Pola-Pola Kebudajaan/Bab 4
Bangsa lndian-pueblo di Baratdaja (Amerika Utara) termasuk golongan bangsa primitif jang paling terkenal dikalangan bangsa Barat. Meréka hidup dibagian tengah Amérika, dan mudah ditjapai ol6h pelantjong2 transkontinéntal. Meréka masih menuntut kehidupan menurut tradisi2 lama jang berlaku disitu. Kebudajaan belum terpetjah2 seperti halnja dengan masjarakat2 Indian diluar Arizona dan Mexico Baru. Ber-bulan2 dan ber-tahun2, tarian2 déwa kuno ditarikan dalam dusun2, jang rumah2nja dibuat dari batu, dimana kehidupan pada hakikatnja menuruti adatistiadat lama, dan apa jang meréka ambil dari kebudajaan kita, meréka robah bentuknja dan meréka sesuaikan dengan sikaphidupnja.
Meréka mempunjai sedjarah jang romantis. Diseluruh bagian Amérika, jang masih meréka tempattinggali, berdiri rumah2nja jang dahulu didiami oléh nénékmojangnja, rumah2-padas dan kota2 jang dibuat menurut rentjana, dan berasal dari abad keemasan bangsa Pueblo. Kota2nja jang sangat baniak itu didirikan dalam abad keduabelas dan tiga-belas, akan tetapi kita bisa mengusut sedjarahnja lebih djauh lagi, sampai pada permulaannja sekali, ketika rumah2nja terdiri dari satu ruangan dibuat dari batu, jang masing2 dibawah tanah mempunjai ruangan-upatjaranja. Bangsa Pueblo jang terdahulu ini bukanlah jang pertama jang telah memilih gurun di Baratdaja ini sebagai tempat kediamannja. Bangsa jang ada sebelumnja, jakni apa jang dinamakan bangsa Pembuat Kerandjang, telah berdiam disitu dizaman kuno sekali, sehingga kita tak bisa mengetahui lagi bilamana meréka itu berdiam disana. Meréka diusir dan barangkali djuga untuk sebagian besar habis dibunuh oléh bangsa Pueblo jang terdahulu.
Kebudajaan Pueblo berkembang pesat, setelah bangsa Pueblo menetap di penara bukit jang kering itu. Meréka membawa panah dan busur, membawa ketjakapan membuat rumah2 dari batu dan bermatjam2 djenis pertanian. Apa sebabnja meréka dalam masa jang sedjaja2nja memilih sebagai tempat tinggal lembah kering sungai San Juan jang mengalir dalam sungai Colorado dari Utara, tak ada orang jang bisa menerangkan. Daérah ini rupa2nja adalah daérah jang paling sukar didiami orang di Amérika Serikat, namun disini dahulu dibangun kan kota2 Indian paling besar disebelah Utara Mexico. Ada dua matjam kota, meskipun rupa²nja kota² itu dibangun dalam masa jang sama: jakni jang berupa rumah² padas dan jang berupa bénténg-lembah jang berbentuk setengah-lingkaran. Rumah-padas itu digali pada tepi djurang atau dibangunkan diatas tepi jang menondjol ber-puluh² méter diatas tanah-lembah; rumah itu bentuknja sangat romantis, sukar ditjari bandingannja. Kita samasekali tak bisa memahami, apa jang menjebabkan meréka sampai membuat rumah² disitu, djauh dari ladang²-gandum dan djauh dari sumber atau sungai. Alangkah sulitnja air disitu, apalagi djika rumah² ini digunakan sebagai bénténg pula. Beberapa rnntuhan jang masih ada selalu mengagumkan kita, karena kepelikan dan keindahan bangunannja. Satu hal jang tak pernah dilupakan disini betapapun keras tebing batu gunung jang didjadikan alas rumah², adalah ruangan-upatjara dibasah tanah, kiva, jang dibangun sedemikian rupa, sehingga orang bisa berdiri tegak didalamnja dan tjukup besar untuk didjadikan ruangan berapat. Untuk memasukinja orang harus turun tangga melalui lobang.
Djenis rumah jang lain ialah prototype kota jang direntjanakan setjara modérén, suatu témbok jang berbentuk setengah lingkaran jang bersusun tiga tingkatan pada sebelah luar jang diperkuat, dan jang sebelah dalamnja dibangunkan ber-terasª sampai di-kiva² dibawah tanah, dan tertutup oléh bagian kiri-kanan jang besar dan dilepa. Beberapa kota-lembah dari matjam ini tak sadja mempunjai kiva² jang ketjil ini, akan tetapi dalam pada itupun masih ada pula kuil besar, jang djuga dibangun dibawah tanah dan merupakan tjontoh kesenian-lepa jang boléh dibanggakan, jang dikerdjakan dengan baik sekali. Ketika petualang² Spanjol datang untuk mentjari kota-emas, puntjak kebudajaan bangsa Pueblo sudah lama tertjapai. Barangkali suku² Navaja-Apache dari Utara telah memutuskan djalan jang menudju ke-kota² bangsa tua ini, dan kemudian menjerangnja dengan tiba². Ketika orang² Spanjol datang, meréka sudah meninggalkan rumah²-padasnja dan kota² besar jang berbentuk setengah-lingkaran, dan telah menetap disepandjang sungai Rio Grande, dalam dusun² jang sekarang masih meréka diami. Disamping itu disebelah Barat masih ada pula suku² Acoma, Zuni dan Hopi, jang merupakan suku²-besar Pueblo.
Kebudajaan Pueblo dengan begitu ternjata telah mempunjai sedjarah pandjang jang homogén, dan penting untuk mengetahui ini, karena kehidupan budaja bangsa² ini begitu banjak bédanja dari kebudajaan bangsa Amérika Serikat lainnja. Sajang sekali archeologi tak bisa pula bertjerita kepada kita, apa sebabnja bahwa didaérah sempit di Amérika ini bisa dibangunkan suatu kebudajaan jang demikian bédanja dengan bentuk-kebudajaan jang ada disekitarnja, suatu kebudajaan, jang selalu mempertahankan dan memperlihatkan sikap-hidupnja jang konsekwen dan chusus.
Kita tak bisa memahami struktur kebudajaan-Puebio dengan baik, tanpa sedikit-banjaknja mengetahui tentang adatkebiasaan² tjara hidupnja. Sebelum memperbintjangkan tudjuan arah kebudajaannja, kita harus lebih dahulu menindjau rangka masjarakat setjara selajang pandang.
Suku Zuni adalah suatu bangsa jang suka akan Upatjara², suatu bangsa jang mendjundjung tinggi kesederhanaan dan perdamaian. Perhatiannja dipusatkan kepada hidup keupatjaraan jang aneka-warna dan banjak seluk-beluknja. Kultus dewa² bertopeng, pengobatan, matahari, djimat² sutji, perang, maut, kesemuanja itu merupakan lembaga² keupatjaraan lengkap dengan pegawai² keagamaan dan hari² penanggalan. Tak ada lapangan aktivitet jang lebih penting daripada keupatjaraan jang menempati pusat perhatiannja. Boleh djadi sebagian terbesar orang² lelaki dewasa dari suku² Pueblo mentjurahkan sebagian terbesar waktunja untuk ini. Ini menuntut dari mereka supaja hafal sedjumlah besar kata-rituil, jang bagi otak kita terlatih nampak sangat terlalu banjak dan mengagumkan, beserta melaksanakan upatjara² jang berurut²an dengan rapinja, jang diatur menurut penanggalan, dan jang dengan tjara ber-belit² menghubungkan semua kultus fainnja kepada organisasi pusat dalam suatu tatatertib formil jang tak ada habis²nja.
Hidup keupatjaraan tidak meminta waktu mereka, akan tetapi djuga perhatiannja. Bukanhanja bagi mereka jang bertanggung djawab atas kesemuanja ini sadja dan bagi mereka jang ikut serta, melainkan bagi semua orang² Pueblo, wanita² dan keluarga² jang „tak punja apa²". jakni mereka jang tak mempunjai milik²-rituil, upatjara² ini mendjadi pokok-pembitjaraannja se-hari², Selama upatjara² ini berlangsung mereka berdiri sepandjang hari sebagai penonton. Kalau seorang padri sakit, atau kalau dalam masa padri itu mengundurkan diri tak turun hudjan, maka seluruh orang didusun tak henti²nja membitjarakan kesalahan² padri jang dilakukan dalam upatjara beserta akibat² daripada kegagalannja itu. Barangkali padri dewa²-bertopeng menghina salah suatu mahluk adikodrati² Atau barangkali, ia menghentikan masa bersunjinja dan pulang menemui isterinja beberapa hari sebelum habis mengundurkan diri itu. Atjara² pembitjaraan sematjam itu dua minggu lamanja menguasai hati dan pikiran orang didusun. Djikalau ada orang² laki², jang harus melakonkan tokoh mahluk adikodrati, megenakan bulu burung baru ditopengnja, maka segala pembitjaraan mengenai biri² atau kebun, perkawinan atau pertjeraian lalu terdesak kebelakang.
Memanglah sangat logis, bahwa mereka begitu tertib memperhatikan soal² jang se-ketjilinja dilapangan ini. Perbuatan² keagamaan orang² Zuni menurut anggapan merdka mengandung kekuatirn adikodrati. Setiap langkah didjalan akan mendatangkan hasil jang diingini oleh manusia, asal se-tidak²nja réntétan kedjadian² telah ditentukan berdjalan se-tertib²nja, pakaian déwa-bertopéng betul² menurut sjarat tradisionil, kurbanan² tiada tjelanja, dan kata² dalam doa²jang berlangsung ber-djam² diutjapkan dengan teliti.
Untuk ini-dengan memindjam kata² meréka-orang ,,harus tahu tjaranja". Menurut semua adjaran² agamanja adalah suatu hal jang prinsipil, apakah salah suatu bulu-elang suatu topéng berasal dari bahu burung dan tidak dari dada misalnja. Setiap detail ada akibatnja.
Orang² Zuni menaruh banjak kepertjajaan kepada magi-meniru. Selama orang² padil bersunji untuk mohon turunnja hudjan meréka meng-guling²kan batu² bundar diatas tanah untuk meniru bunji guntur, air dipertjik²kan untuk mendatangkan hudjan, setjawan air diletakkan diatas altar, supaja sumbér² berisi air, orang membuat buih-sabun dari sedjenis tumbuh²an supaja awan² ber-bondong² dilangit, asap tembakau di-kepul²kan, supaja dewa²nja ,,tidak mengindarkan meréka dari nafasnja jang mengandung kabut". Dalam tari²an Déwa²-Bertopéng, orang mengenakan pakaian dari ,,daging" mahluk² adikodrarti, jakni tjat topeng²nja, dan dengan tjara² ini déwa² dipaksa untuk menurunkan berkatnja. Bahkan upatjara² jang tak begitu pasti termasuk lapangan magi, menurut pikiran orang² Zuni ikut menimbulkan kemanfaatan mékanis jang sama. Salah suatu kewadjiban² jang dikenakan kepada setiap padri atau setiap pemangku djabatan selama meréka aktif melakukan upatjara² keagamaan, ialah bahwa meréka tak boléh ada rasa marah atau kesal. Akan tetapi rasa kesal tidak tabu untuk mempermudah perhubungan dengan déwa adil, jang biasanja hanja bisa didekati dengan hati senang. Tiadanja ini hanja dianggap sebagai bukti pemusatan-pikiran kepada hal² adikodrati, suatu keadaan pikiran, jang bisa memaksa mahluk² adikodrati, dan jang menghalangi meréka menahan penunaian kewadjiban untuk memberikan jang harus diberikan. Jang diperlukan ialah kemanfaatan magis. Doa²njapun berupa mantra² jang kemanfaatannja tergantung kepada ketetapan tjara mengutjapkannja. Doa² tradisionil sematjam ini sangat banjak dikalangan suku Zuni, Jang chas ialah tjara menggambarkan seluruh réntétan kewadjiban² keupatjaraan dari si-pengutjap doa jang berachir dengan tertjapailah puntjak upatjara. Ber-turut² disinggung pakaian si-pelaku, pengumpulan dahan² wilga 1) untuk "dibuat tongkat²-doa, mengikat bulu² burung pada tongkat² doa dengan benang kapas, melukisi tongkat², mempersembahkan tongkat² wilga jang berbulu, kepada
¹) Salix, nama pohon indah, jang ada djenfu djantan dan betinanja. dewa² mengundjungi sumber² kramat, dan masa²-bersunji. Tjara mengutjapkan mantra² itu harus teliti, tiada bédanja dengan perbuatan keagamaan itu sendiri.
Mentjari disana, disepandjang tepi² sungai
Mentjari meréka jang mendjadi bapa² kita.
Pohon wilga djantan
Pohon wilga betina
Empat kali memotong tunas² jang tegak,
Aku pulang
Hari ini.
Dengan tangan manusiaku jang liangat
Ku-kuasai meréka.
Kuberi bentuk manusia kepada tongkat²-doaku.
Dengan ékor loréng laksana awan
Dari dia jang mendjadi kakékku,
Burung kalkun djantan,
Dengan ékor loreng burung elang jang laksana awan,
Dan sajap² lordngnja jang laksana awan
Dari semua burung² dimusim panas,
Dengan ini kuberi empat kali bentuk-manusia kepada tongkat²doaku.
Dengan daging dari dia, jang mendjadi ibuku,
Perempuan kapas.
Bahkan benang kapas jang dibuat dengan sederhana,
Kuberi bentuk manusia kepada tongkat²-doaku,
Dengan mengikatkannja empat kali dan mengikatkannja ditubuhnja.
Dengan daging dari dia, jang mendjadi ibuku,
Perempuan tjat hitam,
Kuberi bentuk manusia kepada tongkat-doaku,
Dengan menutupinja empat kali dengan daging.
Tidak pernah orang Zuni mentjurahkan isi hatinja dalam suatu doa. Ada beberapa doa biasa, jang boléh di-robah², sedikit akan tetapi ini berarti lain lagi daripada memperpéndék atau memperpandjang sadja. Doa² itupun tak pernah terasa inténsif. Doa² itu sifatnja selalu ringan-sedang dan berben-tuk keupatjaraan, berisi permohonan kehidupan jang terlalu berat,. perlindungan dari kekerasan. Bahkan padri² perang mengachiri doa²nja dengan kata²
Telah kukirimkan doa²ku.
Anak²ku,
Bahkan meréka, jang memasang kémahnja
Ditepi rimbaraja,
Semoga perdjalanannja selamat,
Semoga hutan²
Dan semak²
Mengulurkan tangan²nja jang berisi air
Untuk melindungi hatinja ;
Semoga perdjalanannja selamat ;
Semoga mereka tak banjak alami kesukaran
Bila meréka sedang menempuh djarak dekat.
Semoga semua anak² lelaki ketjil².
Semua gadis² ketjil²,
Dan meréka jang mendahului,
Semoga merdka mempunjai hati jang kuat,
Djiwa² jang kuat ;
Di-djalan²-, jang sampai didanau Fadjar
Semoga engkau pandjang umur,
Semoga perdjalananmu berhasil;
Semoga mendapat rahmat hidup.
Ditempat djalan pemberi-hidup bapa-mataharimu terbit,
Semoga djalan²mu sampai;
Semoga perdjalananmu berhasil.
Djikalau meréka ditanjai apakah maksud upatjara²-keagamaannja itu, maka meréka selalu siap dengan djawabnja : Supaja turun hudjan. Mémang sedikit banjaknja ini merupakan djawaban jang konvénsionil. Akan tétapi ini menggambarkan segi jang berakar mendalam tentang pandanganhidup orang² Zuni. Kesuburan lebih daripada apapun merupakan rahmat déwi² dan dalam daérah-gurun pegunungan-Zuni hudjan merupakan sjarat bagi tumbuhnja tumbuh²an. Kepergian untuk bersunji padri², tari²an Déwa²-Bertopéng, bahkan banjak aktivitét² sjarikat² djuru obat dinilai dengan ada-tidaknja hudjan. ,,Berkah dengan air" adalah sinonim dengan semua berkah². Karena itu dalam doa²nja déwa² memberi rahmat dengan mempergunakan nama² serupa itu dirumah² orang Zuni jang dikundjunginja: Rumah ,,terisi air", tangga-nja ialah ,,tangga-air, dan Skalpa (kulit-kepala) jang direbutnja dalam peperangan, ialah ,,tutup jang terisi air". Meréka jang telah matipun datang kembali dalam awan² hudjan, memberi rahmat kepada dunia. Orang² berkata kepada anak², apabila dimusim panas awan² siang muntjul: ,,Kakék²mu pada datang", dan jang dimaksudkan bukanlah anggota²-keluarga jang sudah mati, akan tetapi keseluruhan nénék-mojang². Djuga Déwa²-Bertopéng adalah hudjan dan dengan tari²anja orang Zuni memaksa supaja déwa² itu betul² berupa hudjan, dan turun menumpahi orang². Dan lagi, padri² dalam bersunjinja duduk didepan altar tak bergerak delapan hari lamanja, memanggil hudjan.
Pola-pola ― 5 Dari manapun tempat tinggalmu jang tetap,
Kau akan membuka djalanmu.
Awan² ketjilmu digerakkan angin,
Bungkusan² ketjil awanmu
Terisi air hidup,
Akan kau kirimkan untuk menetap dirumah kita,
Hudjanmu jang lembut akan mentjumbui bumi,
Disini di Itawana [1]
Tempat kediaman ajah² kita,
lbu² kita,
Meréka, jang hidup lebih dahulu,
Dengan airmu jang banjak
Engkau akan datang ber-sama².
Akan tetapi hudjanpun merupakan hanja salah suatu segi kesuburan, jang mendjadi tudjuan doa² orang Zuni jang diutjapkan selalu. Menurut djalan pikirannja perlipatgandaan hasil kebun tak terpisahkan dari pertumbuhan suku. Meréka ingin diberkahi dengan wanita² jang berbahagia.
Bahkan meréka jang bunting,
Mendukung anak dipunggungnja,
Jang lainnja mendukung diatas papan-buaian,
Jang seorang membimbing tangannja,
Sedangkan jang lain berdjalan mendahului.
Alat² jang dipakai untuk menambah kesuburan manusia, sifatnja simbolis jang anéh, serta tak-tertentu, seperti jang kita akan lihat, akan tetapi kesuburan adalah salah suatu tudjuan² jang diakui daripada kebaktian² keagamaan.
Hidup keupatjaraan, jang mendjadi pusat perhatian orang² Zuni, disusun dalam organisasi sebagai roda² jang saling berpautan. Kaum padri mempunjai benda² keramat, masa² bersunji, tarian², doa²nja sedangkan rentjana-setahunnja tiap² musim-dingin dilantik dengan suatu upatjara peralihan-matahari, jang diikuti oléh segala golongan dan menggunakan benda² keramat dan memusatkan segala fungsi²nja. Djuga sjarikat Déwa-Bertopéng suku mempunjai milik² dan kebaktian² menurut tanggal² jang tertentu dan hal iri memuntjak dalam upatjara Déwa²-Bertopéng dimusim-dingin, Shalako. Setjara itu pula sjarikat² djuru-obat jang chusus bertugas dilapangan penjembuhan orang² sakit sepandjang tahun melakukan kewadjibannja, sedangkan merékapuu mempunjai upatjara-tahunannja sendiri bagi keséhatan sukunja. Dan upatjara tahunan ini merupakan puntjak aktivitét meréka. Ketiga kultus terpenting dikalangan suku Zuni ini tak saling menutup pintunja bagi masing² warganja. Orang lelaki, boleh, dan merang sering, mendjadi warga ketiga kultus itu. Ke-tiga²nja memberikan kepadanja milik² keramat ,,untuk mendjadi sumber hidup” dan mensaratkan supaja ja mengetahui betul dan tjakap melakukan upatjara² itu,
Kaum padri adalah golongan jang sangat keramat, Ada empat tingkat jang tinggi, dan ada delapan Jang rendah. ,,Mereka menguasai anak”nja ¹)”, Mertka adalah orang² keramat. Bungkusan² obatnja, tempat menjimpan kekuasaannja, seperti kata Dr. Bunzel, ,,adalah maha keramat”. Bungkusan² ini disimpan didalam kundi² besar jang tertutup, dan diletakkan dalam ruangan²dalam jang kosong dirumah² kaum padri, dan terdiri dari sepasang gelagah jang tertutup-rapat, jang satu berisi air jang didalamnja ada katak-bikinan ketjil², jang lainnja berisi djagung. Keduanja diikat ber-sama² dalam kapas peribumi jang tak ditenun jang ber-meter² pandjangnja. Tak ada orang jang pernah masuk dalam ruangan keramat tempat perjimpanan bungkusan-obat para padri, ketjuali padri² itu sendiri apabila mereka harus melakukan upatjara², dan orang² tua dalam keluarga atau anak-perempuan jang paling kedjil, jang pada tiap² waktu-makan memasuki ruangan itu untuk makanan kepada bungkusan. Tiap² orang jang masuk ruangan itu, dengan maksud apapun djuga, harus melepaskan moccasin (sepatu)nja.
Para padri tak mengadakan upatjara² umum, meskipun kehadirannja pada berbagai upatjara adalah mutlak perlu, sedangkan merekalah jang sering harus melakukan langkah² pertama jang essénsiil dalam upatjara² itu. Persunjian padri² dalam ruangan tempat menjimpan bungkusan keramat sifatnja rahasia dan maha keramat. Dalam bulan Djuni djikalau diperlukan hudjan untuk tanaman djagung, jang disekitar bulan itu tumbuh mendjulang beberapa puluh sentiméter diatas tanah, dimulailah serangkaian persunjian. Supaja selalu ada padri jang ,,masuk”, apabila padri jang masuk duluan keluar, mergka mempunjai hari²nja sendiri jang sudah ditetapkan (,,mereka membuat hari²nja”), Pemimmpin² kultus-matahari dan kultus-perang ikut pula dalam rangkaian persunjian² padri itu. Mereka harus duduk tak bergerak sedikitpun dan pikirannja harus dipusatkan kepada hal² jang mengenai upatjara² delapan hari bagi padri² tinggi dan empat hari bagi padri² biasa. Semua orang Zuni meng-harap²kan turunnja hudjan pada hari² itu, dan padri² jang dirahmati hudjan mendapat salam dan utjapan² terima kasih didjalan², apabila saat persunjiannja sudah selesai, Mereka telah memberi berkah kepada bangsanja. lebih daripada hudjan. Mereka telah menolong kehidupannja. Kedudukannja sebagai pelindung bangsa ternjata tak sia². Doa² jang diutjapkan selama persunjiannja, terkabul.
