Laporan Hasil Penyelarasan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana/Bab 6

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketentuan yang mengatur mengenai penyitaan dan perampasan hasil tindak pidana dan/atau instrumen yang digunakan untuk melakukan tindak pidana yang berlaku saat ini adalah melalui prosedur penegakan hukum pidana. Seringkali proses penyitaan dan perampasan aset melalui prosedur pidana ini menimbulkan persoalan, bahkan tidak dapat dilanjutkan manakala prosesnya, tersangka/terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, dan sakit permanen atau tidak diketahui keberadaannya. Karena itu, diperlukan suatu mekanisme baru di mana penyitaan atau perampasan aset perampasan aset hasil tindak pidana dan/atau instrumen yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dapat disita atau dirampas tanpa harus dikaitkan dengan penghukuman terhadap tersangka atau terdakwanya. Mekanisme dimaksud telah dikenal dan bahkan telah diterapkan di beberapa Negara atau yang dikenal dengan sistem perampasan aset melalui prosedur gugatan perdata terhadap bendanya atau in rem forfeiture. Penerapan sistem ini telah terbukti cukup mampu menekan tindak pidana yang bermotifkan ekonomi atau melibatkan dana dalam jumlah yang besar.

2. Pengaturan in rem forfeiture (tuntutan atau atau gugatan terhadap aset) memungkinkan dilakukannya pemulihan atau pengembalian aset hasil tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana atau non conviction based (NCB) asset forfeiture. Dengan mekanisme ini terbuka kesempatan yang luas untuk merampas segala aset yang diduga merupakan hasil pidana (proceed of crimes), aset-aset lain yang patut diduga akan digunakan atau telah digunakan sebagai sarana (instrumentalities) untuk melakukan tindak pidana, serta aset lain yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dikonversikan menjadi harta kekayaan lain. Mekanisme ini memungkinkan dilakukannya perampasan aset tanpa harus menunggu adanya putusan pidana yang berisi tentang pernyataan kesalahan dan penghukuman bagi pelaku tindak pidana.

3. Diharapkan pemberlakuan UU Perampasan Aset ini kelak akan mendorong pengelolaan aset yang profesional, transparan, akuntabel, dan terjaga nilai ekonomisnya dengan pembentukan lembaga pengelolaan pengelolaan aset yang bertanggungjawab kepada menteri yang membidangi urusan keuangan dalam pemerintahan agar tidak disia-siakan atau disalahgunakan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara dan untuk memudahkan pemerintah meminta bantuan kerja sama pengembalian aset dari negara lain yang pada umumnya mensyaratkan adanya putusan pengadilan.

4. Kebijakan nasional di bidang perampasan aset tindak pidana harus memiliki visi holistik berdasarkan kebutuhan yang nyata dan memenuhi standar internasional, baik yang telah ditentukan oleh PBB, FATF, maupun lembaga atau organisasi internasional lain yang kompeten di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi beberapa konvensi PBB antara lain Konvensi Internasional Konvensi Menentang Korupsi, Konvensi Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir, serta Konvensi Pemberantasan Pendanaan Terorisme. Konvensi tersebut antara lain mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya mengidentifikasi, mendeteksi, dan membekukan serta perampasan hasil dan instrumen tindak pidana.

5. Untuk dapat mewujudkan peraturan perundang-undangan yang efektif di bidang perampasan aset tindak pidana maka diperlukan komitmen politik, peraturan perundang-undangan yang proporsional, intelijen di bidang keuangan yang kuat, pengawasan sektor keuangan, penegakan hukum, dan kerjasama internasional.

B. Rekomendasi

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, direkomendasikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengingat perampasan aset merupakan bagian penting dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana, khususnya tindak pidana korupsi, dan juga pertimbangan akan kebutuhan perangkat hukum yang memadai dalam memerangi tindak pidana korupsi, serta kebutuhan penyelarasan paradigma dan ketentuan-ketentuan serta instrumen internasional secara maksimal dalam peraturan perundang-undangan, maka perlu disusun dan segera disahkannya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana.
  2. Merekomendasikan agar RUU tentang Perampsaan Aset dapat menjadi salah satu RUU prioritas tahun 2012 mengingat upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana di Indonesia diharapkan semakin efektif dan efisien. Penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana, ekonomi selain mengurangi pelaku atau kejahatan menghilangkan juga motif memungkinkan pengumpulan dana dalam jumlah yang besar yang dapat digunakan untuk mencegah dan memberantas kejahatan. Secara keseluruhan, hal tersebut akan menekan tingkat kejahatan di Indonesia.

3. RUU tentang Perampsaan Aset perlu disosialisasikan secara masif kepada seluruh pemangku kepentingan termasuk kepada masyarakat, sehingga UU ini dapat diterima dan diimplementasikan secara efektif.

-o0o-