Si Djamin dan Si Djohan/Bagian 3
BAGIAN KE 111.
DI DJALAN BESAR.
Si Djamin berlari-lari terhoejoeng-hoejoeng, sebab ija terlampau keras ditolakkan dari pintoe roemah itoe. Setelah sampai ija di djalan besar, ija menoléh kebelakang melihatkan si Inem, jang menoetoepkan kembali pintoe itoe dengan segera. Maka ijapoen kembalilah dijam-dijam dan dengan hati-hati didengarnja, kalau-kalau si Inem menghentam adiknja poela. Soekoerlah tijada soewatoe apa didengarnja; adiknja tijada menangis.
Hatta maka pada waktoe itoe hari beloem terang tjoewalja. Akan tetapi fadjar, jang meroepakan langit sebagai bersapoe air mas pada sebelah timoer, soedah menjingsing, 'alamat matahari jang permai itoe soedah hampir hendak keloewar dari peradoeannja. Bintang-bintang, jang bertaboeran di langitpoen hilanglah, karena ketakoetan melihat tjahaja radja-sijang jang gagah itoe. Hanjalah bintang timoer masih kelihatan bertjahaja gemerlapan bertambah-tambah melap sebagai pelita kekoerangan minjak. Maka poetjatlah tjahajauja seolah-olah menoeroet berdoekatiita dengan si Djamin, jang berdiri ditengah djalan dengan masgoetnja itoe. Djalan-djalan dan lorong-lorong masih soenji; orang banjak beloem meninggalkan tempat-tidoernja lagi. Pada pagi hari jang sedjoek itoe emboen mengaboet mengalangi pemandangan mata ke tempat jang djaceh. Akan tetapi perasaan sedjoek itoe menjeuangkan napas dan dada, sehingga hati si Djamin jang marah itoe moelaïlah tawar, sebagai besi jang panas direndam kedalam air jang sedjoek. Oléh sebab hawa pagi jang sedap itoe maka boeroeng-boeroeng, jang soedah meninggalkan sarangnjapoen menjanjilah bersahoet-sahoetan dari pokok-pokok kenari jang tinggi serta rimboennja; soewaranja merdoe dan rijang, seolah-olah mengoetjapkan terima kasih kepada Allah soebhana wa ta'ala, jang mendjadikan dan mengadakan makanan oentoek meréka itoe meskipoen meréka itoe tijada bersawah dan berladang.
„Kemana saja hendak pergi?" bertanja si Djamin dalam hatinja. Bagaimana saja akan mendapat oewang setengah pérak. . . . .lima poeloeh sén !”
Begitoelah ija berpikir-pikir didalam hatinja sambil berdjalan menoedjoe ke Wilhelmina-park*), karena sangkanja pada pagi hari disitoelah orang jang banjak laloe-lintas pergi ke kantor tempat pekerdjaan masing-masing. Perkataan emak tirinja itoe masih terdengar djoega berboenji beroelang-oelang dalam telinganja.
„Lima poeloeh sén!" katanja dengan perlahan-lahan, dari mana hendak saja tjari? Akan tetapi kalau tijada dapat, saja tijada boléh poelang. Kalau saja poelang, tentoe perempoewan tjelaka itoe memoekoel saja; kalau saja tijada lekas poelang, apa djadinja si Djohan! Baiklah lekas saja berdjalan, soepaja lekas dapat oewang oentoek perempoewan pemadat itoe."
Sampai di Pasar-Baroe ija beloem berdjoempa seorangpoen Idjoewa, tempat ija meminta-minta sedekah. Dimoeka toko Tio Tek Hong**) ija berdiri sedjoeroes, karena perhatiannja tertarik oléh tjahaja lampoe jang keloewar dari toko itoe. Didekatkannja kepalanja mengawaskan barang-barang jang bagoes-bagoes, jang tersoesoen dan teratoer diatas papan-papan dan didalam lemari-lemari ketjil jang berdinding katja itoe. Disana terletak pakaian anak-anak jang bagoes-bagoes. Dengan asik ija mengamat-amati sehelai badjoe jang sedang betoel rasanja oentoek adiknja, Djohan.
Hatta si Djamin amat ingin hendak membeli badjoe itoe akan pengganti badjoe adiknja jang soedah tjompang-tjamping. Akan tetapi apa hendak diboewat, karena kantoeng ta' berisi.
Nèng, nèng! . . . . . . . . lima kali bertoeroet-toeroet lontjèng berboenji.
Si Djamin terkedjoet. Tijada disangkanja hari soedah hampir sijang. Dengan melangkah pandjang-pandjang ija berdjalan se-
———— tjepat-tjepatnja melaloei simpang kiri jang menoedjoe kantor K. P. M.*) didepan Wilhelmina-park.
Hatta maka mataharipoen soedah tinggi, akan tetapi si Djamin beloem beroléh oewang lima poeloeh sén. Dalam kantoengnja ada tersimpan seketip, sedekah seorang perempoewan toewa. Akan tetapi apalah hendak diperboewatnja dengan oewang sedikit itoe. Soedahkah tjoekoep seboewah oewang ketip jang berharga sepoeloeh sén akan menawarkan hati emak tirinja dan melepaskan dija dari sepak dan tendang? Si Djamin tahoe benar-benar, bahwa barang sebegitoe ta' goena dibawanja poelang.
Adoeh lapar sangat peroet saja," kata si Djamin sambil mengeloeh, maka ija pergilah meninggalkan djalan besar berdjalan kedalam taman Wilhelmina-park.
Ija telah bosan menoenggoe di tepi djalan besar itoe, tijada seorang djoewa maoe memberi oewang kepadanja. Tambahan poela panas tijada terderita lagi oléhnja, seperti terbakar tengkoek dan kepalanja rasanja. Oleh sebab itoe ija pergilah mentjari tempat jang tedoeh didalam taman itoe. Bangkoe-bangkoe besi tempat doedoek hampir semoewa didoedoeki orang. Ada orang, jang baharoe keloewar dari kerdjanja, berhenti disitoe menantikan trèm; ada orang 'Arab mendjadjakan kain, berhenti sebentar akan melepaskan lelahnja; ada orang poetih sengadja doedoek akan memakan angin jang sedjoek; masing-masing dengan ragamnja.