—
Semua anak²ku jang turun-tangga,
Semua jang kupegang,
Semoga djangan terlepas dari genggamanku,
Setelah menempuh djalan dekat.
Bahkan tiap² kumbang,
Bahkan tiap² kumbang jang ketjil dan kotor
Biarlah merka tetap dalam genggaman tanganku,
Djangan ada satu jang terlepas dari genggamanku.
Semoga semua perdjalanan sekalian anak²ku berhasil;
Semoga pandjang umurnja ;
Semoga semua djalannja sampai di Danau Fadjar ;
Supaja pikiran²mu tertudju kesini
Maka hari²mu dibuat.
Kepala padri²-tinggi, ber-sama² dengan padri-agung kebaktian matahari dan kedua padri kebaktian-perang, merupakan dewam pemerintah, Dewan Zuni. Masjarakat Zuni sifatnja tokrasi seluruhnja. Karena padri² itu orang² keramat, meréka tak boléh merasa djéngkél atau tak-senang selama mendjalankan tugasnja, maka kepada meréka tak pernah diadjukan sesuatu jang tak bisa disetudjuinja dengan aklamasi. Meréka melantik dan meresmikan kedjadian²-keupatjaraan dari penanggalan-Zuni, meréka mengadakan pengangkatan²-rituil, meréka berlaku sebagai hakim djika ada penjihiran. Menurut paham kita tentang badan-pemerintahan, meréka kurang mempunjai jurisdiksi dan kekuasaan.
padri² mémanglah menduduki taraf kekeramatan tertinggi, akan tetapi Kultus inilah jang menduduki tempat terpenting dalam hati orang² Zuni, dan sekarangpun masih tetap meriah-segar.
Ada dua matjam Déwa Bertopéng : Déwa Bertopéng jang sebenarnja, kachina, dan padri² kachina. Padri²-kachina ini mengepalai dunia adikodrati dan digambarkan dengan topéng² oléh penari²-Zuni. Menurut pendapat orang² Zuni kekeramatannja memerlukan, bahwa kultusnja bersifat lain dari déwa-menari jang sebenarnja. Déwa-menari adalah mahluk² adikodrati jang berbahagia dan suka berkawan, jang hidup djauh digurun sunji disebelah Selatan darah Zuni didasar suatu telaga. Disana pekerdjaannja se-mata² menari. Namun paling suka meréka mengundjungi orang² Zuni untuk menari disana. Melakonkan meréka berarti, bahwa sipelaku berbuat apa jang mereka paling sukai Selama ia mengenakan topéng déwa, iapun mendjadi déwa itu sendiri Ia tak bisa lagi ber-tjakap² seperti manusia, bisanja tjuma berteriak seperti Déwa jang bersangkutan. Ia dalam keadaan tabu dan harus menunaikan kewadjiban² jang diakibatkan oléh kekeramatannja. Ia tak sadja menari, akan tetapi iapun berchalwat sebelumnja menari, menanam tongkat²-doa dan mentjutjikan diri.
Dalam Pantheon-Zuni ada lebih dari seratus déwa² bertopéng dan banjak diantaranja ber-golong² dalam pasangant-tari jang beranggotakan tigapuluh atau empatpuluh déwa. Jang lainnja tampil dalam pasangan² jang terdiri dari enam déwa, jang dilukisi sesuai dengan enam arahangin, karena orang Zuni menghitung keatas dan kebawah seperti empat pendjuru kompas. Tiap² déwa mempunjai pakaiannja sendiri, topéngnja sendiri, kedudukannja sendiri dalam hierarki-déwa², mempunjai mythos²nja sendiri, jang mentjeriterakan perbuatan²nja dan mempunjai pula upatjara² chusus, jang memerlukan kehadirannja.
Tari²an Déwa² Bertopeng dipimpin dan dilaksanakan oleh suatu sjarikat suku, jang terdiri dari semua orang² laki² déwasa. Djuga wanita² bisa dilantik untuk „menolong djiwanja”, akan tetapi ini tak lazim. Mereka bukannja tak boléh masuk karena tahu, akan tetapi keanggotaan seorang wanita memanglah tak lazim; sekarang ini hanja ada tiga wanita mendjadi anggota. Sepandjang jang diketahui dari tradisi, rupa²nja tak pernah ada banjak wanita sekaligus mendjadi anggota. Sjarikat kaum laki² itu dibagi dalam enam kelompok, dimana setiap orang memiliki satu kiva atau ruangan-upatjara, Tiap² kiva mempunjai pedjabat²nja sendiri, tarian²nja dan anggota²nja sendiri.
Tergantung dari pilihan bapa-keupatjaraan si anak waktu lahir, sjarikat mana jang ia harus masuki, akan tetapi ia tak diwedjang sebelum umur lima sampai sembilan tahun. Dengan ini untuk pertama kalinja mentjapai status keupatjaraan. Menurut Dr. Bunzei perplontjoan atau pewadjangan ini tak berarti bahwa ia diberi peladjaran tentang rahasia² esoteris (rahasia jang dikenal hanja oleh anggota²): pewedjangan berarti bahwa timbullah ikatan dengan tenaga² adikodrati. Meréka oléh karenanja mendjadi kuat, dan katanja, mendjadi lebih bernilai „Kachina-jang menakutkan”, Déwa² Bertopéng jang suka menghukum, datang pada upatjara pewedjangan dan memukuli anak² dengan tjambuk²-yucca. Hal ini hanjalah merupakan sematjam pengusiran sétan, „untuk melenjapkan kedjadian² jang buruk” supaja hari² kemudiannja berdjalan lantjar. Di Zuni tjambuk tak pernah dipergunakan untuk menghukum anak². Mereka sangat heran ketika diberitahu bahwa orang² kulit-putih sebagai hukuman kadang² memukul anak²nja. Waktu dilangsungkan pewedjangan, dianggap biasa sadja, djikalau anak² itu mendjadi sangat takut, dan mereka tak malu, djikalau anak² itu menangis men-djerit². Ini bahkan membuat upatjara semangkin tinggi nilainja. Kemudian, sesuai dengan tradisi, apabila si anak lelaki berumur kira² empatbelas tahun dan tjukup tua untuk memikul tanggung djawab, ia mendapat pukulan ²lagi dengan tjambuk, dan sekarang dari Déwa² Bertopéng jang lebih kuat. Pada pewedjangan ini topéng-kachina ditaruh diatas kepalanja, dan diterangkan kepadanja bahwa penari2 itu bukannja mahluk2 adikodrati dari Telaga Keramat, akan tetapi tetangga2nja dan kerabat2nja sendiri. Setelah mendapat tjambukan jang terachir, empat anak2 lelaki jang paling tua berdiri didepan kachina2-jang-menakutkan, jang telah mentjambuknja. Padri2 membuka topéng2 dari kepala kachina2 tsb. dan menaruhnja diatas kepala anak2 itu. Inilah kedjadian jang sangat penting sekali bagi anak2 tsb. Meréka terkedjut dan héran. Tjambuk2-yucca diambii dari tangan kachina2-jang-menakutkan, dan kemudian diberikan kepada meréka, jang dengan topéng diatas kepalanja memandang kepada kachina2 itu. Maka, anak2 itu disuruh mentjambuki kachina2. Ini adalah peladjaran praktis pertama tentang hakikat kebenaran, bahwasanja meréka sebagai machluk harus melaksanakan semua tugas2, jang oléh orang2 jang belum diwedjang dipandang sebagai hanja bisa dilakukan oléh mahluk2 adikodrati sadja. Anak2 itu memukul meréka empat kali ditangan kanannja, empat kali ditangan-kirinja, empat kali dikaki-kirinja dan empat kali dikaki-kanannja. Kemudian, setjara itu pula anak2 lainnja memukuli kachina2 itu, dan kemudian padri2 mentjeritakan suatu mythos pandjang, tentang seorang anak laki2, jang telah membuka rahasia bahwa kachina2 hanjalah pelaku2 sadja dan bukannja betul2 déwa, dan oléh karena itu dibunuh oléh Déwa2 Bertopéng. Meréka memenggal kepalanja dan kepala jang sudah dipenggal itu di-tendang2 sepandjang djalan jang menudju kearah Telaga Keramat. Tubuhnja ditinggalkannja dilapangan. O1éh karena itu, djanganlah se-kali2 membuka rahasia tentang ini! Dan mulai saat itu meréka adalah anggota kultus dan diboléhkan melakonkan Déwa2 Bertopéng.
Meréka belum diboléhkan mempunjai topéng sendiri. Meréka tak akan menjuruh membuat topéng sebelum kawin dan sebelun mendjadi orang jang disegani. Djikalau sudah datang waktunja, seorang laki2 menanam lebih banjak tumbuh2an daripada biasanja, dan mengatakan kepada kepala kivanja, bahwa ia ingin meresmikan topéngnja. Ia ditjambuki iagi oléh kachina2 jang telah mentjambukinja ketika ia masih kanak2, dan diadakannja pésta bagi kiva2nja dan bagi orang jang menari untuk meréka. Topéngnja' sekarang telah mendjadi miliknja, sebab ia menjimpannja dalam rumahnja dan dengan begitu membuat rumahnja lebih berharga. Kalau ia meninggal, topéng itu akan ditanam ber-sama2 dengan dia, supaja bisa terdjamin bahwa ia bisa menjertai kelompok2 kachina dalam Telaga Keramat. Siapa tak mempunjai topéng, bisa memindjam, dengan tak usah membajar apa2. la menjuruh melukisnja sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kachina jang dipilihnja, sebab menurut tjara melukis topéng dan tjara mendapatkan segala bagi an2nja, topéng itu harus bisa dipergunakan untuk melakonkan sedjumlah besar kachina2.
Kultus padri2kachina sangat berlainan sifatnja. Topéng2 padri2-kachina tak bisa dihiasi menurut sesukanja untuk melakonkan berbagai déwa2 pada tiap2 tarian. Topéng itu sifatnja tetap, jang diperlakukan dengan banjak matjam upatjara2 dan jang nilai-kekeramatannja hanja bisa dikalahkan oléh bungkusan-obat padri2 agung. Topéng2 itu milik-keluarga dan seperti bungkusan2 itu pula dipelihara dalam satu rumah sadja, tak di-pindah2, dan sedjak permulaan dunia, katanja. Tiap2 topéng tergolong kepada kelompok jang tertentu. Kelompok2 itu bertanggung-djawab atas pelakonan2 topéng2 ini, bila topéeng2 ini diminta pada upatjara2-Zuni. Topéng2 tetap dari padri2-kachina ini erat bertalian dengan réntétan upatjara jang telah dihafalkan oléh pelaku2nja dan mantra2 jang diutjapkan. Berlawinan dengan kachina2 jang menari meréka tak datang untuk menari, akan tetapi untuk memenuhi fungsi2 keupatjaraan, jang bergiliran menurut penanggalan. Merékalah jang mentjambuki anak2 ketika meréka ini diwedjang, merékalah jang muntjul pada upatjara besar tahunan jang dinamakan Shalako dan „membuat tahun baru” Merékalah pemain-pasangan pada taraf adikodrati dari „anak2-sianghari”. padri2-kepada Zuni. Meréka adalah padri2-kepala para kachina.
Sjarikat2-djuruobat merupakan katagori besar ketiga dari struktur keupatjaraan Zuni. Dewa2-pelindung adikodrati dari sjarikat2 ini adalah déwa2-"binatang, jang dikepalai oléh beruang. Sebagaimana penari2 melakonkan kachina2, sjarikat2 djuruobat melakonkan beruang. Meréka tidak mengenakan topéng, akan tetapi menjelubungi kulit-depan beruang pada lengannja, dengan kukunja jang masih ada ditempatnja semula. Seperti halnja penari2 hanja mendjeritkan suara kachina, maka pelaku2 déwa2-binatang me-raung2, seperti kebiasaan seékor beruang. Dan mémang beruanglah jang achirnja bisa menjembuhkan, dan kekuasaannja dipaksa menudju kearah jang dikehendaki dengan djalan mempergunakan bagian2-badannja, seperti halnja kachina2.
Sjarikat2 djuruobat memiliki banjak pengetahuan esoteris, dan warga2nja menguasai pengetahuan itu sepandjang hidupnja setjara sedikit demi sedikit. Beberapa dari ketjakapan2 esoterisnja, seperti misalnja djalan diatas arang jang membara atau menelan pedang, baru diadjarkan setelah diwedjangkan pada deradjat2 jang lebih tinggi dalarn sjarikat2 itu. Tabib2 merupakan golongan jang tertinggi; meréka telah „sampai pada tudjuannja”. Siapa jang hendak mendapatkan deradjat harus ber-tahun2 lamanja berguru kepada „mereka jang sudah mengetahui”. Djuruobat2 ini dipanggil, apabila ada orang sakit. Akan tetapi kesembuhannja terdjadi karena kuasa2 jang memiliki sjarikat itu dan jang berkewadjiban untuk memberikan sebagian kekuasaannja kepada sisakit ini kelak harus mendjadi anggota resmi dari kelompok djuruobat, jang menjembuhkannja. Dengan perkataan lain, masuk dalam sjarikat2 djuruobat terdjadi karena sembuh dari suatu penjakit jang keras. Baik orang2 lelaki maupun perempuan mendjadi anggotanja. Bagi meréka, jang hendak mendjadi anggota, akan tetapi tidak sakit, masih ada djalan2 lain untuk bisa diizinkan masuk, akan tetapi kebanjakan orang masuk setelah menderita sakit. Pewedjangan atau inisiasi banjak makan ongkos, sehingga berlalu masa ber-tahun2 sebelumnja menerima keanggotaan tsb. dan hati jang baru diberikan kepada anggota baru itu setjara dramatis.
Sjarikat djuruobat mempunjai altar2 dan benda2 keramat, jang sangat dihormati oléh orang2 Zuni. Djuruobat2 itupun mempunjai djimat pribadinja sendiri, sebuah tungkul-djagung jang sempurna bentuknja, jang tertutup samasekali dengan bulu2 burung jang paling berharga dan paling indah; bagian bawahnja diselubungi dengan sepotong anjaman jang halus-permai. Selama pemiliknja masih hidup, djimat in1 selalu dibawanja kealtar sjarikatnja dan apabila ia mati ditanam bersama2 dengan majatnja, setelah bulu2nja jang berharga itu ditjopot.
Upatjara besar sjarikat2 djuruobat dan penjembuhan dalam rangka kesukuan, adalah puntjak daripada chalwat musim dingin dan puntjak prakték djuruobat2 itu. Pada malam itu semua sjarikat2 berkumpul dalam ruangan-sjarikat, didirikanlah altar2, sedangkan beruang serta déwa2-binatang lainnja dilakonkan oléh anggota2nja Tiap2 orang datang kesitu; upatjara ini memperlindungi orang dari penjakit dan mendjamin kesehatan djasmani jang sempurna.
Menurut anggapan orang2 Zuni, upatjara2-peperangan, perburuan badut ada hubungannja dengan sjarikat2-djuruobat. Mémang ada titik-perbédaan. Hanja meréka jang pernah membunuh ― dengan tjara bagaimanapun ― bisa masuk dalam sjarikat-perang. Bagaimana tjara-membunuhnja, tak mendjadi soal. Setiap orang jang telah menumpahkan darah, harus masuk, untuk „menolong djiwanja”, jakni supaja terhindar dari bahaja jang disebabkan karena ia telah membunuh. Anggota2 kultus ini bertanggung djawab atas rumah-skalpa, dan meréka adalah pelindung2 rakjat. Dan pula, meréka itupun mendjalankan tugas polisi-désa. Merékapun seperti halnja dengan anggota sjarikat2 perburuhan bertindak sebagai tabib dan hanja orang2 lelaki sadja bisa mendjadi anggota. Djuga sjarikat2-badut mempunjai tjiri2nja sendiri jang chusus, namun meréka dianggap termasuk golongan sjarikat2-djuruobat. Tiada segi penghidupannja mendapat perhatian sebegitu banjak dari orang2 Zuni seperti tari2an dan kultus2 keagamaan. Hal2 jang mengenai soal2 kerumahtanggaan seperti misalnja perkawinan dan pertjeraian diatur setjara insidéntil dan perseorangan. Sifat kemasjarakatan kebudajaan Zuni sangat kuatnja dan tak banjak menaruh perhatian kepada hal2 jang harus diselesaikan oléh perseorangan2. Perkawinan dilangsungkan hampir2 tak didahului dengan tjumbu2an. Menurut adatistiadat lama, gadis2 hanja ada sedikit kesempatan untuk berbitjara sendirian dengan seorang pemuda, akan tetapi pada malam hari apabila gadis2 mendjundjung kundi2 diatas kepalanja menudju kesumberuntuk mengambil air, seorang pemuda bisa menjuruh berhenti salah seorang gadis itu dan minta setjeguk air. Djika gadis menganggap pemuda itu menarik, ia memberinja minum. Pemuda itupun bisa pula minta kepada sigadis untuk membuatkannja tongkat-lémpar guna memburu kelintji, dan kemudian sipemuda memberikan keliniji2 jang dibunuhnja dengan tongkat itu kepada si gadis. Adalah dianggap wadjar, djika pemuda dan pemudi tak bertemu pada kesempatan2 lainnja, dan tak perlu di-ragu2kan lagi bahwasanja sekarang ini banjak wanita2 Zuni jang kawin tanpa mempunjai pengalaman séksuil lebih dahulu.
Djikalau pemuda memutuskan, untuk meminang seorang gadis, ia datang kerumah bakal mertuanja. Sebagaimana biasanja djika berkundjung, sang tamu memakan sebagaian dari makanan jang disuguhkan kepadanja. Kemudian ajah si gadis bertanja : ,,Barangkali engkau datang karena ada sesuatu maksud". ,,Ia saja datang untuk meminang anak-perempuan Bapak". Ajah memanggil anaknja, katanja : ,,Aku tak bisa berbitjara untuk dia. Biarlah dia sendiri mendjawabnja". Djikalau si gadis setudju, ibunja pergi kekamar disampingnja dan menjediakan tempat-tidur bagi meréka. Kemudian keduanja ber-sama2 masuk dalam ruangan tsb. Esoknja si gadis mentjutji rambutnja. Empat hari kemadian, ia mengenakan pakaian jang paling indah dan membawa kerandjang berisi tepung kerumah ibu pemuda sebagai hadiah. Selainnja itu tiada formalitét2 lagi jang harus dipenuhi dan seluruh persoalan ini tak banjak menarik hati orang
Djika meréka tak merasa berbahagia dan hendak bertjerai,chususnnja apabila dalam perkawinan itu.. tidak lahir seorang anak, maka diusahakanlah oléh sang istri untuk ikut serta dalam perajaan2 keupatjéraan. Djika ia bertemu dengan seorang laki2, jang disetudjuinja, meraka mengadakan djandji untuk bertemu. Di Zuni tak dianggap sukar bagi seorang wanita untuk mendapatkan seorang suami baru. Mémang disana djumlah wanita kurang, dibandingkan dengan djumlah lelaki. Dan bagi seorang lelaki adalah lebih terhormat untuk hidup ber-sama2 dengan seorang wanita daripada tetap tinggal dirumah ibunja. Orang lelaki selalu bersedia. Djikalau isteri tsb. telah jakin, bahwa ia tak akan tinggal tanpa seorang Jelaki, maka ia kumpulkan milik2 suaminja dalam satu bungkusan dan meletakkannja didepan ambang pintu, dizaman dahulu diatas atap didekat djendéla. Tidak banjak: sepasang moccasinnja, badju dan selendang-tarinja djika punja, kotaknja jang berisi bulu2-burung jang berharga, gutji-tjat untuk tongkat2-doanja, dan untuk melukisi topéngnja. Milik2 keupatjaraannja jang lebih penting tak pernah dipindahkan dari dalam rumah ibunja. Djika ia malamnja pulang kerumah, ia melihat bungkusan ketjil itu, diambilnja dan menangis, kemudian dibawanja kerumah ibunja. Ia kemudian menangis ber-sama2 dengan keluarganja, dan tiap2 orang menganggap bahwa ia sangat sedih adanja. Akan tetapi perobahan tempat-tinggal ini hanja dibitjarakan sambil-lalu sadja, dan biasanja tidak meninggalkan bekas2 jang terlalu dalam. Suami dan isteri menuruti aturan2, dan aturan2 ini memberi sedikit kemungkinan untuk nentjetuskan perasaan2 jang hébat, seperti tjemburuan atau iri-hati atau suatu perasaan jang begitu mesranja, jang membuat orang tak mau meninggalkan isterinja.
Meskipun sifat tak-penting dari perkawinan dan pertjeraian, banjak perkawinan di Zuni berlangsung seumur hidup. Mereka tak suka bertengkar, dan kebanjakan perkawinan2 berlangsung serba tenteram dan damai. Keawétan perkawinan2-Zuni sangat menghérankan, karena perkawinan tak merupakan suatu bentuk sosial, jang dibelakangnja terdapat segala tenaga tradisi, seperti dalam kebudajaan kita, akan tetapi di Zuni djustru langsung bertentangan dengan unsur jang terpenting dari organisasi msjarakatnja.
Jakni keluarga jang bersifat matrilineal, jang dalam rangka upatjara disimpulkan dalam hak-milik dan pemeliharaan djimat2 keramat. Rumah dan djagung jang disimpan disitu adalah milik kaum wanita dalam keluarga, nénék-perempuan, saudara-perempuannja, anak2-perempuannja dan anak2-perempuan dari anak2-perempuannja itu. Bagaimanapun achirnja nasib perkawinan, wanita2 rumahtangga tetap tinggal seumur hidupnja dalam rumah tsb. Meréka merupakan front kuat. Meréka memelihara benda2 keramat, jang mendjadi mitiknja dan memberinja makan. Meréka ber-sama2 menjimpan rahasia2-nja. Suami2-nja merupakan pihak-luar, dan saudara2 lejakinjalah jang karena perkawinan termasuk dalam rumah2 clan lain jang termasuk dalam rumahtangga djika ada keputusan2 penting jang harus diambil. Meréka ini pulalah, jang kembali mengundjungi rumahnja untuk berchalwat, djikalau benda2 keramat rumah ditaruh didepan altar. Meréka ini pulalah, dan bukan kaum wanita, jang menghafalkan mantra2 dari bungkusan2-keramat kata demi kata, lalu mempeladjarkannja kepada orang lain. Seorang lelaki selalu pergi kerumah ibunja — jang apabila sudah meninggal dunia mendjadi rumah saudara-perempuannja — djika ada soal2 penting jang harus diselesaikan; dan djika perkawinannja gagal, iapun kembali kerumah itu djuga.
