Si Djamin dan Si Djohan/Bagian 6

BAGIAN KE VI.

MENGEMBALIKAN TJINTJIN.

„Boekan soedah saja katakan dari doeloe, boedak itoe ta' boleh dipertjajai Kemarin saja melihat dija berdjalan di Kemajoran. Pakaiannja kotor serta dengan boeroeknja. Badjoe dan tjelana, jang toewan berikan itoe, tentoe soedah didjoewalnja. Tjoekoeplah jang sekali itoe mendjadi adjaran kepada toewan; djangan toewan pertjaja lagi kepada orang jang sematjam itoe. Wah, boekan main pintarnja*) memperdajakan orang! Oentoeng ija tijada mentjoeri di roemah ini. Saja lihat, njonja amat menaroeh iba kasihan kepada boedak itoe; pikirannja anak itoe betoel orang miskin. Sekarang bolehlah njonja tahoe, bagaimana boedak itoe soedah menipoe dija. Saja harap tjoekoeplah sekali ini njonja mendapat adjaran begini." Demikijanlah ija berkata dengan tersenjoem. Hatinja besar, karena pada sangkanja soedah njata kebenaran perkataannja jang dahoeloe itoe.

Adapoen jang berkata-kata itoe ijalah orang jang membeli obat oentoek anaknja témpoh hari itoe, tatkala si Djamin diberi makan oléh njonja Fi. Sekarang ija datang membeli obat poela, sambil mentjeriterakan kepada Kong Soei, bahwa soedah njata pemandangannja tentang boedak itoe, Djamin, benar adanja.

Hatta maka sekalijan, jang ditjeriterakan orang itoe dari hal si Djamin, ditjeriterakan poela oléh Kong Soei kepada bininja, karena ia pertjaja betoel-betoel kepada tjeritera orang itoe. Sekarang si Djamin dipandangnja seorang boedak penipoe. Akan tetapi njonja Fi tijadalah demikijan halnja. Ija tetap mengatakan, boedak itoe toeloes hatinja. Soenggoehpoen orang itoe melihat si Djamin berpakaian boeroek-boeroek, akan tetapi itoe tijada membimbangkan hati njonja F. lja berkata, hal itoe tentoe ada sebab jang lain. Maka terbitlah pertengkaran antara Kong Soei dengan bininja itoe. ―„Dengar !" kata Fi kepada lakinja, „saja ta' soeka bertegang oerat léhér! Tetapi saja pertjaja, boedak itoe boekan penipoe; kalau diji itoe dikatakan djahat, sajapoen orang djahat dan penipoe djoega."

—————— Maka Kong Soeipoen tertjenganglah mendengar perkataan bininja itoe. Ija héran memikirkan, apa sebab Fi mempertahankan si Djamin itoe dan tetap mengatakan boedak itoe toeloes dan ichlas hatinja. Dengan moeka jang rengoes Kong Soei berdiri dari koersinja, seraja berkata: Soedahlah! Benar tjakapmoe itoe," laloe ija pergi ke pendjoewalannja melajankan pekerdjaannja.

Sjahdan maka perkataan orang, jang membeli obat itoe, benar djoega adanja. ja melihat si Djamin di Kemajoran memakai badjoe dan tjelana tjompang-tjamping. Pakaian bagoes-bagoes jang diperoléhnja itoe soedah didjoewal emak tirinja dan ija dipaksa poela meminta-minta kembali seperti dahoeloenja.

Dengan tijada sengadja si Djamin selaloe berdjalan berkeliling-keliling didekat-dekat toko obat di Pasar Senén itoe. Sijang malam ija memikirkan njonja Kong Soei jang pengasihan itoe. Kalau ija melihat roepa njonja itoe dari djaoeh, pikirannja lebih senang. Hendak datang ke roemah itoe, ija maloe dan segan; maloe karena tjintjin itoe masih di tangan si Inem dan segan karena pakaian, jang diperoléhnja, telah terdjoewal poela.

Arkijan maka pada soewatoe hari, sedang si Djamin berdjalan-djalan di Mangga Besar, kedengaranlah oléhnja soewara berseroe-seroe ,Bang Djamin! Bang Djamin toenggoe doeloe !" Dengan terkedjoet bertjampoer héran ija menoléh kebelakang; soewara itoe ija kenal, ja'itoe soewara adiknja...

―„Bang Djamin! Bang! Bang! Soedah dapat! Ini dija saja bawa!" berseroe si Djohan dari djaoeh. Dengan moeka jang rijang ija mengangkat tangan kanannja, jang memegang soewatoe benda jang berkilat-kilat kena tjahaja matahari.

