Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana/Bab 5

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN
RUANG LINGKUP PENGATURAN

A. Sasaran

Konstruksi sistem hukum pidana yang berkembang akhir- akhir ini di Indonesia tidak lagi hanya bertujuan untuk mengungkap tindak pidana yang terjadi, menemukan pelakunya serta menghukum pelaku tindak pidana dengan sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana kurungan tetapi telah mengarah pada memaksimalkan pengembalian aset khususnya yang merugikan keuangan negara. Dengan berkembangnya hukum nasional yang tidak terlepas dari perkembangan hukum internasional seperti arah penyelesian atau penindakan terhadap kejahatan tidak hanya menggunakan instrumen pidana masalah tetapi telah menyesuaikan dengan pola pencegahan dan penanggulangan kejahatan itu sendiri dengan memeperluas apek dari kejahatan yang harus ditindak seperti penyitaan dan perampasan hasil tindak pidana, yang selama ini belum berkembang menjadi bagian penting di dalam penanggulangan kejahtan di Indonesia.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dibuat dengan beberapa pertimbangan. Pertama, bahwa sistem dan mekanisme yang ada mengenai perampasan aset hasil tindak pidana berikut instrumen yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, pada saat ini belum mampu mendukung upaya penegakan hukum yang berkeadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, bahwa pengaturan yang jelas dan komprehensif mengenai pengelolaan aset yang telah dirampas akan mendorong terwujudnya penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel. Ketiga, bahwa berdasarkan pertimbangan pertama dan kedua, terdapat kebutuhan hukum akan pengaturan ketentuan-ketentuan mengenai perampasan asset dalam bentuk undan-undang: dengan mengingat Pasal 5 ayat (l) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penyusunan pengaturan Perampasan Aset Tindak Pidana akan menjadi langkah besar dalam bangunan sistem hukum nasional, untuk mewujudkan misi Pencegahan dan penindakan terhadap aset yang berasal atau digunakan sebagai tindak pidana dapat ditanggulangi, aset tersebut dapat dijadikan alat bagi negara untuk mengurangi kejahatan kajahatan yang terjadi khususnya kajahatan non konvensional dan telah mempunyai teknik yang berbeda dan lebih canggih, perampasan aset akan melemahkan dan menjadi penangkal dari langkah langkah kejahatan non konvensional yang telah lintas batas, sebagai tujuan dari bernegara yang ingin menciptakan kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan dalam pembangunana nasional maka pengaturan Perampasan Aset tindak pidana penting untuk segera dilakukan dengan tetap menjaga Hak Asasi Manusia serta menyesuaikan dengan sistem hukum dan kelembagaan diindonesia, tetapi tetap menggunakan prinsip internasional yang telah menjadi standar bersama sehingga aspek perampasan aset tidak hanya dapat dilaksanakn diindonesia tetapi juga bekerjasama dengan negara negara lain di dunia. B. Jangkauan Dan Arah Pengaturan

Pengaturan Permpasan Aset tindak pidana menjangkau aspek pengaturan nasional dan kerjasama internasional, Mengingat kemajuan di era globalisasi serta berkembangnya praktek tindak pidana yang tidak hanya terorganisir tetapi telah lintas batas negara, baik yang bersifat domestik maupun transnasional, maka subyek dalam pengaturan ini adalah Aset yang diduga berasal dan digunakan dalam melakukan tindak pidana atau kejahatan. Sehingga segala aset yang dijadikan sarana untuk melakukan tindak pidana dan dapat pula memperoleh keuntungan dari suatu tindak pidana (crimes for corporation) harus dapat disita.

Mendasarkan hal tersebut, maka pengaturan perampasan aset menggunakan sistem suatu tindakan hukum untuk melawan aset itu sendiri, bukan terhadap individu (in personam), sehingga mekanisme peradilan yang digunakan adalah sistem perdata khusus, yaitu kekhususannya karena negara akan diwakilkan oleh jaksa pengacara negara untuk melakukan gugatan perampasan tersebut di pengadilan dan waktu untuk menggugat dipengadilan terbatas dan berbeda dengan mekanisme peradilan perdata yang sangat panjang. Penggunaan mekanisme ini tidak menghilangkan aspek pertanggung jawaban pidana dari suatu individu atau korporasi. Mekanisme perdata khusus tersebut selengkapnya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, mekanisme perampasan aset didahului dengan Penelusuran yang didasarkan permintaan penyidik atau penuntut umum berdasarkan hasil dari penyidikan atau penuntutan dipengadilan kemudian menyimpulkan perlu melakukan mekaniseme perampasan aset, selanjutnya pemblokiran dan penyitaan dan keberatan atas tindakan tersebut serta membuka ruang komplain bagi pihak yang berkeberatan terhadap tindakan tersebut, lalu memasukkan gugatan permohonan perampasan aset ke pengadilan, selanjutnya mengatur mengenai kewenangan pengadilan, pengumuman aset yang hendak dirampas, keterlibatan pihak ketiga yang berkeberatan, dilakukan mekanisme pengujian dan pembuktian didepan hakim, dalam hal terdapat pihak ketiga maka dilakukan mekanisme pembuktian terbalik, keputusan hakim dan apabila terbukti maka aset dirampas apabila tidak terbukti maka aset dikembalikan kepada yang berhak, serta pengelolaan aset yang dirampas.