Si Djamin berdjalan teroes melewati tempat jang soedah penoeh itoe, karena ija maloe doedoek dengan orang-orang jang berpa- kaian bagoes-bagoes dan bersih-bersih. Pakaiannja sendiri boeroek penoeh dengan bekas tampalan dan pendjahitan, karena ija sendiri memperbaikinja itoe, kalau ada jang roesak atau kojak.
Adoehai pembatja, sijapakah lagi jang mengerdjakan pekerdjaan itoe. Barang ma'loemlah boedak doewa bersaudara itoe anak pijatoe adanja, iboe-bapak tijada lagi.
Iboe-bapak tijada lagi? Pada hal si bapak masih hidoep dan si Inem masih ada! Akan tetapi pembatja telah mengerti, bagaimana halnja antara Djamin dan Djohan dengan bapaknja dan bagaimana poela pemeliharaan si Inem akan kedoewa saudara
———— itoe; tijadalah perloe dioelangi lagi. Tjoekoeplah soedah pakaian jang tjompang-tjamping itoe, moekanja jang poetjat sebab koerang makan, dan matanja jang bengkak sebab koerang tidoer itoe menoendjoekkan bagaimana pemeliharaan jang diperoléh meréka itoe. Si Djamin doewa bersaudara melarat, lebih lagi dari melarat; boekannja karena dosa meréka itoe, sekali-kali tidak. Bèrtes djoewa, si bapak itoelah jang mendjatoehkan meréka itoe kedalam laoetan ke miskinan dan ke padang kesoesahan. Si Mina, iboe jang disajangi dan menjajangi meréka itoe, telah mendjadi korban jang moela-moela sekali kepada minoeman sétan, jang disoekaï bapak meréka itoe. Sekarang bertambah poela dengan tjandoe tjelaka, kegemaran si Inem itoe. Akan tetapi, adoehai pembatja, mengapakah boedak kedoewa itoe menanggoengkan bentjana karena kedjahatan si bapak dan si emak tiri? Ja pembatja! Itoelah jang soekar didjawab. Akan tetapi soewatoe jang dapat kita ketahoei: Bahwa Allah itoe besar adanja, lagi besifat rahim kepada hambanja. Maka meréka jang menoeroet, seboléh-boléhnja dipimpinnja ke djalan keoetamaan, dan barang sijapa jang pertjaja dan menjerahkan dirinja kepadanja, tentoe selamat dan beroléh kesedjahteraan dalam doenija dan achirat djoewa adanja. Si Djamin, meskipoen ija seorang boedak ketjil telah mengenal akan Toehan, karena ija diadjari oléh iboenja, jang tertjinta. Kadang-kadang ketika soenji atau djika ija hendak tidoer, tijada ija loepa menjerahkan dirinja kepada Toehan soebhana wa ta'ala.
„Adoeh mak, tidak tertahan lapar dan haoes ini,” mengeloeh si Djamin, setelah ija doedoek bersandar diatas seboewah bangkoe jang masih kosong, djaoeh di oedjoeng-oedjoeng djalan jang berkeliling didalam taman jang bagoes itoe. Sedang ija doedoek itoe, laloelah seorang boedak mendjoewal nasi dengan laoeknja serta koewé berdjenis-djenis. Melihat makanan jang sedap-sedap itoe boekan boewatan ingin hati si Djamin akan membeli. Pada perasaannja ija bertambah-tambah lapar, dan peroetnja berboenji beroelang-oelang. Akan tetapi ija berpikir apa gerangan nanti kedjadian kalau ija poelang berhampa tangan.*) Oléh sebab itoe tertahanlah keinginan hatinja jang keras itoe. Sesoedah laloe boedak jang mendjoewal makanan itoe, ija berdirilah pergi minoem
————————————
- )Tangan kosong. ke soemoer bor*) memoewaskan dahaganja tijada djaoeh dari tempat itoe.
Hatta sesoedah ija minoem hilanglah dahaganja, akan tetapi laparnja tijadalah berkoerang. Dengan doekatjitanja ija pergi doedoek didekat soengai Tjiliwoeng jang mengelilingi Wilhemina-park jang indah itoe. Soengai itoe membatasi taman itoe pada pihak timoer, selatan dan barat; hanja pihak oetara tijada dibatasi air itoe; dari sitoelah djalan orang keloewar masoek taman itoe. Sjahdan maka sijapa jang bertemasa ke kota Betawi tentoe tijada akan loepa menjinggahi taman jang dilindoengi pohon jang tinggi-tinggi dan rimboen daoen itoe, jang mendjadikan hawa disana sedjoek dan sedap, meski pada waktoe hari panas sekalipoen.
Hawa jang sedjoek itoelah jang menarik hati orang jang berdjalan kaki akan berhenti sebentar. Ditengah-tengah taman itoe adalah berdiri seboewah menara diatas tanah ketinggian jang dikelilingi dinding batoe berlapis-lapis.
Menara jang tinggi itoe dihijasi oléh seboewah djam jang besar, jang bersoewara seperti lontjèng besar. Pada sebelah moeka dinding itoe adalah seboewah pintoe gerbang jang bertoelisan VERBODEN TOEGANG**). Pintoe itoe tijada boléh dilaloei sembarang orang. Adapoen roemah ini dinamai orang Gedoeng-tanah (bénténg); disitoelah tersimpan alat peperangan sebagai senapang dan sebagainja.
Dihadapan bénténg itoe adalah seboewah boelang-boelang ditoemboehi roempoet, dan ditengah-tengahnja tertegak seboewah tijang batoe besar, diatasnja berdiri patoeng gambaran peri bersajap serta dengan gagah dan tjerdik roepanja, terboewat dari pada tembaga bertoewang. Pada tijap-tijap sisi tijang baloe empat persegi itoe ada toelisan peringatan, semoewanja hoeroef beroekir, amat haloes perboewatannja; pada empat pihak kaki
——————
*) Di tepi djalan-djalan besar di Betawi adalah tersedija pada beberapa tempat, tijang-tijang empat persegi, terboewat daripada besi dengan pantjoeran ketjil bersekeroep. Apabila sekroep itoe ditekankan, keloewarlah air dari pantjoeran itoe. Air itoe bersih dan sengadja diadakan oentoek air minoem orang banjak. Tijang-tijang air itoe dinamakan orang, soemoer-bor.”