—„Bagaimana engkau dapat? Itoe dija tjintjin jang dirampasnjal Dentoeng beloem didjoewalnja!" kata si Djamin dengan soeka hati.

—„Ini dija bang! Simpanlah lekas-lekas", kata si Djohan sambil terngengap-ngengap, kepajahan berlari. Laloe ija memegang tangan si Djamin serta memandang moekanja.

Sedjoeroes lamanja si Djamin tijada berkata sepatah kata, sebab terlaloe héran dan soeka. Ija tijada mengerti, bagaimana adiknja boleh dapat mengambil tjintjin itoe.

Dengan tangan kanannja dipeganguja benda jang mahal itoe;
tijadalah ija berani memasoekkan kedalam kantoengnja, takoet kalau-kalau hilang kelak.

„Djamin bijarlah saja mengikoet; saja ta' berani poelang ke roemah; kalau emak tahoe, tentoe dihentamnja, karena tjintjin itoe saja ambil dari dos diatas lemari ketjil itoe," kata si Djohan kepada saudaranja.

„Dari dos?" tanja si Djamin, „bagaimana engkau tahoe ada disana?"

„Ja," djawab si Djohan, saja lihat dija meletakkan tjintjin itoe disitoe; soedah itoe saja intip-intip; tadi ija pergi ke pasar; teroes saja angkat koersi, saja pandjat dan saja ambil tjintjin itoe."

Djohan berkata-kata dengan tertawa-tawa; amat manis kelihatan roepa moekanja.

Si Djohan tijada dapat bertjeritera lebih pandjang. Si Djaminpoen tijada bertanja lagi. Tjintjin itoe soedah dapat, maka ija merasa dirinja lebih beroentoeng daripada djikalau mendapat harta jang amat banjak. Pikiran jang timboel dalam hatinja pertama-tama ijalah: pada waktoe itoe djoega ija hendak pergi bersama-sama dengan adiknja ke Pasar Senén mengembalikan barang itoe. Dengan melangkah tjepat-tjepat berdjalanlah meréka itoe menepi-nepi djalan trèm ke Pasar Senén.

„Lagi doewa lorong kita sampai," kata si Djamin kepada. adiknja, jang berlari-lari andjing menoeroetkan abangnja, jang. berdjalan terlaloe tjepat itoe oentoek kaki si Djohan jang péndék. „Sampai di Pasar Senén, kita menjimpang kekiri, soedah itoe kekanan; roemah jang kedoewa itoelah dija! Kalau kita soedah: sampai disana, alangkah baiknja. Tentoe toewan dan njonja Kong Soei itoe besar hatinja mendapat kembali tjintjin jang hilang itoe. Ach, sijapa tahoe barangkali saja soedah disangkakannja penipoe dan pembohong!"

Tijada berapa lama, sampailah meréka itoe di Pasar Senén. Sesoedah menjimpang dan membélok menjoesoer djalan trèm listrik*) tampaklah oléh si Djamin roemah obat Kong Soei itoe; maka ijapoen berkata dengan rijangnja kepada adiknja:

„Téngok, itoe dija, disebelah kanan, nomor doewa; itoe roemah Kong Soei. Boekan disana! Engkau menéngok

——————

  • ) Trèm listrik, ja'itoe ,,Electrissche tram" terlampau djaoeh. Na itos, téngok teloendjoekkoe betoel-betoel, itoe dija !"

Si Djohan menengok kekanan dan kekiri, akan tetapi beloem tampak djoega oléhnja roemah itoe.

„Itoe dija, tijada djaoeh lagi," kata si Djamin seraja menoendjoek poela. „Roemah itoe; didepannja tergantoeng papan namanja itoe!"

„Ja, itoe . . . . . . " Sekonjong-konjong si Djohan merasa saudaranja menarikkan dija kesebelah kanan; pekik jang ngeri kedengaran poela oléhnja. Soewara trèm dan soewara orang berseroe-seroe: Tahan! Tahan!" Si Djohan mendjadi bingoeng. Ija melihat si Djamin terpelanting ke sisi djalan trèn itoe, laloe tinggal terhantar disana, kepalanja berloemoer dengan darah.

Sekalijan jang terdjadi itoe dilihatnja dengan sekedjap mata. Sebentar lagi ija terpaksa menjisi, karena orang datang berkeroemoen ke tempat ketjelakaan itoe. Dari segala pihak orang datang berlari-lari melihatkan bahaja jang ngeri itoe. Separoehnja orang itoe beloem tahoe apa jang terdjadi, tetapi datang djoega, karena melihat kawan-kawannja berlari dan berkoempoel koempoel disitoe.