kemudian diatur pula mengenai ruang lingkup, bahwa pengaturan ditujukan terhadap aspek aset yang berada diindonesia tetapi juga terhadap aset yang berada diluar negeri, sehingga dalam penerapan nya perlu dilakukan kerjama internasional, baik pengaturan bagaimana merampas aset yang berada dinegara lain tetapi juga terhadap aset negara lain yang berada diindonesia, kerjasama tersebut menggunakan asas Resiprokal Asas ini menghendaki kerjasama timbal balik antar negara yang dilakukan secara terorganisir, sehingga akan menjadi dasar bagi penegak hukum untuk menerima dan memberikan bantuan hukum yang saling menguntungkan.

C. Ruang Lingkup Pengaturan

Materi muatan dan substansi yang terkandung dalam pengaturan mengenai perampasan aset tindak pidana diuraikan sebagaimana berikut ini.

1. Definisi Istilah-Istilah Khusus

Sesuai dengan rekomendasi dari Theodore S. Greenberg dkk. dalam buku panduan Stolen Asset Recovery:A Good Practices Guide for Non-Conviction Based Asset Forfeiture, Pemerintah Indonesia menggagas undang-undang Perampasan Aset Tindak Pidana dengan didahului definisi dari istilah khusus yang akan digunakan dalam rumusan ketentuan umum undang-undang antara lain: aset293, aset tindak pidana294, perampasan aset tindak (perampasan aset)295, penelusuran296, pemblokiran297, penyitaan298, instansi berwenang,299 jaksa pengacara negara300, penyidik301, Penuntut Umum302, Pihak Berkepentingan303, Pihak ketiga Berkeberatan304, pengelola

————————
293Aset adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud dan mempunyai nilai ekonomis.

294 Aset Tindak Pidana adalah aset yang diperoleh atau diduga berasal dari tindak pidana, atau yang digunakan untuk Tindak Pidana.

295 Perampasan Aset Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Perampasan Aset adalah tindakan hukum yang dilakukan oleh negara untuk merampas Aset Tindak Pidana berdasarkan putusan pengadilan tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya.

296 Penelusuran adalah serangkaian tindakan untuk mencari, meminta, memperoleh, dan menganalisis informasi untuk mengetahui atau mengungkap asal-usul dan keberadaan Aset Tindak Pidana.

297 Pemblokiran adalah tindakan mencegah pentransferan, pengubahan bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, atau pergerakan Dana untuk jangka waktu tertentu

298 Penyitaan adalah serangkaian tindakan Penyidik atau Penuntut Umum untuk mengambil alih dan/atau menyimpan Aset Tindak Pidana di bawah penguasaannya baik untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan maupun untuk kepentingan Perampasan Aset menurut undang-undang ini.

299 instansi berwenang adalah instansi yang berwenang berdasarkan undang undang melakukan tindakan pemblokiran dan penyitaan aset.

300 jaksa pengacara negara adalah Jaksa sebagai penerima surat kuasa khusus mewakili negara berperkara Perdata di pengadilan.

301 Penyidik adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, serta penyidik pegawai negeri sipil pada Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan, dan Kementerian Kehutanan.

302 Penuntut Umum adalah Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim

303 Pihak Berkepentingan adalah seseorang atau korporasi yang dianggap terkait lansung dangan aset yang dicurigai hasil tindak pidana.

304 Pihak ketiga berkeberatan adalah seorang atau korporasi yang mempunyai kepentingan dan Secara nyata haknya dirugikan dengan dilaksanakannya gugatan perampasan aset tersebut.


~244~
aset tindak pidana305, lembaga pengelola aset tindak pidana306, dokumen307, setiap orang308, korporasi309, dan menteri310.

Berhubung pengertian perampasan aset tindak pidana yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah aset yang terkait dengan tindak pidana tetapi perampasannya tidak diputus berdasarkan putusan peradilan pidana (in personam). Pengertian perampasan aset seperti ini dikenal dengan istilah aset forfeiture (in rem), sementara istilah in rem ini belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk menambahkan definisi aset tindak pidana dengan frasa kata in rem, sehingga menjadi "perampasan aset tindak pidana in rem".

Mengingat bahwa penuntutan dalam perkara ini objekharta benda yang terkait dengan tindak pidana tetapi tidak diputus dalam peradilan pidana (in personam), maka perlu untuk diberikan pengertian penuntutan dan penuntut umum yang berbeda dengan pengertian dalam KUHAP. Yang dimaksud dengan permohonan perampasan aset (in rem)

————
305 Pengelolaan Aset Tindak Pidana adalah kegiatan penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan, pembagian, pengawasan, dan/atau pengembalian Aset Tindak Pidana.

