PRRI KIAN TERDESAK

PRRI sudah sangat terdesak. Pasukannya kocar-kacir di rimba-rimba perawan, ibarat anak ayam kehilangan induk. Satu per satu basis PRRI jatuh ke tangan tentara pusat. Tank-tank buatan Soviet itu meluluh lantakkan setiap jengkal tanah yang dilaluinya. Beberapa komandan PRRI mulai berpikir untuk menyerah.

Keputusan itu harus diambil setelah pasukan PRRI semakin terdesak ke hutan-hutan. Apalagi pada tanggai 3 Maret 1961 KSAB Jenderal AH Nasution mengulangi seruannya kepada pemberontak di Sumatra dan Sulawesi agar kembali kc pangkuan ibu pertiwi.

Dalam bulan itu juga Kolonet AE Kawilarang di Sulawesi menyerahkan diri. Dalam bulan April semua pasukan Persemesta kecuali Samual menyerah diikuti 36 ribu pasukannya. Kantong-kantong PRRI di Aceh, Sumatra Utara. Sumatra Selatan dan Tengah meyerah pun menyerah. Ahmad Husein sudah berpikir untuk segcra menyerah.

*

Perang memang membawa dampak yang sangat besar. Ncgeri hancur lutuh. Masyarakat menjadi korban.

Beberapa komandan PRRI berkumpul di sebuah titik di pedalaman hutan Sumatra Barat. Mereka terlihat serius. Tidak kurang sekitar 50 orang berkumpul saat itu.

“Kita harus menghentikan semua ini.”

Terdengar suara seorang lelaki lantang. Tidak ada yang menyahut.

“Ya, Tidak ada gunanya.”

“Tidak ada jalan lain, dari pada rakyat kian sengsara.”

Semua terdiam. Para Komandan perang tidak ada yang menyahut.

Mereka menyadari, keputusan harus diambil cepat. Tidak aman jika rapat berlama-lama. Sangat berbahaya.

Dari awal, PRRI bukanlah bertujuan ingin mendirikan negara di dalam negara, tetapi semata hanya koreksi terhadap pemerintahan pusat.

“Ya, tidak ada cara lain. Demi rakyat dan bangsa.”

Keputusan sudah bulat. Perundingan pagi itu hanya sebentar. Tidak banyak yang memberi usul. Semua seakan sudah sepakat. Semuanya sudah berkahir. Berakhir dalam scbuah kekalahan yang memalukan. Berakhir dengan kepala tertunduk. Malu.

Juni 1961, Letkol Ahmad Husein dan para komandan lokal meyerah bersama 600 anak buahnya.

174 12-28 juli kesatuan-kesatuan di Sumbar juga kembali ke ibu pertiwi jumlahnya mencapai 2.860 orang.

Resepsi kembalinya Ahmad Husein di Solok 24 Juni 1961 dilakukan secara istimewa dihadiri Deputi Wilayah KASAD Mayjen TNI Suprapto yang datang dari Medan.

17 Agustus 1961 Presiden Sukarno mengumumkan amnesti yang belaku basi seluruh pemberontak yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi sebelum 5 Oktober 1961.

Syafruddin Prawirancgara, Boerhanuddin Harapahap, Zulkiflt Lubis menyerah secara berturut-turut menjelang akhir Agustus. Kemudian Mohammad Natsir dan Dhalan Djambek pada 5 September 1961.

Perang sudah berakhir. Dua saudara yang sedang berkecamuk sudah menyadari kekilafan masing-masing. Pentolan-pentolan PRRI sudah menyadari mereka beranjak terlalu jauh. Gerakan yang semula hanya untuk koreksi terhadap pemerintah pusat sudah mengarah pada pembinasaan umat.

Penduduk yang semula mengungsi ke hutan-hutan belantara sudah kembali ke kampungnya masing-masing. Mereka mendapati kampung yang hancur akibat perang. Satu per satu puing-puing rumah yang sudah rata dengan tanah dibersihkan dan kembali dibangun.

Pasukan PRRI yang di rimba-rimba pun sudah kembali ke pangkuan tbu pertiwi. Tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Yang menang jadi abu, yang kalah jadi arang.

*

Rimba-Rimba