**). Terlarang masoek. tijang itoe terdoedoeklah patoeng gambaran singa, amat indah dipandang mata. Djalan-djalan jang berselang-seli mengelilingi patoeng itoe terpelihara dengan sepertinja, begitoe djoega djalan jang meneroes kebelakang mengelilingi bénténg dalam tanah jang koekoeh itoe. Maka adalah perasaan kita amat senang melihat semoewa itoe, tambahan lagi mendengar soewara angin sepoewi-poewi jang lemah-lemboet itoe, dan daoen-daoenan mengerosok merindoekan hati disertaŸ poela oléh soewara air mengalir, jang berkotjak-kotjak kepada tebing batoe jang litjin itoe, dan gemoeroeh air jang laloe dibawah djambatan besar itoe. Disebelah ilir djambatan, jang dinamat orang djambatan Pintoe-Air itoe, adalah seboewah loeboek besar. Air jang mengalir dengan deras dari bawah djambatan itoe beroelak kedalam loeboek itoe tiga empat kali, menaikkan boeihnja. Si Djamin doedoek di tepi soengai itoe, matanja memandang air, jang mengalir dengan tijada berkepoetoesan itoe. Tijada dapat ija berijang hati, meskipoen hari jang panas itoe disedjoekkan daoen-daoenan dan angin jang lemah-lemboet itoe. Lapar peroetnja dapat ditahannja; boekan sekali doewa sadja ija berpoewasa, tijada makan. Akan tetapi soesah halinja memikirkan oewang jang lima poeloeh sén. . . . . . . .amboi, dari mana ija akan mendapat oewang itoe?
Nèng! Nèng ! boenji djam jang besar didalam mertjoe koeboe*) itoe. Ah soedah poekoel doewa," kata boedak itoe sambil mengeloeh Maka ijapoen bangkit laloe berdjalan menoedjoe ke barat melaloei Norběk**). Moedjoerlah oentoek orang jang berdjalan kaki, djalan itoe kelindoengan oléh pohon djoewar dan asam berdjédjér jang rindang daoenuja.
Di Pasar-Ikan pelaboehan lama, jang masih dikoendjoengi kapal-kapal lajar besar dan ketjil, sí Djamin kerap kali bersoewa orang jang pemoerah hati, jang soeka membagi dija oewang sedekah barang sekadarnja, lebih-lebih kalau ada kapal jang baroe datang dari pelajaran. Orang pelajaran jang mentjari kehidoepannja di laoet, bijasanja pengiba dan penjajang, lebihi-lebih djika melihat orang jang miskin. Sepandjang kepertjajaan meréka itoe, sijapa jang bachil atau lokėk kepada orang jang papa, koeranglah selamatnja dalam pelajaran dan rezekinjapoen ditinggikan Allah,
—————— soeka ditjapalnja. Ini boléh kita persaksikan. Marilah kita ke Pasar-Ikan itoe, mendapatkan orang kapal, jang hendak atau sedang makan. Meréka itoe segera mengadjak kita makan bersama-sama dengan lakoe jang peramah, meskipoen kita berpakaian bagoes sebagai orang kaja atau berbadjoe boeroek-boeroek seperti orang miskin. Selamanja meréka itoe menoendjoekkan boedi bahasa jang baik. Akan tetapi sajang seriboe kali sajang, ja pembatja, pelajaran bangsa kita itoe, jang telah berabad-abad lamanja, makin moendoer, sehingga pada zaman ini tijada berapa lagi artinja, soedahlah seolah-olah lenjap roepanja.
Setiba si Djamin di Pasar-lkan itoe tiba-tiba toeroen hoedjan dengan lebatnja. Dengan berlari-lari si Djamin pergi bertedoeh ke roemah djaga, di tepi djalan itoe. Disana didapatinja tiga orang bertedoeh poela sambil bertjakap-tja kap. Selama hoedjan itoe ijapoen mendengar segala pertjakapan orang itoe. Meréka itoe baroe poelang dari Bangkahoeloe membawa rotan dan kajoe. Semoewa perkataan orang itoe diperhatikanlah oléh si Djamin.
„Berapa senang berlajar ke negeri-negeri lain itoe; alangkah banjak pemandangan jang 'adjaib-'adjaib," demikijanlah ija berpikir di hatinja, seraja mengawaskan moeka orang jang berkata-kata itoe. Ija mendengar orang itoe hendak mentjari boedak ketjil akan bekerdja di perahoe meréka itoe. Maka amatlah rijang hatinja mendengar perkataan itoe, serta berdebar-debar, karena ija amat ingin hendak mendjadi anak-kapal itoe; ija loepa bahwa ija masih ketjil, baroe sembilan tahoen 'oemoernja. Dengan soewara gementar sedikit ija berkata sambil berdiri dihadapan orang itoe:
„Kalau boléh saja soeka sekali ikoet berlajar."
Orang itoe terkedjoet sedikit, laloe memandang kepada boedak ang berdiri dengan hormatnja itoe.
„Soenggoeh engkau maoe?" bertanja seorang daripada meréka itoe dengan moeka manis.
„Betoel toewan! Mémang soedah lama saja bernijat hendak melihat negeri-negeri orang; dan disini tijada ada seorang djoewapoen jang memijarakan saja atau membagi saja makan."
„Tijada orang jang mengasi engkau makan? Apa orang toewamoe tijada ada lagi ?" bertanja po ela orang itoe, sambil mengawaskan pakaian boedak jang miskin itoe. „Emak saja soedah meninggal, Sekarang saja hidoep meminta-minta."