306 Lembaga Pengelola Aset Tindak Pidana yang selanjutnya disebut LPA adalah lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi mengelola aset yang berasal dari penyitaan dan perampasan aset menurut undang-undang ini.

307 Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: (a) tulisan, suara, atau gambar; (b) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; atau (c) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

308 Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi .

309 Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

310 Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. adalah tindakan penuntut umum untuk mengajukan permohonan perampasan aset kepada pengadilan negeri setempat yang berwenang mengadili perkara pidana dalam hal dan menurut cara yang akan diatur kemudian dalam undang- undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Yang dimaksud dengan penuntut umum adalah jaksa yang akan diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan permohonan perampasan aset dan melaksanakan penetapan dan/atau putusan hakim.


2. Substansi Pengaturan

a. Aset yang Diperoleh atau Diduga Berasal dari Tindak Pidana Yang Dapat Dirampas
Aset tindak pidana yang dapat dirampas adalah aset yang diperoleh atau diduga dari tindak pidana yaitu:
1. Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana
2. Aset dari tindak pidana yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau Korporasi baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi yang diperoleh dari kekayaan tersebut,
3. Aset yang digunakan untuk melakukan tindak pidana,
4. Aset tindak pidana dari terpidana tidak menjadi uang pengganti, aset tindak pindana terkait lansung dengan status pindana dari terpidana.
5. Aset yang ditemukan barang temuan yang diduga kuat berasal dari tindak pidana. 6. Aset korporasi yang diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.

7. Aset tersangka atau terdakwanya yang meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya pada saat dilakukan penyidikan atau proses peradilan, yang secara diperoleh dari tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.

8. Aset yang terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan, tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan,

9. Aset yang perkara pidananya tidak dapat disidangkan, tetapi berdasarkan bukti asetnya telah digunakan untuk kejahatan.

10. Aset yang perkara pidananya telah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari ternyata diketahui terdapat aset dari tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas.

11. Aset Pejabat Publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah maka Aset tersebut dapat dirampas berdasarkan Undang-Undang ini.

Mengenai jumlah nilai minimum aset dan perubahannya yang dapat dirampas diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selain itu perlu beberpaa pengaturan terhadap implikasi penggunaan mekanisme permpasan aset inrem dengan penggunaan instrumen pidanan, bahwa dengan dilaksanakannya Perampasan Aset kemudian tidak menghapuskan kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana. Dan Aset yang telah dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam penuntutan terhadap pelaku tindak pidana.

  Kemudian, aset Tindak Pidana hanya dapat dirampas satu kali saja artinya aset yang telah dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat dimohonkan untuk dirampas dalam putusan terhadap pelaku tindak pidana. Olehkarena itu Jaksa Pengacara Negara dalam gugatan permohonannya tidak boleh minta perampasan terhadap aset yang sama yang telah dirampas Negara melalui mekanisem pidana. Jika dalam pemeriksaan perkara pidana terdapat kesamaan objek yang akan dirampas dengan permohonan Perampasan Aset, pemeriksaan terhadap permohonan Perampasan Aset ditunda sampai adanya putusan Hakim dalam perkara pidana.

  Dalam hal putusan Hakim terkait perkara pidana menyatakan Aset Tindak Pidana yang menjadi objek dalam permohonan Perampasan Aset dirampas, permohonan Perampasan Aset menjadi gugur. Perampasan aset masih bisa digunakan apabila ternyata masih ada barang yang belum disita.

b. Penelusuran Aset

  Mekaniseme dilakukannya penelusuran adalah dudahului dengan penemuan aset tindak pidana oleh Penyidik atau Penuntut Umum dengan bukti yang cukup, kemudian Penyidik atau Penuntut Umum melakukan permintaan Tindakan Perampasan Aset kepada Jaksa Agung, dari surat permintaan tersebut jaksa agung menilai alat bukti dan aset yang dicurigai aset tindak pidana. penilaian dilakukan maksimal 5 (lima) hari setelah surat diterima, apabila jaksa agung menyetujui maka dalam jaksa agung menunjuk Jaksa Pengacara Negara yang akan bertanggung jawab dalam mewakili jaksa agung melakukan tindakan Perampasan Aset.

  Kewenangan melakukan penelusuran dalam rangka perampasan aset tindak pidana (in rem) diberikan kepada penyidik atau penuntut umum bersama Jaksa Pengacara Negara. Dengan penjelasan sebagai berikut:

- Penyidik apabil penelusuran terhadap Aset tindak pidana yang belum diajukan ke pengadilan.
- Penuntut umum apabila penelusuran terhadap Aset tindak Pidana yang telah diajukan dipengadilan dan telah diputuskan oleh hakim dipengadilan.
- Jaksa Pengacara Negara, melakukan penelusuran bersama Penyidik atau penuntut umum.

  Dalam melaksanakan penelusuran tersebut, penyidik atau penuntut umum dan Jaksa Pengacara Negara diberi wewenang untuk meminta Dokumen kepada setiap orang, Korporasi, atau instansi pemerintah.

