Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Aparatur Sipil Negara
Halaman ini sedang dikerjakan (hingga Indeks:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf). Kunjungi lagi halaman ini dalam beberapa waktu ke depan untuk melihat perubahan terbaru. Kunjungi Warung kopi untuk pertanyaan bagaimana berpartisipasi mengembangkan halaman ini. |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: | Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
|
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI-NILAI DASAR,DAN KODE ETIK
Pasal 2
Penyelenggaraan manajemen ASN dilakukan berdasarkan asas:
|
Pasal 3
ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip:
|
Pasal 4
Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
|
Pasal 5
|
BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
BAB III
JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN
Bagian Kesatu
Jenis
Bagian Kesatu
Jenis
Pasal 6
Pegawai ASN terdiri dari:
|
Bagian Kedua
Status
Bagian Kedua
Status
Pasal 7
|
Bagian Ketiga
Kedudukan
Bagian Ketiga
Kedudukan
Pasal 8
|
Pasal 9
|
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
BAB IV
FUNGSI, TUGAS, DAN PERAN
Bagian Kesatu
Fungsi
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 10
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
|
Bagian Kedua
Tugas
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 11
Pegawai ASN bertugas:
|
Bagian Ketiga
Peran
Bagian Ketiga
Peran
Pasal 12
Pegawai ASN berperan mewujudkan tujuan pembangunan nasional melalui pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, dan bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. |
BAB V
JABATAN ASN
BAB V
JABATAN ASN
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
Jabatan ASN terdiri dari:
|
Bagian Kedua
Jabatan Administrasi
Bagian Kedua
Jabatan Administrasi
Pasal 14
|
Pasal 15
|
Pasal 16
|
Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional
Bagian Ketiga
Jabatan Fungsional
Pasal 17
|
Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior
Bagian Keempat
Jabatan Eksekutif Senior
Pasal 18
|
Pasal 19
|
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Bagian Kesatu
Hak
Paragraf 1
Pegawai Negeri Sipil
Pasal 20
Pegawai negeri sipil berhak memperoleh:
|
|
Paragraf 2
Pegawai Tidak Tetap Pemerintah
Pasal 21
|
Bagian Kedua
Kewajiban
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 22
Pegawai ASN wajib:
|
BAB VII
KELEMBAGAAN
BAB VII
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 23
|
|
Pasal 24
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a berwenang menetapkan kebijakan pendayagunaan Pegawai ASN sebagai berikut:
|
Bagian Kedua
KASN
Bagian Kedua
KASN
Paragraf 1
Sifat
Pasal 25
KASN merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. |
Paragraf 2
Tujuan
Pasal 26
KASN bertujuan:
|
Paragraf 3
Kedudukan
Pasal 27
KASN berkedudukan di ibukota negara. |
Paragraf 4
Fungsi
Pasal 28
KASN berfungsi menetapkan peraturan mengenai profesi ASN dan mengawasi pelaksanaan regulasi tersebut oleh Instansi dan Perwakilan. |
Paragraf 5
Tugas
Pasal 29
KASN bertugas:
|
|
Paragraf 6
Wewenang
Pasal 30
KASN berwenang:
|
Pasal 31
KASN melaporkan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya termasuk yang terkait dengan kebijakan dan kinerja ASN pada setiap akhir tahun kepada Presiden. |
Paragraf 7
Susunan
Pasal 32
|
Pasal 33
|
Pasal 34
|
Paragraf 8
Keanggotaan
Pasal 35
|
Paragraf 9
Seleksi Anggota KASN
Pasal 36
|
Paragraf 10
Pengangkatan dan pemberhentian
Pasal 37
|
Pasal 38
|
Bagian Ketiga
LAN
Bagian Ketiga
LAN
Paragraf 1
Tugas dan Fungsi
Pasal 39
LAN bertugas:
|
|
Pasal 74
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dalam Peraturan KASN. |
Paragraf 8
Penggajian
Pasal 75
|
Paragraf 9
Tunjangan
Pasal 76
|
Pasal 77
|
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 120
Pegawai ASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pegawai ASN yang menerima pemberian atau janji dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 121
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pegawai ASN secara melawan hukum dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 122
Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada anggota KASN agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam seleksi pengisian Jabatan Eksekutif Senior sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). |
Pasal 123
Anggota KASN atau panitia seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya agar seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 124
Setiap orang yang bertindak sebagai perantara dalam seleksi penerimaan calon Pejabat Eksekutif Senior dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 125
Ketentuan mengenai pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 berlaku bagi pegawai ASN yang diangkat sejak 1 Januari 2013. |
Pasal 126
Tim Seleksi menyampaikan 7 (tujuh) orang anggota KASN terpilih kepada Presiden untuk ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Undang-Undang ini diundangkan. |
Pasal 127
Sistem Informasi Aparatur Sipil Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111 dilaksanakan secara nasional paling lambat tahun 2012. |
Pasal 128