Beberapa orang jang menaroeh kasihan mengangkat si Djamin, jang pingsan itoe, kedalam seboewah keréta akan dibawa ke roemat-sakit miskin*) di Glodok. Poelisipoen mendjalankan pemeriksaan dengan lekas dari hal asal moela ketjelakaan, itoe. Nomor trèm dan nama-nama pegawai jang mendjalankan ditoeliskannja.

Setelah itoe trèn itoe meneroeskan perdjalannannja, dan orang poen bertjerai-berailah dari sana. Tempat, jang tadinja penoeh dengan manoesija itoe, mendjadi seperti bijasa, seolah-olah tijada ada kedjadian soewatoe apa.

Si Djohan tinggal sendirinja. Tijada berhenti ija menangis. Boedak jang ketjil itoe kehilangan 'akal dan seorangpoen tijada menjapa atau mengindahkan dija. Betawi begitoe ramai dan anak jang menangis ditengah djalan begitoe banjak.

Asal ketjelakaan itoe tijada diketahoei orang dengan pesti; seorang berkata begini dan jang lain bertjeritera begitoe. Jang

——————

  • ) „Stadsverband“ sebenarnja : si Djamin melepaskan adiknja dari bahaja maoet, waktoe trèm itoe hendak menggiling si Djohan. Tadi sedang meréka itoe berdoewa membélok ke djalan trèm itoe, tijadalah meréka itoe menampak tièm datang dari belakang, oléh sebab si Djamin asik ber¹jakap- tjakap, menoendjoekkan roemah Kong Soei itoe. Setelah dekat baroelah lontjèng tièm berboenji; si Djamin mendengar itoe menoléh kebelakang laloe menarikkan adiknja kesebelah kanan, ke tempat jang lapang. Akan tetapi apa boléh boewat, soedah takdir Allah berlakoe atas hambarja, — si Djamin menarikkan adiknja itoe terlampau koewat, sehingga ija sendiri djatoeh tertelentang, sedang si Djohan terlepas daripada bahaja itoe. Dengan lekas si Djamin melompat bangoen hendak menjingkirkan dirinja, tetapi, kasihan! Irèm soedah sampai.

Si Djohan tijada mengerti! Segala itoe terdjadi dengan sekedjap mata sahadja. Betoel ija tahoe, saudaranja kena bahaja, loeka parah. Ija melihatkan bekas- bekas darah di tepi dan di tengah djalan trèm itoe, dan — „apa jang berkilat itoe ?" katanja didalam hatinja, seraja ija memboengkoek akan mengangkat ba rang itoe.

Dengan terkedjoet ija mengamat-amati tjintjin itoe. Waktoe abangnja melompat, tjintjin itoe djatoeh; oentoeng beloem ada orang jang mendapat.

Sekarang baroelah teringat oléhnja apa jang kedjadian itoe. Dengan tijada berpikir pandjang ija berdjalan menoedjoe roemah Kong Soei. Akan tetapi ija tijada berani masoek kedalam, melainkan ija berdiri sadja didepannja , melihat-lihat kedalam.

Didekat médja besar adalah berdiri seorang orang toewa; kepalanja soedah botak, ramboetnja jang masih ketinggalan sedikit itoe telah poetih. Orang toewa itoe-Kong Soei-bertjakap-tjakap dengan orang jang membeli obat. Diatas seboewah koersi didekat pintoe doedoek seorang perempoewan -njonja Fi-bertjakap- tjakap dengan perempoewan tetangganja. Si Djohan kenal akan njonja Fi itoe daripada tjeritera si Djamin.

Perempoewan tetangga itoe sedang bertjeritera dari hal bahaja jang kedjadian tadi , baharoe inilah njonja Kong Soei mendengar kabarnja itoe.

„Terlampau sekali orang trèm itoe," kata Fi sesoedah habis ija mendengar tjeritera itoe. „Djalan begitoe ramai; orang banjak keloewar-masoek pasar, tapi trèm itoe selaloe berdjalan kentjang sadja. Apa salahnja, kalau didjalankan lambat-lambat sampai terlampau pasar ini!"

„Nanti beroelang-oelang kedjadian seroepa itoe, kalau poelisi tidak memboeka matanja dan membijarkan djoega seperti ini," kata perempoewan tetangga itoe menjamboeng tjakap njonja Fi.

„Sijapatah boedak jang kena tjelaka itoe; kemana dija dlbawa orang?” tanja Fi, sebab ija ingin djoega mengetahoei lebih njata.

