Si Djamin dan Si Djohan/Bagian 5
BAGIAN KE V.
KEMBALI KE TAMAN SARI.
Sebermoela kembalilah saja dahoeloe mentjeriterakan apa-apa jang terdjadi pada malam hoedjan itoe, waktoe si Djamin tidoer diloewar, ja'ni di Pasar Senén, seperti jang soedah terseboet di bahagian jang keempat itoe.
Menoeroet kebijasaannja tijadalah berhenti si Inem menjenangkan diri dan memoewaskan nafsoenja mengisap madat atau meminoem sopi, asal sadja ada oewang.
Demikijan djoegalah pada waktoe alam sepeninggal si Djamin itoe, si Inem datang dari bawah dengan moeka jang mérah dan langkah jang tijada tetap. Sebentar-sebentar ija mengoewap, mengeloewarkan baoe sopi, 'alamat ija soedah minoem dengan sepoewas-poewasnja. Setiba di roemah ija laloe meletakkan seboewah barang ketjil jang terboengkoes, jang dikeloewarkannja dari kantoeng koetangnja, ja'itoe madat, radja jang menghoekoem atas diri si Inem sebagai atas boedaknja. Dengan tijada bersalin pakaian lagi ija menghempaskan dirinja di tempat tidoernja, karena ija soedah maboek betoel.
Si Djohan soedah bijasa melihat kelakoean emak tirinja seroepa itoe. Segera ija menjemboenjikan dirinja didalam selimoetnja jang kojak-kojak itoe, oléh sebab amat takoetnja melihat si Inem jang maboek itoe. Boekan satoe-doewa kali sadja ija merasa siksaan emak tirinja, lebih-lebih waktoe maboek, sebab alkohol itoe mengoebah kemanoesijaan si maboek itoe mendjadi djahat, kadang-kadang lebih daripada binatang jang boewas. Si Inem tidoer dengan tijada karoean. Sebentar-sebentar ija membalikkan kepalanja kekanan dan kekiri dengan tijada berketentoean; tangannja dihempas-hempaskannja sekali-sekali. Meskipoen kaki atau tangannja kadang-kadang terantoek di tepi tempat tidoer itoe, ija seolah-olah tijada merasa sakit. Makin gelisah si Inem tidoer, makin takoet si Djohan, sehingga ija memboengkoek dan menjesakkan badannja ke dinding, soepaja ija djaoeh djoega hendaknja dari si inem. Tijada lama setelah ija tertidoer, maka sekonjong-konjong terdjagalah ija, karena kaki si Inem menendang sisi tempat-tidoernja, hampir kena dadanja. Dengan perlahan-lahan si Djohan meninggalkan tempat-tidoernja, laloe pergi tidoer ke soedoet bilik itoe diatas tikar dan kain-kain boeroek, jang terletak disana.
„Djamin! Djamin! marilah kesini," katanja menjeroe abangnja, jang ijada di roemah itoe. Akan tetapi tijada berdjawab seroeannja itoe. Ketika itoe ijapoen teringatlah, bahwa saudaranja tijada di roemah; beloem poelang lagi semendjak dioesir emak tirinja. Si Djohan menangis dengan tersedoe- sedoe tertahan-tahan, soepaja djangan ketahoean oléh si Inem. „Djangan-djangan ija tijada poelang. . . . . . ." kata si Djohan seolah-olah mengerang. Maka air matanja keloewarlah dengan tijada berhenti-henti, sambi ija mengatoer kain-kain boeroek akan ditidoerinja dan mendirikan seboewah karoeng, jang berisi barang-barang, pelindoengi dirinja daripada angin, jang masoek dari djendéla didekat tempat ketidoerannja itoe, karena sebilah papan dalam djendela itoe telah tanggal.
Tiba-tiba terdengarlah oléh boedak itoe soewara langkah orang naik tangga. Sebentar itoe djoega ija berhenti menangis dan memasang telinganja. Si Djaminkah jang datang itoe?
Maka terbajanglah kegirangan*) pada moekanja, karena disangkakannja tijada lain, abangnjalah jang datang itoe. Barangkali abangnja membawakan barang soewatoe apa oentoek dija.
