Si Djamin dan Si Djohan/Bagian 4

BAGIAN KE IV.

LAKI-ISTERI JANG PENGIBA.

Kota Betawi masih sepi. Lentéra-lentéra gas jang di tepi djalan-djalan besar lagi menjala, sekadar menggantikan sinar matahari, jang beloem bangoen dari peradoeannja. Kebanjakan orang beloem meninggalkan tempat-tidoernja, dan kelamboe didalam bilik orang kaja dan miskin masih tertoefoep; sekalijan orang tidoer dengan njenjaknja. Langit, jang malam itoe ditoetoepi awan jang kaboes, soedah biroe dan djernih, sebagal menoendjoekkan kegirangannja. Bintang-bintang gemerlapan tjahajanja. Disebelah timoer tampak sinar mérali-koening, tanda malam telah laloe, dan hari soedah hendak sijang.

Arkijan maka sinar jang mérah padam di langit disebelah timoer itoe makin lama makin terang dan tjahaja bintang timoer serta kawan-kawannja jang lainpoen hilanglah, sebagai njala pelita jang dipadamkan moelaf dari timoer bertoeroet-toeroet sampai ke barat. Boeroeng moerai dan oenggas- oenggas jang lainpoen berkitjau dan berboenjilah dengan pelbagai soewaranja, bersahoet-sahoetan dari poentjak-poentjak kajoe kenari jang melindoengi djalan-djalan besar itoe. Orangpoen moelailah bangoen disana-sini, dan keréta keréta séwa soedah moelai berdjalan.

Pada sisi djalan trèm di Pasar Senén ada berdiri seboewah roemah, didepannja tergantoeng sebilah papan jang bertoelisan perkataan

„ROEMAH OBAT."

Hatta maka mataharipoen terbitlah dan memantjarkan tjahajanja jang permai itoe menerangi boemi, jang telah bertjintakan dija. Dari djendéla katja roemah-obat itoe masoeklah tjahaja jang terang menoedjoe kamar depan. Di dinding kamar itoe terdiri lemari kajoe jang berpétak-pétak, tempat botol-botol besar dan ketjil. Didepan lemari-lemari itoe ada seboewah médja pandjang tempat menjedijakan dan menimbang ramoe ramoean obat dan dibawah médja itoe ada poela latji jang besar. Melihat bekas-bekas pemegangan tangan tahoelah kita, bahwa latji itoe soedah bertahoen tahoen 'oemoernja. Kong Soei, itoelah nama orang jang poenja pendjoewalan itoe, soedah doewa poeloeh tahoen lebih melakoekan pekerdjaan mendjoewal obat itoe.

Tikoes-tikoes, jang mentjari makanan pada malam itoe didalam kamar depan itoe, soedah pergi mentjari loebang-loebang tempat bersemboenji, karena binatang itoe amat takoet melihat tjahaja matahari.

„Roepanja saja soedah kesijangan," kata Kong Soei sesoedah ija mandi, sambil berdjalan ke kamar depan itoe, akan memboeka pintoe dan djendéla- djendéla pendjoewalan itoe. Setelah selesai ja mengatoerkan barang-barang jang bergoena dalam pendjoewalan itoe, pergilah ija keloewar membawa seboewah kerosi. Maksoednja hendak doedoek didepan pintoe roemahnja sedjoeroes, akan mengambil hawa pagi hari jang sedjoek dan segar itoe. Apalagi pada waktoe itoe hari amat bagoes. Malamnja hoedjan toeroen dengan lebat; hawa jang panas sijang hari semalam, jang melemahkan oerat dan toelang, soedah berloekar dengan hawa jang njaman dan segar ; oedara, jang kotor dan berijampoer dengan aboe serta matjam-matjam zat jang boesoek-boesoek, telah bersih ditjoetji air hoedjan jang lebat itoe; pohon-pohon dan kajoe-kajoean jang semalam menoendoekkan kepalanja, oléh sebab ditémbak sjamsoe jang panas, berijang hati roepanja mengangkatkan daoen dan ranting-rantingnja jang telah hidjau dan segar kembali, dan boenga jang sedang koentoem terboekalah, seolah-olah memboekakan moeloetnja akan mengenjam poela oedara jang sedap itoe. Péndéknja boemi segenapnja pada masa itoe seolah-olah bergirang hati roepanja.