Selanjutnya diatur juga:

a. Kewajiban bagi setiap orang, Korporasi, atau instansi pemerintah untuk memberikan informasi dengan menyerahkan Dokumen kepada penyidik atau penuntut umum.
b. Larangan bagi setiap orang, korporasi, atau instansi pemerintah untuk memberitahukan kepada pihak lain, baik langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun mengenai permintaan dan pemberian informasi dan dokumen. Penyerahan Dokumen dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kerahasiaan

c. Kewajiban bagi setiap orang, korporasi, atau instansi pemerintah untuk menyimpan catatan dan dokumen mengenai permintaan dan pemberian informasi dan dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Namun ada pengecualian, yaitu apabila terdapat unsur penyalahgunaan wewenang dari orang, Korporasi, atau instansi pemerintah yang memberikan informasi dengan beriktikad baik maka tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana.

d. Alternatif perumusan kewenangan penelusuran diberikan kepada penuntut umum dan jaksa pengacara negara untuk dapat meminta bantuan kepada penyidik jika diperlukan. Pertimbangan alternatif ini adalah untuk efesiensi dan efektivitas penindakan.

c. Ketentuan Pemblokiran dan Penyitaan

Dalam ketentuan ini diberikan juga kewenangan kepada jaksa pengacara negara untuk melakukan pemblokiran dan penyitaan berdasarkan rekomendasi penyidik atau penuntut umum, tindakan dilakukan terhadap aset-aset yang menjadi objek yang dapat dirampas yang diatur dalam undang- undang. mekanisme pemblokiran dan Penyitaan aset diatur dua hal yaitu pertama, Tindakan pemblokiran dan Penyitaan dan kedua, Keberatan Terhadap Pemblokiran. 1). Tindakan pemblokiran dan Penyitaan aset.

 Dalam pengaturan mengenai tindakan pemblokiran dan Penyitaan aset didahului dengan ketentuan umum, bahwa pemblokiran dan Penyitaan dilakukan terhadap aset yang secara langsung atau tidak langsung atau yang diketahui atau patut diduga digunakan atau akan digunakan, baik seluruh maupun sebagian, untuk Tindak Pidana.

 Yang melaksanakan pemblokiran adalah Jaksa Pengacara Negara atau hakim dengan meminta atau memerintahkan instansi berwenang untuk melakukan Pemblokiran dan Penyitaan Aset.

 Pemblokiran dan penyitaan dilakukan dengan penetapan Pengadilan Negeri dimana aset tersebut berada, dan menjadi dasar untuk meminta atau memerintahkan instansi berwenang untuk melakukan Pemblokiran. Penetapan pengadilan dilakukan maksimal 1 (satu) hari setelah pemblokiran dan Penyitaan di diajukan, dalam hal keadaan memaksa maka pemblokiran dan Penyitaan dapat dilakukan tanpa penetapan pengadilan, setelah melakukan pemblokiran dan Penyitaan Jaksa Pengacara Negara menyerahkan berita acara pemblokiran dan Penyitaan kepada Pengadilan.

 Permintaan pemblokiran harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai:

a.nama dan jabatan pejabat yang meminta atau memerintahkan:
b. identitas orang atau Korporasi yang asetnya akan diblokir:
c. alasan pemblokiran dan Penyitaan, dan
d. tempat aset berada.  instansi berwenang wajib melaksanakan pemblokiran dan Penyitaan segera setelah surat permintaan atau perintah Pemblokiran diterima dari jaksa pengacara negara, atau hakim.

 Jangka waktu Pemblokiran dilakukan dalam waktu paling lama 45 (Empat Puluh Lima) hari. Dalam hal jangka waktu Pemblokiran berakhir, instansi berwenang wajib mengakhiri Pemblokiran demi hukum. Perpanjangan pemblokiran dapat dilakukan 45 (Empat Puluh Lima) hari hari.

 paling lama 1 (satu) hari kerja sejak tanggal pelaksanaan Pemblokiran. instansi berwenang wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan Pemblokiran dan penyitaan aset kepada:

1. Jaksa pengacara Negara, Pengadilan, dan
2. pihak yang berkepentingan,

 aset yang diblokir dan disita harus tetap berada pada instansi berwenang yang bersangkutan. Ketentuan ini juga memberikan kewajiban kepada Jaksa Pengacara Negara untuk menyerahkan aset tindak pidana beserta dokumen pendukungnya kepada LPA. LPA Yang akan memantau dan mengelola sementara untuk menjaga nilai aset oleh hingga menunggu putusan hakim.

 perlindungan undang undang terhadap instansi berwenang dalam melakukan pemblokiran bahwa jaksa pengacara negara, dan instansi berwenang yang melaksanakan perintah Pemblokiran tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam pelaksanaan Pemblokiran berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang. 2). Keberatan pemblokiran dan Penyitaan Aset.