Tetapi sebentar lagi ija terkedjoet poela. Dengan segera ija bersemboenji ke soedoet itoe dengan amat ketakoetannja. Dengan gementar ja mendengar soewara bapanja jang perau berseroe-seroe: „Inem ! boeka pintoe !"
——————
*). Soekatjita. Jang dipanggil tijada bergerak dan si Djohan amat takoet memboekakan pintoe itoe.
„Inem !” boenji soewara dari loewar itoe, lebih keras dari jang tadi, Inem lekas boeka!"
Akan tetapi tijadalah soewatoe apa bergerak di roemah itoe. Oleh karena itoe maka orang jang diloewar itoe berseroe sekali lagi dengan marahnja: Lekas boeka, ajo!"
Si Djohan memberanikan dirinja, laloe ija berdiri memboeka pintoe. Bapaknjapoen masoeklah segera kedalam.
Si Bèrtes datang itoe boekan maboek sebagai kebijasaannja. Air moekanja menoendjoekkan ketakoetan jang amat sangat. Setelah lja mengoentjikan pintoe itoe dengan koewat-koewat, maka ijapoen bertanja kepada anaknja dengan tergopoh-gopoh: „Sijapa jang memboekakan pintoe? Apa engkau. apa orang lain?" Djohan tijada mendjawab. Dengan tertjengang ija melihatkan moeka bapanja; beloem pernah ija menampak bapanja seroepa itoe.
„Dimana emak engkau? Tidoer?" tanja Bèrtes poela, sambil berdjalan menoedjoe tempat tidoer.
„Ajo, bangoen !" katanja dengan bérang-bérang, setelah ija melihat si Inem beloem djoega djaga, meskipoen soedah beberapa kall digoentjang-goentjangkannja tangan perempoewan itoe. Si lnem menggerakkan badannja serta bersoengoet-soengoet. Kemoedijan ijapoen terdjagalah dan memboekakan matanja memandang moeka si Bertes jang ketakoetan itoe.
„Engkau maoe apa?" bertanja ija dengan soewara jang koerang terang, sebab ija masih mengantoek. Dari mana engkau datang ini?"
„Djangan engkau berterijak," kata si Bèrtes dengan tjepat. „Dengar Saja sekarang dikedjar orang; oentoeng saja masih sempat melepaskan diri; tetapi kawan saja, doewa orang serdadoe dari tangsi, soedah tertangkap ― Ajo, lekas toeroen, ajo! Saja hendak berboewat-boewat sakit; engkau doedoeklah mendjaga, seperti menoenggoe orang sakit."
Menoeroet perkataan lakinja itoe si Inempoen toeroenlah dari tempat-tidoer. lja berdjalan tijada dapat mendjedjakkan kakinja dengan tegap. Pikirannja masih ragoe, beloem sampai terang akan memikirkan dan mengetahoei hal-ihwal lakinja itoe.
„Engkau kena apa?" tanjanja sambil menjapoe matanja. Dengan setjepat-tjepatnja si Eertes soedah memboeka segala pakaiannja, ketjoewali anak badjoe dan tjelananja laloe merebajikan dirinja di tempat tidoer itoe. Laloe ija mentjeriterakan halnja dengan berbisik-bisik : Tadi kami ramai-ramai minoem-minoem di Café di Pasar Senén. Tiba-tiba terbit pertengkaran; masing-masing mentjaboet pisaunja dan" - sampai disini badannja gementar, laloe ija soedahkan tjeriteranja dengan perkataan: „Allah jang tahoe, bagaimana kesoedahannja; tetapi saja lihat seorang djatoeh berloemoeran dengan darah, serta. . . . . . .!"
„Sijapa?" tanja Inem dengan terkedjoet.
„Orangnja saja tijada kenal, tetapi darah memantjar-mantjar dari dadanja dan ija berterijak: Tolong! Tolong! Saja kena tikam; saja mati!"
„Apa engkau jang menikam dija?" tanja Inem dengan segera.
„Saja ta' tahoe; barangkali ija, barangkali tidak; pikiran saja tijada terang pada waktoe itoe, karena saja maboek. Kelika saja melihat darah itoe, baharoe saja ingatkan diri seperti bijasa." Maka sambil gementar sebab ketakoetannja, ija berkata poela, menjamboeng tjeriteranja itoe.