„Bapakmoe dimana ?" tanja orang itoe poela dengan soewara jang lemah-lemboet. ja soenggoeh merasa kasihan melihatkan boedak jang koeroes itoe, jang moekanja poetjat karena roepanja ija tijada tjoekoep makan, dan matanja koejoe karena hatinja jang toeloes itoe penoeh dengan kesoesahan. Maka orang jang mengamat-amati dija itoe teroes menaroeh kasihan kepada anak pijatoe itoe.
Mendengar orang itoe bertanjakan bapaknja, beroebah sedikit air moeka si Djamin, karena ta' tahoe apa jang akan dikatakannja. Berdoesta, mengatakan bapaknja telah meninggal, sekali-kali ija tidək maoe. Beloem sekali djoega moeloetnja mengeloewarkan perkataan jang tijada benar dan berbohong itoe tijadalah dapat dilakoekannja.
„Tjeriterakan teroes terang; engkau djangan maloe," kata orang itoe poela.
Mendengar perkataan jang ramah-tamah itoe, hilanglah maloe si Djamin, maka ditjeriterakannjalah halnja seberapa jang perloe. Akan tetapi ija menjemboenjikan djoega, bahwa ija meminta-minta itoe disoeroek emak tirinja. Setelah habis ija bertjeritera itoe, orang itoepoen bermoesjawaratlah bersama-sama.
Sedjoeroes lamanja, maka berkatalah seorang seraja menepoek-nepoek bahoe si Djamin:
„Saja soeka sekali berkawan dengan engkau, karena engkau seorang boedak jang loeroes. Akan tetapi baik engkau poelang dahoeloe ke roemahmoe. Kalau kehendak itoe disetoedjoei oléh bapakmoe, datanglah bersama-sama dengan dija kemari." Laloe orang itoe menoendjoekkan kapalnja seraja berkata lagi. „Akan tetapi lekas engkau datang, karena empat-lima hari lagi kami hendak berangkat ke laoet."
Hoedjan jang lebat telah berkoerang dan orang kapal itoepoen pergilah. Dengan hati jang rijang si Djaminpoen meninggalkan poela roemah djaga itoe; di kantoeng*) badjoenja telah ada oewang tiga poeloeh lima sén,-setali diberl orang pelaoet jang berdjandji dengan dija itoe, dan sepoeloch sén jang diperoléhnja tadi pagi.
——————
Di djambatan Pasar-Ikan itoe ¡ja berhenti, seraja melajangkan pemandangannja ke sebelah oetara, ke laoet Djawa jang lébar itoe, jang berombak beraloen-aloen, ditjoep angin darat jang moelaï menjamboet dengan lemah-lemboetnja. Poelau-poelauan jang bertaboeran dimoeka teloek itoe, dekat dan djapeh, besar dan ketji! menjedihkan dan djoega melipoerkan hati si Djamin. Sedih hatinja karena sebentar lagi ija akan meninggalkan tanah Betawi, tanah tempat ija bermain-main soedah bertahoen-tahoen itoe; terlipoer hatinja bila ija memikirkan, ija akan berlajar melihat tanah dan negeri-negeri asing; apalagi karena ija akan terlepas daripada siksaan, jang dideritakannja sijang dan malam.
Hatta maka matahari semangkin lama semangkin djaoeh bersemboenji kesebelah barat. Machloek jang diatas boemipoen soedah bertjintakan hari malam. Boeroeng- boeroeng jang mentjari mangsanja di laoet itoe, terbang poelang mentjari tempat bermalam. Perahoe dan sampan nelajan jang datang dari laoet berlajar menoedjoe daratan, kelihatan djaoeh bersérak dimoeka air itoe, seperti boeroeng bersajap poetih tampaknja. Si Djamin berdiri bertelakoe menoengkat dagoe dengan kedoewa belah tangannja di djambatan itoe. Tijadalah ja sadarkan hari soedah moelat gelap. Sebentar-sebentar moekanja berseri-seri dan ijapoen tersenjoem karena hatinja soekatjita, memikirkan ija hendak berlajar ítoe. Akan tetapi tijada berapa lama moekanja itoe moeram kembali, karena ija teringatkan adiknja Djohan, jang disajanginja itoe. Pada ketika itoe seolah-olah terdengar oléhnja soewara adiknja itoe berseroe: ,Sampai hati abang meninggalkan adik dalam kesengsaraan ini!"
Maka teringat poela ija akan pesan iboenja: „Djamin, kalau emak tijada lagi, peliharakanlah adikmoe itoe; sekali-kali djangan engkau tinggalkan dija."
Air matanja djatoeh berlinang-linang, seraja ija berkata :
„Adikkoe Djohan! Sekali-kali abang tidak akan meninggalkan engkau."
Ketika itóe hari soedah gelap; lentera di tepi-tepi djalan besar soedah menjala. Maka teringatlah si Djamin akan poelang ke roemah. Akan tetapi oewangnja beloem tjoekoep lima poeloeh sen lagi. Dengan lambat lambat, karena peroetnja amat lapar, ija berdjalan menoedjoe Mangga Besar. Disana ija hendak meminta-minta poela, kalau-kalau dapat mentjoekoepkan oewang lima poeloe sén itoe, soepaja boléh ija poelang ke roemah.
Didepan gedoeng gambar hidoep di Mangga-Besar itoe ija berdiri meminta-minta sedekah kepada orang jang laloe-lintas. Akan tetapi beberapa lamanja ija meminta-minta itoe tidaklah ija beroléh soewatoe apa ; orangpoen tijada ramai, karena malam itoe amat dingin ; angin bertijoep dengan tijada berhenti-henti bertjampoer hoedjan gerimis. Maka oléh sebab kedinginan dan pakaiannja jang tipis itoe soedah moelaï basah, si Djaminpoen pergilah mentjari tempat berlindoeng. Dibawah serambi seboewah roemah ija doedoek bersandar ke dinding ; kedoewa belah tangannja disemboenjikannja dibawah ketijaknja, soepaja djari tangannja jang dingin itoe agak panas sedikit. Ija merasa amat lapar dan dahaga, karena semendjak pagi tadi beloem soewatoe apa masoek peroetnja lain daripada air dingin.