„Namanja saja ta' tahoe; kabarnja ija dibawa ke roemah-sakit. Ah, barangkali boedak itoe soedah mati, karena loekanja boekan alang kepalang parah. Tjobalah pikir! Kepalanja petjah kata orang," djawab jang ditanja itoe, seraja ija mengangkat bahoenja dengan tijada sengadja, karena geli gaman, seolah-olah ija melihat boedak itoe tertelentang dengan kepala jang berloemoeran dengan darah itoe.

„Kasihan," kata Fi dengan iba hatinja jang kentara pada. moekanja. Sedjoeroes lamanja meréka itoe dijam memikirkan nasib boedak jang malang itoe.

„Itoepoen lebih baik mati daripada hidoep tjelaka selama-lamanja," kata perempoewan itoe. Njonja Fi roepanja koerang mengerti akan maksoed perkataan itoe: Jang saja katakan tjelaka selama-lamanja itoe, oempamanja kalau kaki atau tangan poentoeng atau mata boeia," berkata lagi njonja tetangga itoe.

Sementara itoe kedoewa njonja itoe soedah sampai didekat pintoe djalan keloewar, karena njonja tetangga itce hendak poelang.

Dídekat pintoe kedoewanja berdiri lagi bertjakap-tjakap sedjoeroes serta tertawa-tawa. Kemoedijan masoeklah njonja Fi kedalam, karena kawannja telah pergi.

Si Djohanpoen hendak masoek poela, akan tetapi ija tijada berani. Pertama: orang jang empoenja roemah tijada kenal kepadanja dan kedoewa ija tijada tahoe apa jang hendak dikatakannja. Maka ijapoen doedoeklah bernaoeng dibawah seboewah pondok-pondok ketjil tempat tepèkong ditepi djalan iloe.

Tèngtèng, tèngtèng, tèng . . . teng . . . boenji lontjèng trèm, jang lewat di djalan itoe. Soewara lontjèng itoe kan si Djohan teringat poela kepada saudaranja. Air matanja berlinang linang mengenangkan si Djamin, jang dibawa ke roemah-sakit itoe. Ija hendak menjoesoel kesana, akan: tetapi ija tijada tahoe djalan.. Betoel ija soedah pernah pergi ke roemah sakit itoe, ketika iboenja sakit dan meninggal, tetapi ija soedah loepa tempatnja, karena pada masa itoe ija ketjil sekali.

„Adoeh!" mengeloch si Djohan, jang doedoek dengan masgoelnja itoe. Pada sangkanja tijadalah dapat ija bersoewa lagi dengan abangnja. Sijapa tahoe, entah soedah mati, sebab loekanja parah amat. Dalam hatinja si Djohan melihat saudaranja itoe terhantar di tanah dengan tijada bergerak; darahnja bertjoetjoeran dari kepalanja. lja melihat poela orang datang dari sana-sini mengeroemoeni si Djamin dan poelisi jang menahan trèm itoe. Maka tergambar poela di matanja bagaimana orang-orang itoe mengangkat si Djamin dan membersihkan dija daripada tanah dan pasir jang berlekatan di seloeroeh badannja.

Seram badan si Djohan dan berdiri boeloe romanja megenangkan bahaja jang ngeri itoe, jang membinasakan badan dan barangkali melajangkan njawa abangnja. Abangnja si Djamin, jang mendjadi sebagai iboe-bapak kepadanja itoe. „Ja Allah, ja Toehankoe, mengapa saja tidak mati poela bersama-sama dengan si Djamin," katanja sambil mengeloeh dan menjapoe air matanja.

Soenggoeh benarlah perkataan si Djohan itoe. Apakah goenanja ija hidoep, kalau saudaranja tijada lagi. Sijapakah lagi jang memeliharakan dija.

Bapaknja?

Boléh djadi, karena ija telah tobat dari kedjahatan dan ketjintaan kepada anaknjapoen telah toemboeh kembali didalam hatinja, sebagaimana telah kita lihat dalam bahagian jang kelima. Akan tetapi apakah jang diharapkan dari si Bèrtes itoe? Boekankah sekarang ija tertahan didalam pendjara, sebab tersangka memboenoeh orang? Kalau sekiranja ija terhoekoem terboewang, tentoe ija tijada dapat membawa anaknja jang sebatang kara itoe ke negeri tempat mendjalani hoekoemannja itoe!

Si Djohan terserah kepada si Inem. Hidoep-matinja boedak jang sebatang kara itoe bergantoeng kepada tangan si Inem, perempoewan jang djahat itoe. Begitoelah timbangan kebanjakan pembatja. Akan tetapi Toehan sarwa sekalijan alam mengatoerkan djalan jang lain dan memimpin oemmatnja kedalam kesentosaan, apabila dikehendakinja.