„Kalau-kalau. . . . . . . pisau . . . . . sa . . . . ja janga me . . . .ngenal dija."
Ketika itoe pikiran si Bèrtes amat kalang-kaboet. Segala pikiran dan ingatan baik, jang masih ada tersimpan didalam otaknja, berperang dengan sétan, jang memegang dija dengan koekoenja selama ini, meminpin dija kepada djalan jang niembawa kedalam lembah dan djoerang jang berdoeri, kedalam naraka doenija.
Barang ma'loemlah toewan-toewan, tjelaka jang kita tanggoengkan di doenija ini, jang merocsakkan diri kita, beloem seberapa, kalau tjoema badan kita jang mendapat soesah. Akan tetapi betapakah hébatnja, kalau ketjelakaan itoe membinasakan badan dan djiwa? Kebinasaan jang seroepa itoe tijadalah habis di doenija ini sadja, melainkan api, 'azab dan siksa naraka, jang tijada berkepoeloesan sesoedah hari kijamat, itoelah jang lebih ngeri.
Soenggoelpoen demikijan, betoel djoega perkataan: „Tijap-tijap tjelaka itoe ada goenanja."
Allah, Toehan jang esa, jang jinta kepada oemmatnja, menoeroenkan kesoesahan dan ketjelakaan itoe atas hambanja akan memimpin dija kepada djalan jang baik, jang membawa hambanja itoe ke tempat jang élok dan permai, jang telah disedijakannja oentoek hambanja jang beriman, ja'ítoe djannat firdaus, tempat mengeringkan air mata dan mendapat bahagija jang kekal adanja.
Hatta maka perasaan Běrtes pada waktoe itoe soedah lain. Sesal jang amat sangat karena perboewatannja jang selama ini, terbitlah dalam ingatannja. Maka ija bersoempahfah, ija tijada akan mentjoba lagi minoeman tjelaka itoe barang setitikpoen djoewa.
Perkataan si Mina bininja dahoeloe: Bèrtes! Bèrtes! Beloemkah sadar engkau akan kesesatanmoe. Djanganlah engkau foepakan anak jang doewa itoe. Ingatlah! Ketjelakaan jang hébat menantikan dirimoe," beroelang-oelang berboenji didalam hatinja dan sebentar-sebentar ija berpikir: ,Kalau-kalau pisau saja jang mengenai dada orang itoe.....!"
Terijak dan pekik orang jang loeka itoe kedengaran djoega oléhnja berboenji dalam telinganja dan dalam angan-angannja ija melihat pisaunja berloemoeran dengan darah.
Akan tetapi teringat poela oléhnja, bahwa orang jang kena tikam itoe djaoeh dari tempatnja, ketika orang itoe djatoeh. Maka pikirannja mendjadi senang sedikit.
Tijap-tijap. kedengaran gemeresak dimoeka pintoe, atau bergerak barang sesoewatoe apa didalam roemalı itoe, Bèrtes segera memasang telinga betoel- betoel dengan ketakoetan, karena ija berpikir, jang kedengaran itoe soewara poelisi barangkali, jang dalang menangkap dija.
Demikijanlah halnja sampai tjahaja dini-hari masoek kedalam roemah itoe. Maka melihat hari soedah moelaï sijang itoe, agak senanglah hatinja, oléh karena hidoep harapannja, bahwa orang tijada mentjari dija, dan kawan-kawannja roepanja tijada menjeboet namanja: „Tapi kalau meréka itoe menoedoeh alas dirikoe. . . . . amboi! Tentoe saja dibawa menghadap hakim dan barangkali saja kena hoekoeman berat dan. . . . . . . . ."
Ketika itoe teringatlah ija akan anaknja. Orang-orang loewar tentoe nanti memaki-maki anaknja Djohan dan Djamin, dikatakannja : „Anak pemboenoeh orang".
Adoeh Keringat jang dingin keloewar dari seloeroeh badannja dan ijapoen mengeloeh dan menarik napas jang pandjang.
„Dimana Djamin?" tanjanja, karena ija tijada melihat anaknja itoe didalam roemah. Inem doedoek fermangoe-mangoe didepan médja, tijada mendjawab.
„Dimana si Djamin?" tanja si Bèrtes sekali lagi, seraja ija bangoen meninggalkan tempat-tidoer itoe.
