BAB VIII PENUTUP


Sumber perubahan kependudukan adalah migrasi internal, sebagai akibatnya sulit mengadakan pengendalian sosial, artinya bagi masyarakat Banjar terjadi ancaman terhadap keserasian terhadap organisme sosial secara menyeluruh. Biasanya para pendatang baru dari Hulu Sungai membuat gubuk atau rumah seenaknya tanpa aturan seperti di daerah Kelayan, dan daerah buruh pabrik di Banjar Raya. Bagi mereka yang sukses juga tidak tanggung-tanggung membuat rumah mewah seperti di Jalan Gatot Subroto dan Jalan Mawar. Tentu saja kesuksesan itu didukung oleh pengalaman dan keuletan lama bekerja sebagai pedagang atau pengusaha.

Kotamadya Banjarmasin sebagai titik pusatnya adalah dari Pasar Lama ke hilir sungai Martapura sampai pelabuhan lama sekarang. Pada titik pusat kota terdapat pasar, pusat pertokoan, pusat perbelanjaan, hotel-hotel, kantor-kantor dan rumah gedongan, teater, dan Balai Kotapraja, termasuk terminal-terminal kota yang menjurus ke semua arah.

Wilayah di sekitarnya merupakan daerah yang memanjang menurut jalur jalan raya atau jalan kota. Pada daerah pemukiman di tepi jalan raya rumah mereka permanen dan sebagian rumah gedongan. Pada belakang pemukiman jalur jalan raya atau jalan kota, terdapat daerah yang mengalami disorganisasi sosial yang menarik bagi warga masyarakat secara sosial ekonomis. Daerah ini berisikan masyarakat pluralistis. Di sekitar titik pusat kota bermukim masyarakat yang kegiatannya industri kecil, pedagang kecil, kampung, dan buruh-buruh serta pengangguran. Karena itu di daerah ini sering terjadi kejahatan, pelacuran, dan seringnya kebakaran.

Pada ujung jalan raya Teluk Dalam daerah pinggiran kota tepi sungai Barito didirikan pabrik-pabrik kayu (sawmill), perusahaan ikan dan dok-dok kapal.

Di sekitar ini pula bermukim buruh-buruh yang tinggal pada rumah-rumah kecil. Terakhir wilayah pemukiman pemerintah seperti perumahan BTN Km 5 dan 6, Jalan Kayu Tangi dan Kompleks DPR. Umumnya yang menempati adalah Pegawai Negeri, Pegawai Perusahaan dan pengusaha-pengusaha.

Masyarakat Banjar tampaknya bersifat terbuka, suka menerima masyarakat luar hidup secara berdampingan, tetapi yang prinsip bagi mereka asal jangan menyinggung masalah agama Islam. Di kota Banjarmasin penduduk asli berada pada pinggiran kota kecuali Kampung Melayu, seperti Kuin, Mantuil, dan Pangambangan. Yang lainnya masyarakat urban dari Hulu Sungai yang terbesar dan dari berbagai suku bangsa di wilayah Indonesia.

Penduduk kota tinggal terpencar pada lokasi masing-masing, bahkan tempat bekerja pun cukup jauh, tetapi dengan adanya jasa-jasa dari transportasi masyarakat kota mendapat kemudahan-kemudahan. Mereka tidak perlu lagi dekat dengan pusat perbelanjaan, atau pusat penyediaan kebutuhan dasar, atau terminal. Jaringan rute kendaraan umum yang luas, juga menghilangkan penghalang untuk meluaskan lingkungan pemukiman di kota. Kendaraan air fungsinya juga sama dengan kendaraan di darat sebagai alat angkut penumpang dan barang.

Seluruh organisasi sosial di kota Banjarmasin, tampaknya menyesuaikan diri dengan perubahan atau perkembangan, tetapi penyesuaian itu tidak selalu berjalan lancar, oleh karena hal itu menyangkut keserasian antara segi material dengan spiritual.