintah setempat mengizinkan kepada nelajan memasang sero dimana mereka kehendaki, asal sadja teratur menurut susunannja. Dalam daerah Laut dari suatu kampung jang letaknja ditepi laut sedjauh mata memandang, maka hasil jang diberi oleh laut itu mendjadi hak milik kampung itu sendiri menurut adat kebiasaan. Hasil ikan jang ditangkap nelajan jang datang dari lain kampung harus didjual kepada penduduk kampung jang bersangkutan, untuk dikeringkan, dan tidak boleh mendjualnja kekampung lain.

Sedang harga ikan jang didjual itu ditetapkan sendiri oleh pembeli menurut kehendaknja . Kebiasaan jang demikian ini amat sukar dihilangkan , karena telah mendjadi adat jang turun-temurun, sedang djika ada nelajan jang melanggarnja, maka ia dikenakan hukuman denda beras ketan, ajam dan lain-lain, jang dimakan pula bersama-sama , sebagai selamatan kampung .

Peraturan mengenai pelelangan ikan belum pernah diadakan, sebab lelang ikan sebagaimana di Djawa belum terdapat di Kalimantan. Pendjualan ikan dilakukan setjara bebas sekehendak hati jang mendjualnja . Sedang di Muara Sungai Barito djual-beli ikan antara nelajan dengan para tengkulak dilakukan ditengah laut, jaitu tengkulak datang dengan perahunja ketempat nelajan sedang mentjari ikan .

Dimuara Mahakam para tengkulak datang kekampung dengan motor tempel, membawa peti es untuk membeli ikan jang kemudian dibawa kepasar Samarinda . Oleh karena kampung -kampung nelajan letaknja amat berdjauhan dari kota-kota pelabuhan, seperti Bandjarmasin , Kota Baru, Balikpapan, Samarinda dan Tarakan, maka bagi nelajan umumnja tidak ada kesempatan untuk membawa ikannja jang sudah dikeringkan atau terasi kekota- kota tersebut.

Pada umumnja soal kapal majang jang ditempatkan di Kota Baru dan Balikpapan, dan hasilnja jang ditjapai dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan masjarakat, karena hasil jang didapat dalam tahun 1952 , selama setengah tahun ialah Rp . 32.783, - , untuk biaja exploitatie Rp . 24.940,39 , sedang keuntungan bersih Rp. 7.842,61 . Kapal majang di Balikpapan mendapat keuntungan sedjumlah Rp. 10.665 , - . Djadi pendapatan bersih kapal majang jang ada dikedua tempat itu selama setengah tahun pertama ialah Rp. 14.689,55 . Djika mengingat hasil jang ditjapai oleh kapal-kapal majang itu sekalipun masih dalam pertjobaan dan latihan sadja sudah sedemikian baiknja, apalagi djika dilakukan dengan sungguh-sungguh, tentu hasilnja akan lebih besar lagi.

Demikian djuga kegiatan dalam soal berkoperasi, disertai dengan usahausaha bermotor carrier, merupakan dasar untuk mengindjakkan langkah baru kearah penangkapan ikan berkapal motor. Untuk mempeladjari tehnik penangkapan ikan dengan kapal majang, memerlukan waktu sampai 6 bulan dengan mengeluarkan biaja rata-rata Rp . 10.000 , - sebulan . Minat terhadap perusahaan ikan bermotor tidak sama pada masing-masing daerah, bergantung kepada tabe'at nelajannja.

Nelajan suku Madjau , suku jang tidak beda dengan suku Dajak jang tinggal dipinggir-pinggir pantai , telah mudah dipimpin kearah motorisasi perikanan, daripada nelajan -nelajan suku Bugis jang masih amat dipengaruhi oleh tengkulak-tengkulak mereka , jang pada umumnja tidak suka turut berkoperasi dan berorganisasi. Hasil usaha kearah perbaikan perikanan jang dapat ditjapainja sampai sekarang ini ialah karena adanja Jajasan Perikanan Laut jang selalu berusaha untuk memperbaiki tjara-tjara menangkap ikan . Hasil jang diperoleh selama 6 bulan untuk dua Kabupaten sadja, jaitu Kota Baru dan Balikpapan, antara bulan Djuni - Nopember 1952 adalah 20.255 kg , dengan harga Rp. 37.618,50 djadi lebih tinggi dari pendapatan dalam bulan Djanuari Djuni 1952 jang lalu .

Pasar untuk hasil ikan di Kampung Bontang dan sekitarnja adalah Samarinda atau Balikpapan. Pasar Samarinda amat terbatas kesanggupannja buat menerima ikan laut, paling tinggi hanja 500 kg sehari , sedang Balikpapan harga ikan tidak tetap, jaitu kalau ikan kurang, maka harganja naik, dan sebaliknja, apabila persediaan banjak, maka harganja biasa. Balikpapan hanja sanggup menerima 1000 kg ikan dalam seharinja itupun kalau pendjualan daging berkurang . Karena banjaknja ikan terdapat diperairan Kalimantan, sedang kapalkapal bermotor kapal majang dan kapal carrier belum seluruhnja ditempatkan dikota-kota pelabuhan, maka usaha untuk mengexport ikan keluar daerah belum dapat didjalankan, tetapi hasil itu untuk rakjat Kalimantan telah lebih daripada tjukup.

* * *

Peternakan.

Soal peternakan bagi daerah Kalimantan adalah soal baru, sama barunja dengan soal-soal perikanan, pertanian dan perladangan, dan oleh karena itu peternakan kurang mendapat perhatian dari penduduk.

Keadaan demikian itu disebabkan karena beberapa faktor jang amat erat hubungannja dengan soal kekurangan penduduk, sedang letak kampungkampung dalam suatu daerah jang amat luas dan adanja perkebunan liar jang tidak tetap tempatnja. Demikian djuga keadaan iklim jang berada antara satu dan lain tempat. Faktor lain jang tidak kurang pentingnja bagi peternakan ialah djuga faktor adanja djenis objek ekonomi jang lebih mudah dipungut penghasilannja, sedang karakter masjarakat jang lebih merasa tertarik oleh soal-soal perdagangan.

Faktor-faktor ini dengan sendirinja atau sedikit banjak turut mempengaruhi selera dan nafsu untuk memelihara ternak. Hingga sekarang ternak besar jang ada seperti sapi dan kerbau hanja mendapat pemeliharaan setjara extensief dalam padang alang-alang jang beberapa ribu hectare luasnja, atau ditempat rawarawa jang djuga amat luas. Hewan-hewan jang dibiarkan itu merupakan kelompok terdiri atas 10 hingga 50 ekor dimiliki oleh perseorangan, jang hanja memungut keuntungan dari hewannja jang dipotong dan hanja mengeluarkan biaja sedikit.

Apakah dilihat dari sudut technik pemeliharaan hewan dan ekonomi tjara pemeliharaan ternak sedemikian itu menguntungkan, dan adanja lapangan pengembalaan leluasa, tetapi hanja ditumbuhi oleh alang -alang ialah sedjenis rumput jang untuk makanan ternak terlalu rendah nilainja . Walaupun ternak itu dapat hidup, akan tetapi badannja kurus dan dalam keadaan demikian merugikan kepada penggembala jang memeliharanja , sedang hasil ternak jang amat dibutuhkan masjarakat tidak dapat dilajani sebagaimana mestinja .


Tenaga ternak untuk membadjak tanah, untuk menarik gerobak atau tjikar, dari pasar atau dari hutan-hutan, ternak sebagai penghasil pupuk tanah sebagai penghasil daging jang gemuk dan baik, kulit jang lemas untuk sepatu , bola, ikat pinggang, susu segar jang amat berguna bagi masjarakat, tidak akan tertjapai dengan djalan pemeliharaan setjara extensief.