 Setiap Orang dapat mengajukan keberatan terhadap pelaksanaan pemblokiran dan Penyitaan aset. Pengajuan keberatan terhadap pelaksanaan pemblokiran dan Penyitaan aset disampaikan kepada penyidik, penuntut umum, Jaksa Pengacara negara atau hakim. Jangka waktu pengajuan keberatan dilakukan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari sejak pemblokiran dan Penyitaan dilakukan. Keberatan disampaikan secara tertulis dan dilengkapi dengan alasan keberatan disertai penjelasan mengenai hubungan atau kaitan pihak yang mengajukan keberatan dengan pemblokiran dan Penyitaan yang diblokir dan disita serta bukti, dokumen asli, atau salinan yang telah dilegalisasi yang menerangkan sumber dan latar belakang aset.

 Kemudian penyidik atau penuntut umum bersama Jaksa Pengacara negara menilai keberatan yang diajukan, penilaian dilakukan masimal 5 (lima) Hari kerja, Jika keberatan diterima, maka harus dilakukan pencabutan pelaksanaan Pemblokiran oleh instansi berwenang yang melakukan Pemblokiran. berdasarkan permintaan atau perintah dari jaksa pengacara negara. Dalam hal keberatan ditolak, pihak yang mengajukan keberatan dapat mengajukan gugatan sebagai pihak ketiga yang berkeberatan ke pengadilan.

 Apabila tidak ada orang, korporasi sebagai pihak ketiga yang mengajukan keberatan dalam waktu 5 (lima) hari sejak tanggal pemblokiran dan Penyitaan, Jaksa pengacara negara menyerahkan penanganan aset yang diketahui atau atut diduga terkait Tindak Pidana ke pengadilan negeri. d. Permohonan Perampasan Aset

 Penyidik atau penuntut umum bersama jaksa pengacara negara menyiapkan berkas permohonan Perampasan aset untuk diajukan ke pengadilan perdata.

 Permohonan perampasan aset dapat dilakukan setelah Jaksa Pengacara Negara melakukan pemblokiran dan/atau penyitaan. Maksimal 10 (Sepuluh) hari setelah pemblokiran dan/atau penyitaan maka jaksa pengacara negara wajib melakukan pengajuan permohonan Perampasan aset.

 Permohonan perampasan aset diajukan oleh Jaksa pengacara negara kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat secara tertulis dalam bentuk surat permohonan yang dilengkapi dengan berkas perkara. Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perampasan aset adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan aset. Apabila terdapat beberapa aset yang dimohonkan untuk dirampas dalam daerah hukum beberapa Pengadilan Negeri, penuntut umum dapat memilih salah satu dari pengadilan negeri tersebut untuk mengajukan permohonan perampasan aset. Dalam hal keadaan daerah tidak memungkinkan suatu Pengadilan Negeri untuk memeriksa suatu permohonan Perampasan Aset, maka atas usul Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain yang layak untuk memeriksa permohonan dimaksud. Apabila aset yang dimohonkan untuk dirampas berada di luar negeri, namun telah memenuhi syarat sebagai objek Perampasan Aset, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa.

 Ketua Pengadilan memeriksa yuridiksi terhadap Gugatan Permohonan yang diajukan jaksa pengacara negara. Jangka waktu pemeriksaan dan penilaian kewenangan pengadilan maksimal 5 (lima) Hari hari kerja, setelah permohonan diterima. Gugatan permohonan dapat ditolak, Apabila ternyata terdapat beberapa Aset Tindak Pidana diluar yuridiksi, keputusan ketua pengadilan disampaikan ke jaksa pengacara negara beserta berkas gugatan perampasan aset.

 Gugatan permohonan dapat diterima, Setelah menentukan bahwa gugatan masuk dalam kewenangannya. Setelah memutuskan gugatan permohonan jaksa pengacara negara dapat diterima. Ketua pengadilan memerintahkan panitera untuk mengumumkan permohonan Perampasan aset dan menunjuk hakim Pemeriksa yang akan memeriksa permohonan perampasan Aset. Kemudian Hakim menetapkan hari sidang paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah penunjukan ketua pengadilan.

 Ketua Pengadilan Negeri juga memerintahkan panitera untuk melakukan pengumuman atas permohonan dan gugatan setelah penetapan kewenangan pengadilan atas gugatan permohonan perampasan aset. Panitera melaksanakan pengumuman sejak perintah ketua pengadilan ditetapkan.

 panitera mengirim salinan Gugatan permohonan Perampasan Aset kepada para pihak yang diketahui berkepentingan dengan Aset tersebut. Penyampaian dilakukan paling lambat 2 hari setelah ketua pengadilan memutuskan gugatan tersebut merupakan kewenangannya. Apabila terdapat pihak yang mengajukan keberatan terhadap Gugatan permohonan Perampasan Aset, Panitera menyampaikan salinan Gugatan permohonan Perampasan Aset tersebut kepada pihak yang mengajukan keberatan. Pihak keberatan dimasukkan sebagai pihak intervensi dalam gugatan tersebut. Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan pemberitahuan kepada pihak yang mengajukan keberatan sebagai pihak dalam gugatan Aset tersebut, dan memberitahukan kepada jaksa pengacara negara.