Kong Soei boléh dikatakan toewa. Itoepoen gerak badannja dan langkahnja masih ringan dan tjepat. Akan tetapi bila dilihat moeka dan ramboetnja, tahoelah kita, bahwa soedah lama ija melampaui djendjang jang kedoewa dalam kehidoepan manoesija. Kong Soei telah berdiri di tangga jang ketiga dan kerap kali ija berkata:

„Dalam 'oemoer saja sekarang matahari soedah miring kesebelah barat."

Meskipoen ja soedah toewa itoe, akan tetapi pekerdjaannja itoe diteroeskannja djoega; boekan karena nafsoe hendak kaja, sekali-kali tidak. Harta-benda jang ditaroehnja soedah lebih dari tjoekoep oentoek dija dengan isterinja sampai kepada hari maiinja kelak dan anak tijada ada kepadanja. Apakah sebab ija fijada menoetoep pendjoewalannja itoe akan hidoep bersenangkan diri, karena kekajaan soedah tjoekoep? Pertanjaan ini telah kerap kali ditanjakan oléh kaoem dan sahabat Kong Soei kepadanja. Tetapi selamanja didjawabnja dengan péndék, kalau ija tijada bekerdja lagi, tentoe hatinja akan mendjadi soesah dan tidak bertambah senang, sebab pekerdjaan jang halal itoe boekan sadja menghasilkan nafkah, akan tetapi menerbitkan senang hati dan menetapkan pikiran. Orang jang tidak berkerdja itoe tentoe merasa dirinja malang dan mendapat beberapa godaan, jang membawa dija kepada lembah ketjelakaan. Lagipoela dengan pekerdjaannja jang sekarang ini Kong Soel dapat menolong sesamanja manoesija, bijarpoen bangsa apa. Ija mendjoewal obat itoe boekanlah teroetama karena mentjari oentoeng. Orang jang miskin kerap kali diberinja obat dengan pertjoema sadja dan lagi ija mendjoewal obat djaoeh lebih moerah dari toekang-toekang obat jang lain. Jang harga seringgit di tempat lain, didjoewalnja doewa roepijah," kata orang-orang jang berlangganan dengan dija. Sebagai lagi ija soedah lama melakoekan pekerdjaan itoe, ija soedah kenal betoel-betoel roepa-roepa penjakit jang bijasa dan tahoe akan obat jang moedjarab.

„Kalau anakmoe sakit begini, lekas mintak obat kepada Kong Soei," kata seorang perempoewan, waktoe ija poelang membeli obat kepada seorang perempoewan sekampoengnja. „Baroe seminggoe anak saja memakai obat ini, ja soedah hampir semboeh. Adoeh, tadinja soedah hampir poetoes harapan saja, karena soedah matjam-matjam obat saja tjobakan, tijada koerang penjakit anak saja itoe, malahan bertambah keras djoega."

Demikijanlah halnja maka Kong Soei mendjadi kenamaan, lebih-lebih diantara orang-orang kampoeng jang tijada mampoe berobat kepada dokter Belanda. Lagipoela tabi'atnja disoekai orang, karena ija pengiba dan sabar; lagi banjak orang jang beroetang boedi kepadanja.

Sedang Kong Soei doedoek mengisap rokoknja serta melihat orang jang laloe-lintas di djalan besar, terpandang oléhnja dibawah bangkoe didekatnja itoe seorang boedak tidoer, berpakaian kotor dan basah.

„Boedak apa ini?' berkata ija dengan héran. Laloe dihampirinja boedak jang bermoeka poetjat, jang pingsan itoe. Matahari jang memantjarkan sinarnja, boemi jang rijang roepanja, boeroeng-boeroeng jang berboenji dengan pelbagai ragam dan lagoe memoedji Toehan, hawa jang menjegarkan badan, semoewa itoe tijadalah dilihatnja atau didengarnja. . . . . . . ja, barangkali tijada akan bergoena lagi kepada boedak, jang terletak dengan tijada bergerak-gerak itoe, — si Djamin jang malang.

„Astaga!" kata Kong Soei, sambil meraba boedak jang terbaring itoe. Soekoer! ja masih hidoep; napasnja masih ada !" Maka ijapoen menggoentjang tangan boedak ito dengan perlahan-lahan akan membangoenkan dija. Si Djamin menggerakkan badannja, akan tetapi ija beloem sadar dari tidoernja.