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus sudah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
Pasal 129
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah disebut sebagai Pegawai ASN. |
Pasal 130
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 131
Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kode etik dan penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik bagi Jabatan Fungsional tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. |
Pasal 132
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok |
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 133
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kepegawaian harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 134
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ... MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
Penjelasan
suntingPENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
APARATUR SIPIL NEGARA
I. | PENJELASAN UMUM |
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan Nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan pegawai Aparatur Sipil Negara. Pegawai Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan pegawai Aparatur Sipil Negara. Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalu pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat. Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, pegawai Aparatur Sipil Negara harus memiliki profesi dan manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas merit atau perbandingan antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Manajemen Aparatur Sipil Negara perlu diatur secara menyeluruh, dengan menerapkan norma, standar, dan prosedur yang seragam meliputi penetapan kebutuhan dan pengendalian jumlah, pengadaan, jabatan, pola karier, penggajian, tunjangan, kesejahteraan, dan penghargaan, sanksi dan pemberhentian, pensiun, dan perlindungan. Dengan adanya keseragaman, diharapkan akan tercipta penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara yang memenuhi standar kualifikasi yang sama di seluruh Indonesia. |
Dalam upaya menjaga netralitas Aparatur Sipil Negara dari pengaruh partai politik, dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, Aparatur Sipil Negara dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Untuk meningkatkan produktivitas dan menjamin kesejahteraan Aparatur Sipil Negara, dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban kerja dan tanggung jawabnya. Selain itu, Aparatur Sipil Negara berhak memperoleh jaminan sosial. Pemberian gaji maupun jaminan sosial diselenggarakan oleh Pemerintah. Dalam rangka penetapan kebijakan manajemen Aparatur Sipil Negara, dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara ini untuk merumuskan peraturan tentang pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai Aparatur Sipil Negara. Komisi Aparatur Sipil Negara beranggotakan 7 (tujuh) orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, dan wakil daerah. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara ditetapkan dan diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Negara untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Bagi pegawai Aparatur Sipil Negara dan anggota Komisi Aparatur Sipil Negara yang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda. Untuk membentuk Aparatur Sipil Negara yang mampu menyelenggarakan pelayanan publik dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. |
II. | PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1
Pasal 2
|
Huruf b
|
Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/40 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/41 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/42 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/43 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/44 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/45 Halaman:RUU RUU Tentang Aparatur Sipil Negara.pdf/46
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81
Pasal 82
Pasal 83
Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
|
Pasal 91
- Cukup jelas.
Pasal 92
- Cukup jelas.
Pasal 93
- Cukup jelas.
Pasal 94
- Cukup jelas.
Pasal 95
- Cukup jelas.
Pasal 96
- Cukup jelas.
Pasal 97
- Cukup jelas.
Pasal 98
- Cukup jelas.
Pasal 99
- Cukup jelas.
Pasal 100
- Cukup jelas.
Pasal 101
- Cukup jelas.
Pasal 102
- Cukup jelas.
Pasal 103
- Cukup jelas.
Pasal 104
- Cukup jelas.
Pasal 105
- Cukup jelas.
Pasal 106
- Cukup jelas.
Pasal 107
- Cukup jelas.
Pasal 108
- Cukup jelas.
Pasal 109
- Cukup jelas.
Pasal 110
- Cukup jelas.
Pasal 111
- Cukup jelas.
Pasal 112
- Cukup jelas.
Pasal 113
- Cukup jelas.
Pasal 114
- Cukup jelas.
Pasal 115
- Cukup jelas.
Pasal 116
- Cukup jelas.
Pasal 117
- Cukup jelas.
Pasal 118
- Cukup jelas.
Pasal 119
- Cukup jelas.
Pasal 120
- Cukup jelas.
Pasal 121
- Cukup jelas.
Pasal 122
- Cukup jelas.
Pasal 123
- Cukup jelas.
Pasal 124
- Cukup jelas.
Pasal 125
- Cukup jelas.
Pasal 126
- Cukup jelas.
Pasal 127
- Cukup jelas.
Pasal 128
- Cukup jelas.
Pasal 129
- Cukup jelas.
Pasal 130
- Cukup jelas.
Pasal 131
- Cukup jelas.
Pasal 132
- Cukup jelas.
Pasal 133
- Cukup jelas.
Pasal 134
- Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...