e. Tata Cara Pemanggilan

Untuk tata cara pemanggilan, dalam hal terdapat pihak yang mengajukan keberatan terhadap permohonan perampasan aset, Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan surat panggilan kepada pihak ketiga yang mengajukan keberatan dan memberitahukan kepada penuntut umum untuk datang langsung ke sidang pengadilan. Surat panggilan disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal sidang melalui alamat tempat tinggal atau di tempat kediaman terakhir para pihak. Dalam hal para pihak tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa/kelurahan atau nama lainnya dalam daerah hukum tempat tinggal para pihak atau tempat kediaman terakhir. Dalam hal terdapat pihak yang ditahan dalam Rumah Tahanan Negara, surat panggilan disampaikan melalui pejabat Rumah Tahanan Negara. Dalam hal korporasi menjadi pihak maka panggilan disampaikan kepada Pengurus di tempat kedudukan korporasi sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar korporasi tersebut. Salah seorang pengurus Korporasi wajib menghadap di sidang pengadilan mewakili korporasi. Surat panggilan yang diterima oleh para pihak sendiri atau oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.

Dalam menetapkan hari persidangan, Ketua Majelis Hakim harus mempertimbangkan jarak antara alamat tempat tinggal pihak yang berperkara dengan pengadilan tempat persidangan dilakukan. Tenggang waktu antara pemanggilan pihak yang berperkara dan waktu sidang tidak boleh kurang dari 3 (tiga) hari kerja, kecuali dalam hal sangat perlu dan mendesak untuk diperiksa dan hal tersebut dinyatakan dalam surat panggilan.

f. Acara Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

Hakim menetapkan hari sidang dan memerintahkan kepada panitera pengadilan negeri untuk memanggil jaksa pengacara negara dan/atau pihak ketiga yang berkeberatan untuk hadir di sidang pengadilan. Jangkawaktu pemeriksaan dipengadilan adalah 30 (tiga puluh) Hari kerja.

Adapaun proses yang akan dilakukana dalah:

a. Hakim Memanggil Para pihak dan mendengarkan pendapat para pihak.

b. Penuntut umum menyampaikan permohonan Perampasan Aset beserta dalil tentang alasan mengapa aset tersebut harus dirampas serta menyampaikan alat bukti tentang asal usul dan keberadaan aset yang mendukung alasan Perampasan Aset. Dalam hal diperlukan, penuntut umum dapat menghadirkan aset yang akan dirampas atau berdasarkan perintah hakim dilakukan pemeriksaan terhadap Aset Tindak Pidana di tempat aset tersebut berada. c. Dalam hal ada perlawanan dari pihak ketiga, maka hakim memberikan kesempatan kepada pihak ketiga untuk mengajukan alat bukti berkenaan dengan keberatannya. Pihak ketiga harus membuktikan bahwa aset tersebut bukan aset tindak pidana.

d. Hakim mempertimbangkan seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh penuntut umum dan/atau pihak ketiga sebelum memutus apakah akan menerima atau menolak permohonan Perampasan Aset.

g. Pembuktian dan Putusan Pengadilan

Untuk kepentingan Pemeriksaan di sidang Pengadilan, pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak ketiga yang keberatan terhadap permohonan perampasan aset, wajib membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.

Dalam pemeriksaan di sidang Pengadilan, hakim memerintahkan pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak ketiga yang keberatan terhadap permohonan perampasan aset agar membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan permohonan perampasan aset dimaksud bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana. Pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak ketiga yang keberatan terhadap permohonan perampasan aset membuktikan bahwa harta kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.

Dalam hal pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak ketiga yang tidak dapat membuktikan bahwa aset tersebut bukan berasal dari tindak pidana, hakim memutuskan aset tersebut dirampas untuk Negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Dalam hal pemilik, pihak yang menguasai aset, atau pihak ketiga tidak hadir persidangan atau menolak memberikan bukti, hakim memutuskan aset tersebut dirampas untuk Negara atau dikembalikan kepada yang berhak.

Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Putusan pengadilan memuat: (a) kepala putusan yang dituliskan berbunyi: (b) "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; (c) nama, jenis, berat, ukuran dan/atau jumlah masing-masing aset; (d) permohonan perampasan aset; (e) pertimbangan yang secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat bukti yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan diterima atau ditolaknya permohonan perampasan aset; (f) pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan; (g) hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim; (h) pernyataan diterima atau ditolaknya permohonan perampasan aset; (i) ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti; (j) perintah agar aset dirampas untuk negara atau tetap dalam status sitaan atau blokir atau dibebaskan dari status sitaan atau blokir atau dikembalikan kepada pemilik yang sah; (k) hari dan tanggal putusan, nama para pihak, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus, dan nama panitera; dan (1) putusan mengenai pemberian ganti kerugian dalam hal memungkinkan.

Petikan putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera segera setelah putusan diucapkan dan Putusan dilaksanakan dalam waktu paling lama 5 (Lima) hari setelah putusan tersebut disampaikan kepada Pengacara Negara. Putusan dikeluarkan paling lama 2 (dua) hari. Setelah putusan dibacakan.