Lagi sekali Kong Soei menggoentjangkan badan boedak itoe, sambil berkata: „Hé, mengapa engkau tidoer disini! Ajo bangoen!"

Boedak itoe djaga dengan terkedjoet. Ija menjangka ija di roemah emak tirinja jang bengis itoe. Dengan soewara jang poetoes-poetoes hampir tijada kedengaran, ija berkata: „Djangan dipoekoel! Saja tijada mendapat oewang jang lima poeloeh sén itoe; betoel tijada, meskipoen. . . . . . . ." Dengan sekonjong-konjong ija berhenti. Matanja jang baroe setengah terboeka karena kelopaknja berat, melihat moeka Kong Soei jang toewa itoe, jang mengawaskan dija dengan hérannja.

„Apa jang tidak dapat itoe ?"

„Setengah roepijah, jang saja mesti bawa poelang ke roemah." djawab si Djamin; laloe ija menjamboeng katanja itoe bertanja: „Tapi saja ini dimana ?"

Sekarang ija soedah djaga betoel-betoel dari tidoernja dan telah tahoe, ija tidak di roemah di Taman Sari. Badannja gementar kedinginan. Ija bangoen hendak berdiri, akan tetapi kakinja tijada bergaja lagi, oleh sebab kedoewa belahnja berat dan kakoe.

Tijada héran! Semalam-malamnja ija tidoer diloewar, dalam hoedjan jang lebat dan angin jang koewat serta dingin itoe. Sekali lagi ija mengoempoelkan kekoewatannja hendak mendjedjakkan kakinja jang sedjoek itoe, soepaja dapat ija berdiri.

Dengan mengeloeh „adoeh !" sebab kesakitan dapat djoega ija tegak dan matanja jang koejoe dan tjekoeng itoe memandang Kong Soei jang berdiri didepannja itoe.

Air moeka Kong Soei jang héran itoe telah beroebah; moekanja berkeroet sebab hatinja menaroeh belas dan kasihan melihat keadaan si Djamin jang malang itoe.

„Dari mana engkau datang ?" tanjanja dengan soewara lemah-lemboet dan moeka jang djernih, soepaja hati si Djamin djangan segan atau takoet. Mendengar soewara jang lemboet dan melihat moeka jang menoendjoekkan hati kasihan itoe, hilanglah takoet dan maloe si Djamin.

„Semalam-malam ini engkau tidoer di tempat jang basah ini ? Kasihan!" kata Kong Soei lagi, laloe ija menjapoe moeka dan kepala si Djamin jang basah itoe seraja berkata: „Marilah kita kedalam !"

Dengan tijada berpikir pandjang si Djamin menoeroet Kong Soei kedalam roemah itoe.

Sesampai didalam kamar-obat itoe moeka si Djamin jang poetjat itoe mérahlah sedikit, karena darahnja moelat berdjalan dengan sepatoetnja.

„Sijapa engkau ini, sijapa namamoe, bagaimana engkau sampai kemari?" tanja Kong Soei dengan moeka jang manis.

Djamin mentjeriterakan halnja dengan ringkas. Segala penanggoengannja doewa beradik oléh penjiksaan si Inem, mak tirinja, dikatakannja semoewanja. Ija bertjeritera dengan soewara poetoes poetoes, seolah-olah lidah dan bibirnja tijada bergaja, entah disebabkan kedinginan, entah karena kelaparan.

Mata Kong Soei tijada lepas memandang moeka boedak jang poetjat dan koeroes itoe. Melihat air mata si Djamin jang berlinang-linang dan mendengar soewaranja jang poetoes-poetoes, Kong Soeipoen menoendoekkan moekanja. Segala perkataan boedak itoe sebagai batoe jang berat menimpa dada dan menjesakkan djantoeng limpanja. Akan tetapi air matanja jang moelat terbit disapoenja dengan lekas, soepaja djangan tampak oléh si Djamin. Dalam pada itoe, meskipoen amat piloe rasa hatinja, kadang-kadang bertoekar djoega seri moekanja mendjadi merah padam, apabila ija mendengar perboewatan si Inem kepada anak tirinja Djamin dan Djohan itoe.

Kong Soei pertjaja betoel akan segala jang ditjeriterakan si Djamin itoe, meskipoen ija soedah kerap kali dibohongi boedak-boedak peminta-minta.

