Sistem Kesatuan Hidup Setempat Daerah Bali/Bab 7
- Tradisi kecil (tradisi pra-Hindu).
- Tradisi besar (tradisi Hindu).
- Tradisi modern (modernisasi).
Sistem masyarakat dan kebudayaan Bali masa kini masih cukup kentara memperlihatkan ketiga jenis tradisi itu dengan unsur-unsur tradisi besar sebagai tradisi yang paling dominan.
- Tingkat komunitas (desa)
- Tingkat regional (daerah).
- Tingkat nasional (pemerintah Republik).
Teori ini berasal dari J. Steward, juga pernah dipakai oleh C. Geertz dalam bukunya Agricultural Involution, adalah suatu rangka teori yang cukup relevan untuk dipakai memahami dan menganalisa dinamika masyarakat dan kebudayaan Bali dengan segala sub sistemnya.
Dengan postulat dan kerangka teoritis seperti tersebut di atas,
berturut-turut akan diuraikan niengenai perubahan-perubahan tentang:- Bentuk komunitas kecil
- Sistem pelapisan sosial komunitas kecil
- Pimpinan masyarakat dalam komunitas kecil
- Sistem pengendalian pada komunitas kecil.
BENTUK KOMUNITAS KECIL.
Perkembangan masyarakarat dan kebudayaan Bali dari tradisi kecil ke tradisi besar jaman dahulu pada hakekatnya juga telah memperlihatkan adanya perubahan mengenai bentuk komunitas kecil. Bentuk komunitaS kecil seperti desa adat Tenganan Pegringsingan, misalnya yang mencerminkan komunitas tradisi kecil adalah begitu berbeda dengan desa adat lainnya di Bali dataran yang umumnya mencerminkan komunitas tradisi besar. Komunitas tradisi kecil kurang terbagi dalam banjar- banjar dan karena itu peranan banjar adalah kecil. Sebaliknya, komunitas tradisi besar dengan wilayah yang relatif lebih luas, terbagi ke dalam berbagai banjar dan di sini peranan banjar cukup besar .
Bentuk komunitas tradisi kecil seperti tersebut di atas memperlihatkan pola sentralisasi (adanya satu pusat yaitu desa adat) dan bentuk komunitas tradisi besar memperlihatkan pola desentralisasi (disamping desa adat sebagai suatu pusat, banjar-banjar juga berkedudukan sebagai pusat yang lebih kecil; Hal ini diperlihatkan dalam kenyataan, bahwa di samping ada awig-awig desa adat juga ada awig-awig banjar.
Perkembangan selanjutnya ke arah tradisi modern dan begitu pula terintegrasinya komunitas di Bali ke dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia juga membawa akibat adanya beberapa perubahan dalam bentuk komunitas kecil perubahan bntuk komunitas dalam hal ini dimaksudkan, adalah perubahan dalam struktur dan hubungan antar elemen yang membangun struktur itu, perubahan dalam kelembagaan, atribut dan ciri-ciri komunitas tersebut.
- Pemekaran desa.
Akibat dari membesamya penduduk desa telah menimbulkan desa-desa baru sebagai pemekaran desa-desa, walaupun kadang-kadang atribut desa baru ini belum selengkap atribut yang seharusnya yang dimiliki oleh suatu desa. - Gejala hetrogennitas dan kompleknya pola orientasi kelompok.
Perkembangan masyarakat baik bersifat sosial maupun ekonomi telah menyebabkan makin heteroginnya keadaan kehidupan warga desa tersebut dan hal ini merubah ciri-ciri kehidupan dan orientasi masyarakat desa menjadi makin kompleks. - Membesamya peranan desa dinas dan mengecilnya peranan desa adat.
Kedudukan desa dinas sebagai unit terkecil dalan struktur pemerintahan Republik Indonesia telah menyebebkan peranan desa dinas tersebut amat besar, karena sebagian terbesar urusan kehidupan masyarakat tersalur melalui lembaga desa dinas itu. Sebaliknya peranan desa adat terbatas banya di bidang adat dan agama. - Masuknya lembaga-lembaga baru ke desa.
Masuknya berbagai lembaga baru ke desa yang jup membawa eksistensi dan fungsi tertentu mengakibatkan perubahan dalam hubungan-hubungan sosial dan mempengaruhi eksistensi lembaga-lembaga tradisional yang telah ada.
Karena pengaruh faktor-faktor di atas ini, maka telah terjadi perubahan dalam beberapa aspek bentuk komunitas sebagai berikut :
- Mengenai konsepsi Tri Hita Karana :
Konsepsi ini pada hakekatnya masih merupakan atribut pokok bagi suatu komunitas kecil di Bali yang berbentuk desa adat. Perkembangan telah menyebabkan, beberapa komponen dari konsepsi Tri Hita Karana (Kahyangan, pawongan dan palemahah), seperti misalnya palemahan (tanah desa) yang terwujud sebagai hak ulayat desa makin kabur dan cendrung menjadi hak individu yang pengaturannya, cendrung pula besifat individual dari pada kolektif. Begitu pula halnya tentang komponen pawongan (manusia) yang bertempat tinggal di wilayah desa makin menjadi heterogin. Gejala heteroginitas ini (khusus-
145
- Mengenai hubungan struktural dan fungsional antara desa adat
dengan desa dinas.