Pemeliharaan setjara extensief atau pemeliharaan ternak setjara liar harus selekasnja dirubah kearah pemeliharaan jang intensief dan sempurna . Anggapan masjarakat, bahwa ternak itu bukan sadja untuk dipotong dan dimakan, melainkan djuga harus dipergunakan dalam artian jang lebih tinggi untuk menghargai kedudukan ternak sebagai alat jang menjampingi tjara mentjari nafkah seharihari. Systeem pemberian ternak setjara massaal atau gabungan sekelompok model ,,Kontrak Sumba" harus diubah mendjadi pemberian keperseorangan dengan djalan ,,marobati" atau lain-lain tjara dengan perdjandjian, bahwa ternaknja itu akan dipergunakan untuk mengolah tanah dalam arti jang seluasluasnja.

Berdasar atas pikiran dan tjita tjita ini lagi pula untuk turut serta dalam rangkaian pembukaan Kalimantan chususnja dan dalam rangkaian pembangunan negara umumnja, untuk memperdalam dan memperluas peternakan di Kalimantan, maka Djawatan Kehewanan mengingat sifat-sifat keadaan dalam daerah dalam mendjalankan kewadjibannja berpegang kepada beberapa ketentuan, jaitu systeem memiliki tanah jang bersifat milik besar perseorangan harus dirubah kedjurusan milik ketjil perseorangan, atau milik bersama .

Agar supaja ternak dapat tersebar seluas -luasnja didaerah Kalimantan jang keadaan dan iklim tanahnja bermatjam-matjam, maka harus ditjoba untuk mengadakan pertjobaan ternak jang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim diberbagai-bagai bagian dari daerah Kalimantan . Kalau soal kekurangan penduduk jang amat sulit dapat dipetjahkan, maka usaha untuk memperlipat- gandakan berbagai-bagai djenis ternak dapat lebih tjepat tertjapai. Usaha-usaha pembagian ternak jang merata kepada rakjat, djangan hendaknja dititik beratkan kepada hasil pemasukan berupa uang jang langsung , sedang tjita- tjita jang besar hendaknja djangan pula dilupakan pekerdjaan jang ketjil jang langsung dapat dirasakan manfaatnja oleh masjarakat.

Untuk mempermudah perkembangan peternakan , makanannja berupa berdjenis-djenis rumput dan lain-lain tanaman , sedang segala usaha dalam memadjukan peternakan hendaknja ditudjukan tidak sadja kepada self supporting, melainkan djuga kearah export dihari jang akan datang.

Mengingat akan kebutuhan masjarakat terhadap hasil peternakan jang selalu mengharapkan bahan-bahan makanan jang mengandung banjak zat putih telur, maka harus diutamakan lebih dahulu perluasan ternak unggas. Ternak inipun pada azasnja lekas dapat diterima oleh seluruh lapisan masjarakat, karena harganja djauh lebih rendah dari pada ternak besar dan lekas berlipat- ganda.

Dalam daerah Kalimantan Selatan telah terdapat centra pemeliharaan itik, jaitu di Alabio , dimana sedjumlah lk. 250.000 ekor itik dipelihara dengan hasil telur rata-rata dalam satu tahun 8.000.000 telur, jang tidak sedikit artinja dalam peranan perekonomian penduduk daerah itu chususnja dan masjarakat umumnja jang selalu membutuhkan zat putih telur. Telur-telur itik itu tidak sadja tjukup untuk diperdagangkan, melainkan djuga untuk daerah Kalimantan Selatan dan Timur sendiri dapat dipenuhi kebutuhannja.

Peternakan itik dan tjara pemeliharaannja , sekalipun belum amat sempurna, tetapi dapat dipergunakan sebagai tjontoh jang baik bagi daerah Kalimantan lainnja jang hendak memelihara itik, karena keadaan dan iklimnja amat bersesuaian dengan usaha-usaha peternakan unggas itu , dimana banjak terdapat danau, rawa dan kali jang menambah suburnja peternakan itik.

Ternak kambing dan domba belum begitu luas, karena penduduk daerah Kalimantan kurang dojan makan daging kambing, tetapi masuknja ternak tersebut  kedaerah Kalimantan semata-mata ditudjukan untuk dipotong sadja . Pemeliharaan ternak kambing djauh lebih mundur daripada pemeliharaan ternak lainnja , seperti lembu dan ajam, ketjuali dipergunakan untuk keperluan pertanian. Sebagai hewan potongan, kambing dan domba merupakan pengganti sapi dan kerbau jang lebih bermanfaat bagi kaum petani. Oleh karena itu semakin banjak djumlahnja kambing dan domba, maka pemotongan sapi dan kerbau akan berkurang.
 Demikian djuga peternakan sapi jang selalu dimasukkan dari daerah luar Kalimantan, untuk ternak potonganpun oleh Djawatan Kehewanan telah diusahakan pemberian sapi kepada kaum tani dengan djalan „ marobati ”, atau dengan djalan pembajaran kredit, dilihat dari hasilnja tanah-tanah jang dikerdjakan oleh rakjat dengan minat jang baik. Djalan ini memberi harapan untuk diambil tjontoh bagi orang -orang jang membiarkan sapi-sapinja dipadang alang-alang. Usaha-usaha ini ditudjukan untuk memenuhi kebutuhan masjarakat tani Kalimantan. Usaha pemberian ternak pertanian ini akan dilandjutkan dengan setjara besar-besaran agar kemudian hari keadaan djuga dapat mentjukupi buat memenuhi kebutuhan daging. Sapi penarik untuk tjikar dan gerobak sebagai alat pengangkut jang sederhana pada umumnja meringankan beban petani sendiri baik dipergunakan untuk mengangkut bahan-bahan makanan kepasar, maupun untuk membadjak tanah.
 Peternakan kerbau jang oleh petani dipelihara setjara setengah liar didaerahdaerah rawa atau dihutan-hutan hanja didjadikan ternak potongan. Perhatian Djawatan Kehewanan hanja ditudjukan untuk mendjinakkan hewan-hewan itu supaja bisa djuga dipelihara dan dipungut hasilnja sebagai djuga dengan sapi peliharaan. Jang belum mendapat perhatian sama sekali ialah ternak kuda , karena keadaan dan keadaan iklim di Kalimantan agak tidak tjotjok dengan pemeliharaan kuda. Kuda jang tidak banjak terdapat disini didatangkan dari luar daerah, hanja dipergunakan sebagai kuda beban pengangkut getah karet dan kelapa dari kebun.,
 Tetapi tidak djauh akan kemungkinannja , bahwa kuda dibagian tanah kering, tanah-tanah jang telah mendjadi padang alang - alang kelak akan bisa dipergunakan sebagai hewan beluku. Akan tetapi jang mempunjai peranan penting ialah ternak babi, terutama dalam kalangan Tionghoa dan Suku Dajak jang tidak beragama Islam. Karena babi asalnja dari bagian Dajak jang umumnja berbadan ketjil, maka oleh Djawatan diusahakan untuk memperbaikinja dengan diadakan tjampuran dengan sedjenis babi asal luar negeri, seperti Yorkshire, Saddle-back dan Large Black. Dengan tjara demikian itu akan diperoleh hasil sedjenis babi jang mempunjai bentuk besar dan gemuk dan berat timbangannja jang mendjadi pokok dalam perdagangan.
 Untuk pemeliharaan ternak jang baik, terutama sekali diusahakan dalam tanah jang kering jang ditumbuhi oleh rumput dan alang -alang, sedjenis rumput jang berkadar rendah sebagai makanan ternak. Agar ternak dapat bertubuh besar dan gemuk, maka makanannja harus tjukup . Selain dari pemeliharaan ternak setjara intensief, pengembala harus diberi tjontoh dan pengertian lebih mendalam tentang amat bergunanja rumput dan tumbuh-tumbuhan jang mempunjai nilai baik. Untuk maksud ini mulai diadakan kebun pertjobaan dimana ditanam rumput seperti Penniset, Purpureum, Hawai, Pennis Thiplodeum . Pueraria dan sebagainja. Dengan penanaman tumbuh-tumbuhan ini dimaksud
 agar tidaklah akan melenjapkan alang -alang sama sekali, tetapi setidak-tidaknja penduduk jang memelihara ternak akan keluar perasaan meminati tanaman jang memberi kemungkinan berkembang -biaknja peternakan hewan .
 Penjakit jang biasanja mudah menular kepada ternak, ialah penjakit mulut dan kuku. Tetapi penjakit jang demikian ini amat kurang di Kalimantan. Pada ternak besar seperti sapi dan kerbau amat mudah mendapat penjakit, terutama dari mulut dan kukunja. Pemberantasannja hanja dilakukan ketika timbul penjakit dan hanja bersifat pendjagaan belaka. Penjakit lainnja jang banjak mempengaruhi berkembangan ternak ajam jaitu penjakit ,,pseudo- pes-unggas" . Pendjagaan dengan penjuntikan vaccin sebagai diphtheripokken, penjakit jang djuga berdjalan mendjalar selalu dikerdjakan . Lain-lain penjakit jang terdapat pada ternak jang bersifat accidenteel umumnja djuga didjaga dengan pengobatan lokal, sehingga djangan sampai mendjalar.
 Dalam daerah Kalimantan hingga kini belum nampak kegiatan penduduk untuk membentuk sematjam koperasi gabungan antara pertanian dan kehewanan, padahal jang demikian ini adalah suatu persiapan untuk memperkuat keteguhan ekonomi rakjat. Pendirian ini harus dianggap penting dalam daerah ini, dimana penduduk jang bertjotjok tanam masih amat terpengaruh oleh keadaan alam, terpaksa berpindah-pindah tempat mentjari tanah jang gemuk. Dengan diadakannja mixed-form akan ditjapai tempat-tempat jang tetap ditinggali dan jang merupakan kelompokan kearah pembentukan kampung dan desa jang tetap .
 Oleh karena Kalimantan masih kekurangan ternak untuk mentjukupi kebutuhan pemakaian daging , perdagangan ternak umumnja hanja ditudjukan terhadap hewan potongan, terutama sapi dan kerbau . Untuk pemakaian pemotongan dalam tahun 1951 dimasukkan hewan dari luar Kalimantan sedjumlah 17.000 ekor sapi, sedang pemotongan ternak besar berdjumlah 22.000 ekor. Banjaknja pemasukan kambing dan domba 6.000 ekor, sedang djumlah pemotongan 4.000 ekor. Pemasukan babi terhitung 7.000 ekor, sedang jang dipotong lebih banjak djumlahnja, jaitu 30.000 ekor. Dalam tiap tahunnja Kalimantan harus menambah kekurangan pemakaian daging sedjumlah 5.000 ekor sapi.
 Dari ternak ketjil dapat dilihat tendens jang menggembirakan, bahwa imbangan pemasukkan kambing terdapat lebih 2.000 ekor, jang berarti kelebihannja itu masuk sebagai tabungan. Terhadap ternak babi di Kalimantan Barat terutama penduduk Tionghoanja amat besar djumlahnja, hingga daerah ini telah bisa menjediakan kebutuhan sendiri dengan djumlah pemotongan 23.000 ekor babi Djustru karena untuk konsumsi sadja dengan pemasukan 20.000 ekor masih harus ditambah oleh kekuatan sendiri sebanjak 5.000 ekor dalam setahunnja.
 Ternak-ternak jang diperdagangkan dipasar dari tangan ketangan tidak dapat selalu diadakan, terutama karena kekurangan persediaan, ketjuali ternak ajam dan itik. Dengan sendirinja harga daging sangat dipengaruhi oleh adanja pemasukan hewan dari luar daerah, jang bergantung pula dari musim. Dalam segala lapangan ternjata, bahwa tugas terutama untuk meringankan beban penghidupan masjarakat jang membutuhkan bahan hasil ternak, ialah dengan djalan pemeliharaan ternak jang intensief.