Kelompok-kekerabatan ini, jang berakar kepada milik rumah dan dipertalikan karena pemeliharaan benda2 keramat, adatah tjara penggolongan jang menentukan dikalangan bangsa Zuni. Penggolongan ini sifatnja tahan-lama dan mempunjai kepentingan2 bersama. Akan tetapi bukan kelompok ini, jang melaksanakan fungsi2 ekonomi. Setiap anak lelaki jang sudah kawin, setiap saudara lelaki jang sudah kawin, mentjurahkan tenaganja kepada penanaman djagung jang akan mengisi ruangan persediaan-makan isterinja, Hanya djika dikebun-djagung rumah ibu atau saudara perempuannja tiada tjukup tenaga2-kerdja laki2, ia datang menolong. Kelompok ékonomi ialah rumahtangga jang hidup ber-sama2, nénék perempuan dengan suaminja, anak2 perempuannja dan suami2 dari anak2 perempuannja ini. Orang2 laki2 ini masuk bilangan dalam kelompok ékonomi, meskipun ia adalah pihak luar dalam kelompok keupatjaraan.
Bagi kaum wanita, kedudukan rangkap jang bertentangan demikian itu tak ada. Meréka samasekali tak termasuk dalam kelompok2 suaminja. Padahal semua orang lelaki mempunjai perikatan rangkap ini. Meréka itu suami dalam kelompok jang satu, dan saudara laki2 dalam kelompok jang lainnja. Memang sesungguhnja ikatan dengan rumah kerabatnja dalam keluarga2 jang terhormat adalah bagi seorang laki2 lebih berharga menurut pandangan masjarakat daripada ikatan-perkawinannja. Disemua keluarga kedudukan seorang laki2 — tidak seperti dikalangan kita — tidak tergantung kepada kedudukannja sebagai pentjari nafkah, akan tetapi tergantung kepada kedudukannja terhadap benda2 keramat rumahtangganja. Suami, jang tiada samasekali hubungan dengan milik2 keupatjaraan rumah isterinja, hanja setjara sangat lambat-laun memiliki kewibawaan dalam rumahtangga, jakni apabila anak2nja mendjadi besar. Sebagai ajah anak2nja, tidak sebagai pentjari nafkah atau suami ibunja, achirnja ia mendapat sedikit kekuasaan dalam rumahtangga, dimana ia barangkali sudah berdiam duapuluh tahun lamanja.
Di Zuni soal2 ekonomi tak begitu penting, dan ékonomipun tak penting dalam menentukan-penggolongan2 keluarga2. Seperti halnja dengan semua orang Pueblo, balikan lebih dari jang lain2nja, orang Zuni semuanja kaja2. Zuni mempunjai keburi2-persik, biri2 dan pérak. Semuanja ini penting bagi seorang laki2, karena memungkinkan dia menjuruh membuat topéng, membajar peladjaran2 rituil dan mendjamu déwa2 bertopéng apabila diadakan shalako. Untuk upatjara ini ia harus mendirikan rumah baru, jang harus diberi rahmat oléh déwa2 pada. pésta-pelantikannja, Segala matjam kewadjiban dipikulnja. Oléh karena itu setahun sebelumnja, ia harus banjak sekali menanam dan memperluas djumJah ternaknja. Ia akan ditolong dan dibantu oléh clannja, jang oléh karena itu barus dibajarnja dengan hasil2 pertanian. Setahun itu ia harus memberi makan kepada anggota2 sjarikat, jang membuat rumahnja, ia harus mengusahakan balok2 besar untuk dibuat atap dan ia harus mendjamu seluruh suku pada upatjara-penghabisan. Orang jang terhormat tentu sadja harus setjara ini mempergunakan kekajaannja: ia dan siapapun djuga lainnja tak ada jang mengadakan perhitungan: jang dipikirkan hanjalah peranan keupatjaraan jang hendak dilakukan. Keluarga jang „berharga” — untuk mempergunakan istilah bumiputra — selalu adalah suatu keluarga, jang mempunjai djimat2 tetap, sedangkan orang jang disegani dan berkedudukan ialah orang jang sering melakukan peranan2 keupatjaraan.
Semua peraturan2 tradisionil ditudjukan untuk mendjaga djangan sampai kekajaan berpengaruh dalam melaksanakan hak2 rituil. Meskipun benda2 keupatjaraan merupakan milik-pribadi jang diakui dan dipelihara dengan pengorbanan tenaga dan uang, namun benda2 itu boléh digunakan oléh siapa sadja jang bisa mempergunakannja. Ada banjak benda2 keramat, jang karena mengandung bahaja hanja boléh dipergunakan oléh meréka jang mémang ahlinja, akan tetapi tahu2 ini bukanlah tabu2-milik, Djimat2-perburuan dimiliki oléh sjarikat2-perburuan, akan tetapi tiap2 orang jang berburu, bisa membawanja dan memperigunakannja. Hanja sadja ia harus berkelakuan sedemikian rupa seperti jang disjaratkan dari orang2 mempergunakan benda2 keramat: Ia harus menanam tongkat2-doa, hidup bersutji dan empat hari lamanja tak boleh marah. Akan tetapi ia tak membajar apa2, dan meréka jang mempunjai djimat sebagai milik sachsi tak mempunjai monopoli atas kekuatan adikodratinja. Demikian pula orang memindjam topéng karena ia tak mempunjainja, tanpa membajar apa2, namun ia tak dianggap sebagai pengemis atau tukang minta2.
BANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU
alat2 keupatjaraan jang diperlukan, Kelompok selalu menarik keuntungan dari rahmait besar jang timbul dari peristiwa itu. Djadi milikpribadi seseorang jang agak terpandang tak mempengaruhi keputusan diterima-tidaknja ia untuk menempati kedudukan2 keupatjaraan.
Bangsa Pueblo adalah bangsa jang hidupnja terdjalin dengan upatjara2. Akan tetapi ini bukanlah tjiri jang essénsiil, jang membuat meréka berbéda dengan bahasa2 lainnja di Amérika-Utara dan Méksiko. Letaknja lebih dalam daripada hanja suatu perbédaan kwantitatif dari djumlah upatjara2 jang dilakukannja. Peradaban Aztek di Méksiko sama2 bersifat keupatjaraan seperti beradaban bangsa Pueblo bahkan dikalangan bangsa Indian-Padangrumput dengan tarian-matahari, sjarikat2 orang-lelakinja, perserikatan2 tembakau dan upatjara2perangnja, hidup keupatjaraan menduduki tempat jang sangat penting.
Peradaban asasi antara bangsa Pueblo dan kebudajaan2 lainnja di Amérika Utara ialah suatu kontras, jang disebut dan diuraikan oleh Nietzche dalam penjelidikannja tentang tragedi Junani. Ia membitjarakan dua tjara untuk memahami nilai2 hidup jang saling bertentangan. Orang Dionysia memandang ini bisa ditjapai dengan,,menerobos belenggu2 dan batas2 kehidupan"; dalam saat2 jang terbaik ia mentjoba meloloskan diri daripada batas2 jang dikenakan kepadanja oléh pantjaindera, ia mentjoba menerobos kedalam tatatertib-pengalaman jang lain. Keinginan orang Dionysia ialah untuk meneruskan pengalaman dan upatjara sedemikian rupa sehingga mentjapai satu tarif psikologis jang chusus dan dengan demikian mentjapai eksés2. Jang paling mendekati sifat2 émosi itu adalah keadaan-mabuk, dan ia suka kepada pantjaran2 jang terdapat pada keadaan-amok. Dengan Blake ia jakin, bahwa ,,djalan eksés2 menudju keastana pengetahuan". Sebaliknja orang Apollonia tak mau tahu tentang itu semua; sering ia tak mengetahui apa2 tentang sifat2 djenis pengalaman tsb. Ia berhasil membuangnja dari hidupnja jang sadar. Ia ,,hanja mengenal satu hukuman: keselarasan menurut artikata Junani". Ia berdjalan diatas djalan-tengah jang sempurna, tinggal didaérah jang dikenalnja dan tak berpindah dari keadaan psikologis jang satu kekeadaan pskologis jang lainnja. Seperti jang dikatakan oléh Nietzsche setjara tepat-halus: Bahkan waktu menari ,,ia selalu tetap biasa, dan tetap seorang warganegara",
Bangsa Pueblo di Baratdaja adalah orang2 Appollonia. Uraian Nietzsche tentang kontras orang2 Apollonia dan Dionysia tak seluruhnja bisa dipakai bagi kontras antara bangsa Pueblo dan bangsa2 disekitarnja. Fragmén2 jang saja kutip adalah luisan2 jang boléh dipertjaja, akan tetapi ada perhalusan2 pada type2 jang ada di Junani jang tak didapati pada orang2 Indian Baratdaja, dan sebaliknja ada pula perhalusan2 jang ada dikalangan bangsa Indian tapi tiada pada bangsa Junani. Apabila saja dalam membitjarakan struktur2 peradaban2 Amérika aseli, memindjam istilah2 kebudajaan Junani, maka itu tak berarti bahwa saja hendak mengadakan perbandingan antara peradaban2 ini dengan peradaban2 di Junani. Saja mempergunakannja semata2 karena ini merupakan kategori2, jang memperdjelas tjiri2 terpenting jang memperbédakan kebudajaan Pueblo dari peradaban2 bangsa Indian-Amérika jang lainnja, dan tidak karena semua sikap2 jang ada di Junani djuga ada di Amérika asli.
Lembaga2 Appolonia pada bangsa Pueblo lebih terus lagi pengolahannja daripada di Junani. Dan lagi, méntalitét Junani tak begitu bersifat satusegi seperti méntalitét Pueblo. Junani tidak begitu mengoleh rasa-tjuriga terhadap individualisme sebagai akibat daripada sikap-hidup Appolonia seperti Pueblo, karena di Junani tenaga2 jang salang bertentangan menghambat perkembangan ini. Sebaliknja ideal2 dan lembaga2 dalam hal ini dikalangan bangsa Zuni sifatnja sangat ketat. Peta jang terkenal djalan tengah jang sempurna, adalah bagi orang2 Appolonia merupakan pengertian2, jang didjelmakan dalam tradisi rakjat. Selalu mendjalani djalan tengah ini mengikatkan diri kepada masa lampau, kepada tradisi. Karena itu pengaruh2, jang mungkin akan bisa mendjadi tenaga pelawan tradisi, dianggap tidak senonoh dan diperketjil dalam lembaga2nja. Salah suatu pengaruh sematjam itu jang terpenting ialah individualisme. Individualisme ini menurut pendapat filsafat Appolonia di Baratdaja sifatnja merusak seandaipun ia memperhalus dan memperluas dasar tradisi. Ini tak berarti saja hendak mengatakan, bahwa orang2 Pueblo mentjegah individualisme. Tiada kebudajaan jang bisa mendjaga dirinja dari penambahan2 dan perobahan2. Akan tetapi prosés individualisme tidak populér dan di-tutup2i; lembaga jang memberi kebébasan kepada individu untuk berbuat semaunja, dilarang.
Tak memahami sikap-hidup bangsa Pueblo tanpa beberapa pengetahuan tentang kebudajaan jang telah dilepaskannja: kebudajaan Amérika Utara lainnja. Dari kekuatan kontrasnja kita bisa menjimpulkan, betapa kuatnja rangsangan2 dan hambatan2 berlawanan, jang membuat bangsa Pueblo melepaskan tjiri2 pribumi2 Amérika jang chas. Sebab dilihat keseluruhannja, orang2 Indian Amérika, termasuk Méksiko, adalah orang2 Dionysia jang bernafsu. Meréka menghargai pengalaman2 jang hébat-dahsjat dan tjara2 lainnja jang memungkinkan manusia melampaui routine indera biasa.
Bangsa Indian di Amérika Utara, diluar Pueblo sama sekali tidak mempunjai kebudajaan jang serupa. Meréka bahkan merupakan kontras2 jang hébat dihampir semua lapangan. Suatu pembagian jang memudahkan menghasilkan pembagian dalam delapan daérah2BANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU
79
dajaan. Dan daếrah2-kebudajaan ini semuanja mengandung beberapa praktếk Dionysia asasi dalam sesuatu bentuk. Jang paling menondjol ialah tjara merếka mendapatkan tenaga2 adikodrati dalam suatu mimpi atau suatu visiun, jang pernah kita bitjarakan. Dipadangrumput di Barat orang2 lelaki mentjoba membangkitkan visiun2 ini dengan menjiksa dirinja sendiri setjara mengerikan. Merếka memotong lapisan2 daging2 lengannja, memotong beberapa djari2nja dan membiarkan dirinja diikat ditiang tinggi dengan tali2nja diikatkan dibawah ketiaknja. Merếka tak makan dan tak minum, sehingga djatuh pingsan. Dengan pelbagai tjara merếka mentjoba mendapat pengalaman2 jang sifatnja lain dari pengalaman2 hidup se-hari2. Di-padangrumput2 orang lelaki dếwasalah jang mengusahakan mendapat visiun. Kadang2 merếka berdiri dengan tak bergerak dengan tangannja diikat dipunggung, atau merếka itu membuat garis perbatasan, dalam mana merếka mesti tinggal sampai merếka mendapat rahmat. Pada suku2 lainnja terdjadi pula bahwa seorang laki2 menempuh djarak2 djauh, sampai menjusup didaếrah musuh. Ada pula jang mengundjungi djurang2 dan tempat2 jang berbahaja. Mentjari visiun selalu dalam kesunjian, djikalau ia mengira akan menemukan visiunnja dengan djalan penjiksaan2 diri dan ada orang jang ikut dengan dia untuk mengikatnja pada tiang dimana ia harus bergelantungan sampai mendapat pengalaman adikodrati, pembantunja kemudian membiarkan dia sendirian sehingga ia selesai melaksanakan tugasnja.
Orang harus memusatkan pikirannja kepada apa jang hendak dilihatnja dalam visiun. Tếknik, jang sangat dipertjajainja ialah konsếntrasi" ,,Ingatlah terus-menerus akan dia", kata djuruobat2 tua. Kadang2 ada baiknja djuga membangkitkan rasa belasaksihan roh2 itu dengan muka jang basah dengan airmata, roh2 akan mengizinkan permohonan orang jang demikian sedihnja. ,,Aku adalah orang jang harus dibelaskasihani, Kasihanilah aku", adalah doa jang sering diutjapkan. ,,Djangan mempunjai apa2", demikian adjaran djuruobat2 ,,maka roh2 itu akan datang kepadatnu".
Di-padangrumput2 Barat orang pertjaja, bahwa djikalau datang suatu visiun, hidup selandjutnja dan suksếs selandjutnja jang diharapkannja telah ditentukan. Djikalau tiada visiun, merếka ditakdirkan akan mengalami kegagalan. ,,Aku akan mendjadi orang miskin; itulah sebabnja aku tak mendapat visiun2 Djikalau pengalamannja adalah suatu pếnjembuhan, maia ia mempunjai kekuatan ,untuk menjembuhkan djikalau pengalamannja suatu peperangan, maka ia mempunjai kekuatan untuk berperang" Djikalau menemui Wanita Rangkap, maka ia bukanlah sesungguhnja laki2 dan ia harus melakukan pekerdjaan2 wanita dan mengenakan pakaian wanita. Djika ia luka kena pagutan Ular Air, maka ia mempunjai kekuasaan adikodrati dan ia mengorbankan djiwa² anak-isterinja untuk membajar hak untuk mendjadi ahlisihir. Siapa jang menghendaki supaja seluruh tenaga²nja bertambah atau mendapat sukses dalam usaha² jang tertentu, maka ia mentjoba mendapat visiun² itu ber-ulang². Visiun² ini mesti ada untuk melakukan perang dan melaksanakan penjembuhan dan bagi hal² lainnja: memberi nama keapada sapi dan anak², waktu berkabung membalas dendam dan menemukan kembali benda² jang hilang.
Djikalau visiun datang, ini bisa berupa hallukinasi jang tampak atau jang terdengar, akan tetapi inipun tak merupakan sjarat mutlak. Tjerita² mengisahkan muntjulnja seékor binatang. Pertama kaii biasanja ia muntjul dalam bentuk manusia, berbitjara dengan sipemohon dan memberinja suatu lagu atau mantra untuk salah sesuatu perbuatan adikodrati. Waktu mau pergi ia berobah mendjadi binatang, sehingga sipemohon mengetahui binatang apa jang memberin jarahmat itu, dan kulit apa, tulang² atau bulu apa jang harus disimpannja seumur hidupnja sebagai tanda²-peringatan akan pengalamannja. Tanda²-peringatan ini menpunjai bentuk bungkusan-obat. Akan tetapi ada pengalaman² jang sifatnja kebetulan. Pada beberapa suku orang chususnja memberi arti penting kepada perasaan² mesra jang dialami dalam alam, misalnja djikalau orang sendirian berdiri ditepi suatu sungai atau ketika mengikuti bekas djedjak binatang, se-konjong² merasa suatu arti jang seolah² memaksa dalam keadaan jang umumnja biasa.
Kekuasaan adikodrati itupun bisa mengundjunginja dalam mimpi. Beberapa tjerita tentang visiun² tak usah diragukan lagi adalah lukisan² dalam mimpi, jang datang selama orangnja tidur atau datang dalam keadaan normal. Ada pula suku² jang lebih menghargai mimpi² selama tidur daripada pengalaman² jang manapun djuga. Lewis dan Clark mengeluh, bahwa ketika dahulu mendjeladjah padangrumput Barat ia tak bisa tidur, njenjak. Selalu ada seorang laki² tua, jang bangun dan memukul genderangnja dan setjara chidmat mengulangi mimpi jang baru sadja dialaminja. Ini merupakan sumber kekuasaan jang berharga.
Kriterium, apakah pengalaman ini memberi kesaktian atau tidak, tergantung se-mata² dari pendapat individuil. Djuga diakui bahwa kriterium ini sifatnja subjéktif, betapapun konstkwénsi²nja itu dikendalikan oléh peraturan² sosial. Ada pengalaman² jang mendatangian kesaktian, ada jang tidak, arti jang diberikan kepadanja tergantung kepada sifat kedahsjatan visiun itu, ketika menampakkan dirinja. Djika pengalaman itu tak mengakibatkan perasaan dahsjat, maka ia tiada harganja, meski pun didapatkan melalui penjiksaan diri; dalam hal ini, merékapun tak berani minta supaja mendapat kesaktian, karena binatang pelindungnja akan mendatangkan maut dan malu kepada meréka. Kepertjajaan akau kesaktian pengalaman-visiun ini didaérah padang-rumput Barat merupakan suatu mekanisme kebudajaan, jang dalam teori memberi kebébasan se-luas²nja kepada individu. Ia boléh pergi kemana sadja mendapatkan kesaktian jang sangat disukai itu, tak memandang keturunan. Selain dari itu ia berdasarkan visiunnja bisa mendesakkan haknja supaja diinsiasikan dalam sesuatu sjarikat, bisa mendapat keuntungan² bagi dirinja sendiri, menurut kesukaannja semata² karena suatu pengalaman dalam kesunjian, jang tak bisa disaksikan benar-tidaknja oléh orang lain. Selain dari pada itu adalah sangat mungkin bahwa sifat pengalaman itu sangat tak-seimbang seperti jang belum pernah dialaminja. Dengan demikian terdjadilah suatu kesempatan jang luas untuk inisiatif perseorangan. Dalam prakték tentu sadja kekuasaan adat tak dilanggar. Bahkan lembaga² memberi keleluasaan se-besar²nja, orang² tak tjukup berdaja untuk mengadakan penemuan² baru dan mendatangkan perobahan jang penting. Dipandang dari sudut-tindjauan orang luar, perobahan² jang se-radikal²nja dalam kebudajaan tak melebihi suatu perobahan jang tak penting, dan telah mendjadi kelaziman jang umum, bahwa Nabi² dibunuh oléh karena perselisihan paham jang réméh-téméh sadja. Dengan tjara begitu pula, kebébasan jang diberikan oléh visiun, dipergunakan untuk mendirikan Orde Burung-saldju, semuanja sesuai dengan perintah ²visiun; atau dalam melakukan peperangan menjandarkan diri kepada kekuatan seékor luak, padahal sebelum itu segala kepertjajaan ditjurahkan kepada sapi. Djuga dalam hal² lainnja pembatasan² tak bisa dihindarkan. Misalnja orang bisa minta sematjam pembuktian. Hanja meréka jang visiunnja telah diudji dan telah membawa hasil jang baik dalam suatu peperangan bisa menuntut hak kekuasaan adikodrati untuk melakukan peperangan. Dikalangan beberapa suku bahkan usul untuk mengudji suatu visiun harus diadjukan kepada para orantua, dan déwan orang² tua ini memberikan pertimbangannja tidak berdasarkan pengalaman² mystik.
Dalam kebudajaan² diluar daérah padangrumput Barat, pembatasan² prakték² Dionysia lebih djauh lagi. Dimana hak² jang telah berurat-akar memainkan peranan penting dalam kebudajaan, maka sudah sewadjarnja apabila harus timbul sengkéta karena ada suatu gedjala kebudajaan seperti misalnja visiun. Ini suatu mékanisme kebudajaan jang merusak. Dikalangan suku² dimana sengkéta itu menghébat, bisa terdjadi berbagai hal. Pengalaman adikodrati, jang masih dianut dengan bibir, bisa ternjata kosong belaka. Djika kekuasaan berakar dalam-kelompok² keagamaan atau dalam keluarga², maka meréka ini tak akan mengizinkan kepada perseorangan untuk setjara bébas masuk kedalam daérah adikodrati dan mengadjarkannja kepada meréka, bahwa semua kekuasaan itu berasal dari perhubungan² adikodrati itu.