Seharusnya, hubungan desa adat dengan desa dinas adalah bersifat fungsional. Dalam kenyataan, karena fokus kegiatan pembangunan dan segala aktivitas resmi tersalur kepada masyarakat melalui desa dinas, maka tampak kecendrungan, bahwa secara struktural desa adat adalah bagian dari desa dinas. Fungsi desa adat menjadi makin menyempit (hanya bidang agama dan adat) dan eksistensinya sering menjadi tergantung kepada desa dinas. - Mengenai pemerintahan desa.
Wewenang dan peranan aparat desa adat telah menjadi terbatas dan menyempit. Begitu pula arti dan peranan dari awig-awig desa adat menjadi melemah.
Banyak peristiwa dan masalah yang dulunya dapat diatasi dan diselesaikan menurut awig-awig desa adat, kini tidak demikian lagi, dan memerlukan penggarapan di tingkat supra-desa. Sifat otonom dalam pemerintahan desa adat menjadi makin kendor. - Mengenai lembaga-lembaga sosial.
Lembaga-lembaga sosial pada masyarakat desa menjadi makin heterogin. Di samping tetap adanya lembaga-lembaga tradisional seperti : banjar, subak, sekeha, juga mulai berkembang lembaga-lembaga asal dari luar desa, seperti : LSD (LKMD), KUD, PKK, dan lain-Iain. Kompleksinya keadaan kelembagaan seperti itu memperlihatkan masalah ganda, di satu pihak beberapa lembaga tradisional melemah dalam fungsinya (seperti beberapa sekeha), dan dipihak lain beberapa lembaga yang baru belum sepenuhnya membudaya. - Mengenai ciri-ciri kehidupan komunitas.
Ciri-ciri kehidupan dalam komunitas kecil juga mengalami bebeberapa perubahan sebagai atribut dari dinamika kehidupan warga komunitas itu sendiri. Beberapa ciri itu antara lain :a. Melemahnya beberapa aktivitas gotong royong yang telah dinilai oleh warga masyarakat kurang ekonomis dan kurang efisien lagi.b. Bergesemya pola-pola keterikatan kepada komunitas sebagai atribut dari makin tingginya tingkat mobilitas warga komunitas yang bersangkutan.
c. Makin heteroginnya warga komunitas yang selanjutnya mempunyai implikasi makin kompleknya pola-pola hubungan sosial dan kompleksnya kepribadian kelompok.
SISTEM PELAPISAN SOSIAL KOMUNITAS KECIL.
1. Faktor pendidikan.
Kemajuan pendidikan,disatu pihak menyebabkan majunya pengetahuan manusia termasuk pengetahuan daJam menanggapi lingkungan sosialnya secara makin logis dan rasional dan di pihak lain muncul pula sebagai produk pendidikan itu sejumlah orang dengan keahlian dan kedudukan tertentu dalam masyarakat. Hal ini menimbulkan dasar baru bagi penilaian dalam membedakan jenjang tinggi rendahnya kedudukan seseorang
2. Faktor ekonomi.
- Faktor kekuasaan.
Perubahan struktur kekuasaan dari sistem pemerintahan kerajaan pada masa lahi menjadi sistem pemerintahan Republik masa kini, juga merubah sistem pelapisan sosial, termasuk dalam hal ini sistem pelapisan sosial dalam komunitas kecil, karena struktur lama adalah struktur yang memenitingkan kekuasaan atas dasar keturunan dan struktur baru lebih mementingkan kekuasaan atas dasar prestasi yang mampu dicapai seseorang. Perubahan itu mempengaruhi cara penilaian masyarakat dalam membedakan tinggi rendahnya kedudukan seseorang daJam masyarakat. - Faktor komunitas.
Pesatnya perkembangan komunitas menyebabkan makin meluasnya masyarakat Bali berkomunikasi dengan dunia luar, selanjutnya membawa akibat makin banyaknya masuk nilainilai baru yang dapat menggeser atau merubah nilai-nilai tradisional. Dalam keadaan seperti ini rupanya juga makin berkembang nilai-nilai baru, termasuk nilai-nilai yang berkaitan dengan penilaian tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakatnya.
- Melemahnya dasar-dasar pelapisan sosial tradisional (dasar senioritas, keaslian, keturunan dan kekuasaan tradisional). Gejala ini terutama kentara dalam bidang kehidupan ekonomi, pendidikan dan pemerintahan resmi atau kedinasan.