„Sijapa engkau ini?” tanja seorang menghampiri dija dengan kasar. „Engkau mengapa disini! Ajo lekas! Pergi! Lekas! Bangsat!”
Dengan menoendoekkan kepala si Djamin berdjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itoe. Ija kotor ; roepanja njata seperti bangsat. Mémang betoel patoet orang berkata begitoe kepadanja. Pakaiannja jang boeroek dan kojak-kojak itoe soedah sebagai dimamah andjing roepanja, sehingga patoet orang tijada soeka melihat dija. Akan tetapi orang jang mentjintaï sesamanja manoesija tentoe akan menaroeh belas kasihan melihatkan si Djamin, boedak pijatoe itoe. Ijapoen tahoe djoega, ija kotor dan mesoem, tetapi apalah akan dajanja. Soedah nasibnja seroepa itoe. Sebab itoe ija tijada mendjawab perkataan orang jang mengoesir dija itoe, melainkan ija pergi sadja mentjari tempat jang lain akan berlindoeng di serambi roemah lain, dibalik-balik tonggak itoe, moedah-moedahan dibijarkan orang.
Si Djaminpoen doedoeklah. Disini tijada seorangpoen melihat dija. Opas poelisi tijada ada jang laloe disitoe. Ija doedoek memboengkoek menoengkat dagoenja diatas loetoetnja, seraja tangannja ditaroehnja diantara paha dan dadanja ; dengan djalan begitoe dapat ija memanaskan dirinja barang sedikit.
Ija menangis dengan tijada bersoewara ; air matanja jang bertjoejoeran sebagai air menitik-nitik dan mengalir diatas pipinja jang koeroes itoe, dihapoesnja sebentar-sebentar dengan loetoetnja. Maka boedak jang miskin itoepoen mengeloehlah:
„Adoeh emak! Mengapa emak tinggalkan kami. Bawalah anak bersama-sama ; tijada tertahan 'azab dan siksa jang tijada berkepoetoesan ini.”
Meminta-minta sedekah kepada orang jang tijada dikenal. Itoe sekali-kali ija tijada soeka. Amat maloe ija mengerdjakan pekerdjaan itoe. Akan tetapi apa boléh boewat! Ija tijada boléh meninggalkan adiknja jang masih ketjil itoe. Boekankah terkadang-kadang ija dapat membagi adiknja nasi akan obat lapar daripada sedekah jang diperoléhnja djoega?
Maka berboenji dalam telinganja perkataan iboe tirinja: „Lima poeloeh sén.” Sekarang baroe ada doewa poeloeh lima sén, karena seketip soedah dibelandjakannja. Lagi doewa poeloeh lima sén! Darimana hendak ditjarinja? Hari soedah malam dan djalan-djalanpoen soedah sepi ; lebih-lebih karena hoedjan jang dingin itoe.
Si Djamin soedah kerap kali poelang ke roemah membawa oewang sedikit sadja, sehingga ija kena marah. Si Inem selaloe menjalahkan dija, dikatakannja koerang pandai dan koerang berani meminta-minta.
Itoepoen mémang betoel. Ija maloe berboewat seperti boedak-boedak peminta sedekah jang lain. Boedak-boedak jang lain itoe meminta oewang dengan beberapa perkataan jang memoedjoek-moedjoek ; kadang-kadang dengan berdoesta. Meréka itoe tijada maoe berhenti meminta dan tijada maloe menoeroet-noeroetkan orang, sampai orang itoe membagi oewang, kadang-kadang karena maloe atau bosan diiringkan anak peminta-minta jang seroepa itoe. Maka orang itoe memberi sedekah, hanjalah soepaja ija terlepas, boekanlah karena belas kasihan. Itoelah jang tijada dapat ditiroe dan diperboewat oléh si Djamin, maka sebab itoe ija kerap kali dimarahi oléh si Inem. Kalau ija meminta sedekah, bijasanja ija hanjalah menadahkan tangannja sadja, sambil melihat kepada orang itoe dengan matanja jang seolah-olah berkata: „Tolong, kasihanilah hamba orang miskin ini.” Akan tetapi sepatah katapoen tijadalah keloewar dari moeloetnja, karena bila ija hendak berkata, léhérnja sebagai terkoentji. Maka kerap kali orang jang laloe-lintas, tempat ija meminta itoe, berdjalan teroes sadja dengan tijada mengindahkan dija. Barangkali orang tijada kasihan ataupoen tijada mengerti akan maksoed si Djamin, anak jang kotor jang menadahkan tangannja itoe. Oentoenglah terkadang-kadang ada djoega orang jang mendjatoehkan oewang kedalam tangannja itoe. Kebijasaannja orang itoe koeli atau perempoewan kebanjakan, jang tijada berada. Meréka itoe lebih mengerti dan lebih mengenal anak peminta-minta daripada orang kaja, jang tijada berapa mengetahoei dan mengindahkan nasib orang papa dan miskin. Itoelah sebabnja, ija tijada berapa mendapat, dan kadang-kadang sampai djaoeh malam ija meminta-minta hanjalah mendapat doewa-tiga ketip.
Pada waktoe inalam itoe oewang jang setali lagi itoe roepanja tidak akan dapat dítjarinja lagi.
Sedjoeroes pandjang lamanja si Djamin doedoek di serambi roemah itoe. Sebentar-sebentar didengarkannja betoel-betoel, apakahhoedjan telah berhenti. lja mendengar soewara tongtong roemah djaga berboenji 10 kali, tanda hari poekoel 10; akan tetapi hoedjan masih djoega djatoeh.dengan tijada berhenti-henti. Maka tijadalah ija tahoe, apa jang hendak diperboewatnja pada ketika itoe.