„Saja ta' tahoe," djawab si Inem, „kemarin malam ija lari. Mémang soedah anak tjelaka; kerap kali dija begitoe."
„Bohong; si Djamin tidak lari, tapi dija paksa pergi meminta-minta, kata si Djohan dari soedoet bilik itoe, menoendjoek kepada mak tirinja dengan tijada takoet lagi.
„Toetoep moeloet!" kata si Inem sambil menghadapkan moekanja jang bengis kepada si Djohan itoe, laloe ija berkata kepada lakinja: Djangan pertjaja tjakap boedak itoe. Si Djamin mémang kerap kali lari dengan tijada setahoe saja." Akan tetapi dalam berkata -itoe moekanja beroebah, sehingga kentaralah kepada si Bèrtes, bahwa ija berkata bohong.
Maka timboellah perasaan jang sedih dan maloe didalam hatinja. Soedah begitoe djaoeh ija tersesat, sehingga ija lijada melindoengi anaknja jang doewa itoe daripada siksaan si Inem, jang selaloe berboewat sekehendak hatinja atas kedoewa boedak-boedak itoe. Sedjoeroes lamanja ija termenoeng mengingatkan, dimanakah gerangan tinggalnja si Djamin. Maka tiba-tiba terbitlah nafsoe marah dalam dadanja. lja melompat menangkap si Inem dengan tangan kirinja, sambil mengantjam dengan tindjoe kanannja, seraja ija berkata dengan marahnja: „Perempoewan koerang adjar! Apakah jang engkau perboewat dengan anak-anakkoe? Kalau koetoeroet panas hatikoe, aaah. . . . . . . . ."
„Hé, engkau hendak menikam akoe poela sekarang ini ?” kata si Inem. Baik boenoehlah, ta' ada orang jang melarang."
Dengan terkedjoet teringat oléh si Bèrtes perkelahian di Pasar Senén malam itee. Maka lemahlah sekalijan toelang-sendinja, lijada berkekoewatan lagi. Dilepaskannja léhér si Inem, seraja ija merebahkan dirinja ke tempat-tidoer.
Marah, takoet, sesal, sedih dan maloe menjakiti djiwanja, sehingga ija tijada bergaja lagi.
Marah melihat kelakoean bininja, ― takoet memikirkan apa gerangan akibat perkelahian tadi malam itoe, menjesal mengenangkan perboewatannja jang sekijan lama itoe; bini jang doeloe meninggalkan doenija, karena dija djoega; ― sedih hatinja mengenangkan 'azab jang dideritakan anaknja jang berdoewa itoe ― dan maloe memikirkan segala kesalahannja jang selama itoe. Si Bèrtes telah mengetahoei, bahwa ija sendiri djoega asal segala bentjana, jang datang menimpa roemah-tangganja.
Hatta maka pada masa itoe bertoekarlah pikiran jang boeroek, jang selama ini terkandoeng didalam dadanja, dengan jang baik dan adalah ija seolah olah mendengar soewara isterinja jang baik hati, jang telah meninggal itoe, berseroe-seroe: „Bèrtes peliharakaulah kiranja anak kita itoe; hentikanlah minoeman itoe dan djanganlah loepa akan Toehan!"
Tangis tersedoe-sedoe kedengaran dari tempat-tidoer si Bèrtes, jang menampar-nampar dadanja dengan sesainja.
„Kenapa ajah menangis ?" tanja si Djohan. Djangan ajah soesah memikirkan si Djamin; nanti ija datang djoega, sebab dija soedah berdjandji lijada akan meninggalkan saja."
„Ja, Allahı! Ja Toehankoe!" berkata si Bèrtes „sesoenggoehnjalah saja seorang djahat dan melarat. Mari Djohan! Moelaf dari hari ini engkau dan abangmoe Djamin ajah peliharakan dengan sebaik-baiknja." Dengan gementar si bapa memeloek anaknja, karena dalam hatinja telah bangoen tjinta kepada anaknja itoe Si Djohan beloem pernah melihat ajahnja begitoe. Ija moendoer seolah-olah ketakoetan.
„Takoetkah Djohan melihat ajah ?" bertanja si Bertes dengan soewara lemboet.