Pola-pola ―6 Tiada alasan, mengapa meréka tak mengadjarkan dogma tentang visiun jang bébas dan terbuka, dan mémang meréka mengadjarkan dogma itu. Akan tetapi ini hanjalah kemunafikan belaka. Tiada orang jang bisa mendjalankan kekuasaan ketjuali berdasarkan kekuasaan jang disebabkan oléh karena ia menggantikan tempat ajahnja dalam sjarikat. Djuga orang² Ohama tidak menindjau-kembali dogma² tradisionilnja jang mengadjarkan bahwa sjarat kekuasaan adikodrati se-mata² dan setjara mutlak tergantung kepada visiun jang didapat dalam kesunjian, meskipun kekuasaan² semuanja diserahkan menurut garis-keturunan keluarga, dan jang arti dan nilainja berasal dari kesaktian-sihir jang turun-temurun. Di Pantai Baratdaja dan dikalangan bangsa Azték di Méksiko, dimana kekuasaanpun merupakan hak-istiméwa jang dilindungi, ada berbagai kompromi², meskipun masih ada tjukup ruang bagi nilai² Dionysia.
Tjorak Dionysia dalam mentjari visiun² di Amérika-Utara biasanja tak perlu disesuaikan dengan penggolongan² jang berlaku berdasarkan kekuasaan, beserta hak²-istiméwanja. Sering kali pengalaman ditjari setjara terang²an dengan menggunakan obat bius dan alkohol. Dikalangan suku² Indian di Méksiko air buah kaktus raksasa jang telah diragikan diminum dengan memakai upatjara, untuk mentjapai perasaan nikmat-bahagia, jang dalam pandangan meréka mengandung arti keagamaan jang dalam. Membuat bir dari kaktus merupakan upatjara besar jang dilakukan setiap tahun dikalangan suku² Pima, dimana segala kurnia dan rahmat turun. Lebih dahulu padri² minum bir tsb. kemudian disusul oléh orang² lainnja, „supaja makin patuh-agama”. Mabuk, dalam hidup se-hari² dan dalam puisi, adalah sinonim dengan agama. Djuga disini terdjadi pertjampuran antara visiun jang diselubungi dan pandangan jang terang. Ini memberi rasa nikmat-karena-mabuk kepada seluruh suku sebagai kesatuan dan rasa nikmat ini diasosiasikan dengan agama.
Obat² bius merupakan alat² jang lebih lazim untuk mendapatkan pengalaman² jang diingini. Peyote atau buah-meskal adalah kuntjup-kaktus jang berasal dari daerah pegunungan Méksiko. Pohonnja dimakan mentah oléh suku² Indian, jang menetap tak terlalu djauh dari situ, akan tetapi kuntjupnja diperdagangkan sampai diperbatasan Kanada. Kuntjup ini dimakan dengan diiringi upatjara² tertentu. Timbullah perasaan² dan pengalaman² jang istimewa. Terasa se-olah² melajang dan tampak lukisan² berwarna-warni; diiringi oléh perasaan² mesra mendalam, berupa perasaan putus-asa jang sangat atau perasaan jang bébas samasekali dari kegelisahan dan bahaja. Pengendalian atas badna tak terganggu dan lagi tak membangkitkan perasaan² erotis. Kultus peyote masih tersebar luas dikalangan suku² Indian Amérika dan mendjelma dalam Gerédja Indian di Oklahoma. Dikalangan banjak suku², adat² rituil lainnja terdesak oléh kultus ini. Meréka selalu menghubungkannja dengan sikapnja terhadap bangsa Kulit-Putih, baik berupa suatu penolakan keagamaan terhadap pengaruhnja atau suatu adjaran jang menerima pandangan²nja dengan ichlas. Kultus tersebut mengandung banjak unsur² Kristen. Peyote diédarkan dan dimakan sebagai sakramén, dari tangan jang satu ketangan jang lain, diiringi njanjian dan doa, mula² peyotenja kemudian airnja. Suatu upatjara jang chidmat, jang berlangsung satu malam penuh. Akibatnja masih terasa pada ésok harinja. Ada kalanja peyote itu dimakan empat malam ber-turut², dan empat hari berikutnja dichususkan untuk mabok². Peyote dalam kultus² ini dpersamakan dengan Tuhan. Satu kuntjup besar ditaruh diatas altar dan dipudja. Ia merupakan sumbér segala kebaikan. „Ini adalah benda keramat satusnja, jang pernah saja kenal selama hidupku”. „Hanja obat ini jang keramat dan telah menjembuhkan saja dari segala penjakit”. Pengalaman Dionysia pembisuan ini merupakan sebab daja-penarik dan kekuasaan keagamaannja.
Datura atau appel-duri adalah suatu ratjun jang lebih hébat lagi. Pemakaian buah ini tak begitu lazim, hanja terbatas di Méksiko dan dikalangan suku² Kalifornia-Selatan. Dikalangan suku² jang tersebut terachir, ratjun ini diberikan kepada anak² lelaki waktu diinisiasi; dibawah pengaruhnja meréka mendapat visiun². Telah ditjeritakan kepada saja, bahwa ada anak² jang mati karena minum ratjun ini. Gedjala² penjakit-tidur muntjul; menurut beberapa suku, selama satu hari menurut suku² lainnja lagi selama empat hari. Suku² Mojaf, tetangga sebelah Timur suku² itu, mempergunakan appel-duri supaja beruntung dalam permainan djudi; katanja, bahwa meréka pingsan selama empat hari. Dalam pingsan itulah datang mimpi.
Demikianlah dihampir semua kalangan suku² Indian Amérika Utara selainnja ― suku² Pueblo Selatan ― kita mendjumpai dogma Dionysia dan praktéknja, bahwa kekuasaan adikodrati berasal dari suatu impian-visiun. Daérah Baratdaja didiami oléh bangsa², jang mentjoba mendapatkan visiun dengan berpuasa, menjiksa diri, menggunakan obat² bius dan alkohol. Akan tetapi bangsa Pueblo bersikap menolak terhadap pengalaman² abnormal ini, dan tak menganggap bahwa pengalaman² demikian itu mengandung kesaktian adikodrati. Djikalau seorang Indian-Zuni kebetulan mendapat suatu hallikunasi jang tampak atau kedengaran, maka hal ini dianggap sebagai alamat maut. Oléh karena itu pengalaman sematjam itu se-bisa²nja mereka hindari, dan tentu sadja tak merupakan pengalaman jang diusahakan mendapatkannja dengan berpuasa. Kekuasaan adikodrati dikalangan suku Pueblo didapat karena keanggotaan dalam sjarikat², jang telah dibeli dan dibajar, dan dengan begitu mendapat peladjaran mengutjapkan mentera². Dalam hal apapun, jang minta supaja orang melampaui batas² akal-séhat, misalnja dalam mempersiapkan keanggotaan ketika diinisiasi, ketika naik deradjat dalam sajrikat setelah membajar, atau dalam mendjalankan hak²-istiméwa keagamaan. Meréka tak berusaha supaja mengalami éksés², dan merékapun tak menghargai éksés itu. Namun disinipun ada pula unsur² jang merupakan dasar dari usaha² jang ada di-mana²-untuk mendapatkan visiun; mentjari tempat² berbahaja, persahabatan dengan burung² dan binatang², berpuasa, kepertjajaan akan rahmat² jang chusus pada pertemuan² adikodrati. Akan tetapi semuanja ini tak mengarah kepengalaman Dionysia. Semuanja ditafsirkan setjara baru. Dikalangan su-ku²-Pueblo, pada malam hari orang² lelaki pergi mengundjungi tempat² keramat jang ditakuti supaja mendengarkan suara, bukan supaja bisa berhubungan dengan mahluk² adikodrati, akan tetapi supaja melihat tanda² untung atau tjelaka. Hal ini tak dianggap sebagai siksaan jang terlalu berat, meskipun meréka sangat takut kepadanja. Tabu besar jang dihubungkan dengan ini ialah bahwa waktu berdjalan pulang, meréka tak boléh menéngok kebelakang, untuk mengetahui apa atau siapakah jang se-olah² mengikuti meréka. Djadi pada lahirnja ada banjak persamaan dengan usaha untuk mendapatkan visiun², dalam kedua hal ini meréka pergi mentjari selama mempersiapkan usaha jang sukar di Baratdaja sering berupa suatu balapan -- dan meréka memakai kegelapan, kesunjian, muntjulnja binatang² sebagai hal² jang menguntungkan. Akan tetapi pengalaman jang didaérah² lain dianggap setjara Dionysia, dikalangan bangsa Pueblo merupakan pemberitahuan mékanis dari tanda² atau alamat².
Djuga berpuasa, jang dikalangan orang² Indian Amérika merupakan téknik jang paling banjak dipakai untuk mendapat visiun², mendapat arti dan isi lain. Tak lagi dipergunakan untuk mendapat pengalaman², jang biasanja berada dibawah taraf kesadaran, akan tetapi dikalangan bangsa Pueblo se-mata² disjaratkan untuk kepentingan kebersihan pada upatjara². Tiada sesuatu jang akan lebih menghérankan seorang Indian-Pueblo daripada suatu téori, jang menghubungkan berpuasa dengan salah suatu djenis ékstase. Berpuasa harus dilakukan selama chalwat² para padri, waktu ikut menari, ikut balapan atau ikut upatjara² lainnja, akan tétapi berpuasa tak pernah disusul oléh pengalaman² jang mungkin mendjadi sumber kesaktian; tak pernah bersifat Dionysis.
Dikalangan bangsa Pueblo Baratdaja djuga dalam hal keratjunan
appel-duri tiada bédanja dengan téknik berpuasa. Mémang dipraktékkan, tetapi tak ada arti kesaktiannja. Disini tidak ada mabok appel-duri dari satu sampai empat hari lamanja seperti dikalangan orang² Indian Kalifornia-Selatan. Tjara ini dipergunakan seperti halnja di Méksiko Lama, jakni untuk menemukan seorang pentjuri. Di Zuni seorang laki² jang dipilih untuk keperluan itu diberi makan appel-duri sedikit oléh seorang-padri jang sedang mendjalankan tugasnja; padri ini lalu masuk dalam ruangan didekatnja dan mendengarkan: barangkali terutjap nama orang jang bersalah dari mulut orang jang telah makan appel-duri itu. Rupa²nja orang tsb. samasekali tidak menampakkan tanda² penjakit tidur; kadang² ia tidur, atau ber-djalan² dalam ruangan. Menurut kata orang, ésoknja bisikan jang didapatnja itu sudah tak diingatnja lagi. Sekarang haruslah diusahakan supaja bekas² keratjunan itu lenjap; ada dua téknik biasa jang dipergunakan untuk melenjapkan akibat kekeramatan tumbuh²an jang berbahaja itu : lebih dahulu ia mendapat obat tjutji-perut empat kali sampai bisa dipastikan bahwa tiada lagi bekas² ratjun itu, kemudian rambutnja ditjutji dengan buih-sabun yucca. Penggunaan appel-duri jang lain dikalangan suku Zuni lebih menjimpang dari maksud² Dionysia, anggota² orde padri pada malam hari pergi menanam tongkat²-doa „untuk minta kepada burung² supaja menjanji memanggil hudjan”. Kemudian ditébarkan akar jang sudah dilembutkan dalam mata, telinga dan mulut tiapz padri dalarn djumlah se-ketjil²nja. Djelas sekali bahwa disini tiada hubungannja samasekali dengan sifat² bahan obat-bius itu.
Peyote lebih tak laku lagi dikalangan suku² Pueblo. Orang² Pueblo mendiami daérah jang letaknja didekat dataran-tinggi Meksiko, dimana kuntjup²-peyote diusahakan. Orang² Apache dan suku² daérah padangrumput jang bergaul paling érat dengan bangsa Pueblo, suka makan peyote. Akan tetapi bangsa Pueblo tak mau berbuat demikian itu. Ada suatu kelompok ketjil jang agak menjimpang dari kebiasaan ini, jakni kaum Tao, jang memang paling berlainan sifatnja diantara bangsa Pueblo, dan jang agak mirip² dengan Indian². Padangrumput, baru² ini telah mulai makan appel-duri djuga. Akan tetapi bangsa Pueblo jang lain tak ada jang melakukannja. Dengan éthosnja jang bersifaf se-mata² Appolonia, orang Pueblo mentjurigai dan menolak pengalaman², jang membuat individu melakukan éksés dan mengorbankan akal-séhatnja.
Rasa djidjik ini demikian kuatnja, sehingga alkohol Amérikapun tak mendjadi masalah bagi Pemerintah. Di-mana² dalam reservat² India di Amérika serikat alkohol merupakan djalan keluar. Tiada peraturan² Pemerintah jang bisa mengekang nafsu orang² Indian terhadap whisky. Akan tetapi dikalangan bangsa Pueblo hal ini tak pernah merupakan masalah jang penting. Dizaman dahulu tak pernah membuat minuman alkohol, dan sekarangpun meréka tak
membuatnja. Dan bukanlah 86
POLA-POLA KEBUDAJAAI.
kebiasaan merếka, seperti halnja dikalangan orang2 Apache, jang tiap kali pergi kekota berachir dengan mabok2an. Ini tak berarti bahwa orang2 Pueblo mengeluarkan tabu agama terhadap minum alkohol. Letak soalnja Iebih dalam lagi. Merếka membentji keadaan mabok. Di Zuni orang2 tua, tak lama setelah minuman-alkohol masuk dalam daếrahnja, mengadakan larangan minum alkohol, dan peraturan ini disetudjui olếh umum dan tak ada jang melanggarnja.
Penjiksaan diri lebih lagi ditolak dengan keras. Bangsa Pueblo jakni Pueblo Timur berkenaan dengan dua matjam bentuk-kebudajaan, dimana bahkan penjiksaan-diri dianggap mahapenting, jakni Indian-Padangrumput dan Indian Penitoirto di Mếksiko. Kebudajaan Pueblo djuga ada perasaannja dengan peradaban Mếksiko purba jang sekarang sudah lenjap, jang mempraktếkkan penjiksaan2, dan pada segala matjam kesempatan adalah lazim untuk mengeluarkan darah dari berbagai bagian badan, chususnja dari lidah, sebagai korban kepada Dếwa2. Didaếrah padangrumput penjiksaan diri dimaksudkan untuk melupakan dirinja sendiri, supaja dalam keadaan demikian itu mendapat visiun2. Kaum Penitente di Mếksiko Baru adalah sisa2 terachir dari suatu sếkta — sếkta Flagellante dari abad pertengahan Spanjol — jang mendiami daếrah disudut dunia jang telah dilupakan orang; sampai sekarang merếka masih memuliakan kebaktian2 Djum'at Baik, dimana Kristus jang disalib dilakonkan dalam berbagai fase. Klimaks ritus tsb ialah penjaliban Kristus, jang dilakonkan olếh salah seorang anggota sjarikat. Pagi2 pada Hari Djurn'at Baik perarakan meninggalkan rumah kaum Penitente, Sang Kristus ter-hujung2 karena beratnja salib jang didjundjungnja. Dibelakangnja berdjalan penganut2nja, dengan punggungnja terbuka, dan pada tiap2 langkah jang sangat pelahan2, merếka saling menukul dengan tjambuk besar jang dibuat dari kaktus-bajonết, jang ditjantumi duri2 cholla. Dari kedjauhan se-olah2 punggungnja tertutup dengan mantel mếrah .Pandjang ,,djalan"nja kira2 dua setengah kilometer. Djika achirnja sampai ditempat jang ditudju, Kristus diikat disalib, dan salib itu kemudian ditegakkan. Djikalau dia atau salah seorang penganutnja meninggal dunia, sepatu2nja ditaruh diatas ambang pintu rumah, dan orang tak diizinkan menjatakan berduka-tjita.
Bangsa Pueblo tak' bisa memahami penjiksaan sematjam itu jang dilakukan setjara sukarếla. Sejmua djari2 orang Pueblo utuh, tiada jang hilang, ketjuali karena disiksa untuk dipaksa mengaku, maka badannjapun tiada bekas luka2. Punggungnja bersih tiada bekas apa2, dan tiada pula bagian jang menandakan bahwa dahulu pernah ada sepotong kulit jang diambil. Merếka tak mempunjai ritus2, dimana merếka harus mengorbankan darahnja sendiri atau mempergunakannja untuk menambah kesuburan tanah. Mếmang merếka biasa djuga mendapat luka2 pada saat² memuntjainja semangat, akan tetapi dalam hat² jang demikian itu soalnja tak Jain hanjalah se-mata² merupakan ékses² jang diwadjibkan. Dalam sjarikat-kaktus, suatu sjarikat-perang, meréka menari sambil me-lompat² dengan memegang daun² kaktus. Daun² kaktus itu dipukulkan kepada dirinja sendiri dan orarg² lain, dalam Sjarikat-Api mergka me-lempar²kan api. Akan tetapi ke-dua²nja tak dimaksudkan untuk mendatangkan bahaya kedjiwaan atau untuk mendatangkan pengalaman jang tak-normal. Djuga telah diketahui dengan pasti, bahwa orang² Pueblo, seperti djuga halnja dengan orang² Indian- Padangrumput, ber-main² dengan api tak bermaksud untuk menjiksa diri. Djikalau meréka berdjalan diatas api, maka kakinja tak terbakar, tak memandang tjara² apapun djua jang dipergunakannja, dan djikalau meréka memasukkan api dalam mulut, maka ternjata bahwa lidahnja tak pernah terbakar.
Kebiasaan orang² Pueblo untuk me-mukul² dengan tjambukpun tidak dimaksudkan untuk menjiksa. Kalau memukul tak sampai mengeluarkan darah. Anak² Zuni, jang waktu mentjapai masa-pubertétnja atau sebelumnja itu ketika diinisiaasi mendapat pukulan² dengan tjambuk, tak perlu bersikap serba bersemangat seperti jang disjaratkan dikalangan orang² Indian-Padangrumput, akan tetapi meréka boléh sadja ber-teriak² karena sakit dan bahkan me-manggil² ibunja, djika meréka dipukuli oléh dewa² bertopeng jang mewedjangnja. Orang² dewasa sangat menolak adanja bekas² tjambukan tinggal dibadan anak² itu. Meréka ita dipukul, „untuk melenjapkan peristiwa² jang buruk” jang berarti bahwa hal ini adalah sematjam pengusiran setar. Bahwa perbuatan itu sendiri sama dengan apa jang dilakukan ditempat lain untuk menjiksa diri sendiri, tak berarti bahwa orang² Pueblopun menggunakan untuk menjiksa diri sendiri pula.
Ekstase, jang tidak ditjapai dengan berpuasa, penjiksaan, menggunakan obat² bius atau alkohol atau dalam bentuk visiun, tidak pula kedapatan pada tari²an meréka. Mémang benar bahwa mungkin tiada bangsa di Amerika Utara jang begitu banjak mentjurahkan waktunja untuk menari seperti bangsa Pueblo Baratdaja. Akan tetapi tudjuan² tari²annjapun tidaklah untuk melupakan diri sendiri. Kultus Dionysia dari Junani terutama sekali terkenal karena tar²annja jang ke-gila²an, jang djuga terdapat sering kali di Amérika Utara. Tari²an-roh orang² Indian, jang dipertundjukkan di-mana² di Amérika dalam tahun² 1870-an, adalah suatu tari²an keliling, jang terus-menerus ditarikan, sehingga ber-turut² para penarinja djatuh kaku ditanah. Dalam keadaan jang demikian itu meréka mendapat visiun² tentang pembebasannja dari kekuasaan Kulitputih dan sementara itu tari²an diteruskan, dan ada lagi penari² jang djatuh. Dikalangan ber-puluh² suku, jang dihinggapi oléh tari²an ini, adalah mendjadi kebiasaan untuk melakukan tari²an ini tiap² hari Minggu. Djuga terdapat orang² tua, jang djelas bersifat Dionysis. Suku² di Méksiko-Utara menari diatas altar, dengan mulutnja mengeluarkan busa. Tari²an kaum Sjaman di Kalifornia mewadjibkan kepada penari²nja untuk djatuh-ajan. Kaum Maidu suka mengadakan perlombaan² antara sjaman², dimana dialah menang, jang berhasil mendjatuhkan lawannja, jang berarti bahwa ja bisa bertahan melawan tenaga hypnotis tari²an itu. Di Pantai Barat-Laut seluruh upatjara musim dingin dianggap sebagai tjara untuk mendjinakkan orang laki² jang kembali dalam keadaan amok dan kerandjingan setan. Novit² memainkan peranannja dengan semangat-amok jang diharapkan daripadanja. Meréka menari seperti menarinja sjaman dari Siberia, diikat dengan empat utas tali, jang disangkutkan dikeempat arah, sehingga bisa ditjegah bahwa meréka akan melukai dirinja sendiri atau orang lain.
Hal² jang demikian ini tidak terdapat pada tari²an Zuni. Tari²an meréka, seperti halnja dengan puisi rituil meréka, adalah tjara untuk menguasai tenaga²-alam dengan djalan meng-ulang² tidak ber-henti²nja. Dengan men-djedjak²kan kaki terus-menerus tiada bosan²nja, meréka menghimpunkan kabut dilangit dan me-numpuk²nja mendjadi awan²-hudjan tebal. Hudjan dengan demikian ditarik sekuatnja kebumi. Meréka samasekali tak menjukai pengalaman² ékstase, akan tetapi hendak meniru alam se-mirip²nja, sehingga tenaga² alam itu bisa dipergunakan untuk mentjapai tudjuan²nja. Maksud inilah jang mengilhami bentuk dan isi tari²an Pueblo. Tari²an itu samasekali tak mengandung sifat² keliaran. Jang membuat tarian mendjadi suatu pertundjukan jang bagus sekali ialah kekuatan irama jang semangkin lama semangkin memuntjak, gerak laksana dari satu orang jang dilakukan oléh kelompok-tari jang terdiri dari empatpuluh orang.
Tidak ada orang jang bisa melukiskan lebih baik tari²an Pueblo ini seperti D.H. Laurence. „Semua orang laki² menjanji ber-sama² sambil bergerak dengan langkah²-burung halus namun berat. Inilah keseluruhan taritan itu: sedikit membungkuk ,bahu dan kepala lemas dan berat, men-djedjak²an kakinja dengan kuatnja namun pelahan² jang merupakan irama menggema sampai dipusat bumi. Genderang² terus-menerus dipukul bagaikan djantung jang ber-denjut². Demikianlah berlangsung ber-djam² lamanja”. Kadang² sambil menari meréka
berusaha supaja tunas gandum keluar dari dalam tanah. Atau meréka mémanggil binatang² liar dengan suara kaki²nja jang di-djedjak²kan diatas bumi, meréka mengendalikan awan² cumulus, jang pe-lahan² berhimpun dilangit pada suatu siang-hari digurun. Kenjataannja, bahwa awan itu muntjul, lepas dari turun-tidaknja hudjan, dianggap sebagai pemberian rahmat oléh mahluk² adikodrati kepada tari²an ,suatu tanda bahwa ritusnja diterima. Djikalau turun hudjan, maka kesaktian tari²an adalah benar² ada dan disjahkan. Inilah djawabnja. Meréka menari terus dalam hudjan-lebat Baratdaja, bulu²nja basah dan berat, badju² dan mantél²nja jang disulam basah kujup. Akan tetapi meréka diberi rahmat oléh déwa. Badut² mengadakan lelutjon²nja didalam lumpur jang tebal itu, mendjatuhkan dirinja terlentang dalam air dan ber-gumul²an dalam tanah jang setengah-tjair itu. Meréka lakukan itu sebagai tanda terima kasih, karena dalam tari²an kaki²nja telah mempengaruhi tenaga² alam dan awan², dan demikian saktinja untuk menurunkan hudjan.