„Baik saja pergi ke Pasar Baroe", pikirnja, „barangkali disana saja beroentoeng." Laloe ijapoen berdiri. Ija telah tahoe dimana bijasanja ija mendapat oewang. Mangga Besar, Pasar Baroe dan Pasar Seněn disitoelah kerap kali ija berdjoempa dengan orang pen rah. Di Mangga Besar sekali ini tijadalah ija mendapat soewatoe apa, tetapi sijapa tahoe, barangkali di Pasar Baroe ija akan beroléh wang jang doewa poeloeh lima sén lagi itoe. Maka boléhlah ija poelang ke roemah. Boekannja ija amat ingin mengantarkan oewang jang setengah roepijah itoe kepada si inem pemadat itoe, akan tetapi ija amat rindoe akan si Djohan, adik kesajangannja itoe.
Sesoedah sampai ija di Pasar Baroe, berdirilah ija didepan roemah gambar hidoep Globe" menanti-nantikan orang keloewar dari roemah-makan „restaurant*), jang disebelah roemah gambar-hidoep itoe.
—————— Dalam rèstaurant itoe banjak sekali orang berkoempoel-koempoel. Separoeh orang itoe bertjakap-tjakap dikeliling seboewah médja jang diatasnja terletak gelas minoeman dan piring tempat koewé-koewe jang sedap-sedap. Ada poela orang jang bermain bola, dan ada poela jang membatja soerat-kabar atau melibat-lihati gambar jang bagoes-bagoes dan indah-indah. Sekalijan orang itoe semoewa doedoek disana merijangkan hatinja. Seorang memaloe piano, melagoekan lagoe, jang boekan alang-kepalang merdoenja, lebih-lebih kalau ditingkahnja dengan soewaranja. Maka apabila ija berhenti, ramailah tepoek tangan orang, sebab rijang meréka itoe mendengarkan lagoe, jang soedah habis dimainkan itoe. Ada poela orang jang membawa gelas berisi minoeman kepada toekang main piano itoe sambil berkata: „ni obat haoes; Minoemlah."
Jang poenja rèstaurant itoepoen soekalah melihat djoewalannja lakoe, dan memoedji-moedji toekang piano jang bermain itoe. Penghabisan kali orang banjak itoe meminta lagoe „kerontjong," jang soedah masjhoer kesoekaan orang, lebih-lebih di Betawi, negeri pertjampoeran segala bangsa itoe.
Si Djamin berdiri di tepi djalan dimoeka réstaurant itoe. Tijada berhenti ija melihat kedalam roemah itoe. Wah, alangkah senangoja didalam roemah itoe, tijada terasa hoedjan dan angin. Berapa poela sedapnja makanan dan minoeman itoe. Berapa kali ija menelan air lijoernja melibat djongos-djongos mengangkat tjangkir jang berisi tjokelat-soesoe, dan melihat orang makan roti dan biskoewit. Maka termenoenglah ija sehingga tijadalah diketahoeinja orang soedah moelai meninggalkan restaurant itoe, dan loepa ija akan maksoednja datang kesitoe, ja'itoe akan meminta sedekah, karena kenang-kenangannja berkisar-kisar didalam hatinja.
Sedang ja berdiri dengan hal jang demikijan itoe, datang seorang boedak menghampiri dija dengan tijada diketahoeinja. Boedak itoe toewa sedikit daripadanja; pakaiannja lebih boeroek lagi dipandang mata, lja datang kesitoe akan meminta-minta sedekah djoega.
„Engkau melihat-lihatkan apa disitoe?" tanjanja seraja ija menggaroek-garoek pipinja dengan perlahan-lahan. Si Djamin terkedjoet serta memandang kepada boedak jang bertanja itoe, WAJANGGAMBAR „GLOBE" DAN RÈSTAURANT JANG DISEBELAHNJA.
„Apa engkau téngok-téngok disitoe?" kata boedak itoe sekali lagi, sebab ija tijada mendapat djawab. Laloe ija teroes bertanja lagi ,Soedah berapa engkau dapat? Engkau kan meminta-minta djoega?”
Si Djamin memandang moeka boedak itoe, laloe ija mendjawab dengan tijada berpikir: „Tidak."
„Tidak ?. . . . Boewat apa engkau semboenjikan," sahoet boedak itoe; tapi kalau engkau berdiri sadja, engkau maoe dapat apa? Mengapa engkau bijarkan sadja orang laloe. Téngok, saja soedah mendapat empat pitjis," laloe ija memboekakan tangannja, dan menoendjoekkan empat boewah oewang ketip baroe.
»Saja tidak dijam-dijam matjam engkau. Saja tidak takoet mengikoetkan orang sampai diberi oewang ; saja tidak meléngah-léngah melihat-lihatkan pintoe seperti engkau ini".
Si Djamin melihat oewang jang di tangan boedak itoe, maka hatinja ingin sekali hendak mempoenjai wang jang sebagoes itoe, berkilat-kilat roepanja, kena tjahaja lampoe dari djendéla restaurant itoe, Ija bertanja dengan soewara jang lemah, sebab ija masih kemaloe-maloean: „Berapa engkau mesti bawa poelang?" Si Djamin telah dapat melawan maloe hatinja itoe, laloe ija teroes berkata: „Ah, saja. . . . . kalau beloem dapat setengah roepijah, tidak boléh poelang. Sekarang baroe dapat doewa poeloeh lima sén." Berat lidahnja menjeboetkan perkataan itoe; dahinja berkeroet serta ija memandang ke tanah. Poetoes asanja memikirkan bagaimana ija akan memperoléh oewang jang doewa poeloeh lima sén lagi itoe.
„Setali sadja, engkau soedah bingoeng," kata boedak itoe. „Téngok! Saja baroe keloewar soedah dapat empat pitjis. Nanti kalau penonton koemidi gambar itoe keloewar, tentoe saja dapat lebih banjak. Meminta-minta mesti pandai, bijar orang kasihan. Saja katakan orang-toewa saja soedah mati, atau sakit pajah. Apa salahnja bohong asal dapat doewit."
Pada ketika itoe seorang toewan keloewar dari rèstaurant itoe menoedjoe djalan ke Sawah Besar. Sekedjap itoe djoega boedak itoe mengedjar toewan itoe. Dengan soewara jang lemboet sekali, sehingga orang itoe mesti kasihan mendengarnja, boedak itoe berkata: „Minta toewan ; sedikit oewang pembeli nasi; emak saja sakit keras, bapak saja soedah mati. Tolong toewan! Mati kami tijada makan".