  • * *
Soal-soal tanah.

 Dalam zaman kolonial Belanda banjak tanah-tanah jang diberikan kepada orang-orang bangsa asing untuk keperluan mendirikan perumahan, fabrik, perindustrian dan perkebunan jang hasilnja dapat diperdagangkan dipasar dunia. Pemberian tanah itu sedjalan dengan politik Belanda terhadap daerah-daerah djadjahannja, dengan mempergunakan anggapan kuno, bahwa semua tanah jang tidak dimiliki orang dengan hak eigendom adalah kepunjaan Negara – domein theorie Belanda –.

 Kalau pemberian tanah kepada orang-orang asing diatur setjara baik dengan memakai surat-surat keputusan, gambar tanah dan sebagainja, maka hak-hak tanah jang dimiliki penduduk asli sama sekali tidak diatur. Tjara penduduk asli mendapat tanah guna membangunkan perumahan dan pertanian masih terikat kepada adat kebiasaan kuno. Pemeritnah Belanda mempunjai anggapan, bahwa dalam daerah Kalimantan tanah tidak terhingga banjaknja, tidak terbatas, sedang djumlah penduduk amat tipisnja, tingkatan penghidupan masih rendah, perten tangan antara golongan-golongan mengenai tanah tidak ada, jang pada hakekatnja memberi kesempatan kepada Belanda kolonial untuk mempergunakan tanah sebanjak-banjaknja bagi bangsanja sendiri.

 Orang-orang asing takluk pada hukum Eropah, maka karena itu hak-hak tanah jang diberikan oleh pemerintah kolonial adalah hak-hak Eropah jang ditetapkan dalam satu undang-undang, misalnja hak eigendom, opstal dan huur guna mendirikan perumahan atau perindustrian. Pada umumnja hak opstal dan sewa diberikan untuk waktu pendek, misalnja seumur rumah jang akan didirikan. Hak sewa sebenarnja adalah hak peralihan, diterima sambil menunggu hak tetap, sekedar untuk mengesahkan pemakaian tanah negara oleh orang asing agar tidak terdjadi pemakaian tanah setjara liar dan untuk memberi dasar bagi pemungutan padjak dan bunganja.

 Sedang hak erfpacht pada umumnja diberikan untuk waktu jang lebih lama sampai 75 tahun lamanja atas tanah hutan jang luas sekali, akan tetapi ada djuga tanah hak erfpacht jang luasnja tidak lebih dari pekarangan biasa. Tanahtanah jang mendjadi hak orang menurut hukum asing, dimana mungkin perlu disesuaikan dengan perubahan negara. Tanah hak eigendom misalnja, djika djatuh ditangan orang Indonesia. Tanah hak opstal djika waktunja habis, tidak diberikan lagi dengan suatu hak asing jang tetap. Bagian jang sungguh diperlukan dapat disewakan sadja, sambil menunggu hukum agraria jang baru .

 Dalam daerah Kalimantan tanah dapat dibagi dalam dua bagian, jaitu daerah jang langsung diperintah oleh Pemerintah Pusat jang terdapat diseluruh daerah Kalimantan Selatan ketjuali daerah Swapradja Kotawaringin. Sedang bagian jang kedua ialah daerah seluruh Kalimantan Timur dan Barat, ketjuali daerah Nangapinoh, Kapuas Hulu dan Meliau , karena daerah-daerah jang tersebut belakangan ini dalam zaman federal didjadikan Neo Swapradja. Berdasar atas pembagian itu, maka peraturan mengenai tanah dapat dibagi pula atas dua bagian, jaitu peraturan tanah jang berlaku bagi daerah jang langsung diperintah oleh Pemerintah Pusat, dan peraturan tanah jang berlaku dalam daerah Swapradja.

 Mengenai hak tanah menurut adat kebiasaan, jaitu hak tanah penduduk asli banjak matjamnja, seperti misalnja undang-undang tanah jang dikeluarkan oleh Sultan Adam dalam tahun 1835, berlaku dalam daerah Bandjarmasin, Hulu Sungai, dan sebagian Kota Baru. Walaupun banjak matjamnja, tetapi dasarnja adalah sama, karena setiap penduduk dapat membuka tanah dengan izin dari Kepala Kampung jang ditugaskan untuk melaksanakan undang -undang itu. Rakjat jang ingin membuka tanah hutan akan mendjadi hak miliknja turun-temurun, tidak dapat diganggu -gugat, sekalipun telah ditinggalkan kosong beberapa tahun lamanja.