Pada penghabisan riwajatnja si Djamin mentjeriterakan hal oewang lima poeloeh sén, jang mesti dibawanja poelang itoe. Maka setelah habis ija bertjeritera itoe, menangislah ija tersedoe-sedoe.

„Djangan soesah, djangan menangis," kata Kong Soei seraja ija meraba kantoengnja hendak mengambil oewang; tetapi dompétnja tinggal di kamar-tidoer. Dengan segera ija pergi memboeka latji akan mengambil oewang dari sitoe. Baharoe sadja latji terboeka, ijapoen melompat kembali mendapatkan si Djamin, karena boedak itoe tiba-tiba rebah ke tanah. Ija mentjoba menangkap médja jang berdiri didepannja, akan tetapi tijada dapat, maka djatoehlah ija telentang diatas lantai lijada ingatkan dirinja.

Si Djamin telah djatoeh pingsan. Itoe tijadalah héran! Sehari semalam lebih ija tijada merasai soewatoe apa, lain daripada sepotong ketjil roti dan air dingin; tambahan poela ija tidoer berhoedjan dan berangin, sedang peroetnja kosong itoe.

Kong Soei, orang jang pengiba dan baik hati itoe, tidak memandang pakaian si Djamin jang boeroek dan mesoem itoe, melainkan teroes ija melompat mendakap boedak itoe, seraja ija berseroe-seroe: ,,Fi, Fi Mari sini! Lekas-lekas!" Bininja, jang soedah bangoen dan mandi, datang berlari-lari kemoeka, karena ija terkedjoet mendengar soewara lakinja memanggil itoe.

„Fi, lekas sini!" kata Kong Soei sekali lagi dengan soewara terkedjoet.

„Ada apa ?" kata isterinja, serta ija masoek kamar pendjoewalan obat itoe. Astaga! Kenapa boedak itoe ?" katanja setelah ija tiba dan melihat Kong Soei mendakap si Djamin.

Boedak ini djatoeh pingsan; ambil doeloe botol itoe, diatas papan jang kedoewa dari bawah; sebelah kanan. Itoe dija!"

Fi membawa botol itoe laloe dibasahinja sapoe-tangannja dengan spiritoes. Soedah itoe diletakkannja sapoe-tangan jang basah itoe dekat pelipis boedak jang tidak sadarkan dirinja itoe. Kong Soei mentjijoemkan botol jang terboeka itoe pada hidoeng si Djamin, soepaja baoe obat jang tadjam itoe menjadarkan dija.

„Bagaimana boedak ini datang kemari ?" tanja Fi, sambil mengawaskan boedak jang tijada bergerak itoe: Allah kasihan! Moekanja poetjat sekali, pakaiannja kotor dan basah koejoep. Bawalah dija ke dapoer; ija pingsan kedinginan dan kelaparan."

Melihatkan roepa si Djamin jang menjedihkan itoe, Fipoen amatlah menaroeh kasihan.

Ketika Kong Soei melihat, si Djamin tidak djoega ingaikan dirinja, diletakkannja botol itoe, laloe diangkatnja boedak itoe dibawanja ke dapoer. Fi mengikoet dari belakang sambil bertanja sepandjang djalan: „Dimana engkau dapati dija? Dari mana dija ?" Akan tetapi pertanjaan jang beroelang-oelang itoe, hanjalah didjawab lakinja dengan kata: „Toenggoe doeloe, nanti saja tjeriterakan............. Disini tempat bagoes!" laloe diletakkannja si Djamin diatas lantai dengan perlahan-lahan. Orang doewa laki-bini itoe tijada ajal lagi memberi pertolongan dengan spíritoes dan tjoeka. Baboe, jang kebetoelan datang pada waktoe itoe, disoeroehnja menghidoepkan api. Maka Djaminpoen memboekakan matanja serta melihat orang-orang, jang menolong dija itoe, seolah-olah mengoetjapkan terima kasih dengan matanja.

„Tjoba pergi beli air panas," kata Fi kepada baboe. Dengan segera baboe itoe berlari keloewar membawa oewang pembell air panas itoe.

Moeka jang moeram, mata jang redoep dan pemandangan jang lemas, jang tampak pada si Djamin itoe, menerbitkan piloe hati pada njonja Fi. Ija teringat kepada anaknja, jang soedah meninggal dalam tahoen jang laloe. Besar dan paras anak itoe, adalah seakan-akan roepa s! Djamin itoe.