Si Djohan tijada mendjawab, hanja menggéléngkan kepalanja.
Si Bertes mentjijoem anaknja beroelang-oelang dan si Djohanpoen mendakap léhér bapanja, sambil doedoek di pangkoeannja. Maka semangkin njalalah tjinta si bapak, sebagai api ditijoep angin. Ketika itoe tampaklah oleh si bapak pipi anaknja jang koeroes dan bibirnja jang poetjat itoe. Beroelang-oelang ija berkata: „Kasihan anakkoe koeroes, tijada dapat pemeliharaan baik; lebih mela rat daripada anak jang tijada beriboe-bapak."
Baroe sekarang matanja menampak. lja mengerling melihat si Inem, jang doedoek didekat médja dengan termenoeng.
„Perempoewan ini jang mengaramkan akoe dilaoetan api," katanja sambil bersoengoet-soengoet.
„Kalau begitoe, si Djamin ta' mesti pergi meminta-minta lagi, ajah ?" tanja si Djohan, seraja melihat kepada moeka bapaknja. „Tidak! Sekali-kali tidak ! Nanti ajah jang bekerdja mentjaharikan. . . . . . . . ."
Seketika itoe djoega Bèrtes dijam, karena kedengaran soewara berboenji di pintoe.
„Djangan bilang apa-apa Djohan!" kata si bapak, laloe ija melompat keatas tempat-ti doernja.
Si Inem masil doedoek dengan bingoengnja dan termangoe-mangoe.
„Boekakan pintoe!" boenji soewara orang memanggil dari loewar dengan njaring dan keras.
Dengan terkedjoet serta ketakoetan berdirilah si Inem, laloe memboekakan pintoe itoe. Seorang koemisaris poelisi dengan beberapa orang opas poelisi datang masoek kedalam bilik itoe."
„Lakimoe bernama Bèrtes? bertanja koemisaris itoe kepada si Inem, sambil melihat kepadanja dengan mata jang tadjam.
„Ja, ― ja, toewan ! djawab jang ditanjat itoe dengan tergopoh-gopoh, „tetapi dija tidak keloewar semalam. Soedah doewa hari dija demam dan tidak bangoen-bangoen. Tjoba toewan téngok sendiri," katanja lagi, seraja menoendjoek kepada si Bèrtes jang tidoer berkeloemoen menoetoep moekanja.
„Dija tidak keloewar semalam?" tanja koemisaris itoe mengoelangi perkataan lnem itoe. „Ehem, tapi itoe tidak saja tanjakan."
„Hai sobat ! doedoek doeloe sebentar," kata seorang opas, menoeroet perintah koemisaris itoe, sambil membangoenkan si Bèrtes. Maka si Bèrtespoen doedoeklah dengan perlahan-lahan; giginja gemeletak-gemeletoek, seloeroeh badannja gemeniar sebagai orang jang demam dan moekanja poetjat.
„Apa engkau toeroet berkelahi semalam di Café di Pasar Senén?" tanja koemisaris itoe.
„Tidak toewan," djawab Bèrtes. Kata „tidak" itoe hampir ta' kedengaran keloewarnja, serta njatalah dengan jakin kepada koe- misaris jang jerdik itoe, adalah kata „tidak" itoe seperti kata „ija" djoega artinja.
„Ajo, bawa dija!" kata koemisaris itoe, seraja menoléh kepada opas jang berbaris dibelakang sedikit dengan hormatnja.
Si Inem bersoempah-soempah mengatakan, lakinja itoe lijada keloewar-keloewar soedah doewa hari lamanja, tetapi tijadalah diindahkan oléh koemisaris itoe perkataannja. Dengan bérang ija mendjawab: „Djangan riboet! Kalau tidak nanti engkaupoen koesoeroeh bawa ke toetoepan!" Dan kepada Bèrtes ija berkata: ,Kalau engkau tidak melawan, engkau boléh berdjalan menceroet dengan senang; kalau tidak, koesoeroeh belanggoei."