Bahkan tarisan Pueblo ada pula jang sama dengan tari²an suku² tetangganja dan didalamnja ada maksud² Dionysia, akan tetapi orang² Pueblo melakukannja dengan serba ketenangan, tanpa mabuk² atau ékstase. Orangs Cora di Méksiko-Utara mempunjai tari²an-berputar seperti halnja dengan banjak suku² lainnja, dan klimaksnja ditjapai apabila penari dalam memuntjaknja ketjepatan dan lupa-diri, terus-menerus ber-putar² kembali sampai di altar-dasar. Padahal dalam keadaan biasa mendekati altar adalah suatu larangankeras. Akan tetapi djusteru dari pelanggaran² demikian itulah dibangunkan nilai² Dionysia Dalam keadaan amok meréka menghantjurian altar, semuanja diindjak² dalam pasir. Achirnja si penari djatuh diatas altar jang sudah hantjur itu.
Dalam tari² rangkaian dikiva dibawah tanah, dalam Tari Ular Hopi orang² Pueblopun menari datas altar. Akan tetapi semuanja itu dilakukan dengan tenang sekali. Ini adalah suatu sjarat seperti suatu gerak jang tertentu dalam Virginia Reel (Tari²an Skotlandia.). Salah suatu bentuk tari jang sering dipertundjukkan dari orang² Pueblo disusun dari per-ganti²an dari dua kelompok-penari², jang pada tiap bagian menarikan suatu variasi dari satu théma, dan tiap² orang selalu muntjul dari sebelah lain digelanggang-tari. Achirnja pada variasi penghabisan meréka muntjul ber-sama² dari kedua djurusan. Dalam Tari Ular dalam Kiva ini, penari²-Antilope ber-hadap²an dengan penari² Ular. Dalam babak pertama padri-antilope menari sambil berdjongkok mengelilingi altar dan kemudian mengundurkan diri. Padri-ular mengulanginja. Dalam variasi ksdua-padri-Antilope dengan dahan ampelopsis dalam mulutnja menari didepan para novit dan menarik ampelopsis itu diatas lulut meréka. Kemudian ia mengundurkan diri. Padri-Ular menjusul dengan ular-ratel dalam mulutnja, jang ditariknja pula diatas lulut para novit. Pada variasi terachir Antilope dan Ular muntjul bersama², ke-dua²nja tetap berdjongiok; sekarang meréka tak lagi menari mengelilingi altar, melainkan diatasnja, dan berachirlah tari²an itu Susul-menjusulnja itu sifatnja formil, seperti hatnja dengan tari-Morris, dan menarinja dilakukan dengan segala ketenangan.
Di Hopi bahkan menari dengan ular tak merupakan permainan jang berbahaja dan menakutkan. Dalam peradaban kita, kebentjian dan rasa-djidjik terhadap ular adalah demikian lumrahnja, sehingga mudah sekali kita mempunjai anggapan salah tentang Tari Ular ini. Kita dengan tjepat akan mengira bahwa penari² itu tentu seperasaan dengan kita dalam menghadapi ular. Sebaliknja, pada umumnja orang² Indian Amérika tidak menganggap ular sebagai binatang jang sangat ditakuti dan didjidjikkan. Atjap kali meréka memandangnja sebagai binatang keramat, dan kadang² kekeramatannja membuat binatang² ini berbahaja, seperti halnja dengan semua jang sifatnja keramat atau manitou Akan tetapi meréka tak seperasaan dengan kita dalam membetji dan mendjidjikkannja. Merékapun tak takut kepada ular karena sifat agresif- nja. Ada tjerita²-rakjat Indian, jang berachir dengan kalimat : „itulah sebabnja ular ratel tidak berbahaja”. Kebiasaan² dan tabiat ular ratel sedemikian rupa, sehingga orang mudah menguasainja dan orang² Indian mempergunakan hal ini se-baik²nja. Kemesraan rasa para penari terhadap ular² dalam Tari Ular tidak dsebabkan karena rasa-takut- atau rasa-djidjik; meréka bersikap sebagai anggota² sjarikat ular terhadap roh-pelindungnja. Selain daripada itu, sering kali ternjata bahwa kantong-bisa ular ratel dibuang lebih dahulu sebelumnja tari²an dimulai.
Kantong²-bisa itu dipentjét atau diperas supaja keluar bisanja, dan djika ular² itu setelah selesai menari dilepaskan kembali, kantong²-bisa itu per-lahan² berisi bisa lagi. Keadaan ini, sesuai dengan sifat² penari di Hopi, tidak bertjorak Dionysis, baik dilihat dari sudut keduniaan maupun adikodrati. Ini adalah suatu tjontoh jang se-baik²nja tentang kenjataan bahwa kelakuan jang objektif sama. berhubung dengan pikiran² jang memprasangkainja, bisa berupa pengalaman² ngeri jang Dionysis, tetapi djuga bisa berupa upatjara formil jang sederhana sadja.
Apakah hal ini dilakukan dengan mempergunakan obat² bius, alkohol, berpuasa, menjiksa diri atau dengan tari²an, dikalangan bangsa Pueblo orang tak mentjari bahkan tak mengukai pengalaman² jang terletak diluar wilajah pantjaindera. Seringkali dia itu, seperti Cassandra dan orang² lain jang hatinja gujah, adalah orang jang oléh karena bersifat gujah chususnja tjotjok untuk pekerdjaan itu. Di Amérika Utara adalah suatu keadaan jang menarik hati, bahwa djustru meréka jang telah mendapat visiun achirnja mendjadi sjaman. Sebaliknja, padri adalah pendjaga dan pemelihara upatjara² dan organisator² kegiatan² kultus. Bangsa Puebio tak mengenal sjaman, jang ada hanjalah padri. Padri² Zuni mendapatkan kedudukannja karena warisan, atau telah membeli kedudukan²nja melalui djalan hierarki setapak demi setapak atau ia bisa dipilih oléh padri²-agung untuk tampil kemuka sebagai pelaku diantara padri-²kachina. Dalam tiap² hal itu ia telah menjiapkan diri dengan mempeladjari upatjara² se-dalam²nja, baik iang berupa perbuatan maupun kata². Kekuasaan dan kewibaanja disesuaikan dengan kedudukan jang dipangkunja dan upatjara² jang disusunnja. Semuanja itu harus teliti sekata demi sekata, dan ia bertanggung-djawab tentang kebérésan tiap² upatjara. Orang Zuni menamakan orang jang berpengaruh itu „orang jang mengetahui tjara²nja”. Ada orang jang „mengetahui tjara²nja” dalam sjarikat² jang paling keramat, dalam balapan, dalam berdjudi, dalam hal mengobati orang sakit. Dengan perkataan lain meréka telah mendapatkan kekuasaannja kata demi kata dari sumber tradisonil. Meréka tak pernah berhak menggunakan kekuasaan keagamaannja untuk membenarkan sesuatu perbuatan jang dilaksanakan atas inisiatifnja sendiri. Meréka bahkan tak boléh mendekati jang adikodrati tanpa izin dari kelompoknja pada waktu² jang tertentu. Tiap² doa dan tiap² perbuatan, jang termasuk dalam kultus, dilaksanakan dalam musim jang tertentu dan dengan tjara jang tradisionil, Perbuatan tradisionil dikalangan kaum Zuni jang sedikit-banjaknja masih bersifat perseorangan ialah menanam tongkat²-doa, jang ditanam di-tempat² jang keramat dan menjampaikan doanja sendiri kepada mahluk² adikodrati. Akan tetapi inipun tak boléh diselenggarakan atas inisiatif sendiri, bahkan tidak boléh oléh padri² jang tertinggi. Salah sautu tjerita-rakjat mengkisahkan, bahwa padri-agung membuat tongkat²-doa, dan menanamnja. Padahal tidak dalam waktu bulan, dimaua biasanja tongkat²-doa ditanam oléh anggota² sjarikat²-Djuruobat; orang berkata : „Mengapakah padri-agung menanam tongkat-doa² Sudah tentu ia mau menjihir !” Dan sesungguhnjalah ia menggunakan kekuasaannja untuk membalas dendam setjara perseorangan. Kalau perbuatan keagamaan pribadi terdjadi atas inisiatif perseorangan, seorang padri-agungpun, maka mudahlah dipahami, bahwa perbuatan jang lebih formil sifatnja betul² dilindungi dan diawasi o1éh pendapat umum. Tidaklah boléhterdjadi bahwa sampai ada timbul pertanjaan: Apakah alasan ia berdoa?
Dengan adanja padri² dikalangan bangsa Pueblo dan sjaman dikalangan lain² bangsa Amérika bumiputera, dua kategori peribadi jang saling bertentangan diketengahkan dan dipudji. Orang² Indian-PadangTumput melalui lembaga²nja memberi banjak kéleluasaan kepada orang jang pertjaja kepada diri sendiri, dan orang² jang pertjaja kepada diri sendiri itu mudah pula mendapat kekuasaan dan kewibawaan. Iapun mendapat upah jang paling banjak. Apa jang dialami dalam visiun oléh seorang Indian-Gagak mungkin tak seberapa. Hal ini tak begitu penting. 92
POLA-POLA KEBUDAJAAN
Tiap2 biarawan Buddha dan tiap2 mystikus Abad Pertengahan melihat hal jang sama dalam visiunnja seperti jang telah dilihat teman2 seagamanja sebelumnja. Akan tetapi mereka, seperti djuga orang Gagak-Indian aseli, menuntut kekuasaan — atau keilahian — berdasarkan pengalaman peribadinja. Orang Indian kembali di-tengah2 sukunja sementara visiunnja masih segar tergores dalam ingatannja, dan sukunja melaksanakan instruksi2nja jang diterimanja sebagai suatu hakistimewa jang sutji.
Dalam mengobati orang sakit, tiap2 orang mengetahui tenaga penjembuhnja dan tak ada orang jang bertanja kepada kawan-sepemudjaannja. Dalan praktek dogma ini diubah, karena manusia bahkan melandjutkan tradisi2 itu dalam lembaga2 jang ditjoba ditipiskannja. Akan tetapi dogma2 agamanja memberi djaminan kebudajaan kepada rasa pertjaja kepada diri sendiri jang besar dan kepada kekuasaan serta kewibawaan peribadi.
Rasa perdaja kepada diri sendiri dan inisiatif didaerah Padang-rumput tak sadja didjelmakan dalam sjaminisme, akan tetapi djuga dalam keasjikan jang besar sekali dalan mendjalankan perang gerilja. Anggota kesatuan biasanja tak melebihi duabelas orang dan pada tiap2 perkelahian jang sederhana tiap2 orang tanmpil kemuka menurut kehendaknja sendiri, suatu tjara berkelahi jang samasekali bertentangan dengan peperangan moderen, dimana disiplin badja dan ketaatan adalah essensiil. Peperangan merupakan suatu permainan, dimana tiap2 orang berusaha mendapat angka jang paling banjak. Angka2 itu bisa didapatnja karena berhasil membebaskan kuda jang diikat, melukai musuh atau mengambil skalpa. Tiap2 orang berusaha mendapat angka se-banjak2nja, biasanja dengan melakukan perbuatan2 jang luar-biasa beraninja, dan semuanja itu dipakai sebagai djalan masuk dalam sjarikat2, mengadakan pesta2 dan menuntut kedudukan pemimpin.Seorang Indian-Padangrumput jang tak berinisiatif, jang tak mampu tampil kemuka sendiri, tak dihormati oleh masjarakat. Laporan penjelidik2 dahulu, muntjulnja pemukas dalam sengketa dengan kaum kulit-putih. kontrasnja dengan bangsa Pueblo, semuanja ini menundjukkan betapa lembaga2nja menghargai keperibadian jang hampir2 sama dengan pengertian Ubermensch Nietzsche. Mereka melihat hidup ini sebagai pertumbuhan jang dramatis dari individu nelalui tingkat2 dalam sjarikat2-manusia melalui kekuasaan adirtodrati, melalui pesta2 dan kemenangan2. Inisiatif selalu ada pada dia. Perbuatan2 kepahlawannja dianggap sebagai perbuatan2 peribadinja, dan ia bebas untuk menuntutnja dalam upatjarat, dan mempergunakannja untuk mernperbesar ambisi2nja sendiri. Manusia ideal bangsa Pueblo adalah suatu djenis mahluk jang berlainan sekali. Kekuasaan dan kewibawaan barangkali merupakan tjiri jang paling tak disukai di Zuni. „Orang lelaki, jang menghasratkan kekuasaan atau pengetahuan, jang ingin mendjadi pemimpin bangsanja” demikianlah meréka menjebutnja dengan nada jang merendahkan, „hanja mendjadi sasaran ketjaman² sadja dan mungkin akan dituntut karena dituduh mendjadi tukang sihir”, dan mémang ini pernah terdjadi. Tindakan dan perbuatan otoriter adalah suatu beban di Zuni, dan orang laki² jang menderitanja mungkin sekali akan dituduh berbuat sihir, Ia digantung pada djempolnja, sampai ia „mengaku”. Inilah nasib orang jang mempunjai keperibadian terlalu kuat di Zuni. Bagi meréka, manusia ideal jalah orang jang ramah-tamah dan dihormati, jang tak mentjoba mentjari pengaruh dan tak pernah menuntutnja. Dalam tiap² sengketa dia jang kalah, meskipun ia jang benar. Bahkan dalam perlombaan-ketangkasan seperti misalnja balapan, orang jang biasa menang untuk selandjutnja tidak diboléhkan ikut lagi. Meréka menjukai permainan-kelompok dengan kemungkinan² jang sama dan djika ada orang jang terlalu mengatasi orang² lain, ia merusak permainan : meréka tak senang kepada dia.
Orang jang baik dalam pandangan meréka, dalam kata² Dr. Bunzel mempunjai : „tindak-tanduk jang enak, sifat jang suka menurut dan hati jang lembut”. Pudjian tertinggi, jang bisa diberikan kepada seorang warga-kota, kira² begini bunjinja : „Ia adalah orang jang baik hati dan sopan. Tiada orang jang mengetahui apa² tentang dia. Ia tak pernah bersengketa. Ia termasuk clan-Badger dan kiva-Muhekwe dan selalu menari dalam tari²an dimusim panas”. Tentu ia „suka berbitjara”, kata meréka, — jang berarti bahwa ia selalu bisa menjenangkan orang lain — dan ia bisa bekerdjasama dengan lantjar, baik diladang maupun dalam upatjara², tanpa memberi sebab atau alasan untuk dikira bersikap sombong atau terlalu mudah tersinggung.
Ia mendjauhi kedudukan². Kedudukan² ini bisa didesakkan kepadanja, akan tetapi ia tak memintanja. Djika kultus² kiva akan dilaksanakan, pintu kiva ditutup, dan semua orang ditahan, sampai meréka berhasil menghilangkan keberatan² salah seorang diantara meréka. Tjerita²-rakjat selalu mengkisahkan tentang keengganan orang² jang baik untuk menerima kedudukan² — meskipun meréka itupun achirnja menerimanja. Orang harus melenjapkan setiap tanda² bahwa ia seorang pemimpin. Djikalau jang dipilih dan achirnja mau dan telah kediwedjang dalam fungsi jang baru itu, iapaun tak lalu mendapat kuasaan dan kewibawaan seperti jang lazim diartikan dikalangan kita. Kedudukannja tak berarti bahwa ia lalu mendapat keleluasaan untuk
melaksanakan tindakan² jang penting. Dewan Zuni terdiri dari padri² 94
POLA.POLA KEBUDAJAAN
agung dan merếka ini tak mempunjai kekuasaan apa2, bila ada sengketa atau perbuatan kekerasan. Merếka itu adalah orang2 keramat dan olếh karena itu perkara2 sengkếta tak bolếh diadjukan kepadanja. Hanja panglima2 perang mempunjai sedikit kekuasaan ếksekutif, bukan terutama dalam masa perang, tapi djuga dalam masa damai, jakni sebagai polisi. Merếka memberitahu djika datang waktunja untuk memburu kelintji, mengadakan tari2anl; merếka memanggil padris, dan bekerdja, sama dengan sjarikat2-djuruobat. Kedjahatan iang lazimnja harus merếka adili ialah penjihiran. Kedjahatan lainnja, jakni membuka rahasia kachina kepada pemuda2 jang belum diwedjang, dihukum olếh dếwa2bertopếng sendiri, atas usul kepala kaum kachina. Kedjahatan lainnja tidak ada. Pentjurian djarang terdjadi dan merupakan soal pribadi Zinah tidak merupakan kedjahatan, dan ketegangan jang disebabkan olếh perbuatan demikian itu, mudah dihilangkan dengan mendjalankan peraturan2-perkawinan jang ada. Pembunuhan pernah terdjadi satu kali sepandjang ingatan, dan kesukaran2 jang timbul karenanja lekas pula reda setelah dilakukan pembajaran2 olếh kedua pihak keluarga
Ketenteraman padri2 Dếwan Agung tak perlu diganggu Merếka mengorganisasi peristiwa menurut penanggalan-upatjara, Kelantjaran rentjana2nja setiap saat bisa diganggu olếh padri bawahan jang enggan membantu. Merếka hanja bisa menggerutu dan menolak memasang altarnja, atau menjerahkan topếng padri-kachinanja. Dếwan padri haruslah menunggu dan menangguhkan upatjara. Akan tetapi tiap2 orang membatu tanpa ada tanda2 penggunaan kekuasaan.
Tiadanja penggunaan kekuasaan setjara peribadi ini berlaku, baik dalam kehidupan kerumatanggaan maupun dalam kehidupan keagamaan. Adalah sewadjarnja, bahwa pembangunan rumahtangga jang terdjadi menurut garis-keturunan pihak wanita dan kehidupan dalam rumah isteri menimbulkan pula suatu perhubungan-kekuasaan jang lain sifatnja dari jang lazim kita kenal. Akan tetapi dalam masjarakat matriarchal biasanja ada seorang laki2 selaku pemegang-kuasa dalam rumahtangga meskipun bukannja ajah. Saudara laki2 ibu adalah-kepala rumahtangga matriachal dan bertindak sebagai wasit dan sebagai kepala keluarga jang bertanggungdjawab, Akan tetapi orang2 Zuni tak mengakui kekuasaan siapapun djuga, tidak dari saudara laki2 ibunja, apalagi dari ajahnja. Dua2nja tak menghardiki anak2 dalam keluarga. Baji sangat disajangi olếh orang laki2. Merếka digendongnja bila sakit, dan mada malam hari merếka sering diadjak ber-main2 dipangkuannja. Djadi tak di-hardik2. Olếh karena kerdjasama ini, maka kehidupan rumahtangga menadi baik dan seimbang, seperti halnja dengan kehidupan keagamaan. Situasi2 jang mestinja memerlukan tindakan keras bolếh dikatakan tak pernah ada. Dikalangan kebanjakan masjarakat, perkawinanlah jang paling sering menimbulkan tindakan² keras. Akan tetapi dikalangan bangsa Pueblo sedikit sekali formalitét² jang mengikat. Di-tempat² lain didunia ini, perkawinan mentjiptakan hak² milik dan pertukaran benda²-ékonomi, dan dalam semua hal tsb. jang tua mendapat hak²-istiméwa. Akan tetapi dalam perkawinan di Zuni tiada benda², jang mungkin menimbulkan perhatian pada jang tua². Kurangnja perhatian orang² Pueblo terhadap milik, mendjadikan perkawinan jang di-mana² merupakan sumber kesukaran², suatu hal jang tak penting, seperti pula halnja dengan banjak lembaga jainnja jang dalam struktur masjarakat lainnja menjebabkan bahwa suami mudah mendapat bagian dalam milik -kelompok. Di Zuni hal² sematjam itu tidak ada.
Semua tindakan² sama² berusaha untuk mentjegah, djangan sampai anak laki² menderita kompléks Oedipus. Malinowski menundjukkan, bahwa dalam struktur masjarakat di Trobiand seorang paman mempunjai kewibawaan dan kekuasaan jang sama seperti seorang ajah dikalangan kita. Di Zuni paman²pun tak mempunjai kewibawaan dan kekuasaan. Suatu hal jang memungkinkan anak tumbuh tanpa diganggu oléh perasaan mendongkol atau mengelamun ambisi jang tak terpenuhi, keadaan mana berakar dalam keluarga. Djika anak itu mendjadi dewasa, tiada motif² padanja untuk mentjitakan situasi² jang memerlukan kewibawaan dan kekuasaan.
Oléh karena itu pewedjangan atau inisiasi pemuda² merupakan suatu kedjadian jang anéh di Zuni, dalam arti : anéh dibandingkan dengan praktek² jang kebanjakan terdjadi di-mana², Sreingkali pewedjangan pemuda² se-mata² adalah suatu pemakaian kekuasaan jang sewénang² terhadap pemuda² jang akan diterima mendjadi anggota penuh dari suku oléh meréka jang memegang kekuasaan. Bentuk upatjara² ini tidak banjak bédanja, baik di Afrika, Amérika Selatan atau Australia. Di afrika selatan pemuda² digembalai oléh orang² laki² jang mempergunakan tongkat² dan meréka ini sebanjak mungkin me-mukul² sekehendak hatinja. Pemuda² itu badannja bengkak² sementara pukulan² menghudjani meréka: setiap saat meréka bisa dipukuli, ditjemoohkan dan diper-olok². Meréka harus tidur telandjang tak berselimut dalam musim² jang terdingin, dengan kepalanja — bukan kakinja — diarahkan ketempat api. Meréka tak bolbh meminjaki tanah untuk menghindarkan ulat² putih, jang sepandjang malam menggigitinja. Pagi² meréka harus ketelaga dan berendam dalam air dingin sampai fadjar menjingsing. Tiga bulan lamanja, selama penggembléngan itu, meréka tak boléh minum dan meréka diberi makanan² jang memuaskan. Untuk agak mengimbangi perlakuan² jang sangat tidak énak ini,meréka diadjar mengutjapkan mantra² dan kata² esoteris Dikalangan suku2 Indian Amếrika, pewedjangan pemuda2 itu tak sebegitu lama, akan tetapi pada asasnja sama sadja. Orang2 Apache jang mempunjai banjak persamaan dengan orangz Zuni, mengatakan bahwa mendjinakkan pemuda adalah seperti mendjinakkan anak kuda. Merếka disuluh membuat lobang2 dalam ếs, mandi disitu, dan disuruh lari, mulutnja penuh air; dihinanja merếka dalam peperangan jang pertama kali, dan digodanja habis2an. Orang Indian di Kalifornia-Selatan menanam merếka dalam sarang-semut.