„Boedak ini hampir seroepa anak kita jang soedah berpoelang. Lihatlah mata dan moekanja," kata si emak kepada si bapak, jang lagi berdiri termenoeng. Roepanja ijapoen teringat akan anaknja, bidji matanja jang tjoema seorang sadja. Akan tetapi apa boléh boewat, soedah takdir Allah mentjeraikan dija daripada anak kesajangannja itoe, jang lebih dihargaïnja daripada segala kekajaannja dan hartanja, béhkan lebih daripada badan dan njawanja sendiri. Tetapi itoe semoewa tijada dapat menolak oentoeng jang malang, sebagai boenji pepatah : Malang lijada dapat ditolak moedjoer tijada dapat diraih.

Sedjoeroes pandjang lamanja tijadalah kedengaran soewatoe apa didalam roemah itoe. Kong Soei dan Fi dijam djoega terkenang kepada hal-hal dalam tahoen jang soedah-soedah. Hanjalah djam dapoer kedengaran selatoe tijada beroebah-oebah boenjinja: tik-tèk-tik-tèk. . . . . . . . . .

Setelah sedjoeroes lamanja berboenjilah njonja Fi berkata: „Tanggalilah pakaiannja jang basah itoe. Saja pergi mengambil pakaian anak kita, jang masih ada saja simpan diatas, oentoek pengganti kain-badjoe boedak ini jang soedah jompang-tjamping itoe."

Sampai ditangga naik ke loténg tijadalah dapat lagi si iboe jang penjajang itoe menahan air matanja, karena hatinja amat sedih dan piloe; piloe melihat si Djamin jang malang dan sengsara iloe, sedih mengenangkan kehilangan anaknja dengan tijada disangka-sangka itoe. Hatta maka dengan berkat pertolongan kedoewa laki-bini dengan bersoenggoeh-soenggoeh hati itoe si Djamin poen sadarlah dengan sempoerna. Sesoedah ija dimandikan dengan air panas, dipakainjalah badjoe dan tjelana jang diberikan oléh njonja Fi itoe. Wah, boekan main djaoeh perbédaannja kalau dibandingkan dengan tadi pagi. Malanja jang tadi malap, sekarang bertjahaja, sebab perasaan badan dan hatinja senang; sekali-kali lijada ija segan dan maloe melihat moeka toewan roemah jang tertawa-tawa dengan ramah-tamahnja. Dengan kesedap-sedapan ija memakan roti-mentéga, jang diberikan si iboe itoe. Sementara itoe si iboe doedoek didekatnja diatas seboewah bangkoe. Dengan soeka dan senang hati ija melihatkan si Djamin jang kelaparan itoe, makan dengan amat gemarnja, sedang moekanja berseri-serimenoendjoekkan terima kasihnja jang tijada dapat dikatakannja.

„Sedap Djamin ?” tanja si iboe itoe dengan moeka manis. sedang baboe menoewangkan air kopi oentoek boedak itoe.

„Ja njonja! énak sekali,” djawab si Djamin, sambil menjapoe bibirnja dan menghabiskan rémah-remah jang ketinggalan di piring itoe. Mendijang emaknja selaloe mengadjari dija, bahwa makanan tijada boléh ditinggalkan terboewang-boewang.

Njonja itoe menjangka, si Djamin beloem kenjang lagi, laloe ija berkata: „Ambillah sepotong lagi, kalau engkau masih soeka,” seraja ija menoendjoekkan roti jang soedah dipotong-potong terletak bersoesoen didalam piring lain.

—„Terima kasih njonja, saja soedah kenjang.”

—„Barangkali engkau hendak membawa poelang barang doewa tiga potong”.

Djamin hendak berkata, tetapi lijada djadi, sebab ija segan dan maloe; ija soedah kenjang sekali, akan tetapi adiknja Djohan barangkali beloem makan soewatoe apa. Dengan kepingin ija memandang kepada roti itoe.

—„Ambil sadja kalau masih soeka, djangan maloe-maloe.”

—„Oentoek saja soedah sampai, saja soedah kenjang njonja. Tetapi kalau boléh saja hendak mengambil barang sepotong oentoek si Djohan”.

—„Djohan? Sijapa itoe ?"