Panitera membuat Berita Acara sidang dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan dan memuat segala kejadian di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan. Berita Acara sidang memuat juga hal yang penting dari keterangan para pihak, saksi, dan ahli. Atas permintaan penuntut umum atau pihak ketiga, hakim ketua sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus tentang suatu keadaan atau keterangan. Berita Acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera, kecuali apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal tersebut dinyatakan dalam Berita Acara.

Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran Pihak Ketiga berkeberatan diumumkan oleh Panitera pada papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintah daerah, atau diberitahukan kepada Pihak berkepentingan.

h. Pengelolaan Aset

Ketentuan ini mengatur bahwa pengelolaan aset dilaksanakan berdasarkan asas profesional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, dan akuntabilitas. Pengelolaan aset dilaksanakan oleh LPA yang bertanggung jawab kepada Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan aset oleh LPA diatur dengan Peraturan Menteri.

Dalam melaksanakan tugasnya, kementerian menyelenggarakan fungsi: (a) penyimpanan; (b) pengamanan; (c) pemeliharaan; (d) penilaian; (e) penggunaan; (f) pemanfaatan; pemindahtanganan; (h) dan/atau (j) pengembalian Aset Tindak Pidana.

Dalam menjalankan fungsinya, LPA mempunyai wewenang sebagai berikut: (a) menerima Aset hasil sitaan atau rampasan yang diserahkan oleh penyidik atau penuntut umum termasuk dokumen-dokumen pendukungnya; (b) menunjuk atau menetapkan pihak lain yang bertugas melakukan pengurusan Aset Tindak Pidana yang bersifat khusus atau kompleks; (c) membantu penyidik atau penuntut umum dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu dengan melaksanakan penjualan, pemusnahan, pengembalian kepada pemilik sesuai dengan putusan pengadilan. LPA atas permintaan penyidik atau penuntut umum berwenang menjual aset sebelum adanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dalam hal Aset yang disita mempunyai sifat mudah rusak, mudah busuk, atau nilai ekonomisnya cepat menurun, atau penyimpanan, pemeliharaan, dan pengamanan aset tersebut memerlukan biaya yang cukup besar.

i. Tata Cara Pengelolaan Aset

Ketentuan ini mengatur bahwa LPA bertanggung jawab atas penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan aset yang ada di bawah penguasaannya. Penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan aset dimaksudkan untuk menjaga atau mempertahankan nilai Aset. Dalam melakukan penyimpanan, pengamanan, dan pemeliharaan Aset, LPA dapat menunjuk pihak lain untuk membantu melakukan pemeliharaan Aset. Ketentuan ini mengatur pula hal sebagai berikut: a. Pengamanan terhadap aset meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. Dalam melakukan pengamanan fisik aset, LPA dapat bekerja sama dengan aparat keamanan.

b. Terhadap aset tertentu, LPA dapat melakukan penilaian pada saat diterima dan diserahkan kepada penuntut umum. Hasil penilaian aset dituangkan dalam bentuk laporan hasil penilaian aset. Laporan hasil penilaian aset disampaikan kepada penyidik atau penuntut umum.

c. Penjualan Aset yang telah diputus dirampas dilakukan dengan lelang melalui Kantor Lelang. Hasil lelang Aset disetor langsung ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. Pengelolaan aset yang dirampas berlaku ketentuan perundang-undangan tentang pengelolaan barang milik negara.

d. Penggunaan Aset yang masih dalam status benda sitaan dapat dilakukan oleh LPA dengan persetujuan Menteri. Dalam hal Aset yang dirampas diperlukan penggunaannya oleh instansi Pemerintah, dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan Menteri. Dalam hal persetujuan Menteri tidak diperoleh, Aset harus dijual melalui lelang. Penggunaan Aset dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara dan kepentingan umum.

e. Pengembalian Aset baik sebagian atau seluruhnya dilakukan terhadap pihak ketiga atau orang lain sebagaimana disebutkan dalam Putusan perampasan Aset.

f. LPA dapat meminta lembaga pemerintah yang berwenang untuk melakukan audit atas pelaksanaan pengembalian Aset. Hasil audit disampaikan kepada LPA untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. tertentu.

g. Hasil yang diperoleh dari pengelolaan Aset disetorkan langsung ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. Penggunaan dana dari penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan aset rampasan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

h. Sebagian dana dari penerimaan negara bukan pajak dari hasil pengelolaan aset rampasan dapat digunakan untuk: (a) pendidikan dan pelatihan terkait penelusuran, penyelidikan, penyidikan, pengelolaan aset rampasan; (b) penegakan hukum terkait perampasan aset; (c) penelitian dan pengembangan teknologi terkait perampasan aset; dan (d) pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu.


j. Ganti Rugi dan/atau Kompensasi

Ketentuan ini mengatur bahwa dalam hal seseorang dirugikan sebagai akibat dilakukannya pemblokiran atau penyitaan maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau kompensasi.

k. Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga

Ketentuan ini mengatur bahwa dalam hal Aset Tindak Pidana yang diajukan permohonan perampasan terdapat milik pihak ketiga yang beritikad baik, pihak ketiga tersebut dapat mengajukan keberatan terhadap permohonan perampasan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pihak ketiga yang beritikad baik wajib membuktikan hak kepemilikannya atas Aset.