Akan tetapi di Zuni pewedjangan samasekali tak merupakan suatu pertjobaan. Malah menurut pendapat merếka, upatjara mendjadi sangat bermutu, djika pemuda2 itu menangis karena pukulan2 pelahan2 itu. Pada tiap2 langlah anak itu dibimbing olếh bapa keupatjaraannja; ia menerima tjambukan2 itu, sambil berlutut diantara kaki2nja atau duduk diatas punggungnja. Ia merasa aman karena berdekatan walinja, berlawanan sekali dengan nasib anak di Afrika-Selatan, jang setjara kasar dikeluarkan dari lingkungan keluarganja. Selain daripada itu, pewedjangan diachiri dengan pemuda itu membalas mentjambuk sipemukul. Pewedjangan ini bukanlah suatu peristiwa dimana nafsu kekuasaan dipakai terhadap anak2. Melainkan merupakan suatu upatjara. pengusiran sếtan serta pentjutjian, memberi rasa-bangga kepada anak2 karena bolếh masuk dalam kelompok, Selalu merếka merasa bahwa orang2 tua menganggap pukulan2 dengan tjambuk itu sebagai pemberian restu dan sebagai kesatria dalam dunia adikodrati.
Tiadanja kesempatan2 untuk pelaksanaan kekuasaan,baik dalam lingkungan rumahtangga ataupun agama, adalah bertalian dengan tjiri azasi lain: individu tenggelam dalam kelompok. Di Zuni tanggungdjawab dan kekuasaan selalu terbagi; kelompoklah jang merupakan kesatuan jang bertindak. Djalan jang terbaik untuk berhubungan dengan makhluk2 adikodrati ialah melalui upatjara-kelompok. Djalan jang terbaik untuk mendjamin nafkah keluarga ialah : kerdjasama baik dalam agama, maupun dalam ếkonomi, individu tak bisa berdiri sendiri. Dalam agama hal ini dinjatakan dalam peritiwa, bahwa orang laki2 jang takut panếnnja gagal tak berdoa supaja turun hudjan, melainkan ia ikutserta dalam tari2an musim panas. Ia tidak berdoa untuk kesembuhan anaknja, melainkan ia minta bantuan orde-djuruobat dari Sjarikat Api Besar supaja mengobatinja. Doa2 perseorangan. jang dibolếhkan waktu menanam tongkat2-doa, waktu mentjutji rambut untuk kesutjian upatiara, waktu memanggil djuruobat2 atau bapa2 keupatjaraan bisa berhasil djusteru karena doa2 itu adalah bagian dari suatu keseluruhan jang lebih luas, jakni upatjara-kelompok .Individu2 tak bisa lagi dipisah dari kelompok, sama halnja dengan satu kata tak bisa diangkat dari mantra magis jang pandjang, tanpa lenjap kekuatannja. BANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU
Sjahnja semua perbuatan2 berasal dari struktur formil, tidak dari individu. Seperti jang telah kita uraikan dahulu, seorang padri agung hanja boléh menanam tongkat2-doa dalam fungsinja sebagai padriagung, dan hanja pada waktu2 jang mémang dichususkan untuk itu. Seorang djuruobat bertindak sebagai tabib karena keanggotaannja dalam sjarikat djuruobat. Keanggotaannja ini tak sadja memperkuat kemampuan2nja, seperti halnja didaérah padangrumput, akan tetapi iapun merupakan sumber kekuasaan satusnja. Bahkan membunuh Navajo2 diperlukan setjara itu djuga. Suatu tjerita-rakjat melukiskan suatn riwajat pengchianatan jang djahat sekali. Seorang Navajo kaja dan isterinja datang dengan barang2 dagangannja dalam suatu rumahtangga Zuni, dan dibunuhlah dia oléh orang2 laki2 disitu, karena ingin memiliki batu2-permatarja. ,,Akan tetapi meréka tak mempunjai kekuasaan skalpa", katanja,jang berarti bahwa atas dasar ini meréka tak bisa mendjadi anggota kultus peperangan, padahal djika meréka 'diboléhkan mendjadi anggota hal ini berarti bahwa perbuatan itu dibenarkan. Akan tetapi menurut pendapat orang2 Zuni perbuatan inipun masih bisa dibenarkan;jang dikutuk hanjalah perbuatan jang tak mempergunakan kuasa kelembagaan .
Oléh karena itu, orang2 Zuni sangat setia kepada struktur masjarakatnja. Dalam struktur itu, individu samasekali tiada pengaruhnja. Meréka tak menganggap kedudukan atau tongkat2-doa sebagai suatu alat untuk naik diatas tangga masjarakat. Orang jang ada kemampuan menjuruh membuatkan topéng, untuk menambah djumlah benda2 ,,bakal hidup landut" dalam rumahtangganja dan menambah djumlah topéng jang dimiliki oléh kivanja. Ia berusaha supaja selalu tertib ikut dalam rentjana-tahunan dari upatjara2, mendirikan rumah baru jang mahal, supaja pada perajaan Shalako bisa memberi kesempatan kepada padri2-kachina melakonkan peranannja, dan mengadakan pesta bagi meréka, akan tetapi ia melakukannja ini setjara tak me-nondjol2kan dirinja, jang sukar didjumpai dalam kebudajaan lain manapun djuga. Arah aktivitét perseorangan meréka samasekali asing bagi kita.
Seperti halnja perbuatan2 dan motif2 individu dalam perkara2 keagamaan sifatnja sangat tidak-pribadi, demikian pula halnja dalam hidup perékonomian. Seperti telah kita ketahui, kesatuan ékonomi terdiri dari kelompok2 orang2 laki2 jang sifatnja sangat tak tetap. Inti, rumahtangga, kelompok jang tétap, adalah kelompok wanita2 sekerabat akan tetapi wanita2 itu tak memainkan peranan penting dalam usaha2 ékonomi seperti pertanian dan perternakan atau dalam pembuatan batu2-permata. Dan orang laki2 jang dipertukan untuk mendjalankan pekerdjaan2 jang penting2, merupakan suatu kelompok jang tak tetap dan tak terikat satu sama lain. Suami2 anak2-perempuan dalam rumah
Pola-pola-7 98POLA-POLA KEBUDAJAAN
tangga djika terdjadi sengkéta dalam perkawinan bisa kembali kerumah ibunja dan selandjutnja tak memikul tanggungdjawab atas nafkah dan perumahan anak2nja, jang ditinggalkannja. Selain daripada itu, dalam rumahtangga itu berdiam pula anggota2-kerabat laki2 dari kelompok kerabat puhak perempuan : djedjaka2, duda2, meréka jang telah bertjerai dan meréka jang menanti berachirnja persengkétaan2 sementara dalam rumah isterinja. Namun kelompok tjanmpuran ini, bagaimanapun tjorak susunannja pada suatu saat, sama2 bekerdja untuk mengisi lumbung-djagung bersama dan djagung ini tetap mendjadi milik-bersama
kaum wanita dalam rumahtangga. Bahkan djika beberapa ladang2 jang baru ditanami merupakan milik-perseorangan salah seorang laki2 ladang inipun namun digarap ber-sama2 untuk mengisi lurnbung-djagung
bersarnn, seperti halnja dengan ladang2 jang termasuk bilangan rumah itu.
Mengenai rumah2, tiada bédanja. Orang2 laki2 mendirikannja bersama2, akan tetapi pemiliknja adalah kaum wanita. Djikalau seorang laki2 dalam musim rontok meninggalkan isterinja, maka bisalah terdjadi bahwa ia meninggalkan pula rumahja jang baru sadja selesai sebagai hasil bekerdja keras satu tahun lamanja, datt djuga lumbung-djagung jang terisi penuh sebagai hasil bekerdja setahun diladang. Tiada ada orang jang menganggap, bahwa ia bisa menuntut hak2nja dan tak ada pula orang jang berpendapat, bahwaia dirugikar. Ia telah menjumbangkan tenaganja kepada rumahtangga dan hasil2nja mendjadi milik kelompok kalau ia tak lagi mau mendjadi anggota kelompok itu, urusannja sendiri. Diwaktu2 jang achir ini, biri2 merupakan sumber penghasilan penting, dan merupakan milik perseorangan kaum laki2. Akan tetapi biri2 ini digembala berdasarkan kerdjasama oléh sekelompok kerabat2 laki2 dan pandangan2 ékonomi baru hanja sedikit demi sedikit memasuki masjarakat.
Orang laki2 ideal di 2uni dengan begitu menenggelamkan kerdjanja dalam kelompok dan samasekali tak menuntut hak apa2 untuk dirinja sendiri; selain daripada itu meréka tak pernah bersikap kasar atau marah. Ketaatannja jang bersifat Appolonis terhadap jang-bersahadja paling djelas ternjata dalam sikap kebudajaannja terhadap émosi2. Baik dalam amarah atau kasih, iri-hati atau kesedihan, kesederhanaan selalu merupakan tabiat jang paling penting. Selama memegang djabatannja, orang2 keramat tak boléh samasekali menundjukkan tanda2 amarah. Pertentangan2 jang bersifat keupatjaraan, ékonomi atau kerumahtanggaan dihadapi dengan tenang sekali.
Tiap2 hari kita di Zuni bisa mendjumpai tjontoh2 kesederhanaan.
Suatu keluarga, jang saja kenal baik sekali, telah menjerahkan sebuah rumah kepada saja selama satu musim panas. Oléh karena beberapa BANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU
hal jang sitatnja agak ber-belit2, ada suatu keluarga lain menuntut hak untuk mendiami rumah itu. Ketika perselisihan mentjapai puntjaknja, Quatsia, pemilik rumah itu, dan suaminja berada didalam rumah ber-sama2 dengan saja. Maka datanglah seorang laki2 mentjabuti rumput dihalaman. Membuang rumput dari halaman adalah hak pemilik rumah, dan olếh karena itu orang jang menuntut haknja atas rumah tsb. mempergunakan kesempatan itu, dengan membuktikan kepada umum, bahwa dialah jang berhak atas rumah itu. Ia tak masuk rumah dan tak pula menantang Quatsia dan Leo jang duduk didalam, akan tetapi ia semata2 mentjabuti rumput2 itLu. Didalam rumah Leo duduk tak bergerak bersandaran tếmbok sambil tenang2 mengunjah daun. Hanja muka Quatsia mendjadi agak mếrah. ,,Ini suatu penginaan", katanja ke_padaku. ,,Orang jang disana itu mengetahui bahwa Leo tahun ini bertindak sebagai padri dan tak bolếh marah. Ia menghina kita dihadapan seluruh penduduk dếsa, dengan djalan memelihara halaman kita." Achirnja orang itu mengumpulkan rumputnja memandangi dengan perasaan bangga halaman disamping, kemudian pulang. Tak ada sepatah katapun jang dikeluarkan. Di Zuni hal sematjam ini hanja dianggap sebagai suatu penghinaan belaka; dengan djalan bekerdja sepagi dihalaman, pihak lawan telah tjukup melantjarkan protếsnja. Kemudian soal ini dibiarkan sadja.
Djuga tjemburuan dalam perkawinan diselesaikan setjara tenang sekali. Zinah tak dilawan dengan kekerasan. Didaếrah padangrumput reaksi jang normal terhadap zinah ialah memotong hidung si penzinah. Bahkan inipun dilakukan di Baratdaja dikalangan sukur2 seperti suku Apache, jang tak termasuk bangsa pueblo. Akan tetapi di Zuni terhadap wanita jang tak-setia tak bolếh dipergunakan kekerasan. suami tak menganggapnja zinah, sebagai pelanggaran hak2nja. Djikalau ia tak-setia, maka hal ini pada umumnja berarti, bahwa ia hendak mengambil suami baru, jang tak begitu sukar menurut peraturan2 dalam lembaga2nja, sehingga tak membawa banjak kesukaran. penggunaan kekerasan samasekali tak terpikir oleh merếka.
wanita2 sering sesabar itu pula, djika mengetahui bahwa suaminja tak setia. Selama perhubungan belum begitu tegang, sehingga tak perlu
diputuskan, maka ia pura2 tak tahu sadja. Pada masa sebelum Dr. Bunzel mengunjungi Zuni, salah seorang suami berbuat zinah jang mendjadi pembitjaraan ramai dikalangan umum. Keluarga pura2 tak tahu-menahu. Achirnja seorarg pemilik-toko kulit-putih, seorang jang terlalu suka menasihati orang Iain, berhasil mempengaruhi si isteri supaja bertindak. suami-isteri itu telah kawin duabelas tahun, dan telah mempunjai tiga anak; si isteri; terrnasuk keluarga jang disegani dan dihoimati Saudagar tsb. telah menasihatinja, supaja ia menundjukkan kekuasaan. POLA-POLA KEBUDAJAAN
nja, dan harus mengachiri tingkah-laku suaminja jang merupakan penghinaan itu. „Oléh karena itu”, kata si isteri tsb. ,,pakaiannja tak kutjutji lagi. Maka ia mengetahui, bahwa saja sudah tahu, dan bahwa semua orang sudah tahu. Kemudian ia tak lagi bergaul dengan gadis itu". Tudjuannya sudah tertjapai, tanpa ada sepatah kata dikeluarkan. Tiada letusan2 amarah, tiada tuduhan2 bahkan tiada pengakuan adanja ketegangan .
Akan tetapi wanita2, bertentangan dengan laki2 jang ditinggalkan, boléh berbuat lain, Seorang wanita boléh menjerang saingannja, dan boléh menghadjarnya didepan umum. Meréka saling maki memaki dan saling djotos2an, sehingga matanja bengkak2. Hasilnja nihil dan djika perkelahian itu pernah terdjadi, maka perselisihan itupun tjepat reda lagi. Inilah satu2nja kesempatan, dimana adudjotos diboléhkan di Zuni. Djikalau sebaliknja seorang wanita pura2 tak tahu, meskipun suaminja berlaku serong dengan wanita2 lainnja, hal ini menimbulkan amarah dikalangan keluarganja, jang mengandjurkan supaja mentjeraikan suaminja. ,,Semua orang mengatakan, bahwa dia ternjata mentjintai suaminja!" kata meréka, dan kerabat2nja sangat malu. Ia tak mentaati peraturan2 jang dikenakan padanja.
Reaksi jang tradisionii ialah pertjeraian. Djikalau seorang suami tak bisa bergaul dengan kerabat2-perempuan isterinja maka ia diboléhkan kembali ke rumah ibunja. Dengan begitu ita tak dipaksa untuk hidup ber-sama2 dengan orang2 jang tak disukainja. Ia memutuskan ikatan jang ia tak mampu memeliharanja dalam suasana persahabatan.
Selainnja bahwa orang2 Pueblo dengan adat-istiadat mampu membatasi émosi2 jang hébat seperti tjemburuan sampai se-ketjil2nja, mereka lebih2 lagi mempergunakan téknik Apollonisnja dalam peristiwa kematian. Akan tetapi ada perbédaannja. Sebagaimana terbukti dengan djelasnja pada banjak bentuk2 kebudajaan, tjemburuan bisa setjara bermanfaat diperkembangkan melalui peraturan2 kebudajaan, atau ditempatkan diluar hukum. Akan tetapi dalam peristiwa2-kematian hal ini tak mudah bisa dihindarkan. Meninggalnja salah seorang kerabat jang terdekat adalah suatu pengalaman-hidup jang terhébat. Kematian mengantjam kesatuan kelompok, mengakibatkan perobahan2 jang dahsjat, apa lagi djikalau jang meninggal itu orang déwasa, dan membawa pula kesunjian dan kesedihan kepada meréka jang ditinggalkan.
Orang Pueblo adalah realis mendarah-daging, dan tidak memungkiri bahwa kematian itu membawa kesedihan. Meréka tak membikin perasaan dukatjitanja terhadap kerabatnja jang terdekat mendjadi suatu tontonan jang ber:lebih2an, seperti halnja dikalangan beberapa masjarakat, jang lain kita bitjarakan nanti. Meréka memperlakukannja sebagai suatu kehilangan, kehilangan besar. Akan tetapi meréka berBANGSA PUEBLO DI MEKSIKO BARU
usaha, supaja suatu téknik jang teliti akan membantu melupakan hal ini dengan emosi jang se-ketjil2nja. Meréka memotong sehelai rambut orang jang meninggal dan membakarnja, supaja ber-sama2 dengan asapnja lenjap pula suatu kesedihan jang besar. Meréka me-nébar2kan tepunghitam dengan tangan-kirinja — jang diassosiasikan dengan kematian — untuk ,,menghitamkan djalan meréka", jang berarti supaja timbul kegelapan antara dirinja sendiri dan kesedihannja. Di Isleta, padri2 jang bertugas pada malam hari keempat sebelumnja anggota2 keluarga bubar setelah terdjadi peristiwa kematian, membuat altar tanah. Diatas altar ini tongkat2-doa orang jang meninggal diletakkan ber-sama2 dengan busur dan panahnja, sikat-rarnbut jang dipergunakan guna menjiapkan majat untuk dimakamkan, serta pakaian2nja. Selain daripada itu pula ditaruh pula suatu piring dengan air-obat dan kerandjang berisi makanan, dimana semua orang memberikan sumbangannja. Diatas tanah pintu-rumah sampai dialtar, padri membuat djalan dari dari rnakanan, jang dilalui oléh orang jang meninggal djikalau mau masuk. Meréka berkumpul untuk memberi makanan untuk kali jang terachir, dan kemudian ia diberangkatkan. Salah seorang padri nemertjik-pertjiki semua orang dengan air-obat, dan kemudian pintu dibukanja. Padri Agung berbitjara kepada jang meninggal dan memrpersilahkan dia makan. Meréka mendengar djedjak2nja diluar dan mendengar dia mengetuk2 pintu. Ia masuk dan makan. Maka padri-agung menpertjik2kan air diatas djalan, jang akan dilaluinja, padri2 ,,mengusirnja dari dusun". Meréka membawakannja tongkat2-doanja, pakaian2nja, milik2-perseorangannja, sikat-rambut dan piring berisi makanan. Semua dibawanja keluar dusun, dan dipatahkan lahsikat-rambutnja, dipetjahkanlah piringnja, untuk kemudian ditanam ditempat jang tak mudah diketahui orang. Meréka ber-lari2an pulang tanpa menéngok kebelakang dan menutup rapat2 pintunja dengan menggoréskan tanda salib dengan batu-api jang tadjam, untuk mentjegah djangan sampai ia masuk kembali. Ini adalah perpisahan resmi dengan jang meninggal. Padri-Agung berbitjara dihadapan orang2 dan mengatakan, bahwa meréka akan melupakannja. ,,Ia telah mati empat tahun jang lalu". Dalam upatjara2 dan dalam dongéngan rakjat sering terdapat penukaran sehari dengan setahun atau selahun dengan sehari. Sekarang sudah ada tjukup waktu untuk melenjapkan rasa sedih. Orang2 boléh pergi, upatjara-bergabung selesai.
Akan tetapi apapun tjorak psyskologinja sesuatu bangsa, kematian adalah kedjadian jang tak bisa dihindarkan, dan jang tak bisa dengan begitu sadja dilupakan. Di Zuni keengganan Appolonis akan kemustahilan untuk melupakan kematian jang membawa begitu banjak kesedihan dinjatakan dalam tjaranja menghadapi masalah ini. Kerabat2nja jang terdekat se-olah2 sama sekali tak terpengaruh oléh kedjadian ini. Upatjara2-pemakaman adalah jang paling sederhana diantara upatjara2 jang ada, dan jang paling tak dramatis. Segala kesibukan jang mengiringi pelaksanaan rentjana tahunan upatjara2, tak terdapat disini. Majat dimakamkan dengan segera, bahkan tak dihadiri oléh padri.
Akan tetapi bahkan di Zuni tidak mudah untuk melupakan kematian seorang jang ditjintai. Kelangsungan kesedihan atau rasa kurang énak dinjatakan dalam suatu kepertjajaan, bahwa suami jang ditinggal mati isterinja berada dalam bahaja besar. Marhum isterinja hendak ,,mendjemputnja", jang berati bahwa dalam kesunjiannja mungkin ia ingin ditemani oleh suaminja. Demikian pula isteri jang ditinggal mati suaminja. Djikalau jang ditinggal mati sangat sedih hatinja, Iebih2 lagi ia mudah dihinggapi bahaja. Oléh karena itu ia mendapat segala pelajanan2, seperti halnja orang jang telah membunuh orang lain. Ia harus ber-sunji2 selama empat hari, rneninggalkan kehidupannja se-hari2, tidak berbitjara atau diadjak berbitjara, tiap2 pagi menelan obat tjutjiperut untuk membersihkan diri dan pergi keluar désa sambil mengorbankan tepung hitam dengan tangan kirinja. Ia melambai2kan lengannja empat kali diatas kepalanja dan kemudian membuang tepung itu, untuk ,,mengusir kedjadian2 jang buruk" katanja. Pada hari keempatnja ia menanam tongkat2-doanja bagi orang jang meninggal dan memohon kepadanja dalam doa satu2nja, jang ditudjukan kepada perseorangan, baik ia manusia atau mahluk adikodrati, supaja djangan diganggu, djangan didjemput dan minta supaja ia dipikirkan dengan:
- Segala matjam keuntungan.
- Melindungi kita melalui djalan jang aman.
Bahaja jang mengantjamnja, menurut anggapan meréka, berlangsung sedikitnja satu tahun. Selama masa itu marhum isterinja tjemburu, kalau ia mendekati wanita lain. Setelah liwat setahun ia bersetubuh dengan wanita lain dan memberi hadiah kepada marhum isterinja. Dengan memberi hadiah ini, lenjaplah pula bahaja jang mengantjamnja. Sekarang ia bébas, dan ia kawin lagi. Demikian pula wanita, djika kematian suaminja.