 Tanah milik penduduk jang ditinggalkan dalam keadaan kosong untuk beberapa tahun lamanja banjak terdapat didaerah Kalimantan Selatan, karena mereka melakukan pertanian setjara liar, jang sebetulnja merugikan kepada mereka sendiri. Akan tetapi peraturan tanah jang berlaku dalam daerah Swapradja sedikit banjak berbeda dengan tanah jang bukan kepunjaan Swapradja, sedang domein verklaring tahun 1870 berlaku tidak bagi daerah Swapradja.

 Semua tanah dianggap kepunjaan Swapradja. Dengan demikian peraturan jang berlaku bagi daerah Rechtsreeks bestuursgebied tidak berlaku bagi daerah kekuasaan Swapradja. Peraturan -peraturan tanah, jang tidak mengenai adat diatur sendiri, dengan peraturan menurut hukum pemerintah kolonial jang ditentukan pula dalam politik kontrak. Pada umumnja pemberian sesuatu hak benda jang bersifat perseorangan dilakukan oleh Kepala Swapradja dengan persetudjuan dari pemerintah Belanda. Penduduk asli dalam daerah Swapradja di Kalimantan Timur, tidak mempunjai hak milik, berdasarkan anggapan, bahwa semua tanah adalah hak milik Swapradja.

 Penduduk hanja memperoleh hak pakai" turun-temurun, jang sifatnja tidak berbeda dengan hak milik didaerah jang langsung diperintah oleh pemerintah. Oleh karena penduduk tidak mempunjai hak milik, maka bilamana tanahnja diambil oleh Pemerintah, mereka tidak mendapat ganti kerugian tanahnja, tapi diberi ganti kerugian tanaman-tanamannja. Tetapi penduduk didaerah Swapradja Kalimantan Barat diberi hak milik dengan suatu surat keterangan, diatur oleh jang bersangkutan sendiri, berdasar atas adat kebiasaan jang berlaku didaerahnja. Sekalipun demikian, setiap peraturan jang dibuat oleh daerah-daerah Swapradja mengenai tanah, harus disesuaikan dengan peraturan dan politik agraria pemerintah.

 Hak tanah di Kalimantan Timur seluruhnja terdiri dari daerah Swapradja, ketjuali dalam daerah Samarinda satu pal persegi berlaku peraturan-peraturan pemerintah Belanda. Demikian djuga tanah-tanah di Long Iram, Tandjung Redap, Tandjung Selor dan bagian Pasir. Selain daripada itu, tanah-tanah adalah diatur oleh masing -masing Swapradja, sedang mereka jang mempunjai hak tanah seperti di Kelan Rantau oleh Swapradja telah ditjabut kembali. Hak tanah bagi bangsa asing dalam daerah Swapradja Kutai adalah berupa konsesi, rechts van opstal dan huurovereenkomst, sedang penglaksanaan konsesi itu dilakukan dengan kontrak, dengan menjebutkan nama konsesi, untuk berapa kontrak, sewanja dan siapa jang harus membajarnja. Konsesi ada beberapa matjam, misalnja konsesi didalam tanah, minjak, batu arang dan lain- lain, sedang konsesi diatas tanah, untuk kebun, kaju dan sebagainja.

 Biasanja konsesi diberikan tidak ada jang kurang dari 10 hectare luasnja dan lamanja paling lambat 75 tahun. Sebelum kontrak dibikin, harus jang bersangkutan memeriksa tanah sambil membuat gambarnja, setelah itu barulah dikirimkan surat permintaan bersama gambarnja kepada Swapradja. Pihak Swapradja jang menerima permohonan, lalu mengirimkannja kepada Kepala Pendjabat dimana daerah jang diminta itu, dan menjiarkannja kepada seluruh rakjat, apakah rakjat dapat menerima pemakaian tanah jang dihadjatkan oleh sipemakai atau akan menolaknja, tetapi dengan tjukup alasan, sedang waktu untuk menerima atau menolak itu diberikan sampai 3 bulan lamanja. Apabila setelah 3 bulan tidak ada jang memadjukan keberatan, maka terdjadilah konsesi itu dan bilamana ada jang merasa keberatan, dengan tidak tjukup kuat alasannja, akan ditolak.

 Hak bangsa asing untuk mendapatkan rechts van opstal harus memakai kontrak dengan Swapradja, jang lamanja hanja 10 sampai 20 tahun sadja. Tanah jang dipergunakan itu kebanjakan untuk mendirikan rumah serta pekarangannja, sedang tjara mendapatkan hak itu harus memadjukan permintaan lebih dahulu serta mengukurnja dengan baik, dan lain-lain soal jang bersangkutan dengan rechts van opstal sedang untuk mendapatkan huurovereenkomst jang memakai kontrak lamanja hanja 20 tahun atau lebih, akan tetapi pada waktu belakangan ini, tidak lagi terbatas kepada waktu. Dengan lain perkataan tanah itu disewakan sadja kepada bangsa asing jang meminta sewa dengan perdjandjian, bilamana Swapradja perlu mempergunakan tanah, ia berhak mengambilnja kembali, sedang hak-hak orang jang terletak diatas tanah itu akan diganti menurut taksiran jang lajak.

 Mengenai hak tanah bangsa Indonesia jang tinggal dalam daerah Swapradja berhak mempunjai tanah dengan tidak usah menjewa sedikitpun djuga, asal sadja tanah-tanah itu belum ada jang mempunjainja. Tanah jang diperolch rakjat itu, ialah tanah dari pemerintah, tanah membeli dan tanah warisan. Tanah jang dapat dari pemerintah itu kebanjakan asalnja memang tanah kosong atau tanah jang tidak digunakan lagi oleh orang jang memeliharanja. Bilamana seseorang hendak membikin ladang atau kebun pada suatu tanah jang diketahuinja kosong dan tidak dipelihara, hal itu harus diberitahukan lebih dahulu kepada Kepala Kampung. Setelah diketahuinja, bahwa tanah itu memang kosong atau memang tidak ada jang memeliharanja, maka tanah tersebut diserahkan kepada jang memintanja dan mendjadi haknja turun-temurun.

 Tetapi apabila tanah itu letaknja dekat kota, maka permintaan seseorang itu harus melalui Kepala Pendjabat jang berhak memberikan tanah dengan surat, dengan pengetahuan, bahwa tanah itu tidak ada jang punja. Menurut aturan dan adat Swapradja Kutai, semua tanah tidak boleh didjual, digadai atau diberikan kepada lain orang, karena tanah adalah kepunjaan Swapradja. Orang -orang hanja boleh mendjual tanamannja sadja.

 Dalam daerah Kalimantan Barat pada umumnja tanah-tanah dikuasai oleh Swapradja, jaitu jang terdiri atas daerah Sambas, Mempawah, Landak, Sanggau, Sekadau, Pontianak, Kubu, Sintang, Tajan, Matan, Sukadana dan Simpang, sedang daerah jang langsung diperintah oleh Pemerintah Pusat ialah Meliau, Nangapinoh, Semitau dan Kapuas Hulu serta „Pal Persegi Pontianak", tetapi jang tersebut belakangan ini dikembalikan pula kepada Swaprądja sedjak tahun 1946. Untuk daerah Swapradja dalam zaman Belanda berlaku peraturan-peraturan pemberian tanah sewa-menjewa ini dilakukan antara Swapradja dan sipeminta jang bukan bangsa Indonesia dan hal ini harus pula mendapat pengesahan Kepala Pemerintah Setempat.