—„Adik saja, njonja. Kami tjoema berdoewa bersaudara.” Njonja itoe tijada mendengar si Djamin mentjeriterakan kehidoepannja kepada Kong Soei tadi pagi di kamar pendjoewalan obat; sebab itoe ija berlanja lagi, karena ija hendak mengetahoei. Maka si Djaminpoen mentjeriterakanlah halnja sekali lagi. Selama ija berkata-kata itoe, beroebah-oebahlah moeka njonja itoe : sebentar rijang, sebentar mérah padam, kadang-kadang terserjoem dan kadang-kadang ija mengoetjap: Adoeh! Boekan main!" Terlampau!" Kong Soei pada waktoe itoe soedah pergi ke kamar depan menjedijakan dan mengatoerkan pekerdjaannja setijap hari. Selama ija mengatoer dan membagi-bagi obat dari botol besar kebotol ketjil-ketjil, tijadalah ija berhenti memikir-mikirkan hal jang terdjadi tadi pagi itoe. Sekalijan-jang ditjeriterakan si Djamin itoe mendatangkan pikiran bermatjam-maljam didalam hatinja. Sebentar-sebentar ija menggéléng-géléngkan kepalanja, seraja berkata: ,,Terlaloe, terlaloe !" atau ,,Kasihan! Kasihan sekali !."

Selamat pagi, toewan!" kata seorang jang masoek kamar pendjoewalan itoe, sambil ija meletakkan botol kosong diatas médja itoe.

Selamat pagi! Ada apa ?" tanja Kong Soei.

„Ach, anak saja jang lima tahoen selaloe batoek-batoek sadja, boekan kepalang kerasnja, sampai hilang soewaranja. Kasihan melihatnja; kalau ija soedah berhenti batoek-batoek, ija merasa letih dan lesoe. Soedah lama saja bagi bermatjam-matjam obat jang diadjarkan orang, akan tetapi tijada berapa tolongannja; boleh dikatakan tijada bergoena sama sekali. Kalau ada obat jang moedjarab, jang toewan kenal, tolonglah beri. Saja pikir tentoe ada pada toewan. Nama toewan soedah termasjhoer; tentang harganja djangan toewan koewatir !"

Kong Soei tersenjoem mendengar poedjian orang itoe. Hatinja sedikit besar, sebab orang menghargai kepandaiannja Dikeroetkannja keningnja, sebagai orang jang berpikir soenggoeh-soenggoeh, Ialoe ija berkata: „Ja obatnja ada! Tetapi kenapa tijada lekas engkau datang kemari? Begitoelah kebijasaan orang; apabila penjakit soedah keras dan 'akalnja habis, baharoe ija datang meminta pertolongan orang jang tahoe."

Orang itoe tijada mendjawab, hanjalah menganggoek-anggoekkan kepalanja. Botol jang dibawanja itoe diberikannja kepada Kong Soei, jang hendak menjedijakan obat oentoek anaknja itoe. Sedang Kong Soei asik mentjampoer dan menimbang obat itoe, ditjeriterakamnja hal si Djamin kepada orang itoe. Orang itoe mendengar dengan tersenjnem-senjoem. Kong Soei menjoedahi kissahnja dengan parkataan: ,,Ach kasihan betoel! Boedak itoe bagoes roepanja, katau dipeliharakan dengan sepatoetnja, Tingkah lakoenjapoen baik, tijada seperti boedak-boedak jang lain, jang bijasa berboewat poera-poera akan menipoe orang.”

,,Djangan teriampau perijaja, toewan”, djawab orang itoe. ,,Boedak peminta-minta boekan alang kepalang pandainja menipoe. Sekali-kaii djanganiah toewan bawa masoek kedalam roemah, karena mentjoeripoen dija maos. Besok-loesa boleh kita lihat, ja berboewat seroepa itoe di tempat lain, akan menipoe orang lain poela, atau akan mengambil barang orang itoe! Saja sendiri soedah pernah kena tipoe. Tahoen jang laloe saja dapati seorang perempoewan terletak didepan roemah saja. Katanja ija soedati lama tijada makan dan ija berboewat-boewat seperti orang sakit keras Sebab kasihan saja bawa dija ke roemah, saja beri makan. Waktoe ija poelang, saja beri poela oewang dan pakaian sedikit, daripada pakaian bini saja sendiri. Betoel boekan pakaian baroe, tetapi masih baik djoega.