Sjahdan setelah beberapa lama si Djohanpoen dijamlah daripada menangis itoe. Ketika itoe seakan-akan timboel keberanian didalam hatinja, karena ija berpikir ta' ada lain djalan jang baik, melainkan ditjeriterakannja halnja kepada Kong Soei; akan poelang ke roemah ija takoet kepada emak tirinja Itoe.

Dengan tijada memandang kekiri alau kekanan ija berdjalanlah menoedjoe kedalam roemah Kong Soei. Sampai disana dengan lijada segan ija masoek kedalam laloe memberi hormat kepada njonja; pada waktoe itoe Kong Soei dibelakang, hanjalah Fi sendiri di roewang moeka.

„Tjintjin ini njonja jang poenja" kata Djohan sesoedah ija memberi hormat, seraja meletakkan benda itoe keatas medja.

Njonja Fi mengambil dan mengamat-amati tjintjin itoe. Kemoedijan dikenalnjalah tjintjin itoe, ja'itoe tjintjin anaknja jang soedah meninggal.

„Dari mana engkau mendapat barang ini dan mengapa engkau tahoe, saja jang poenja?" tanja njonja itoe dengan moeka jang manis, serta menoendoekkan kepalanja akan mendengarkan perkataan si Djohan.

„Dari abang Djamin. Kami bersama-sama tadi kemart," djawab si Djohan, sambil memandang kebawah.

Kong Soei datang dari belakang. Jja tertjengang sebentar melihat bininja bersama-sama dengan seorang boedak. Kemoedijan ija berkata dengan soewara rengoes: „Djangan engkau bawa djoega kemari boedak jarg semaljam itoe. Nanti kita diperdajakan lagi."

Fi tijada mendjawab. Dengan tijada berkata-kata ija membawa si Djohan kebelakang, soepaja dapat berkata-kata dengan senang. Maka si Djohan-poen mentjeriterakanlah hal-ihwalnja dengan saudaranja.

Selama si Djohan berkata-kata itoe, ijadalah berhenti njonja Fi menganggoek-anggoekkan kepalanja, menoendjoekkan ibanja kepada boedak doewa bersaudara itoe. Amat piloe sekali hatinja mendengar penghabisan tjerifera si Djohan itoe. „Kemoedijan abang Djamin djatoeh tertelentang dan kepalanja loeka, parah sekali. Semoewa batoe-batoe di djalan itoe berloemoer darah. Adoeh! banjak benar darah! Sekarang dija soedah dibawa orang; entah kemana saja tidak tahoe. Sajapoen ta' tahoe kemana saja akan pergi."

Dengan tersedoe-sedoe ija menang's secoedah habis berijeritera itoe. Meskipoen njonja Fi memboedjoek-boedjoek dija dengan perkataan jang lemah-lemboet, tetapi ija teroes djoega menangis.

Sebeloem si Djohan habis bertjeritera itoe, Kong Soei telah datang dari moeka, karena pada waktoe itoe ta' ada orang membeli obat. Sebagian perkataan si Djohan itoe dapat djoega didengarnja. Sekarang pertjajalah ija, bahwa persangkaannja tentang si Djamin selama ini salah semata-mata; pendapatan bininja itoelah jang benar.

„Fi," katanja dengan soewara jang lemboet, „barangkali engkau marah, karena saja perijaja kepada perkataan orang jang doeloe itoe." Laloe ija bertanja kepada si Djohan: Kemana engkau maoe pergi sekarang?"

„Meréngok abang Djamin," djawab si Djohan dengan air matanja. Bagi dija tijadalah ada lagi roemah tempat tinggal, iboé-bapakpoen tijada, melainkan si Djamin seoranglah jang diharapkannja.

„Baik, nanti kita pergi. Tetapi sekarang tentoe engkau lapar? Makanlah dahoeloe barang sedikit!" kata njonja Fi, sambil menjadjikan nasi dengan laoek oentoek si Djohan itoe. Setelah itoe dengan berlekas-lekas ija pergi bersalin pakaian kedalam kamarnja.

Sesoedah ija sijap, ijapoen berangkatlah bersama dengan si Djohan.

„Ke roemah-sakit Glodok," kata Fi kepada kceṣir sado jang berhenti di djalan besar itoe: „Boeroe-boeroe sedikit bang," katanja poela, setelah ija doedoek berdoewa dibelakang.

Toekang sado itoe memboenjikan tjamboeknja dan koeda itoepoen berlarilah dengan kentjangnja menoedjoe ke kota. Sekalijan orang jang kenal kepada njonja itoe, melihatkan keréta itoe dengan héran, karena melihat boedak, jang berpakaian kotor itoe.