 Menurut peraturan itu, maka tanah-tanah jang boleh disewakan hanjalah tanah-tanah jang termasuk kepunjaan Swapradja, dan tidak boleh diartikan, bahwa seseorang peminta atau penjewa, jang telah membeli tanah jang bebas dan terlepas dari hak dan penguasaan Swapradja. Tetapi untuk daerah Kalimantan Barat diizinkan menjimpang dari jang telah ditetapkan dalam peraturan lainnja, hanja kalau terdapat hal-hal jang luar biasa dalam soal agraria dan menurut pertimbangan Residen terdapat tanah-tanah jang tjukup untuk keperluan perusahaan rakjat bangsa Indonesia. Maksud dan peraturan sewamenjewa ini adalah guna mendjaga, supaja hak pokok djangan dengan semau-maunja diberikan kepada seseorang jang bukan bangsa Indonesia, terlebih pula mengingat akan ketjerdasan jang rendah dan harga tanah demikian murahnja.

 Selama menunggu penjelesaian dari pemberian hak pokok jang biasanja banjak menelan waktu, maka hasil dari sewa-menjewa itu telah dapat diperoleh oleh Swapradja jang bersangkutan. Peraturan H.O. – sewa-menjewa – hanja boleh diberikan untuk selama-lamanja 20 tahun guna keperluan perkebunan jang luasnja tidak lebih 10 hectare, tetapi untuk keperluan perkebunan kelapa dan karet, djuga dalam keadaan luar biasa, dapat diizinkan sampai 50 tahun lamanja.

 Peraturan-peraturan tersebut tidak selalu dipegang teguh sebagaimana mestinja, untuk Pontianak sesudah perang, memang didjalankan sebagaimana mestinja, tetapi di Singkawang tidak selamanja demikian. Di Singkawang banjak terdapat tanah-tanah H.O. jang diberikan, - dibubuhi tjatatan - bahwa kelak dengan persetudjuan Swapradja, tanah-tanah itu dapat didjadikan tanah-tanah jang berdasarkan hak pokok. Di Kota- kota besar pada umumnja hak sewa-menjewa itu diberikan dalam sifat sementara, jaitu selama belum diperoleh hak pokok.

 Rechts van opstal dapat diberikan oleh Swapradja dengan persetudjuan Residen untuk selama-lamanja atau untuk sementara waktu atas tanah-tanah Swapradja ataupun atas tanah-tanah jang telah dibebaskan dari hak bangsa Indonesia dengan membajar kerugian. Untuk keperluan gedung-gedung atau pekerdjaan di Ibu-kota Keresidenan, Kabupaten, tempat jang mendjadi tempat kediaman Ibu-kota ditundjuk oleh Residen setelah diperundingkan dengan Swapradja jang bersangkutan.

 Untuk keperluan gedung- gedung dan tempat penimbunan dengan halamannja, jang menurut pertimbangan Residen dibutuhkan untuk keperluan sesuatu bangunan, maka penggantian kerugian tiap -tiap tahun berdjumlah 6% dari harga pendjualan tanah sebagai eigendomsperceel.

 Tetapi mengenai hak Erfpacht dapat diberikan oleh Swapradja dengan persetudjuan Residen untuk waktu paling lama 75 tahun atas sebidang tanah jang luasnja 3500 hectare, dengan pengetahuan, bahwa tanah itu harus dipergunakan untuk pertanian dan peternakan. Persewaan tanah -tanah jang kepunjaan bangsa Indonesia kepada orang bukan bangsa Indonesia diatur dalam suatu peraturan jang chusus. Tetapi persewaan sedemikian ini djarang terdjadi, dan harus diberikan oleh Kepala Pemerintah Setempat, sedang lamanja persewaan tanah setinggi-tingginja 5 tahun buat tanah sawah, 10 tahun buat tanah kering dan 20 tahun buat djalanan rel, djalanan biasa dan saluran air.  Ketentuan jang berlaku untuk daerah Kalimantan Barat untuk mengatur dan pemakaian rumah-rumah jang didirikan atas tiang atau rakit-rakit disungai-sungai, rumah jang didirikan ditepi-tepi laut, pada umumnja izinnja diberikan oleh Pemerintah Setempat.

* * *

Perusahaan Asing.

 Salah satu perusahaan asing di Kalimantan jang terbesar, ialah „De Bataafsche Petroleum Maatschappij N.V." Biasanja disingkat dengan B.P.M. Sebagaimana namanja, perusahaan ini mengerdjakan minjak tanah di Balikpapan dan dipulau Tarakan. Sebagai suatu perusahaan, baik Asing, maupun nasional, ada mempunjai,,bintang terang" untuk dapat mentjapai hasil jang gilang -gemilang dalam dunia ini. Dan jang demikian itu memang harus diakui„,ada" pada B.P.M. itu.

 Pada tahun 1890 dinegeri Belanda telah didirikan N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot exploitatie van Petroleumbronnen in Nederlandsche Indië. Sedjak bermula berdirinja, ia menudju kepada kerdjasama dengan perusahaan-perusahaan sesamanja di Indonesia; De Tarakan, De Sumatera Palembang, De Moesi Ilir, De Moeara Enim, De Dordtsche dan De Nederlands Indische Industrie en Handel Maatschappij. Jang tersebut belakangan ini adalah kepunjaan ,,Shell Transport & Trading Co". Firma ini asal mulanja, antara lain ialah mendatangkan kidjing -kidjing dari Timur untuk menghias kotak- kotak dan lain-lain barang. Dan kidjing itulah didjadikan ,,tjap" untuk perdagangannja.

 Kemudian kidjing ini mendjadi terkenal diseluruh dunia , sekalipun tjap itu sudah tidak ada sangkut-pautnja lagi dengan tjap jang semula dipergunakan itu. Pada tahun 1907 terdjadilah persatuan kehendak antara Koninklijke dengan Nederlandsche Industrie en Handelmaatschappij itu , jang di Kalimantan mempunjai beberapa konsesi-konsesi minjak, antaranja di Tarakan dan Balikpapan. Walaupun kedua kongsi itu bersatu, namun sebagai satu perusahaan tetaplah Koninklijke itu perusahaan Belanda dan „Shell" sebagai perusahaan Inggeris. Perusahaan mereka itu diwudjudkan dengan mendirikan bersama dua kongsi baru atas dasar perbandingan saham 60 : 40, jaitu B.P.M. jang bertugas mentjari dan mengerdjakan minjak tanah dan Anglo-Saxon Petroleum Company Ltd. jang akan mendapat bagian untuk mengangkutnja. Akan tetapi sebelumnja kedua kongsi itu mempunjai kepentingan-kepentingan dalam suatu badan pendjualan bersama, djuga dalam imbangan saham 60 : 40, jaitu The Asiatic Petroleum Company Ltd., jang kini telah diganti dengan nama The Shell Pretroleum Company jang telah diperkuat lagi oleh kongsi-kongsi Rothschild.

 Sedjak berdirinja, maka B.P.M. senantiasa mengalami zaman keemasan. Produksinja meningkat amat tinggi sekali, terutama dalam masa sebelum Perang Dunia pertama. Kemudian dalam perkembangan selandjutnja beberapa anak tjabang didirikan, seperti Nederlandsche Aard 0112 Mij. dan De Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij. Dengan demikian bertambahlah wilajah usaha mereka di Djambi dan di Irian, dimana mereka mempunjai lapangan konsesi seluas 10.000.000 hectare jang dikerdjakan dengan alat-alat jang serba modern. Untuk daerah Balikpapan dan Tarakan sadja mereka menggunakan: auto biasa sebanjak 201 buah, bis 22, prahoto 375, trailer 181, traktor 85, traktor ulat 108, traktor pengangkat 46, sedang alat pengangkut dilautan berupa kapal, ialah kapal-kapal jang kurang dari 100 ton beratnja sedjumlah 82 buah, kapal pengangkut jang 100 ton, 24 buah, kapal lebih dari 100 ton, 10 buah, kapal laut 700 ton, ada sebuah dan motorboot lainnja ada dua buah. Lain kapal lainnja ialah sebanjak 46 buah jang terdiri dari kapal penjusur pantai 6, kapal sungai 16 dan kapal penampung sebanjak 24 buah.