Orang2 didaérah padangrumput disebelah Barat, sikapnja dalam masa berkabung lain sekali, dan meréka tak menundjukkan rasa takut. Meréka sesuai dengan watak Dionysisnja menenggelamkan diri dalam kesedihan. Semua perbuatannja djusteru hendak membuktikan betapa sedih dan gelisah meréka itu karena ada peristiwa-kematian dan meréka sama sekali tak berusaha untuk menjembunjikannja. Wanita2 melukai kepala dan tangannja dan ada jang memotong djarinja. Wanita2 berdérét2 berdjalan melalui kémah, bila ada orang penting meninggal dunia, dengan kaki telandjang dan berdarah. Meréka membiarkan darah dikepala dan betisnja rnembeku dan tak nembersihkannja. Setelah majat diangkat untuk dimakamkan, semua benda jang ada dirumahnja dilémparkan ditanah, dan tiap2 orang bisa memilih sesukanja. Benda2 milik orang jang meninggal tak dianggap haram, dan dibagi2, karena kesedihan keluarga adalah demikian besarnja, sehingga meréka tak menghiraukan hartabenda. Bahkan rumahnja dirobohkan dan diberikan kepada siapa jang mau. Si Djanda tak mempunjai apa2 lagi selainnja selimut jang menjelubunginja. Kuda2 kekasih orang jang meninggal dibawa dikuburannja dan dibunuh disana, sementara orang menangis keras2.
Rasa sedih jang hébat mémang diharapkan dan dipahami. Setelah selesai penguburan, isteri atau anak-perempuannja boléh tetap tinggal didekat kuburarnnja; meréka terus-menerus menangis, tak mau makan, dan tak menghiraukan orang2 jang berusaha mengadjaknja kembali kerumah. Ada kalanja pula bahwa seorang wanita ataupun laki2 seorang diri mengundjungi tempat2 berbahaja, dimana meréka kadang2 mendapat visiun, jang memberinja kesaktian adikodrati. Dikalangan beberapa suku, wanita2 selama beberapa tahun mengundjungi kuburan2 dan menangis disana: setelah léwat masa itu méreka pergi djuga kesana pada soré hari jang njaman, duduk2 disitu, tapi tak menangis lagi.
Tenggelam dalam kesedihan karena kematian anak ketjil adalah suatu gedjala jang chas. Dikalangan suku Dakota hal ini dianggap sebagai puntjak kesedihan orangtua, dimana meréka masuk kémah telandjang-bulat, menangis keras. Inilah satu2nja kedjadian, dimana meréka berbuat begitu. Seorang penulis tua mengatakan tentang pengalamannja dikalangan suku lain didaérah padangrumput : „Djikalau ada orang jang menghina salah satu dari orang tua dalam masa itu (jakni masa bergabung), ia pasti dibunuh, karena orang jang diliputi kesedihan hébat kadang2 mentjari sesuatu kesempatan untuk membalas dendam dan karena itu ia segera madju bertempur, untuk membunuh atau dalam keadaan seperti ini, sama sadja (membunuh atau dibunuh).” Meréka ber-tjumbu2an dengan maut, bertentangan samasekali dengan bangsa Pueblo jang mendoa supaja dibébaskan dari kemungkinan jang mengerikan ini.
Dua sikap terhadap maut ini telah kita ketahui dan kebanjakan orang memandang salah suatu daripadanja sebagai tjara meréka sendiri dalam menghadapi soal maut ini. Bangsa Pueblo telah rnengangkat sikap jang satu sebagai lembaga, orang2 Indian-Padangrumput memilih jang lainnja. Ini tentu sadja tak berarti bahwa tiap2 anggota2-keluarga orang jang meninggal dipadangrumput2 Barat menenggelamkan dirinja dalam rasa kesedihan jang me-luap2, atau bahwa dikalangan bangsa Pueblo rasa sedih itu berobah mendjadi rasa enggan, jang mendjelma dalam pematahan sikat-rambut, segera setelah dikatakan kepada orang2 jang bersangkutan, bahwa sekarang semuanja itu harus dilupakan. Akan tetapi soalnja ialah bahwa manusia dalam kebudajaan jang satu telah menuangkan émosi jang satunja dalam bentuk jang bisa dipakai sedangkan dalam kebudajaan jang iainnja jang dituangkan ialah émosi jang lainnja. Siapa jang bisa mempergunakan ini, bisi memakainja sebagai alat untuk menjatakan diri. Siapa jang tak bisa, akan mendjumpai kesukaran2 jang lazim dialarni oleh orang2 jang bersikap lain daripada kebiasaan.
Mengenai kematian, masih ada suatu situasi, jang pada bentuk kebudajaan ini diiringi dengan téknik keupatjaraan jang lebih luas lagi — jakni, apabila ada orang membunuh orang lain. Di Zuni seorang pembunuh diperlukan seperti suami jang ditinggal mati isterinja, hanja sadja ia harus melakukan upatjara didalam kiva, dibawah pengawasan padri: usaha melenjapkan rasa tak énak dilakukan dengan upatjara2 jang lebih berat lagi. Jakni upatjara disekitar menerima dia dalam sjarikat-perang. Chalwatnja, seperti halnja dengan seorang duda, berupa duduk tak ber-gerak2, tak berbitjara, dan tak diadjak bitjara ,adalah chalwat untuk diwedjang dalam sjarikat-perang tsb. Tiap2 orang jang hendak diwedjang dalam sesuatu sjarikat, harus rnemperhatikan seréntétan tabu2. Djadi pembatasan2 jang dikenakan kepada seorang pembunuh di Zuni, dianggap sebagai chalwat sebelum diterima sebagai anggota sjarikat. Pembatasan2 ini dibatalkan apabila ia menerima tanggungdjawab sosialnja jang baru sebagai anggota sjarikat-perang. Panglima2 perang seumur hidupnja memangku djabatannja tak sadja dalam masa perang akan tetapi djuga dalam masa damai, jakni sebagai pendjaga keamanan dan sebagai mata2 dalam pertemuan2 keupatjaraan dan pertemuan2 umum. Meréka adalah kakitangan undang2, djika harus ada peraturan2 formil jang harus dilaksanakan. Meréka diwadjibkan mengawasi rumah2-skalpa, tempat penjimpanan skalpa (kulit-kepala) dan merékapun sangat ahli dalam menjebabkan turunnja hudjan.
Skalpa selama diadakan upatjara2 jang sangat terperintji dari tari2an-perang adalah lambang orang jang dibunuh. Tudjuan upatjara itu ialah mengumumkan situasi anggauta baru dalam sjarikat-perang dan berobahnja skalpa mendjadi mahluk2 adikodrati jang menurunkan hudjan di Zuni. Skalpa harus dihormati oléh tari2an dan oléh orang2 Pueblo dengan mengadakan upatjara2-penerimaan jang biasa, Seperti halnja dengan adopsi atau perkawinan upatjara ini terdiri dari menjutji kepala anggota baru itu oléh orang2 tua dari keluarga ajah. Demikian pula skalpa ditjutji dengan air djernih oléh mamak si pembubuh dan diterima sebagai anggota suku dangan formalitét² jang sama seperti djika seorang mempelai laki² dimasukkan dalam keluarga mempelai perempuan. Meréka melukiskan perobahan musuh jang tak ada harganja mendjadi djimat suku jang keramat serta melukiskan sukaria rakjat karena rahmat baru ini, dsb. :
Sebab, sesungguhnja, musuh
Meskipun diatas reruntuhan
Rumahnja, dan mendjadi déwasa,
Dengan rahmat doa²-hudjan padri²-djagung
(setelah mendjadi berharga)
Sesungguhnja musuh itu
Meskipun seiama hidupnja
Adalah seorang manusia jang tjurang.
Maka sekarang ia mendjadi orang jang meramalkan
Bagaimana kelak dunia ini .....
Meskipun ia tak berharga
Namun ia mahluk -air
Ia mahluk bibit
Menghasratkan air musuh ;
Menghasratkan bibit²nja ;
Anda akan menghasratkan datangnja hari² ¹)
Apabila anda dengan air-djernih anda
Akan memandikan musuh ²)
Apabila ia ditempatkan ³) dalam ruangan-dalam rumah
padri²-djagung
Maka meréka semua anak² padri-djagung
Dengan njanjian² orangtua²nja
Menari untuk dia.
Dan apabila djuga hari²nja telah berachir
Maka anda akan mengalami hari baik
Hari bagus
Hari jang penuh dengan sorak-sorai
Dengan tertawa ria
Hari baik
Dengan kami, anak² anda.
______________________
¹) hari² tari -- skalpa.
²) upatjara -- permulaan dari mentjutji shalpa.
POLA-POLA KEBUDAJAAN
Demikianlah skalpa mendjadi suatu mahluk adikodrati, untuk siapa orang berdoa, dan dengan demikian si pembuauh seumur hidup- nja mendjadi anggota sjarikat-perang jang penting.
Kebudajaan jang bertjorak Dionysis menghadapi hal² seperti itu dengan tjara jang Jain pula. Sering meréka membuatnja mendjadi suatu krisis-bahaja jang dahsjat. Sipembunuh berada dalam bahaja adikodrati, dikalangan suku Fima misalnja ia disutjikan duapuluh hari lamanja, duduk didalam lobang bulat ditanah. Ia diberi makan oléh bapa keupatjaraannja, dan makanan ini diletakkan diudjung tongkat Jang pandjangnja dua meter: ia baru bisa bebas dari bahaja itu, setelah ia dilemparkan dalam sungai, dengan tangan “dan kakinja diikat.
Akan tetapi didaérah padangrumput, pembunuhan tak membawa kekotoran adikodrati. Orang jang membunuh, bukanlah orang jang memerlukan pertolongan. Ta adalah seorang pemenang, jang sangat disegani melebihi pemenang jang manapun djuga. Puntjak kegairahan Dionysis ditjapai dalam perajaan kemenangan jang tak tahu-batas, menikmati setjara kedjam kemenangan atas musuh jang telah dikalahkan. Suatu kedjadian jang sangat membahagiakan dan menggembirakan. Waktu fadjar menjingsing, pedjuang² jang kembali dari medan- pertempuran menjerang perkemahannja sendiri, wadjahnja ke-merah?an karena mabuk-kemenangan.
.... dengan melepaskan témbakan² dan me-lambai²kan tongkat² jang ditjantumi skalpa? jang dibawanja. Orang² dalam kemah sangat girang bukan-main dan menjambutnja dengan teriakan² gegap-gempita. Semua orang girang-gem- bira. Wanita? menjanjikan lagu² kemenangan .... Meréka berdjalan didepan .... menghitung pukulan² jang kena dengan tepat ...... Ada jang memeluk pedjuang² jang menang. Orang² tua, laki² dan perempuan, menjanjikan lagu², jang me-njebut² namanja. Kerabat² mergka jang naik kendaraan dibarisan terdepan ,... menundjukkan kegirangan- nja dengan mem-bagi?kan hadiah² kepada kasan²nja dan kepada orang² miskin. Kadang² seluruh perarakan menudju kerumah salah seorang jang gagah-berani atau ajahnja, dan disana menari Sebagai penghormatan. Bisa terdjadi mergka itu menari terus sepandjang malam, barangkali malahan selama dua hari dua malam.
Semua orang ikut dalam tari²an-skalpa, akan tetapi ini bukanlah suatu peristiwa keagamaar. Tidak ada djuruobat² jang diwadjibkan tampil kemuka, Sesuai dengan tjorak sosial peristiwa ini dilakukanlah kultus²-orde oléh kaum bantji, jakni orang² laki² ke-wanita²an dan hidup sebagai wanita pula dan dikalangan suku ini diakui sebagai makelar²-kawin dan ,,orang² jang ramah-tamah”. Meréka inilah jang membawa skalpa², Orang² tua, taki² dan perempuan, muntjul sebagai badut² dan ada beberapa diantara meréka memakaibadju peradjurit, dan skatpa²nja merupakan pusat upatjara².
Siapa jang melihat kedua tari²an itu pasti mengetahui betapa besar perbedaannja satu sama lain: Tari-skalpa bangsa Pueblo dengan variasi² formilnja dalam keseluruhannja jang seimbang didepan altar- tanah jang rapi dan tjermat pemasangannja dengan bungkusan²-obat- perang. dibandingkan dengan tari-skalpa bangsa Cheyene, dengan pameran-kekuatan badani dan perajaan kemasjhuran kedjajaan, peniruan perkelahian, rasa-nikmat karena sadar bahwa meréka adalah jang paling kuat. Pada bangsa Pueblo kesemuanja itu sifatnja sederhana sadja dan berupa permainan-kelompok, jang sama dengan peristiwa, dimana rasa tak &nak ditjabut dari si pembunuh dengan memasukkan pembunuh ini dalam sjarikat jang penting, dan dimana skalpa musuh jang hina-dina ditantik mendjadi salah suatu mahluk adikodrati jang menurunkan hudjan. Dalam tari dipadangrumput, tiap² penari, djuga djika meréka menari dalam kelompok, tetap bertindak sebagai seorang penari-tunggal, jang menuruti kehendaknja sendiri dalam menggambar- kan kemasjhuran dari suatu perkelahian badani melalui gerak-gerik chusus dari badannja jang sudah terlatih. Semuanja bersifat individua- lisris, nikmat dan djaja.
Sikap Appolonis bangsa Pueblo terhadap maut, tak bisa melenjap- kan maut jang menimpa kerabat² jang terdekat. dan pembunuhan atas musuh: se-tidak²nja meréka bisa merobahnja mendjadi rahmat atau mengusahakan supaja kematian atau pemburiuhan itu tidak memerlukan terlalu banjak kekerasan. Pembunuhan didalam kelompok sendiri begitu djarangnja, sehingga hampir² tak didjumpai dalam dongeng² atau tjerita², akan tetapi djikalau terdjadi djuga, hal ini diselesaikan dengan lekas dalam bentuk pembajaran oléh kelompok-kerabat jang satu kepada kelompok-kerabat jang lainnja, Akan tetapi bunuh-diri sama sekali tak Jumrah dan dianggap mustahil, Bunuh-diri adalah perbuatan jang terlalu dahsjat, meskipun pernah djuga se-kati² terdjadi. Terlalu dahsjat untuk bisa dipikirkan” oléh orang Pueblo. Meréka betul² tak mengerti, apa itu bunuh-diris Djikalau kita mempersilahkan orang² Zuni mentjeritakan kisah-pertjintaan, ada kalanja mergka menjjerita- kan kisah seorang laki², jang pernah mengatakan bahwa ia ingin mati ber-sama² dengan wanita tiantik. Pada suatu hari ia dipanggil untuk mengobati seorang wanita dan obat jang dipergunakan ialah daun mus- tadiap jang harus dikunjah. Esoknja laki² itu diketemukan mati. Meréka tak bisa menafsirkan perbuatan ini lebih djauh lagi. Tak pernah terlintas dalam pikirannja, bahwa boléh djadi orang itu membunuh diri. Tjerita itu hanjalah mengisahkan orang, jang meninggal sesuai dengan keinginannja.
Bunuh-diri seperii jang kita artikan hanja mungkin dalam dongéng² sadja. Seorang wanita jang ditinggalkan suaminja minta kepada orang² Apache, supaja meréka menjerang dan membinasakan pueblonja, sehingga suar.ni dan kekasihnja turut binasa djuga. Ia sendiri me ntjutjikari diri dengan upatjara² tertentu dan mengenakan pakaiannja "jang sebagus²nja. Pada pagi jang ditentukan ia hadapi musuh dan jatuh sebagai korban pertama. Kita menganggap ini sebagai bunuh-diri, akan tetapi meréka menganggapnja sebagai balas-dendam sedara ada!. ,,Sudah-tentu, sekarang kiter tak akan berbuat begitu',, kata meréka, ,,ia berdjiwa rendah". Meréka tak melihat apa² dalam peristiwa itu selainnja rasa-dendamnja. Ia merusak kebahagiaan orang²-sedusun, karena ia merasa diasingkan. Jakni bahwasanja ia merusak kesenangan suaminja. Bagian² lain dari tjerita ini tidak benar² berasal dari zuni : ini terletlk diluar dadrah-pengalamannja, seperti halnja dengan utusan adikodrati, jang merijampaika' pesannja kepada orangz Apache. Semakin kita mentjeritakan perisitiwa bunuh-diri sampai ke-detail²nja, semakin pula meréka tak pertjaja, sambii ter-senjum² sopan. mémang, apa jang di perbuat orang kuli-putih itu anéh². Akan tetapi inilah jang palingg anéh (jakni bunuh-diri).
Orang² Indian-Padangrumput sebaliknja mernperkembangkan tjita bunuh-diri ini lebih luas lagi. Dikalangan banjak suku² terdjidi peristiwa, bahwa orang jang tak akan mempunjai hari depan jang" gemilang, mengikrarkan suatu djandji, untuk selama setahun melémparkan dirinja dalam bahaja-maut. Ia membawatanda chusus, jakni'suatu mantel jang dibuat dari kuiit-domba, pandjangnja dua méter. Bagian belakang mantél ini berlobang pandjang dan djikalau sipembunuh-diri ini ikut dalam perang gerilja ia berdiri digaris paling depan, dimana ditjantumkan tongkat melalui lobang mantél tsb. Ia tak boléh mundur. Ia tentu sadja madju, sebab tongkat itu tak mengganggu gerak-geriknja. Akan tetapi djika teman²nja mu'dur, ia.harus tetap berdiri digaris terdepan itu. Djikalau ia gugur, se-tidaknja ia mati di-tengah² pertempurant sengit, jang ia sukai. Djikalau ia hidup. terus selama setahun itu mika ia, karena permainannja dengan maut itu, mendapat penghargaan tertinggi jang bisa ditjapai didaérah padangrumput. Sampai di-hari² itu, jakni -bila orang² besar sudah mulai mentjeritakan peristiwa²-kepailawannja, maka dalam saling atas-mengatasi, ia bisa mentjeritakan kembali perbuatan kepahlawanannja itu dan menjebutkan pula tahunnja, waktu -didapatnja peristiwa itu terdjadi. Ia bisa membanggakan angka² jang ketika ia masuk kedalam berbagai sjarikat dan ketika mendjadi pemimpin. Bahkan orang jang mempunjai haridepan jang baik, meng- ikrarkan djandji seperti itu pula, karena tertarik oléh kehormatan jang akan diberikan kepadanja. Sjarikatpun bisa memaksa seorang anggauta jang membangkang untuk mengikrarkan djandji tersebut. Djandji pera- djurit²itu bukanlah djalan satu²nja untuk membenarkan bunuh-diri didaérah padangrumput. Meskipun bukan suatu kelaziman dikalangan mereka, seperti halnja dikalangan beberapa bangsa primitif, namun tersiar djuga dongeng² tentang bunuh-diri karena tjinta. Mereka bisa merasakan betul² betapa hebatnja pembinasaan-diri itu.
Masih ada tjara lain, dimana ideal Apollonis didjelmakan dalam lembaga² bangsa Pueblo. Kebudajaannja tak memperhatikan soa² seperti tjemas atau bahaja. Tidak ada pada meréka itu keinginan jang bersifat Dionysis untuk mentjiptakan keadaan², dimana terdjadi pengo- toran dan ketjemasan. Dalam pada itu di-mana² didunia ini peritiwa² seperti ini ada, chususnja dalam masa berkabung — sehingga pema- kaman mendjadi suatu peristiwa jang diliputi oléh perasaan tjemas- bukannja perasaan sedih. Dikalangan suku² Australia, kerabat² jang terdekat menubruk majat dan me-matahkanja, supaja ia nantinja tak mengganggu meréka. Meréka patahkan tulang² kakinja, supaja rohnja tak mem-buru² meréka. Di Isleta meréka hanja mematahkan sikat- yambut dan bukannja tulang²majat. Orang² Navajo, jakni tetangga dekat bangsa Pueblo, membakar rumahnja dan segala isinja, djikalau ada orang jang meninggal disitu. Tiada milik orang mati jang bisa di- serahkan kepada orang lain. Semuanja kotor, haram. Dikalangan bangsa Pueblo hanja panah, busur dan milik orang mati — milik ialah djimat seorang djuruobat berupa tungkul-djagung jang sempurna — ditanam ber-sama² dengan majat, akan tetapi sebelum itu bulu² ber- harga jang menghiasi mili itu ditjabuti dahulu. Tidak ada jang dibuang. Dengan segala lembaga²nja bangsa Pueblo melambangkan tamatnja riwajat hidup seseorang, bukannjatindakan² untuk melindungi diri dari kekotoran majat atau dari rasa-dendam rob.
Dalam beberapa peradaban², semua saat² terpenting dalam hidup dianggap sebagai situasi² jang menakutkan. Kelahiran, permulaan pubertét, perkawinan dan kernatian selalu memberi kesempatan untuk melaksanakan anggapan ini. Misalnja orang² Pueblo tak me-lebih²kan unsur-ketakutan dalam peristiwa kematian, dan oléh karena itu djuga tidak dalam peristiwa² lainnja. Sikapnja terhadap haid adalah sangat chusus, karena banjak suku² tetangganja jang dalam setiap kemahnja ada rumah² ketjilnja jang chusus untuk wanita² haid. Biasanja meréka masak untuk dirinja sendiri, menggunakan alat²-dapurnja sendiri dan
samasekali mengasingkan diri. Bahkan dalam hidup kerumahtanggaan 110
POLA-POLA KEBUDAJAAN
perhubungan dengan dia adalah rraram, dan djikarau ia merjentuh alat2 pemburu, maka alat2 ini tak bisa dipakai lagi. Orang2 pueblo tak sadja tidak mempunjai rumah2 chusus bagi wanita2 haid, akan tetapi bahkan mereka tak menghiraukan sama sekali adanja waktu2 haid ini jang oleh karena itu tak membawa pelobahan kepada tjara hidup seorang wanita.