Sekira-kira lima pintoe djaoehnja ija menoeroetkan toewan itoe. Soedah itoe ja kembali mendapatkan si Djamin, seraja berkata: Terlampau sekali toewan itoe, boekan maín lokéknja ; tjoema lima sén sadja, tjis!"
Héran dan ragoe pikiran si Djamia memikirkan kawannja itoe. Boedak itoe pandai sekali mengarang perkataan: „minta pewang barang sedikit; emak saja sakit; bapak mati !" ja pandai mengarang perkataan, seperti pantoen boenjinja. Lagipoela moekanja tijada beroebah dan soewaranja poen tijada gementar mengatakan perkataan jang bohong itoe. Si Djamin mengerti bahwa ijapoen haroes berboewat seperti perboewatan kawannja itoe; ijapoen haroes berani meminta lagi pandai dan ta' segan membohong djika hendak mendapat doewit. Akan tetapi apa boléh boewat; hatinja tijada hendak mengerdjakan pekerdjaan jang seroepa itoe. Bijar ija, terpaksa tinggal diloewar semalam-malaman sekalipoen, berhoedjan dan berangin sampai kedinginan seteroek-teroeknja dan meskipoen hébat antjaman mak tirinja, anak miskin pijatoe itoe tijadalah maoe meminta sedekah orang dengan djalan jang bohong dan tjoerang.
„Lemah rasa badan saja," kata si Djamín, seraja ija merebahkan dirinja ke roempoet di tepi djalan itoe. Moekanja moeram dan matanja koejoe.
„Sakit engkau ?" tanja kawannja dengan soewara jang menoendjoekkan kasi hannja, karena melihat si Djamin soedah habis kekoewatannja, roepanja sebab kelaparan.
„Engkau lapar barangkali. Tentoe engkau beloem makan dari pagi tadil" berkata boedak itoe, sambil meraba dahi si Djamin.
Maka mendjawablah si Djamin, sesoedah ija ditanjel kedoewa kali. Ija tijada maloe-maloe lagi, karena ija telah mengetahoei kawannja itoe soenggoeh menaroeh kasihan akan dija. Dengan soewara jang poetoes-poetoes ditjeriterakannja, bahwa ija tijada makan soewatoe apapoen sedjak pagi tadi; hanja air dapat diminoemnja akan melepaskan haoesnja.
Boedak itoe meraba-raba kantoengnja, laloe mengeloewarkan seboewah boengkoesan kertas. Maka diboekanjalah pengikat boengkoesan itoe dan isinja diberikannja kepada si Djamin, seraja katanja: „Makanlah semoewanja; saja tijada lapar."
Sedjoeroes lamanja boedak itoe dijam-dijam melihatkan si Djamin memakan roti itoe. Laloe ija bertanja:
„Apa semoewa oewang engkau bawa ke roemah? Kalau engkau bawa semoewanja, betoel engkau bodoh. Boewat seperti saja. Oewang sedekah saja bawa poelang separochnja, jang selebihnja saja belikan nasi atau makan-makanan atau saja simpan sendiri. Betoel engkau bodoh, kalau engkau tidak boewat begitoe!"
„Engkau barangkali tidak kena hentam, kalau engkau sampai di roemah?" berkata si Djamin jang soedah merasa badannja agak segar sedikit, sehingga ija maoe bertjakap tjakap.
„Kalau ketahoean mémang tentoe. Tetapi orang-toewa saja ta' pernah tahoe. Lagipoela kalau saja tidak mace poelang, saja pergi sadja mentjari-tjari tempat tidoer diloewar-loewar sadja.
― „Dimana itoe ?”
― „Tempat tidoer? Wah, boekan main banjak di Betawi ini tempat tidoer jang bagoes-bagoes. Tjari sadja peti-peti besar dibelakang toko-toko Belanda. Saja boekan satoe doewa kali tidoer dalam peti jang seroepa itoe ; boekan main sedapnja, tidak oebahnja sebagai diatas tilam, kalau berdjoempa peti berisi djerami atau roempoet kering. Apa beloem pernah engkau mentjoba ?”
― „Beloem. Dibelakang-belakang toko-toko Belanda, dimana itoe ?"
― „Di Norbèk dibelakang toko Visser,*) Savelkoul**) dan kadang-kadang di Kota."
― „Apa lijada pernah engkau kedapatan oléh orang djaga ?"
― „O, ja! Tentoe mesti hati-hati. Satoe kali saja kedapatan doeloe, kena siram dengan air. Adoeh! boekan main dinginnja waktoe itoe. Saja tidak sempat lari, djadi tertangkap laloe orang djaga itoe serahkan saja kepada poelisi."
― „Soedah itoe?"
― „Tidak apa-apa. Tjoema saja dibawa ke roemah-djaga, disoeroeh tidoer disana semalam-malaman itoe. Bésoknja saja dilepaskan kembali. Seorang opas itoe kenal kepada bapak saja. Ija datang ke roemah bertjakap-tjakap dan memberi nasihat kepada bapak saja, saja disoeroehuja masoekkan sekolah. Oentoeng bapak ta' menoeroet adjarannja itoe. Saja ta' ingin masoek sekolah!"
Si Djamin mendengar perkataan kawannja itoe dengan soenggoeh-soenggoeh. Ija héran mendengar, kawannja itoe ta' maoe beladjar ke sekolah. Sedjoeroes pandjang ija termenoeng berpikir-pikir, laloe ija mengeloeh seraja berkata:
„Alangkah besar hati saja, kalau saja diterima di sekolah."
― „Apa beloem pernah engkau ke sekolah ?"
― „Beloem sekali djoega. Tapi kalau emak saja hidoep, tentoe saja mendapat peladjaran. Waktoe ja beloem mati, saja lagi ketjil, kerap kali ija berkata: „Kalau engkau soedah besar Djamin, engkau haroes masoek sekolah." Tetapi apa boléh boewat! Sekarang. . . . . ."