 Adapun modalnja dalam tahun berdirinja 1890 f 1.300.000 . Tetapi setelah terdjadi perkongsian dengan Shell, maka modal itu bertambah banjak, mendjadi f 40.000.000.- dalam tahun 1907. Kemudian dalam tahun 1914 pada waktu petjah Perang Dunia pertama, modalnja meningkat pula mendjadi sebesar f 56.000.000,- dan pada permulaan Perang Dunia II mendjadi f 500.000.000,-. Modal itu tambah meningkat dalam tahun 1949, ialah sebanjak ƒ 908.000.000.

 Dalam pada itu B.P.M. sebagai anak tjabang dari perkongsian tersebut, bermodal ƒ 300.000.000,-, sedang sahamnja terbagi atas bandingan 3 : 2 oleh Koninklijke dan Shell. Untuk mengerdjakan pekerdjaan jang demikian besarnja, mereka mempunjai pegawai diseluruh dunia dalam tahun 1949 adalah sebanjak 256.000 orang, sedang pegawai B.P.M. untuk seluruh Indonesia sadja mempunjai 32.000 pegawai. Pada umumnja para pegawai B.P.M. ini diurus sedemikian rupa, sehingga pegawai-pegawai merasa betah" tinggal dalam perusahaan B.P.M. Mulai dari perumahannja, makannja, kesehatannja, pensiunnja, sekolah anak-anaknja dan bahkan surau-surau untuk pegawai diurus sebagaimana mestinja.

 Pegawai-pegawai B.P.M. baik di Balikpapan, maupun di Tarakan mulai dari mandornja sampai kepegawai jang lebih tinggi masing -masing terdjamin penghidupannja, bahkan sampai keanak-anak mereka, dan karena itu tidaklah mengherankan, apabila sebagian ketjil dari keuntungan jang didapat oleh perusahaan B.P.M. diberikan dividen 73%, sedang keuntungan sebanjak 50% boleh dianggap biasa sadja. Bahkan dalam tahun 1920-1930 adalah tahun-tahun jang penuh kesulitan, mereka dapat memberikan dividen sebanjak lebih-kurang 25%. Dan selama tahun-tahun patjeklik didunia, ialah tahun-tahun 1936, 1937, dan 1938 dividen itu berdjumlah 16% dan 17%.

 Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa dengan perusahaan minjaknja bangsa Belanda mengalami zaman gilang-gemilang, zaman keemasan seperti pada abad-abad pertengahannja jang ditjapai dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie. Maka dalam hubungan ini pula, sedjak zaman kemerdekaan bangsa Indonesia hasrat untuk mendjadikan perusahaan asing itu mendjadi perusahaan Nasional, atau sekurang-kurangnja mendjadi perusahaan bersama antara Indonesia dan Belanda, agar supaja rakjat djuga ikut mendapat bagian jang lumajan dalam pembagian kekajaan alam Indonesia jang selaras dengan Undang -undang Dasarnja Republik Indonesia, bahwa segala kekajaan alam, bumi dan laut Indonesia harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat.

 Ketjuali sumber minjak jang terdapat didaerah Kalimantan Timur, djuga sumber tambang batu arang jang tidak kurang pentingnja bagi Belanda telah diusahakan untuk mendirikan tambang batu arang sedjak tahun 1882. Sebelum tambang batu arang itu dibuka, oleh tiga orang Belanda jang masing-masing bernama J. F. R. S. van de Bossche, J. H. Menten dan A. C. de Meijer, atas persetudjuan Pemerintah Hindia Belanda telah mengadakan suatu perdjandjian dengan Sultan Kutai pada tanggal 9 Desember 1882, dengan maksud minta konsesi jang lamanja 75 tahun buat membuka tanah jang mengandung arang batu dalam daerah Keradjaan Sultan Kutai.

 Dalam perdjandjian jang telah ditjapai itu, tidak sadja penggalian arang batu, melainkan djuga penggalian dari lain-lain hasil tambang. Walaupun dalam surat permintaan mereka jang belakangan tertanggal 10 Djuni 1884, minta semua tanah jang mengandung arang batu dalam seluruh daerah Kutai, suatu bidang besar tanah jang tetap dan terbatas, belum dapat ditetapkan sebagai suatu peraturan jang termuat didalam perusahaan tambang-tambang, sebagai suatu bidang tanah jang ditandai dan dibatasi .

 Karena itu konsesi buat sebuah bidang tanah jang luas tidak dihubungkan dengan penghasilan dari suatu perusahaan tambang jang berfaedah dan njata. Akan tetapi pertimbangan lain mengenai perdjandjian itu, Sultan Kutai telah bermufakat dengan segenap hulu -balangnja tidak akan menarik bia masuk dan keluar atau memerintahkan menarik bia dari pemasukan alat-alat keperluan bagi perusahaan tambang dan pada arang batu jang dikeluarkan. Sekalipun perdjandjian demikan sudah dilakukan untuk ketiga kalinja, namun pemerintah Belanda pada suatu waktu bisa mentjegah penetapan itu untuk melaksanakan maksudmaksud terhadap hak-hak tersebut; bahwa Pemerintah Belanda akan bersedia untuk mempertimbangkan permintaan buat pengesahan perdjandjian-perdjandjian penggalian hasil-hasil dalam tanah dalam keradjaan Kalimantan Timur.

 Apabila keberatan-keberatan pemerintah diturut sepenuhnja, dan tidak boleh diberikan satu bidang tanah jang luas untuk diusahakan sebesar 2000 hectare, ketjuali jang mempunjai konsesi harus berdjandji pula, jaitu dengan membikin suatu penetapan jang kemudian akan disjahkan, haruslah semufakat untuk membajar kepada Pemerintah Belanda, sebagaimana jang telah ditetapkan oleh pihak Pemerintah Belanda sendiri. Demikian djuga biaja-biaja jang telah dikeluarkan oleh Pemerintah ketika membuka tanah konsesi jang diberi untuk diusahakan, harus dipikul sendiri oleh pengusaha-pengusaha sendiri jang telah ditetapkan dalam sebuah besluit tanggal 30 Maret 1885.

 Untuk memberikan pengesahan kepada konsesi-konsesi penggalian hasil-hasil dalam tanah dalam Keradjaan Kutai chususnja dan Kalimantan Timur umumnja, tidak dimaksudkan dari pembajaran jang punja konsesi-konsesi dari biaja-biaja, dibikin buat penjelidikan tambang -tambang dilakaukan sendiri oleh Gubernur, kalau-kalau penjelidikan ini berlaku atas beberapa bidang tanah jang diberikan untuk diusahakan. Apabila dihapuskan keberatan atas penetapan melakukan kebebasan dalam pemungutan hak bia keluar dan masuk dari kerajaan Kutai dengan Pemerintah Belanda, maka hanja Pemerintah jang dapat memberi perdjandjian, karena penetapan jang demikian itu tidak dapat menghalanginja, sekalipun pada hakekatnja antara Kesultanan dan Pemerintah Belanda telah diikat suatu perdjandjian.

 Segala pemberian konsesi dan perdjandjian-perdjandjian jang diadakan antara Pemerintah Hindia-Belanda dengan Kesultanan Kutai belum dapat disjahkan, apabila tidak atas pengetahuan Pemerintah Nederlands, dan oleh sebab itu Menteri Djadjahan Belanda pada tanggal 22 Djanuari 1886 telah memberitahukan, bahwa konsesi jang diperoleh dari Sultan Kutai, hanja mengenai penggalian arang batu, sedang mereka jang minta konsesi harus sanggup membatasi bidang tanah jang diusahakan sampai seluas 3000 hectare sepandjang pantai Sungai Mahakam atau Sungai Kutai, jaitu dari muara Djawa sebelah hulu dari Tenggarong.