Setelah mereka itoe sampai di Glodok, njonja itoepoen membajar séwa sado itoe. „Ta' ada kembalinja, ta' ada doewit ketjil," kata si toekang sado, sambil membanting-bantingkan roepijah, jang diberikan njonja itoe, kepada papan penahan loempoer jang diatas roda sebelah kanan. „Bijar, ambillah," kata njonja itoe, seraja ija berlari-lari dengan si Djohan ke roemah sakit itoe.

Dengan mengoetjap terima kasih, karena ija menerima oewang séwa jang sebanjak itoe, koesir itoepoen berbaliklah sambil memboenjikan tjamboeknja.

Dihadapan pintoe gerbang roemah-sakit itoe berhentilah njonja Fi dengan si Djohan, karena ditahan oléh opas, jang menoenggoe pintoe itoe. Njonja Fi menerangkan, bahwa ija datang hendak melihat seorang boedak, jang mendapat tjelaka digiling trèm di Pasar Senén pada pagi itoe.

„Djamin namanja? Apa dija kepada njonja?" bertanja opas itoe seraja mengamat-amati njonja Fi dan si Djohan. Ija tertjengang melibatkan pakaian boedak itoe jang kotor, berlawanan sekali dengan kebaja jang bertepi rénda dan saroeng balikan Solo njonja itoe.

„Saja boekan pemili dengan dija," djawab njonja Fi, tetapi saja mengawankan adiknja kemari. Ini dija," laloe ija menoendjoek kepada si Djohan.

—„ Ada soerat katerangan ?"

—„ Tidak."

—„ O, njonja. Djangan marah; njonja tidak boléh masoek; jang boléh masoek melihat orang sakit hanja pemilinja. Itoepoen haroes dengan izin toewan dokter. Bésok sijang poekoel doewabelas njonja boléh datang lagi. Waktoe itoe orang banjak boléh masoek."

„Bésok?" kata njonja Kon njonja Kong Soei mengoelangi perkataan opas itoe dengan soesah hatinja. Poetoes harapannja akan berdjoempa dengan si Djamin. „Tetapi anak itoe mendapat loeka parah barangkali bésok dija soedah mati. Tolonglah, bijarlah saja masoek sekali ini."

„Njonja ! Boekan saja ta' maoe membijarkan njonja masoek, sekali-kali tidak. Tetapi saja mendjalankan perintah sadja,' djawab opas itoe, seraja ija menjisi ke pinggir, karena ija melihat toewan dokter hendak poelang.

Njonja Fi memberanikan hatinja, karena ija melihat inilah djalan akan meminta pertolongan. Ija memberi tabik, seraja menghampiri dokter, jang hendak keloewar itoe, laloe ditjeriterakannja maksoed kedatangannja itoe. Dokter itoe roepanja naroeh kasihan kepada mereka itoe. „Baik !" katanja, setelah Fi habis berkata itoe, „njonja toeroetlah saja kedalam, boléh saja toendjoekkan tempat orang sakit itoe."

Njonja Fi memandang opas itoe, laloe berdjalan dengan si Djohan mengiringkan dokter itoe.

Opas itoe mengerti akan pandang njonja itoe, akan tetapi dengan lekas ija melihat ke tanah, seolah-olah tidak menampak. Dalam hatinja ija berkata: „Saja boekan keras kepala, hanja menoeroet perintah sadja."

Tiba di dalam kamar penantian, toewan dokter memanggil seorang mandoer dan berkata: ,,Tjoba periksa dahoeloe di zal*). VI, apa anak jang dibawa tadi poekoel sembilan soedah ada di tempatnja."

Sementara menantikan mandoer itoe kembali, njonja itoe bertanja kepada dokter: „Bagaimana pendapatan toewan, dapatkah lagi anak itoe semboeh dari loekanja atau ta' adakah harapan lagi?"

Dokter itoe menggéléng-géléngkan kepalanja. Pada moekanja kelihatan, ia tijada ada harapan lagi, seraja ija mendjawab: „Njonja bertanja apa barangkali ada harapan lagi? Pada pendapatan saja, djikalau masih hidoep, masih ada harapan." Dokter itoe memalingkan moekanja dan memandang kepada si Djohan, jang mendengarkan pertjakapan mereka itoe. Ija kasihan benar kepada boedak itoe.

„Boléh saja melihat abang Djamin ?" tanja si Djohan.

„Sabar doeloe, sebentar lagi," djawab njonja Fi, seraja meletakkan tangannja diatas kepala si Djohan, sebagai menoendjoekkan perasaan belas kepadanja.