Si Djamin menoendoekkan moekanja, akan menjemboenjikan air matanja, jang djatoeh berlinang-linang itoe.
Kematian iboenja itoelah jang menjebabkan pertoekaran jang amat tjelaka dalam kehidoepannja doewa beradik. Iboenja, sebagai matahari jang menerangi sijang, soedah terbenam. Maka bertoekarlah terang-tjoewatja itoe dengan gelap-goelita, bertjampoer awan gelap, diarak angin jang sangat dingin. Apa djoega jang dipikir dan diangan-angankan oleh si Djamin akan melepaskan dirinja daripada kesengsaraan jang menimpa atasnja itoe, tijada djoega berhasil. Pertama ija masih kanak-kanak tijada berdaja dan kedoewa boekan dirinja sendiri sadja jang haroes dipeliharakannja. Oléh karena poetoes asanja itoe, kerap kali ija berkata didalam hatinja, meminta njawanja ditjaboet malakoe'Imaoet, soepaja ija boleh bersama-sama dengan iboenja, terlepas daripada siksa doenija, tempat kedoekaan jang tijada berkepoetoesan ini.
Boedak itoe bertanja poela: Kalau begitoe iboemoe soedah meninggal boekan?"
― „Soedah hampir doewa tahoen."
― „Dimana engkau tinggal ?"
― „Di Prinseslaan."
― „Dimana itoe ?"
― „Di Taman Sari."
― „Sijapa tempat engkau menoempang?" ― „Saja tinggal bersama ba.. pak."
― „Apa dija jang menjoeroeh engkau meminta-minta?"
― „Boekan dija tetapi si Inem."
― „Sijapa itoe si Inem?"
― „Mak tiri saja. Ah, terlampau bengis dan djahat sekali perempoewan itoe. Sedikitpoen ija tijada menaroeh kasihan. Tadi pagi-pagi saja dioesirnja, disoeroehnja meminta-minta. Kalau saja tijada mendapat oewang lima pitjis, saja tijada boléh poelang ke roemah, katanja."
― „Sekarang engkau beloem dapat jang lima pitjis itoe?"
„Beloem tjoekoep. Saja tijada berani dan saja maloe berboewat seperti engkau. Ah, saja ingin betoel hendak pandai."
„Boekan engkau ta' pandai, tapi engkau takoet,” djawab boedak itoe, seraja ija berdiri, sebab ija melihat orang keloewar dari koemidi gambar itoe. „Kasihan toewan anak pijatoe ini; sesèn sadja pembeli makan. Tolong toewan! Bapak saja soedah meninggal; emak saja sakit pajah............"
Si Djamin mendengar soewara boedak jang seperti orang menangis itoe, mengeloewarkan perkataan itoe dengan lantjar sebagai soedah apal. Soenggoeh ija tijada dapat melakoekan perboewatan sematjam itoe, sekalipoen terpaksa ija akan tinggal diloewar semalam-malaman itoe, tidoer diatas tanah beratapkan langit.
Sesoedah ditinggalkan kawannja itoe, si Djamin berdjalanlah ke Pasar Senèn. Ija berpikir, barangkali disana ija beroentoeng. Sebab itoe ija berdjalan melaloei lorong-lorong jang berloempoer itoe. Adoeh! Boekan main dinginnja! Angin berdengoeng dari belakang dan hoedjanpoen toeroen poela sebagai ditjoerahkan. Akan tetapi si Djamin berdjalan teroes djoega, keloewar djalan jang satoe masoek ke lorong jang lain, seolah-olah tijada merasai angin jang dingin, jang mengganggoe dija itoe. Setelah sampai di Pasar Senèn, berdebarlah hatinja, karena didapatinja djalan soedah sepi dan orangpoen hampir tijada ada lagi. Poetoeslah harapannja akau beroléh oewang, karena hari soedah djaoeh malam, dan langit berpaloet dengan awan jang gelap, 'alamat hoedjan lebat itoe tijada akan lekas berhenti. Ija berdjalan itoe tijada berketentoean lagi toedjoeannja; hatinja tisau, ta' tahoe apa jang akan diperboewatnja. Sebentar-sebentar ija mendengar soewara boedak tadi, mengatakan ija penakoet. Ija berdjalan itoe makin lama makin lambat; kepalanja berat rasanja dan peroetnja lapar djoega, tijadalah dapat ditahan lagi.
„Adoeh! Matí saja sekali ini," katanja dengan soewara jang amat sedih, seraja menghempaskan dirinja dimoeka pintoe seboewah roemah ditepi djalan itoe. Ijapoen menangislah tersedoe-sedoe dan air matanja mengalir dari pipinja jang poetjat dan dingin itoe, laksana titisan air, jang djatoeh dari tjoetjoeran atap dengan tijada berkepoetoesan.
Hatta maka teringatlah ija kepada adiknja Djohan, jang t'doer di roemah dengan sendirinja. Sijapa tahoe entah ija disiksa poela oléh si Inem, hantoe tjelaka itoe. Akan tetapi apa boléh boewat! Hendak poelang ke roemah, tijada ija koewat lagi. Kakinja soedah kakoe dan tijada bergaja; toelang-senditnja lemah dan letih. Ija merasa kepalanja berat dan poesing, pemandangannja beroebah-oebah. . . . . . . Dan pada ketika itoe si Djamin, boedak pijatoe jang malang itoepoen pingsanlah tijada chabarkan dirinja.
Hai, pembatja, djanganlah toewan toetoepkan boekoe ini, sambil berkata: „Tjeritera ini lijada sedap dibatja, lijada soewatoe apa didalamnja, jang menghiboerkan hati". Měmang sebetoelnjalah perkataan toewan itoe. Hikajat jang saja karang ini tijadalah menghiboerkan atau merijangkan hati. Pada permoelaannjapoen soedah tertoelis, bahwa jang saja tjeriferakan ijalah nasib doewa orang bersaudara jang malang. Oléh sebab itoe silakanlah toewan teroeskan membatja bagian jang keempat, karena tjeritera bal jang sedih-sedih itoepoen baik djoega dibatja adanja.
——————