Sebeloem ija berdjalan keloewar si Bèrtes menghampiri si Djohan, jang berdiri di soedoet dengan ketakoetan serta hérannja. Dengan kedoewa belah tangannja ija memeloek anaknja itoe, laloe ditjijoemnja beroelang-oelang. Sijapa tahoe apa jang akan datang dibelakang hari! Entah inilah barangkali penghabisan kali ija melihat moeka anaknja, jang sekijan lama tijada diindahkannja itoe. Pikiran itoe menghantjoerkan hatinja, sebagai diiris-iris dengan sembiloe.
„Sampaikan peloek-ljijoem ajah kepada abangmoe Djamin,” kata Bèrtes, seraja ija melepaskan si Djohan. Soewaranja poetoes-poetoes, karena menahan sedoe tangisnja, jang hendak keloewar dari dalam dadanja dan air matanjapoen bertjoetjoeranlah, mengenangkan anakuja berdoewa itoe. Kepada si Inem sepatahpoen tijada ija berkata. Djangankan berkata sepatah kata, memandangkan moeka si Inempoen ija ta' maoe. ,Perempoewan bedebah inilah jang mendjahanamkan kami anak-beranak," katanja di dalam hatinja, seraja ija berdjalan keloewar, diiringkan opas-opas poelisi itoe.
Bèrtes dibawa ke toetoepan akan ditahan selama perkara pemboenoehan itoe dalam pemeriksaan. Maka ramailah orang sekampoengnja di Taman Sari berkoempoel-koempoel didepan roemahnja memperkatakan itoe.
„Begitoelah kesoedahan orang jang djatoeh melarat", kata seorang.
„Ja! Doeloenja ija baik sekali," djawab seorang poela. Seorang perempoewan datang mentjampoeri pertjakapan itoe, seraja berkata: „Ah, kasihan anaknja jang berdoewa itoe; bininja jang sekaranglah jang meroesakkan dija. Kalau orang peminoem dan pemadat bagaimana tijada akan melarat kesoedahannja. Saja tijada mengharapkan lagi, kelakoeannja akan beroebah.
Hatta maka si Djaminpoen tibalah di roemah. Ija berdjalan tergopoh-gopoh. Boengkoesan berisi pakaian jang boeroek dan roti bagi adiknja itoe, dipikoeluja diatas bahoenja. Sampai di halaman ija mendengar orang mentjeriterakan segala hal jang terdjadi tadi pagi itoe. Ija terkedjoet, karena meskipoen ija selamanja merasa sebagai tijada mempoenjaï orang-toewa, tetapi kabar itoe menerbitkan djoega masgoel dalam hatinja.
Setelah sampai ja didalam roemah, si Inem menjamboet dija dengan perkataan: „Baroe sekarang engkau poelang, bedebah!" Si Djamin tijada mendjawab; ija meraba kantoengnja dan memberikan oewang jang lima poeloeh sén jang diperoléhnja itoe.
„Wah, tjantik betoel pakaianmoe! Dari mana engkau dapat?" tanja si Inem, sambil mengawaskan si Djamin dari kepala sampai ke kakinja. Si Djamin segera mentjeriterakan hal-ihwalnja. Setelah soedah ija bertjeritera itoe, berkatalah si Inem dengan memaksa: „Ajo tanggalkan lekas! Pakai badjoemoe jang lama."
Si Djamin melihatkan iboenja dengan mata jang tadjam, serta mendjawab dengan péndék: „Tidak!"
„Engkau ta' imaoe? Boekan main berani boedak ini," kata si Inem. „Engkau píkir orang maoe memberi sedekah, kalau engkau berpakaian bagoes-bagoes sebagai anak orang kaja'?" Si Djamin mendjawab, ija ta' soeka meminta-minta, karena koerang baik menoeroet perkataan njonja Kong Soei.
„Djangan banjak moeloet!" kata si Inem sambil berterijak: „Ajo lekas! Kalau tidak nanti akoe. . . . . . . . . .
Si Inem tidak menjampaikan perkataannja, melainkan mengatjoekan tangannĵa di moeka si Djamin. Boedak itoe melawan dengan sekoewat-koewatnja, akan tetapi lijadalah ija koewat menegahkan emak tirinja menanggalkan badjoenja dengan kekerasan. Si Djohan, jang sedang memakan roti jang dibawa abangnja, laloe nendekati si Djamin, hendak membantoe dija melawan perempoewan jang bengís itoe.