 Oleh karena sjarat-sjarat perdjandjian itu, masing-masing pihak tidak ada jang keberatan, maka Pemerintah Belanda telah mengesahkan perdjandjian tersebut pada tanggal 9 Desember 1882. Adapun naskah dari perdjandjian itu adalah sebagai berikut:

 Pasal satu, pembikinan perdjandjian pada satu pihak memberikan dengan ini kepada pembikin perdjandjian lain pihak diluar lain-lain konsesi untuk penggalian tanah jang mengandung arang batu dalam Keradjaan Kutai.

 Pasal dua, konsesi diberikan untuk waktu lamanja tudjuh puluh lima tahun terhitung mulai pada hari perdjandjian ini disjahkan oleh atau atas nama Pemerintah Hindia Belanda.

 Pasal tiga, kepada pembikin perdjandjian pada lain pihak diberi izin ambil beberapa bidang tanah jang tidak begitu luas untuk penggalian batu, dan pembangunan rumah-rumah keperluan perusahaan dan lain-lain pangkalan untuk mengangkut djalannja pengeluaran bahan-bahan jang perlu.

 Djika tanah-tanah itu dipergunakan oleh penduduk, pembikin perdjandjian pada lain pihak tidak boleh mempergunakan tanah itu, sebelum mengganti kerugian selajaknja kepada jang mempunjai hak atas tanah itu. Djikalau penggalian tanah jang agak kebawah mengakibatkan beberapa kerusakan pada penduduk, maka pembikin perdjandjian pada lain pihak dengan kesenangan hati dari pihak jang mendapat kerugian atau menurut putusan hakim harus membajar kerugian sepenuh, sebelum meneruskan pekerdjaannja.

 Pasal empat, kepada pembikin perdjandjian pada lain pihak diizinkan djuga buat keperluan perusahaan mengumpul dengan alat-alat sendiri bahan-bahan kaju didalam hutan-rimba dari daerah Kesultanan, kalau-kalau jang demikian itu membawa kerugian kepada hak-hak penduduk jang diperolehnja djuga kepada hak-hak penduduk dengan perdjandjian sesungguhnja, bahwa pengambilan tidak boleh lebih daripada jang dibutuhkan untuk sesuatu perusahaan.

 Pasal lima, pembikin perdjandjian pada suatu pihak berdjandji tidak akan memungut tjukai masuk atas barang -barang makanan atau keperluan-keperluan lain buat perusahaan jang oleh pembikin perdjandjian pada lain pihak akan dimasukkan, djuga atas tjukai arang batu.

 Pasal enam, pembikin perdjandjian pada lain pihak berdjandji kepada Sultan Kutai saban tahun dibajar tjukai jang besarnja setengah rupiah atau lima puluh sen untuk tiap-tiap ton arang batu jang digali oleh mereka. Pembikin perdjandjian pada satu pihak ada hak pada suatu waktu membuat arang batu harus dengan segera diberitahukan kepada Sultan supaja memerintahkan untuk menetapkan berapa banjak hitungan djumlah jang dimuat.

 Pasal tudjuh, pembikin perdjandjian pada lain pihak boleh membikin perundingan tentang perdjandjian tersendiri dengan penduduk dengan pengetahuan lebih


(685/B) 15 dahulu dari Kepala Pemerintah Setempat, dan djuga boleh memasukkan pekerdjapekerdja dari lain daerah, dengan mengingat semua peraturan -peraturan jang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda atau masih akan dikeluarkan terhadap pemasukan bangsa-bangsa asing.

 Pasal delapan, pembikin perdjandjian pada lain pihak senantiasa akan dikuasai di Hinda-Belanda oleh seorang atau lebih bangsa Belanda.

 Pasal sembilan, perdjandjian ini batal menurut djalan kehakiman, djika pembikin perdjandjian pada lain pihak, dalam waktu setahun penuh tidak memenuhi dengan pembajaran tjukai menurut ketentuan jang telah ditetapkan. Dalam dua tahun setelah perdjandjian ini ditetapkan dan disjahkan tidak memulai dengan penggalian dan selama lima tahun tidak djuga dimulai, maka perdjandjian ini seakan-akan diurungkan, Pada perasaan jang berlain-lainan tentang adanja alasan-alasan menurut hukum.

 Pasal kesepuluh, pada achir izin ini, djika ia pada perdjandjian jang baru tidak dipandjangkan, semua rumah-rumah dan bangunan-bangunan oleh pembikin perdjandjian pada lain pihak didirikan dalam waktu satu tahun oleh mereka boleh disingkirkan, ketjuali kalau Sultan menghendaki memiliki rumahrumah dan bangunan-bangunan itu dari mereka dengan harga jang ditaksir oleh tiga orang achli, jang dipilih oleh masing-masing pihak.

 Peraturan ini berlaku djuga kalau perdjandjian ini batal dengan keputusan hakim, apabila memenuhi perdjandjian pasal sembilan, sedang kedua belah pihak diwadjibkan memberitahukan 15 tahun sebelumnja. Djikalau perdjandjian itu setelah habis tempohnja tidak bermaksud lagi untuk melandjutkannja, atau untuk merubahnja. Djika jang demikian ini tidak terlaksana, maka perdjandjian itu dianggap setjara „geruisloos" dilandjutkan menurut ketetapan perdjandjian jang sama dan buat waktu jang sama jang telah didjandjikan.

 Pasal sebelas, segala hak dan kewadjiban jang diberikan dalam perdjandjian dan jang telah didjalankan, berlaku djuga buat achliwaris-achliwaris atau mereka jang berhak mendapat dari mereka jang mengadakan perdjandjian itu. Pembikin perdjandjian pada lain pihak tidak boleh menurut peraturan-peraturan dari pasal jang berikut menjerahkan dengan perdjandjian kepada lain orang dengan tiada seizin Sultan,

 Pasal dua belas, pembikin perdjandjian pada lain pihak boleh sewaktu-waktu mengesahkan dan memberitahukan kepada Sultan menurut tjara peraturan jang telah ditetapkan menurut hukum negeri.

 Dalam pasal-pasal selandjutnja, jaitu pasal ketiga belas, empat belas, lima belas, adalah pasal-pasal jang pada hakekatnja amat mengikat kepada Keradjaan Kutai, dan perdjandjian ini masing-masing ditanda-tangani oleh pihak Pemerintah Hindia-Belanda dan Sultan Muhammad Sulaiman Adil Chalifatul Mu'minin, Sultan Keradjaan Kutai.



——————————————
Djauh dari Udik, orang-orang desa menghilir kekota membawa hasil kebunnja. Tidak ber-gerobak atau ber-kereta, tetapi ber-sampan diatas air.
Pelabuhan Bandjarmasin selalu dipenuhi oleh perahu-perahu lajar jang datang dan pergi dari pantai ke pantai mengangkut hasil bumi Kalimantan.
Tawar-menawar dilakukan antara pedagang sajur dan pembeli, pemandangan jang biasa dilihat sehari-hari ditepi sungai Martapura.

Lalu lintas disungai bukan selamanja mudah, lebih-lebih dibagian Udik (pedalaman). Dengan perahu-perahu jang berbentuk londjong perdjalanan-perdjalanan dilakukan melalui riam-riam jang dahsjat. Perahu-perahu harus ditarik dan dihela beramai-ramai.

Alat-alat transport sederhana, tapi penting bagi Kalimantan.


Untuk pembikinan persawahan di Kalimantan harus rawah-rawah jang mengandung air dikeringkan, karena itu dengan mesin kerok dipergunakan untuk memperdalam sungai-sungai dan pembikinan kanal.

Untuk pembukaan Kalimantan tidak sadja harus dikerdjakan dengan tenaga manusia tetapi harus dikerdjakan setjara „mekanisasi". Demikianlah oleh Djawatan alat-alat besar, telah didatangkan di Bandjarmasin alat-alat besar untuk pembukaan Kalimantan.