Doewa hari dibelakang itoe kedjadian poela jang seroepa itoe di Kramat, waktoe saja laloe disana pada pagi-pagi hari : orangnja perempoewan itoe djoega. Saja datang itoe kebetoelan ketika jang poenja roemah dengan orang lain-lain sedang mengeroemaoeni dija di tempat itos. Saja segera berkata: ,,Hé, hé! Engkau tidoer disini ? Bagoes! Toenggoelah, nanti saja panggil poelisi.” Serta mendengar perkataan saja itoe, perempoewan itoe teroes berdiri, laloe lari seketika itoe djoega.”

Obat soedah sedija. Kong Soei berpikir-pikir. Ija binbang memikirkan tjeritera jang baroe didengarnja itoe, Sekalijan perkataan orang itoe dibenarkannja, akan tetapi tjeritera si Djamin jang tadi pagi mesti betoel djoega, demikiijaniah ija berpikir dalam hatinja.

,,Empat kali minoem sehari: ses€endok makan sekali minoem,” katanja lambat-lambat soepaja orang itoe mengerti dengan senjata-njatanja. Lagi anak itoe djangan dimandikan dalam tiga hari ini. Ini jang diboengkoes oentoek dija djoega," kata Kong Soei poela sambil memberikan tepoeng aspirin,") ,,seboengkoes

.*) Obat pening kepala dan akan menerbitken keringat. sekali makan, doewa kali sehari, sekali pagi dan sekali soré."

,,Berapa ?” tanja orang itoe seraja ija menerima obat itoe.

,,Lima poeloeh tambah doewa poeloeh lima sén, djadi toedjoeh poeloeh lima sén,” djawab Kong Soei.

Orang itoe memberi tabik, sesoedah ija membajar harga obat itoe: laloe ijapoen meninggalkan toko itoe dengan tergopoh-gopoh.

Tijada berapa lama kemoedijan datanglah si Djamin dari belakang diiringkan njonja Fi. Boedak itoe berlainan sekali roepanja dengan boedak jang setengah mati tadi pagi itoe, Pakaian jang dipakainja sekarang itoe sedang betoel. Ija mengepit seboewah boengkoesan, ja'itoe pakaiannja jang toewa, karena nanti bergoena djoega kepadanja. Maka njonja Fi memboeka kantoengnja, laloe memberikan oewang setengah roepijah, seraja berkata: Ini oewang setengah perak, bawalah poelang, soepaja engkau djangan kena poekoel lagi."

,,Banjak terima kasih, njonja, atas kebaikan dan kemoerahan hati njonja,” djawab si Djamin. Soewaranja gementar karena hatinja sangat soeka: dalam itoe bertjampoer djoega dengan kesedihan.

,,Ini oentoek engkau sendiri,” kata Kong Soei poela, seraja ija membagi si Djamin doewit setali. ,,Djangan segan-segan datang kemari, djalan kemari kan engkau soedah tahoe ?” katanja poela dengan soewara lemah-lemboet serta dengan moeka jang djernih.

,,Yaja membilang beriboe kali terima kasih kepada toewan. Semoewa pertolongan dan kebaikan hati toewan tijada dapat saja balas, Allah djoewa jang saja harapkan.”

Sekali lagi si Djamin memberi hormat kepada kedoewa orang laki-isteri jang pemoerah dan pengasihan itoe, laloe ijapoen keloewarlah: berdjalan menoedjoe Taman Sari dengan langkah jang berat dan tijada berketentoean, sebagai kerbau jang diherét ke tempat perbantaian. Taman Sari adalah sebagai naraka kepada si Djamin, tebih daripada perbantaian kepada binatang, jang hendak disembelih.

Iba dan sajang hati njonja Fi, waktoe ija berdiri didepan pintoe roemahnja, melihatkan si Djamin berdjalan pergi itoe — si Djamin, boedak jang malang lagi miskin itoe, jang sedang berdjalan di djalan besar, meninggalkan roemah obat itoe. Disanatah ija pertama kali bergirang hati dan merasa kesenangan, semendjak kematian iboenja. Pertama kali sadja dan penghabisan kalipoen djoega. Betoel si toewan roemah di Pasar Senén itoe akan menerima kedatangannja pada setijap waktoe dengan senang hati, tetapi soenggoehpoen begitoe, sekali inilah si Djamin mengoendjoengi laki-isteri jang baik hati itoe. „Apa sebabnja?” tanja pembatja. Akan djawab pertanjaan itoe silakanlah toewan batja dalam bahagian jang kelima.

——————