Tidak lama badjoe itoepoen soedah terboeka. Si Djamin memasoekkan kedoewa belah tangannja kedalam kantoeng tjelananja, soepaja djangan dapat si Inem menanggalkan dija. Tiba-tiba teraba oléhnja seboewah benda jang keras, seperti tjintjin roepanja. „Ja, betoel tjintjin. Matanja lijin dan pemegang permata itoe bersegi. Ja, ja, benarlah, benda itoe tjintjin, ― tjintjín. kepoenjaan Kong Soei jang baik boedi itoe," demikijan pikiran si Djamin, sedang ija memegang-megang benda jang didalam kantoengnja itoe. Si Djamin mentjari 'akal, soepaja tjelananja djangan sampai ditanggalkan dan soepaja tjintjin itoe djangan tampak oleh mak tirinja itoe. Dengan soewara jang lemboet ija berkata: „Bijarlah tjelana ini saja pakai doeloe. Nanti kalau saja akan berdjalan, saja ganti dengan jang lama. Nanti soré saja pergi lagi meminta-minta."
Sementara itoe si Inem mengamat-amati tjelana si Djamin itoe dan berpikir didalam hatinja: „Tjelana itoe masih baroe, kalau didjoewal kepada loekang lowa*) tentoe dapat lima poeloeh sén."
„Baik pakailah tjelana itoe, tapi nanti soré engkau mesti pergi dan kalau engkau tidak membawa oewang, tidak boléh lagi engkau pakal-pakai tjelana itoe," kata si Inem dengan soewara merengoes.
Si Djamin tijada mendjawab. lja berpikir, lebih baik djangan dibantahnjà perkataan itoe, soepaja tjintjin itoe djangan kelihatan oleh si Inem. Pikirannja soedal tetap akan pergi mengembalikan tjintjin itoe kepada Kong Soei, karena ketoeloesan dan keichlasan jang ditanamkan iboenja dalam hatinja mengatakan, ija haroes berboewat demikijan itoe. Betoel tjelana itoe telah diberikan orang kepadanja, akan tetapi tjintjin itoe tidak.
Maka sesoedah Inem pergi kebelakang dan si Djohan doedoek dengan rijangnja, sebab abangnja boléh memakai tjelana itoe, si Djaminpoen mengeloewarkan tjintjin itoe dari dalam kantoengnja, laloe diamat amatinja. Tjintjin itoe ketjil, permatanja hidjau berkilat-kilat. Pada sangka si Djamin ta' boléh tijada barang itoe mahal harganja, apalagi karena jang poenja orang kaja.
Beroelang-oelang dihadapkannja mata tjintjin itoe kepada djendéla akan melihatkan tjahajanja jang bagoes itoe, jang menjenangkan hatinja. Tiba-tiba dengan lijada disangka-sangkanja tjintjin itoe dirampas dari tangannja oléh si Inem, jang datang dari belakang dan melihat barang jang mahal itoe.
„Bagoes" katanja sambil memperhatikan tjintjin itoe, „pantaslah engkau ta' maoe memboeka tjelana itoe; tjintjin inilah roepanja jang engkau semboenjikan. Dari mana engkau dapat?"
Si Djamin amat terkedjoet; moekanja poetjat. Dengan mata jang tadjam karena marahnja, ija memandang si inem serta
—————— berkata dengan soewara jang tetap: „Boekan saja jang poenja, tetapi njonja Kong Soei, jang memberi pakaian itoe. Roepanja njonja itoe `tidak tahoe. Kalau tadi-tadi saja mendapat tjintjin itoe, tentoe soedah saja kembalikan kepada jang poenja. Berilah, soepaja saja pergi kembalikan sekarang ini djoega." Sambil berkata itoe si Djamin mengoeloerken tangannja.
„Engkau kembalikan ?" djawab si Inem dengan tersenjoem.
„Apa goenanja engkau kembalikan; jang soedah terberikan, tinggal terberikan." Laloe si Inem menjimpan tjintjin itoe kedalam kantoengnja. Si Djamin berterijak, laloe melompat menangkap iboenja akan mereboet tjintjin itoe kembali. Tijadalah diingatnja lagi, ija tijada koewat melawan si Inem.