„Soedah! Nomor 23, toewan," kata mandoer, jang disoeroeh tadi, dengan hormat.

„Marilah kita pergi bersama-sama, njonja," kata dokter itoe dengan manis kepada njonja Fi. Maka njonja itoepoen menoeroetkan dija dengan segera.

Hatinja berdebar-debar, waktoe ija berdjalan mengiringkan dokter, jang baik basa itoe. Ija menoléh kekanan dan kekiri. Maka beroebah-oebahlah air moekanja melihatkan orang sakit jang banjak tertidoer dikanan-kiri itoe. Takoet dan kasihan silih

—————— ganti terbit didalam kalboenja, karena barce sekali inilah ija melihat orang sakit berderet sebanjak itoe.

Tijada berapa lama berdjalan, berdirilah mereka itoe didepan tempat-tidoer No. 23. Dokter itoepoen menoendjoek kepada anak jang terbaring disitoe.

Baoe obat jang tadjam memasoeki hidoeng rangsang jang berdiri berkeliling si sakit itoe. Njonja Fi ta' tahoe apa obat jang berbaoe itoe, akan tetapi kepada dokter adalah baoe itoe soewatoe tanda, bahwa si sakit tijada tahan Jama lagi s kepandaian dan 'ilmoe tabib tijada bergoena lagi; obat itoe dipakaikan hanja sekadar mengoerangkan kesakitan si Djamin jang malang itoe.

„Allah poetjatnja dija. Kasihan! Berapa sakit jang ditangoengkannja itoe; kasihan betoel arak matang ini," kata njonja jang pengiba itoe. Piloe hatinja melihatkan anak, jang mendapat bahaja itoe, sedang mendjalankan kerdja jarg baik. Beroelang-oelang ija menjapoe air matanja dengan sapoe-tangan.

Dengan tijada bergerak si Djamin terletak dialas tempat-tidoer itoe; kain poetih jang melilit kepalanja dan tempat jang merah disana sini, ja'n! bekas darah, menoendjoekkan, bahwa kesakitan jang dideritakannja itoe boekan alang-kepalang.

„Beloem sadar jija dari pingsannja?” bertanja dokier itoe kepada mandoer jang menoenggoei si Djamin itoe. Ija datang kesana karena dilihatnja ada tamoe, jang dibawa oleh toewan dokter itoe.

— „Tadi sebentar sadja tcewan.”

— „Apa katanja ?”

— „Ta' ada apa-apa, tjoema ija mengerang sebab kesakitan.”

Mendengar perkataan itoe si Djohan, jang tadinja tijada mengenal saudaranja itoe, menangislah dan bertanja kepada njonja Fi: „ini abang Djamin ?”

Si sakit mengerang poela, oleh sebab itoe njonja Fi tijada mendjawab pertanjaan si Djohan itoe.

Ketika itoe si sakit memboekakan matanja sebentar, laloe di toetoepkannja kembali.

Orang jang berempat itoe tijada berhenti memandang si Djamin, seorangpoen tijada jang berkata.

„Djamin! Dijamin!” berterijak si Djohan jang telah mengenal abangnja dan tijada terlahan hatinja lagi, laloe ija menangkap tangan si sakit jang koeroes itoe. Sebab mendengar dan mengenal soewara si Djohan itoe, si Djaminpoen memboekakan matanja. Soenggoehpoen dalam amat kesakitan itoe kelihatan djoega moekanja seperti hendak tersenjoem. Maka ketika ija melihat njonja Kong Soei, teringatlah ija akan boedi kedoewa orang laki-isteri itoe.

lja hendak membo ekakan bibirnja dan soewaranja kedengaran dari moeloetnja menjeboet: „Njonja baik!"

Waktoe itoe ija telah sadar akan dirinja dan melihat kepada adiknja kemoedijan kepada njonja Kong Soei; ija memandang kedoewa mereka itoe berganti ganti dengan pandangan jang memiloekan hati.

„Dimana engkau merasa sakit?" berlanja dokter itoe sambil menoendoekkan kepalanja dan meraba kepala si sakit dengan perlahan-lahan.

Si Djamin mendjawab pertanjaan dokter itoe dengan mengedjamkan mafanja sadja; laloe sambil menoendjoek kepada saudaranja, ija berkata dengan perlahan-lahan sebab kesakitannja:

- „Njonja jang baik! . . . . . Terima kasih. . . . . tjintjin itoekoe tijada. . . . . koedjoewal. . . . . . masih ada. . . . . Djohan tahoe tempatnja."