l. Kerjasama Internasional

Ketentuan ini mengatur bahwa kerjasama internasional mengenai bantuan untuk penelusuran, pemblokiran, penyitaan, perampasan, dan pengelolaan Aset Tindak Pidana dilakukan berdasarkan perjanjian, baik bilateral, regional, maupun multilateral, atau atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip resiprositas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal permintaan Pemblokiran atau Penyitaan aset yang berada di luar negeri ditolak, maka penyidik atau penuntut umum dapat memblokir atau menyita aset lainnya sebagai pengganti yang terdapat di Indonesia yang nilainya setara dengan nilai aset yang akan diblokir atau disita.

Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Hukum dan HAM dapat membuat perjanjian atau kesepakatan dengan negara asing untuk mendapatkan penggantian biaya dan bagi hasil dari hasil aset yang dirampas: (a) di negara asing, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan berdasarkan putusan perampasan atas permintaan Pemerintah; atau (b) di Indonesia, sebagai hasil dari tindakan yang dilakukan di Indonesia berdasarkan putusan perampasan atas permintaan negara asing.

Pemerintah dapat melakukan kerja sama internasional yang meliputi bantuan hukum timbal balik dalam masalah aset tindak pidana, dan/atau kerja sama lainnya sesuai dengan ketentuan atas dasar perjanjian tau hubungan baik berdasarkan asas resiprositas. Kerjasama internasional harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hubungan luar negeri dan perjanjian internasional.

Negara asing atau yurisdiksi asing dapat menyampaikan permintaan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan Perampasan aset bantuan yang diduga berada atau berada di Indonesia milik orang atau Korporasi yang melakukan tindaka pidana dinegara asing atau yurisdiksi asing. Permintaan bantuan negara asing atau yurisdiksi asing diberikan atas dasar kepentingan politik luar negeri nasional, perjanjian, atau hubungan baik berdasarkan asas resiprositas dan undang undang yang berlaku.

Indonesia juga dapat menyampaikan permintaan bantuan kepada negara asing atau urisdiksi asing untuk melakukan perampasan aset Tindak Pidana yang berada di negara asing atau yurisdiksi asing tersebut. Permintaan bantuan Perampasan aset tindak pidana disampaikan kepada Kejaksaan Agung melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri. Permintaan batuan paling sedikit memuat: a. nama otoritas berwenang dari negara asing atau yurisdiksi asing yang melakukan permintaan;

b. dasar dan alasan permintaan bantuan Perampasan aset dari negara asing atau yurisdiksi asing yang meminta bantuan untuk mencurigai atau meyakini bahwa orang atau Korporasi tersebut hasil dari tindak pidana.

c. ringkasan fakta terkait aset tindak pidana dari negara asing atau yurisdiksi asing yang meminta bantuan;

e. keterangan Aset tindak pidana yang diminta negara asing atau yurisdiksi asing yang memintakan bantuan. Permintaan bantuan disampaikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Jika syarat permintaan bantuan perampasan aset telah terpenuhi, Jaksa Agung meneliti berkas apakah dapat diajukan perampasan aset atau tidak. Jika terdapat alasn atau bukti bahwa aset tindak pidana yang dimintakan bantuan sesuda dengan undang undang maka jaksa agung menunjuk menunjuk jaksa pengacara negara untuk melakukan proses perampasan aset sesuai dengan undang undang ini.

Jika permintaan bantuan sebagaimana dimaksud ditolak, kejaksaan agung Republik Indonesia melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri menyampaikan penetapan penolakan ke negara asing atau yurisdiksi asing yang meminta bantuan beserta alasan penolakannya

m. Pendanaan

Ketentuan ini mengatur bahwa segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan Undang-Undang dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara.

n. Ketentuan Tambahan

ketentuan ini mengatur Bagi pihak-pihak yang berjasa dalam upaya Perampsan aset diberikan insentif yang disisihkan dari hasil lelang atau hasil yang lain. Ketentuan lebih lanjut diatur oleh Menteri.

Kemudian mengatur juga mengenai laporan pertanggung jawaban terhadap tindakan perampasan aset yang dilakukan oleh Jaksa agung dan LPA, kepada presiden, DPR, DPD, serta BPK mengenai proses perampasan aset hingga pengelolaan aset tersebut. o. Ketentuan Peralihan

Ketentuan ini mengatur bahwa pada saat Undang- Undang mulai berlaku, Aset Tindak Pidana yang telah disita atau dirampas diserahkan pengelolaanya kepada Direktorat Jenderal kekayaan Negara Kementerian Keuangan sampai terdapat penugasan atau pembentukan LPA berdasarkan Undang-Undang. Pembentukan Pembentukan LPA maksimal 3 tahun setelah Undang undang disahkan.

p. Ketentuan Penutup

Ketentuan ini mengatur bahwa LPA melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. Undang-Undang mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

-o0o-