Salah satu soal pokok dalam pembukaan Kalimantan, ialah: ,,pembikinan djalan-djalan raya jang akan menghubungkan tempat-tempat dan dalam pembikinan djalan-djalan ini tidak sedikit djembatan-djembatan menjeberang sungai jang harus dibikin". Gambar ini menundjukan pembikinan djembatan menjeberang Sungai Telakei di Long Kali" dalam rangkaian hubungan antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Tentara Pembangunan jang untuk pertama kali tiba di Kalimantan sebagai transmigran dari Djawa.


Hutan belukar jang tadinja hanja merupakan sarang binatang, kini oleh C..T.N. telah didjadikan perkampungan dan perkebunan jang mempunjai harapan dikemudian hari.
Perkebunan C.T.N. di Puruk Tjahu jang penuh mengandung harapan dikemudian hari, tanahnja subur jang dapat ditanami pelbagai tanam-tanaman jang berguna dan berharga.


Kebun ubi kaju (sengkong) diperkebunan C.T.N. Kalimantan, segar tumbuhnja tidak bedanja dengan di Djawa.
Pemandangan indah dari sebuah perkampungan C.T.N. di Puruk Tjahu.


Sebuah kompleks perkampungan C.T.N. di Puruk Tjahu.

Di Badjuin (Pleihari) para warga C.T.N. sudah mampu membentuk sebuah Koperasi jang diberi nama: Widorokandang jang dapat meringankan beban kebutuhan mereka sehari-hari.

Di Muara Lakung C.T.N. dapat djuga sudah membuka perusahaan penggergadjian kaju jang diselenggarakan setjara kooperatif.

Tampak wadjah berseri para C.T.N. di Kotawaringin.

Di Badjuin (Pleihari) C.T.N. mempergunakan alat-alat besar untuk membikin djalanan dari Djorong ke Pegatan Kota Baru.

Untuk memadjukan pertanian di Kalimantan jang dikerdjakan setjara ,,mekanisasi" bukan sadja pemerintah jang mendatangkan alat-alat besar, tetapi pun djuga Rakjat sendiri mempunjai usaha kedjurusan itu. Demikianlah atas usaha Kooperasi Tani Rakjat di Karang Intan (Martapura) telah membeli sebuah traktor untuk pertanian.

Perumahan buruh dari B.D.H. Sampit.

Hutan Kalimantan jang penuh dengan kajukaju jang baik dan mahal harganja, bukan sadja membutuhkan tenaga manusia tetapi djuga memerlukan tenaga alat-alat besar untuk mengeluarkan hasilnja.

Rumah pengeringan kaju dari B.D.H. Sampit jang mempergunakan tenaga listrik.
Timbunan kaju-kaju jang telah berupa papan dan balok-balok dari B.D.H. di Sampit siap untuk dikirim.

2 1

Gambar
"
"

No.
"
"

Pabrik kaju B.D.H. Sampit sedang bekerdja.

Timbunan kaju-kaju jang telah berupa papan dan balok, telah sedia dikirim dipelabuhan Sampit (Kalimantan Selatan).
4

3

Batang-batang kaju jang besar dari pedalaman Kalimantan, dengan melalui rel dikirim ketepi sungai dan kemudian dirakit ke-penggergadjian dsb.

(Gambar 5, 6 dan 7).

Disalah satu pameran telah dipertundjukkan beberapa matjam hasil keradjinan tangan dari hal anjam-menganjam rotan penduduk Margasari.

Suatu lukisan jang teratur dan menarik. Bukan permadani dari Mesir, bukan ambal dari India atau Pakistan, tetapi adalah suatu tikar-rotan buatan suku Dajak di Kalimantan Selatan.

Dalam kundjangan Wakil Presiden H. Mohammad Hatta dan Menteri Pertanian M. Sardjan kesuatu tempat di Kalimantan Selatan, dengan perhatian melihat ketjakapan kaum wanita dalam menganjam rotan.

Mentjari emas disungai Utjang Puruk Tjahu.

Pertambangan Intan di Tjempaka - Martapura. Setelah tempat ditentukan oleh seorang Djuru Tenung, maka digalinja lobang.

Kaum wanitapun ikut bekerdja didalam pertambangan Intan. Ini adalah „lobang surut” jang dalamnja lk. hanja 3 m.
Djeradjak dari kaju dipakainja untuk menggali „Lobang dalam” jang dalamnja sampai 15 meter. Disamping itu djuga dipergunakan pompa air bermesin.
Inilah tanah liat, batu-batu dan kerikil-kerikil jang mengandung intan, sehabis dibersihkan dengan perantaraan linggangan berangsur-angsur.
Dengan alat-alat sederhana ini diangkutnja tanah dari lubang (sumur) ketempat mendulang.
Tanah jang berbungkal-bungkal didjadikan sematjam bubur dalam suatu lesung.
Tanah jang sudah mendjadi bubur dalam lesung dengan alat dulang ditjarinja barang jang amat berharga itu.
Bubur tanah jang bertjampur dengan batu kerikil dilinggang berangsur-angsur sampai bersih dari tanahnja.
Anak-anak jang sudah lama berpraktik dapat ikut serta mengerdjakan mendulang ini.
Paberik Penggosok Intan di Martapura.
Gurindam didjalankan dengan tenaga elektris. Seorang pekerdja sedang melihat hasil penggosokannja.
Inilah antaranja hasilnja. Bukan „Koh-i-noor”, bukan „Orlow” dan djuga bukan „Cullina”, tetapi hasil penggosokan berlian di Martapura.
Hasil pertambangan Intan di Martapura. Sekalipun tidak dapat membandingi Kimberley dan Congo jang bersama-sama menghasilkan 96% intan dunia, tetapi intan Martapura tjukup terkenal dimana-mana.
Suatu perkampungan nelajan di Kabupaten Kota-Baru (Kalimantan Tenggara) jaitu Rampa Badjau, banjak sekali menghasilkan ikan laut.



Disalah satu pameran, telah dipertundjukan alat-alat dan hasil pertanian dan perikanan darat dari Muara Pahu (Kalimantan Timur). Meskipun kelihatannja sangat sederhana, akan tetapi hasilnja tjukup memuaskan.
Menara tinggi mendjulang ini, bukan menara penerangan pantai, tetapi adalah menara dari boring minjak tanah dipulau Tarakan.
Balikpapan, bukan sadja terkenal di Kalimantan atau Indonesia, tetapi djuga diluar negeri, oleh karena hasil minjaknja jang mendjadi kebutuhan Internasional. Lihatlah pelabuhannja jang senantiasa dikundjungi kapal-kapal asing dan tangki-tangkinja jang penuh berisi minjak jang senantiasa mengalir keseluruh dunia.
Alat besar sematjam ini djuga dipergunakan untuk mengangkut batu arang.
Salah satu bahagian installatie tambang „arang batu” di Loa Kulu (Kal. Timur).
Suatu timbunan arang batu dipertambangan „Loa Kulu” Kalimantan Timur telah tersedia dikirim ketempat-tempat jang memerlukan.

Alabio, adalah suatu tempat di Kabupaten Hulu-Sungai Utara jang terkenal dengan hasil telor itiknja jang dapat diexport kemana-mana. Rumah diatas air ini adalah tempat pemeliharaan itik disuatu danau di Alabio.

Itik Alabio jang terkenal dengan telurnja, bukan sadja mentjukupi keperluan daerahnja tetapi djuga sanggup memenuhi keperluan daerah lain.

Tempat pemeliharaan unggas dari Djawatan Kehewanan di Bandjarmasin dimana dipelihara beberapa matjam, itik dsb. jang kesemuanja dalam keadaan segar-bugar.


(Lihat gambar 3 s/d 8)

3

4

5

6

7

8

Sapi perahan Djawatan Kesehatan di Bandjarmasin, senantiasa memenuhi kebutuhan susu mentah bagi jang memerlukannja.