Keroet, jang menoendoekkan peri loekanja itoe, bila ija berkata-kata, tampak di moekanja dan menjebabkan ija tijada dapat lagi meneroeskan perkataannja. Hanjalah ij memandang dengan matanja jang tjekoeng dan malap itoe kepada njonja F. dan adiknja.

Sebentar ija mengedjamkan matanja seolah-olah ada jang menjoesahkan hatinja. Kemoedijan diboekakannja poela matanja, seraja berkata dengan soewara jang lebih djelas tetapi poetoes-poetoes, karena ija menahani air matanja.

―„Adikkoe Djohan malang. . . . . kasihan. . . . . tinggal sendiri. . . . . djangan poelang lagi. . . . ke roemah; djangan. . . . . djangan. . . . . .

lja hendak teroes berkata tetapi tij ida koewat lagi. Soedahlah hantjoer rasa hatinja. Bagaimana sekalipoen sakitnja, tijadalah dapat ija menahan piloe hatinja itoe, laloe ija menangis tersedoe-sedoe, dan air matanja bertjoetjoeran ke bantal jang mengalang kepalanja itoe.

Si Djohanpoen hendak menangis, tetapi dilarang keras oléh toewan dokter dan njonja Fi, soepaja djangan bertambah soesah hati si sakit itoe.

Si Djamin menangis tersedoe-sedoe sampai pingsan poela sekali lagi. Akan tetapi setelah sedjoeroes, parasnja beroebah mendjadi terang dan djernih.

Pada moekanja terbajanglah kesoekaan dan dengan senjoem pada bibirnja ija mengoeloerkan kedoewa belah tangannja keatas, seraja berkata: ,,Iboekoe! Iboekoe jang tertjinta!"

Sekali lagi ija memboekakan matanja seraja memberi tanda dengan tangannja, soepaja adiknja Djohan datang dekat kepadanja.

Sekali lagi ija mengoetjapkan terima kasih kepada njonja Kong Soei. Kemoedijan ija memegang tangan adiknja, seraja berkata: „Adikkoe, Djohan! sekarang saja pergi. . . . . bersama-sama dengan iboe kita. . . . . . Djangan adikkoe soesah. . . . . . kita bertjerai. . . . . . kita ber- temoe djoega. Selamat. . . . . . selamatlah adikkoe Djohan, jang tertjinta." Dengan perkataan ini si Djamin menarik tangan saudaranja dan memeloek dan mentjijoem adiknja itoe.

Maka berlinang-linanglah air mata toewan dokter serta mandoer jang berdiri disitoe dan njonja Fi tijada berhenti lagi menjapoe air matanja dengan sapoe-tangannja.

„Sampaikan salam dan tjijoemkoe kepada ajah,” kata si Djamin, seraja ija mentjijoem si Djohan sekali lagi. Kemoedijan ija melihat keatas seraja berkata :

„Allah jang maha moelija! Koeserahkan badan dan djiwakoe kepadamoe. Peliharakanlah hambamoe ini dalam rahmatmoe...."

Soewara Djamin tijada kedengaran lagi, hanja moeloetnja sadja jang masih bergerak-gerak, karena ija meminta do'a, sebagai jang diadjarkan oleh iboenja di hari hidoepnja iboe jang berboedi itoe," tijada pernah diloepakannja, sekalipoen di Taman Sari, sedang di'azab dan disiksa mak tirinja itoe.

Sekalijan jang berdiri berkeliling tempat-tidoer itoe berdijam diri, tijada jang bertjakap atau memandang kekanan atau kekiri. Masing-masing hendak menahan air matanja, akan tetapi sija-sija sadja, karena perkataan jang didengarnja dan perboewatan jang dilihatnja itoe menjedihkan dan memiloekan hati. Si mandoer, jang bijasa melihat kedjadian jaug seroepa itoe, lagi menggigit bibirnja akan menahan tangisnja, apa lagi njonja Kong Soei, seorang perempoewan jang berhati pengasihan; lebih-lebih lagi mendengar kata jang penghabisan jang keloewar dari moeloet si Djamin: „Soepaja dihari kemoedijan, sesoedah oemmatmoe terlepas daripada doenija, saja memoedji-moedji namamoe jang moelija itoe! Amin"

„Amin,” kata njonja Kong Soei dengan tersedoe-sedoe. „Amin" kata dokter itoe poela dan Djohan menjeboet poela perkataan itoe dengan tangisnja.

Si Djamin menoetoepkan matanja. Dengan kata „amin” itoe terbanglah djiwanja dan toewan dokter berkata: „Soedah poetoes," serta ija berpaling, laloe meninggalkan tempat itoe akan memberi tahoe kepada mandoer-kepala, bahwa tempat No. 23 soedah kosong adanja.


——————