Suasana menekan disebabkan ketakutan dikalangan suku2 tetangganja didjelmakan dalam banjak lembaga2, jang ada hubungannja dengan sihir. Sihir adalah suatu pengertian, jang biasanja dipergunakan untuk melukiskan praktek2 di Afrika dan Melanesia, akan tetapi tak kurang chasnja dalam hubungan ini ialah ketjemasan, ketjurigaan dan ketegangan terhadap djuruobat2 di Amerika-Utara, jakni gedjala2 jang bisa kita djumpai diseluruh daerah Alaska melalui Shoshona di lembah Besar sampai dikalangan kaum pima dii Baratdaja jang sering dihubung2kan dengan kultus-Medewiwin di Timur. suatusjarikat Dionysis tak sadja menaruh perhatian kepada kekuasaan adikodrat karena kekuasaannja, akan tetapi djuga karena unsur-bahaja jang ada didalamnja. usaha jang terdapat di-mana2 untuk mengumpulkan pengaraman2 berbahaja bisa dengan bebas di djelmakan dalam lingkungan suku berupa sikapnja terhadap djuruobat. Djuruobat ini kesaktiannja
mengandung lebih banjak sifat2 djelek daripada baik. Sikap mereka terhadap djuruobat adalah suatu tjampuran diri rasa-tjemas, kebentjian dan ketjurigaan. Kematiannja tak bisa dibalas dan djikalau ia gagal dalam menjembuhkan orang sakit dan orang menaruh tluriga kepadanja, maka biasanja ia dibunuh.
Suku Mejave jang berdiam di Baratdaja, jang tak termasuk lingkungan Pueblo, memperkembanngkan sikap ini lebih landjut, ,,adalah mendjadi sifat seorang tabib, untuk membunuh orang2 setjara itu, seperti pula silat burung elang untuk membunuh urung2 ketjil, supaja ia sendiri bisa terus hidup", katanja. semua orang jang dibunuh oleh seorang djuruobat, tertjekam dalam kekuasaannja kelak diachirat. Mereka merupakan barisan pengawalnja. sudah tentu ia ingin sekali mempunjai banjak pengawal. Seorang djuruobat dengan teranl2an bisa mengatakan : ,,Saja belum mau mati. Barisan pengawal saj belum tjuup besar". Djika ia mau sedikit sabar, ia akan menguasai suatu barisan jang bisa dibanggakan. Adakalanja ia setjara simbolis memberikan tongkat kepada seorang pemuda dan berkata : ,,Engkau tahu kan, bahwa aku jang membunuh ajahmu?" Atau ia datang pada orang jang sakit dan berkata : ,,Akulah jang menbunuh kamu". Jang dimaksudkan bukanlah bahwa ia mempergunakan ratjun atau bahwa ia telah membunuh ajah pemuda itu dengan pisau. Membunuhnja setjara adikodrati. Peristiwa seperti itu tak mungkin terdjadi di Zuni. Padri2 tak merupakan orang2 jang dengan diam2 dibentji dan ditjurigai. Meréka tak mendjelmakan dua segi kesaktian adikodrati jang Dionysis. jakni bahwa meréka itu sekaligus adalah pembawa maut dan pembawa kesembuhan. Mémang sekarang dikalangan bangsa Pueblo di-mana2 terdapat pikiran2 tentang sihir, meskipun banjak tertjampur dengan unsur2 Eropah, akan tetapi sesungguhnja itu bukan sihir dalam arti jang sebenarnja. Di Zuni sihir bukanlah usaha seorang jang gagah berani untuk mendapatkan kesaktian adikodrati, Saja menjangsikan, apakah di Zuni ada orang jang mempunjai teknik istiméwa untuk mendatangkan akibat2 adikodrati. Semua tjerita2nja tentang sihir hanja berupa dongéngan rakjat seperti misalnja tjerita tentang tukang-sihir jang memasang mata burung-hantu dikepalanja setelah matanja sendiri ditaruh didalam dinding. Disini tiada dilukiskan hal2 mengerikan tentang kekedjaman2, jang benar2 terdjadi. seperti jang chusus terdjadi di-daérah2 lain. Dikalangan orang2 Pueblo sihir seperti halnja dengan banjak diantara buahpikiran2nja adalah akibat daripada kompléks-ketakutan. Meréka itu agak saling tjuriga mentjurigai, dan djikalau ada orang jang menurut pendapat meréka kurang menjenangkan hati meréka, maka pasti ia akan dituduh berbuat sihir. Suatu kematian jang wadjar tak dihubungkan dengan sihir. Hanja dalam musim wabah penjakit meréka menghukum tukang-sihir dan perempuan2-sihir, karena rasa ketakutan umum memilih bentuk ini untuk menjatakan dirinja. Kekuasaan dan kesaktian orang2 keramatnja tidak merupakan suatu keadaan jang menakutkan dan mentjemaskan.
Djadi dikalangan suku Pueblo sifat ber-lebih2an tidak disukai mempergunakan kekerasan tak dibenarkan, penggunaan kekuasaan dibatasi, tidak ditjari rasa senang dan nikmat jang hanja bisa dirasakan oléh individu sendiri. Situasi2 jang dianggapnja paling berharga o1éh orang2 Dionysis tidak ada dikalangan orang2 Pueblo. Memang mempunjai tata-tjara keagamaan disekitar kesuburan, jang bisa kita namakan Dionysis. Dionysis mémanglah déwa kesuburan dan disebagian terbesar didunia tiada alasan bagi kita untuk memisahkan kedua segi ini. Usaha untuk berlaku ber-lebih2an dan kultus daja-pentjiptaan sering kali bersatupadu di-daérah2 jang djauh ter-pentjar2 didunja ini. Tjaranja orang2 Pueblo jang oppolonis melaksanakan kultus-kesuburan ini bahkan memperdjelas adjaran2 hidupnja jang asasi.
Bagian terbesar upatjara2-kesuburannja samasekali terlepas dari simbolik perkelaminan. Hudjan disebabkan karena tari2an jang di-ulang2i sampai membosankan, jang memaksa awan2 untuk berhimpun dilangit. Kesuburan ladang-djagung didjamin dengan djalan menanam benda2 jang mendjadi sakti karena telah diletakkan diatas altar atau pernah dipergunakan oléh pelaku2 adikodrati. Simbolik perkelaminan lebih banjak terdapat dikalangan orang2 Pueblo di Hopi daripada di Zuni. Di Hopi umumnja dipergunakan silindér dengan tjintjin atau roda2 ketjil dari gelagah. Silindér itu adalah lambang kedjantanan dan tjintjin2 itu lambang kebetinaan. Meréka diikat ber-sama2 dan dibuang dalam telaga keramat.
Dalam upatjara Sjarikat Seruling masuklah seorang anak laki2 dan dua anak perempuan untuk membawa hudjan. Sebagai gantinja anak 1aki2 mendapat suatu silindér dan anak2 perempuan itu mendapat tjintjin gelagah. Pada hari terachir dari upatjara, anak2 itu dengan diiringi oléh padri2 tertentu membawa benda2 jang diterimanja itu ketelaga keramat, dan meng-olés2i benda2 itu dengan lumpur subur jang meréka ambil dari dasar telaga. Maka perarakan kembali lagi kepueblo. Disepandjang djalan pulang dibuatnja empat lukisan-tanah, seperti jang meréka buat didepan altar2; anak2 berdjalan paling depan dan diatas tiap2 lukisan anak2 laki2 melontarkan silindernja dan anak2 perempuan melontarkan tjintjin2nja. Achirnja benda2itu diletakkan diatas altar-tari dilapangan. Suatu upatjara jang sederhana sadja, jang sifatnja sangat formil dan tidak émosionil.
Simbolik perkelaminan sematjam ini sering dipakai di Hopi. Dalam tari2an sjarikat2-wanita ― di Zuni tiada sjarikat2-wanita ― simbolik ini sangatlah populér. Dalam salah suatu upatjara2, dimana gadis2 dengan memegang tungkul-djagung menari dalam suatu lingkaran, tampillah kemuka empat gadis2 ketjil mengenakan pakaian laki2. Jang dua menggambarkan peradjurit2-panah dan jang dua menggambarkan peradjurit2-tombak. Peradjurit2-panah masing2 membawa segabung wingerd 1) beserta busur dan panah. Sambil madju kedepan, meréka melepaskan panahnja dalam wingerd tsb. Peradjurit2-tombak masing2 membawa tongkat pandjang dan tjintjin; meréka melontarkan tombak2nja kedalam tjintjin2jang menggelinding itu. Djika meréka mendekati tempat orang menari, meréka lémparkan tongkat2nja dan tjintjin2nja diatas penari2 wanita di-tengah2 lingkaran. Kemudian meréka melémparkan bola2 ketjil jang dibuat dari tepung-djagung dari tengah2 kelompok-penari2 kearah penonton. Meréka ber-djubel2an, masing2 berusaha untuk mendapatkan tongkat2 dan tjintjin2 itu. Simbolik ini sifatnja perkelaminan dan tudjuannja ialah untuk mendapatkan kesuburan, akan tetapi seluruh upatjara ini tegas bertentangan dengan kultus Dionysus.
Di Zuni djenis simbolik ini tak pernah berkembang se-baik2nja. Mémang benar meréka mengadakan balapan2 keupatjaraan, jang di
——————————————————
1) Sebangsa tumbuh2an jang merambat Ampelapsis (Pent). kalangan suku Pueblo bertudjuan untuk mendapatkan kesuburan. Salah suatu balapan itu dilakukan antara orang2 laki2 dan orang2 wanita, orang2 laki2 disebelah sini garis, dengan membawa tongkat2nja dan orang2 wanita disebelah sana garis dengan tjintjin2nja, jang di-tendang2nja, seperti halnja orang2 laki2 me-nendang2 tongkatnja. Kadang2 wanita2 lari dalam balapan ini dengan badut2 bertopéng. Hanja sadja orang2 wanita harus diusahakan supaja menang, karena kalau tidak, tudjuan tak akan tertjapai. Di Peru balapan2 sematjam itu diadakan dengan tudjuan jang sama, orang2 laki2 lari telandjang-bulat dan memperkosa tiap2 wanita jang didahuluinja. Di Peru dan di Zuni permohonan jang sama didjelmakan dalam simbolik, akan tetapi di Zuni pelaksanaannja merupakan penindjauan kembali dari apa jang dilaksanakan di Peru setjara Dionysis.
Namun assosiasi kebébasan dalam lapangan perkelaminan dengan kesuburan bukannja tak ada samasekali dikalangan bangsa Pueblo di Zuni. Pada dua peristiwa, jakni pemburuan kelintji jang diiringi dengan upatjara2 dan tari-skalpa, pergaulan bébas diizinkan dengan pendjelasan, bahwa anak2 jang terdjadi pada malam2 itu akan merupakan anak2 jang sangat kuat. Gadis2 pendjaganja tak begitu keras lagi seperti biasanja, dan orang2 bersikap, bahwasanja „pemuda harus berlaku sebagai pemuda”. Dalam hal ini tiada prosmikuitét dan tiada pula éksés2. Selain daripada itu dikatakan, bahwa dahulu dalam kultus jang mengawasi saldju dan tjuatja dingin, adalah sesuai dengan peraturan2, apabila pendjaga2 bungkusan2-obat untuk satu malam menerima kekasih2, dimana meréka itu mendapat batu2-permata jang pandjangnja satu dim untuk menghiasi bungkusan keramat. Sekarang peristiwa sematjam itu tak ada lagi, dan tak mungkin menetapkan, sampai dimana orang membenarkan pergaulan séksuil setjara bébas.
Masalah2 séksuil tak begitu dimengerti oléh orang2 Pueblo. Di Zuni se-tidak2nja tak banjak ditjurahkan perhatian setjara réalistis kepada masalah2 séksuil itu, dan ada téndénsi jang tak begitu asing bagi kita dilihat dari sudut latarbelakang kebudajaan kita, jakni menerangkan simbolik-séksuil dengan sesuatu penggantian atau substitusi jang sama sekali tak tjotjok dengan bentuk aselinja. Maka meréka akan mentjeritakan kepada Saudara, bahwa tjintjin2 dan silindér2, jang lazim dipergunakandalam simbolik-séksuil jang djelas di Hopi, lingkaran2 ketjil dari tanah-liat jang dibentuk oléh hudjan dalam kolam2 air Memanah wingerd atau tungkul-djagung, katanja, menggambarkan kilat, jang menjambar ladang jang ditanami. Dan ini bukanlah substitusi2 jang paling anéh, jang terdapat pada keterangan2 jang diberikan oleh orang2-jang seratus-persén boléh dipertjaja. Hal ini merupakan suatu penolak
Pola-pola ― 8 an tak-sadar, jang dilakukan sampai se-djauh2nja, sehingga menggelikan.
Penolakan sematjam itu rupa2nja telah menghapuskan semua bekas2 dari tjerita2 kosmologis tentang persetubuhan sebagai asal-mula dunia. Limapuluh tahun j.l. Gushing mentjatat di Zuni suatu penundjukan kepada tjerita ini, jang azasi bagi gambaran-dunia semua suku2 Yuman di Baratdaja (jang tak termasuk kebudajaan Pueblo) dan djuga banjak daérah2 disekitarnja. Matahari membuntingkan bumi dan dari haribaannja keluarlah hidup ― baik benda2 mati jang dipakai oléh manusia maupun manusia dan binatang. Sedjak masa Gushing telah tertjatat mythos2 jang berasal dari berbagai sjarikat2, padri2 dan awan2 tentang asal-mula dunia ini, masih selalu dikatakan orang, bahwa kehidupan terdjadi mula2 dilapisan dunia keempat, akan tetapi meréka tak menganggapnja ini sebagai haribaan bumi, jang dibuntingkan oléh bapa-langit. Fantasi meréka tak sampai disitu.
Sikap orang2 di Zuni terhadap masalah2 séksuil agak mirip2 sedikit dengan apa jang diperadaban kita dinamakan puritanisme, akan tetapi kontras2nja sama djelasnja dengan persamaan2nja. Sikap puritan terhadap masalah2 séksuil berasal dari kenjataan bahwa masalah séksuil itu disamakan dengan dosa, jakni suatu pengertian, jang samasekali tak dikenal dikalangan orang2 di Zuni, tak sadja dilapangan séksuil akan tetapi djuga dilapangan2 lainnja. Meréka tak menderita perasaan2-dosa dan tak menganggap masalah séksuil itu sebagai réntétan godaan2, jang harus dilawan dengan mentjurahkan kemauan se-kuat2nja. Kesutjian-kelamin sebagai filsafat-hidup dianggap tidak baik; dalam tjerita2-rakjat jang paling diketjam dengan keras ialah gadis2 tjongkak, jang waktu mudanja tak mau kawin. Meréka tinggal dirumah, bekerdja, dan tidak menggunakan kesempatan2 jang diboléhkan oléh adat-istiadat, dimana meréka dikagumi oléh djedjaka2. Akan tetapi tindakan2 para déwa tak sesuai dengan peraturan2 jang sifatnja puritan. Meréka turun kedunia dan meskipun menghadapi banjak kesukaran2 mereka berhasil untuk tidur ber-sama2 dengan gadis2 itu dan meréka memberi peladjaran tentang kenikmatan dan kerendahan-hati Dengan djalan „tjara disiplin jang lunak” ini meréka berhasil mentjapai tudjuan, dimana gadis dalam perkawinan mendapatkan kebahagiaan manusia jang sedjati.
Perhubungan2 baik antara laki2 dan perempuan hanjalah merupakan suatu bentuk perhubungan jang baik anatara manusia pada umumnja. Dimana kita mengadakan perbédaan jang azasi, maka komentarnja jang biasa berbunji : „Semua orang suka akan dia. Ia selalu terlibat dalam kisah pertjintaan dengan wanita2”. Atau, „Tak ada orang jang suka akan dia. Ia tak pernah menghiraukan wanita². „Séksualitét hanjalah merupakan suatu saat dalam hidup berbahagia.
Tjita kosmologi meréka bahkan memberi bentuk pendjelmaan dari pikirannja jang sangat konsékwén. Tjita ini diprojéksikan diatas dunia adikodrati, sehingga dunia adikodrati itupun tidak dahsjat, bersifat damai dan bentji akan bahaja, sama seperti jang mereka lembagakan dalam dunia ini. Mahluk² adikodrati, kata Dr. Bunzel, „tak memusuhi manusia. Apabila mereka menjembunjikan kurnia²nja, mamanusia harus minta bantuannja dengan memberi korban, berdoa dan menggunakan magi.” Ini tak berarti berdamai dengan tenaga²dja hat. Tjita demikian itu asing bagi mereka. Meréka malahan jakin, bahwa mahluk² adikodrati mempunjai selera jang sama dengan manusia dan djikalau manusia suka menari, mahluk², adikodratipun suka menari pula. Oléh karena itu meréka membawa mahluk² adikodrati ke Zuni untuk menari dengan menggunakan topéngnja, membawa pula bungkusan²-obatnja, jang disuruhnja pula „ikut menari”. Meréka merasa senang. Bahkan djagung dalam lumbung ikut menari. „Pada peralihan matahari dimusim dingin, djikalau semua kelompok telah mengadakan upatjara²nja, maka kepala² rumahtangga mengambil enam tungkul-djagung jang tiada tjatjatnja, meletakkannja dalam kerandjang dan meréka menjanji untuk tungkul-djagung itu. Ini dinamakan „menjuruh menari djagung dan ini dilakukan, supaja djagung² tak merasa diabaikan dalam musim upatjara². Demikian pula Tari Djagung jang besar itu — jang sekarang tak diabaikan lagi — mentjapai puntjaknja dalam kegembiraan, jang meréka bisa alami ber-sama² dengan tungkul²-djagung.
Meréka tak melukiskan alamsemesta ini sebagai tempat perdjuangan antara jang baik dan djahat. Meréka tak dualisitis. Tjita jang dipunjai oleh orang² Eropah tentang kesenian-sihir, apabila ada jang diambil oleh orang² Pueblo, mengalami perobahan bentuk jang agak aneh. Meréka tak menganggapnja berasal dari pertentangan antara kekuasaan sjaitan dan Tuhan jang baik. Meréka menjesuaikannja dalam skema meréka sendiri. Kesaktian-sihir tak dianggap buruk karena berasal dari sjaitan, akan tetapi kesaktian ini „memperbudak” jang mengerdjakan sihir itu, jang djika sudah sekali dipakai tak mungkin lagi bisa dibuang. Semua kekuasaan adikodrati lainnja hanja dipergunakan untuk keperluan jang tertentu. Dengan menanam tongkat²-doa dan memperhatikan tabu² se-baik².ja orang membuktikan telah melakukan perbuatan² keramat. Kalau semuanja itu sudah selesai, ia pergi mengun-djugi saudara² perempuan ajahnja untuk minta supaja kepalanja ditjutji dan kemudian menuntut kehidupan duniawi lagi. Atau seorang padri menjerahkan kekuasaannja kepada paderi lainnja, jang memelihara ini sampai nanti dipergunakan lagi. Tjita dan tjara² untuk memindahkan kekeramatan sama lazimnja, seperti halnja orang Eropah Abad Pertengahan menganggapnja lumrah untuk membatalkan suatu kutuk. Akan tetapi mengenai tenaga sihir orang² Pueblo tak mempunjai alat² tjara untuk membébaskan diri daripadanja. Sekali pakai tak bisa lepas lagi, oléh karena itulah tenaga-sihir merupakan suatu kedjahatan dan antjaman.Adalah samasekali tak mudah bagi kita, untuk melepaskan diri dari gambaran-dunia, jang telah kita bentuk sebagai perdjuangan antara jang baik dan jang djahat dan melihatnja dari sudut-tindjauan orang² Pueblo. Meréka tak bisa melihat dalam musim² ataupun dalam kehidupan manusia adanja suatu balapan antara hidup dan maut. Hidup selalu hadir, demikian pula maut selalu hadir pula. Maut bukanlah keingkaran hidup. Musim² menjatakan dirinja didepan kita, demikian pula kehidupan manusia Sikapnja tak mengadung „pasrah kepada nasib, atau hasrat untuk mendapatkan tenaga² jang lebih kuat, tetapi kesadaran akan kesatuan manusia dan alamsemesta.” Djikalau meréka berdoa kepada déwa²nja, maka katanja:
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Kita akan mendjadi satu peribadi. Meréka berbitjara dengan meréka seperti dengan kenalan² baik:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Menguasai negeri Tuan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Menguasai rakjat Tuan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Tuan akan duduk tenang didepan kami.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Seperti anak² ber-hadap²an
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Demikianlah kita seterusnja.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Anakku ¹)
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Ibuku ¹)
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Semoga
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Bisa sesuai dengan kata²ku.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Meréka berbitjara tentang pertukaran nafas dengan déwa²nja.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Djauh sekali kesemua Pendjuru
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Aku mempunjai laksana ajah²ku : padri² pemberi-hidup ²)
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Jang kumintai nafas jang memberi-hidup,
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi umur pandjang
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi air
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi bibit
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi kekajaan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi kesuburan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi djiwa jang kuat
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color: - CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi kekuatan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas meréka pemberi bahagia jang meréka punjai.,
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Minta nafas meréka,
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Memasukkan nafas meréka dalam tubuh² kami ³) jang hangat,
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Kami akan tambahkan kepada nafas Tuan. 4)
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Djangan menolak nafas bapa Tuan
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Tapi masukkanlah dalam tubuh Tuan ....
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Semoga kita mengachiri djalan kita ber-sama²
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Semoga ajahku memberi kurnia hidup kepada Tuan ;
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Semoga perdjalanan Tuan berhasil adanja.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Nafas déwa2 adalah nafas meréka, dan semua hal terdjadi dengan membagi bersama.
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color: - CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Seperti sikapnja terhadap perhubungan antara manusia jang satu dengan manusia jang lainnja, maka tjita meréka tentang perhubungan ntara manusia dan alamsemesta tidak memberi ruang kepada kepahlawanan dan kemauan manusia untuk mengatasi rintangan². Meréka tak bisa menghormati manusia², jang
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Berdjuang,terus berdjuang,
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Achirnja mati terdesak terdjepit.
- CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Meréka mempunjai nilai² kesusilaannja sendiri, jang sangat konsékwén. Jang tak meréka sukai, djuga tak ada bagi meréka. Meréka telah membangunkan suatu peradaban diatas suatu pulau-kebudajaan ketjil sedjak zaman dahulu di Amérika Utara, jang bentuk²nja ditentukan oléh pilihan² jang chas dari manusia Appolinia, jang mentjari kebahagiaannja jang tertinggi dalam formalitét² dan jang tjara hidupnja ditandai oléh perasaaan dan kesukaran akan irama dan kesederhanaan.
- ↑ ,,Pusat". nama keupatjaraan daérah Zuni, jakni pusat dunia.