Perempoewan jang bengis itoe menangkap si Djamin pada bahoenja, laloe ditolakkannja anak itoe dengan sekoewat-koewatnja, sehingga terpelanting ke soedoet roemah. Disana terdoe-doeklah ija menangis tersedoe-sedoe.
Dalam hati perempoewan itoe tijadalah ada soewatoe pikiran jang senonoh dan tijadalah ija menaroeh iba-kasihan kepada sijapapoen djoewa. Toedjoeannja dalam kehidoepan lain lijada, melainkan senantijasa hendak menjenangkan dirinja dan meratjoen badannja, hatinja dan djiwanja. Perkara jang lain daripada itoe tijada dipedoelikannja. Meskipoen orang mengata-ngatal dija, tijada didengarkannja. Orang jang laloe-lintas menoendjoek kepada dija, kalau ija berdjalan ke pendjoewalan tjandoe, tetapi tijada diindahkannja; péndéknja tijadalah ija mengindahkan soewatoe apa, asal sadja ija dapat memoewaskan hawa nafsoenja jang djahat itoe.
Si Djamin tinggal dengan saudaranja menangis di roemah itoe, karena ija amat kehilangan 'akal.
„Betapakah nanti persangkaan njonja jang baik boedi itoe kepada saja, sebab tijada saja poelangkan tjintjin itoe?" itoelah pikiran Jang berkisar-kisar didalam hati si Djamin, menerbitkan marah dan doekatjitanja.
„Pentjoeri! Pentjoeri!" berseroe ija sambil mangamang-amang dengan tindjoenja kearah pintoe, tempat si Inem itoe laloe keloewar.
„Bang! djangan abang menangis!" kata Djohan memboedjoek-boedjoek saudaranja itoe. „Dimana abang semalam? Sijapa njonja itoe?" Maka ditjeriterakanlah oléh si Djamin dengan pandjang-lébar dari hal roemah Kong-Soei doewa laki-isteri itoe dan dari hal pertolongan meréka itoe kepadanja. Sedang ija berkata-kata itoe air moekanja, jang tadi moeram itoe, beroebah mendjadi djernih dan berseri, karena ija teringat akan boedi-basa laki-isteri, jang pengasih penjajang itoe dan akan sedapnja roti dan air kahwa, jang disedekahkan oléh njonja itoe. Matanja jang melap djadi berkilat-kilat, karena memikirkan kesenangan jang diperoléhnja di Pasar Senén itoe dan terbajanglah senjoem jang manis di bibirnja, waktoe ija berkata :
„Njonja itoe melihat kepada saja dengan moeka jang ramah-tamah, tijada oebahnja dengan emak kita jang soedah meninggal. Tetapi engkau tidak ingat lagi, tentoe, karena engkau masih ketjil, ketika emak mati. Marilah nanti kita pergi bersama-sama ke Pasar Senén, soepaja engkau dapat melihat sendiri. Toewan dan njonja itoe menjoeroeh saja datang-datang bila saja maoe." Akan tetapi tiba-tiba si Djamin menangis poela. Si Djohan jang mendengarkan tjeritera abangnja itoe dengan moeloet ternganga, bertanja dengan héran :
―„Apa lagi abang tangiskan ?"
―„Tjintjin itoe" djawab si Djamin sambil tersedoe-sedoe; „kalau tidak dengan tjintjin itoe saja tidak berani pergi kesana."
―„Djanganlah abang bersoesah hati," kata si Djohan, nanti kalau ajah balik, tentoe ija mintakan tjintjin itoe dari si Inem. O, ajah boekan main ramahnja tadi malam. Saja dipeloek dan ditjijoemnja."
Maka si Djohanpoen bertjeriteralah kepada abangnja, apa jang terdjadi semalam itoe dan bagaimana orang membawa ajahnja. Pada pikiran si Djamin, betoel pikiran bapaknja soedah beroebah; akan tetapi ija tijadalah dapat menentoekan dengan jakin didalam hatinja, sebab tjeritera saudaranja itoe koerang terang. Tambahan poela sekalijan jang dikabarkan adiknja itoe tijada menarik hatinja, karena soedah lama ija memandang dirinja sebagai anak pijatoe, jang tijada beriboe berbapak. Dan lagi ija selaloe memikirkan toko obat jang di Pasar Senèn itoe.
——————