- Berkembangnya dasar-dasar baru sebagai indikator pelapisna, yaitu : dasar pendidikan formal, dasar kekayaan dan dasar kepangkatan. Dasar pelapisan baru ini sedang dalam proses pelembagaan dan belum mantap terbeku ke dalam adat.
- Dari kedua akibat tersebut di atas kentara adanya suatu kecendrungan dalam rangka proses perubahan sistem pelapisan sosial komunitas kecil di Bali, yaitu : bergesernya dasar dasar pelapisan menurut prestasi yang dapat dicapai (acheced).
PIMPINAN MASYARAKAT DALAM KOMUNITAS KECIL.
- Faktor perkembangan komunitas yang cendrung makin komplek. Sejalan dengan meluasnya tingkat integrasi masyarakat komunitas kecil dari tingkat komunitas ke tingkat regional, nasional, dan bahkan internasional, maka hal itu memperluas pula cakrawala pandangan, tuntutan dan kompleksnya masalah-masalah kehidupan yang dihadapi oleh warga komunitas yang bersangkutan. Implikasi dari fenomena seperti itu adalah makin rumitnya proses-proses sosial mengenai segi perencanaan, pengambilan keputwan,
pelaksanaan keputusan serta pengawasannya.
Semua itu merupakan hal-hal yang terkait erat dengan aspek
149
- Faktor Struktur pemerintahan.
Sejarah perkembangan desa di Bali telah mewujudkan adanya dua jenis desa, yaitu : desa adat dan desa dinas. Apabila dikaitkan dengan struktur pemerintahan Republik Indonesia, maka desa dinas berkedudukan sebagai unit terkecil yang menampung berbagai segi kegiatan di tingkat pedesaan dan karena itu peranannya amat besar. Berbeda dengan desa adat, peranannya terbatas pada bidang adat, dan agama. lmplikasi dari perkembangan seperti itu juga membawa perubahan-perubahan tertentu dalam sistem pimpinan komunitas, terutama dalam sistem pimpinan masa kini, baik dalam komponen norma, personal, maupun perlengkapan dan atribut kepemimpinannya. - Faktor perkembangan dalam komunitas yang makin heterogin. Terintegrasinya komunitas kecil ke dalam struktur pemerintahan Republik Indonesia, telah menyebabkan masuknya berbagai jenis lembaga sosial baru ke tingkat pedesaan, seperti : L.K.M.D., K.U.D., P.K.K. dan lain-lain. Di samping adanya lembaga-lembaga baru itupun berkembang berdampingan dan sedikit banyak terkait dengan lembaga-lembaga tradisional tersebut. Lembaga-lembaga baru itu untuk eksestensinya memerlukan bentuk kepemimpinan yang sesuai dengan fungsinya dan karena itu berbeda dengan bentuk kepemimpinan lembaga-lembaga tradisional.
- Melemahnya sistem kepemimpinan dasar keturunan. Dasar-dasar prestasi cendrung makin berkembang. Indikator yang cukup dominan menunjang dan terkait dengan prestasi, adalah faktor pendidikan. Faktor ini kentara baik dalam jenis pimpinan tradisional, masa kini, formal maupun non formal.
- Di samping peranan pimpinan pucuk yang cukup besar, peranan pimpinan terbatas makin penting. Terhadap jenis yang terakhir ini tuntutan prestasi dan spesialisasi makin tinggi.
- Dibandingkan dengan pimpinan tradisional, maka peranan pimpinan formal masa kini, yaitu perbekel amat besar dan amat sentral.
Lingkup kepemimpinannya menjangkau hampir seluruh segi kehidupan dalam komunitas dan karena itu menjadi amat berwewenang secara formal. - Khusus untuk pimpinan formal masa kini, yaitu perbekel, mereka bukan lagi semata-mata sebagai tokoh primus interpares. Tidak jarang untuk pimpinan seperti ini mereka berasal dari luar komunitas kecil yang bersangkutan dan dalam kaitan ini sering sifat yang berhubungan dengan perwujudan kekuatan fisik merupakan dasar yang penting.
SISTEM PENGENDALIAN PADA KOMUNITAS KECIL. ·
- Tingkat defrensiasi dan stratifikasi-sosial yang makin komplek. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, maka pembagian kerja dalam masyarakat yang bersangkutan menjadi makin beraneka ragam dan hal ini menyebabkan tingkat defrensiasi dan stratifikasi-sosial cendrung makin komplek.Dalam wujud difrensiasi yang lebih sederhana maka aturan susila umum, baik dalam bentuk keyakinan, kepercayaan,
- agama, hukum adat berfungsi sangat efektif sebagai pengendalian sosial. Tetapi dalam wjud difrensiasi yang lebih komplek, beberapa aspek dari aturan susila tidak efektif lagi dan hal itu memerlukan cara-cara baru tertentu.
- Faktor pendidikan
Pesatnya perkembangan pendidikan formal telah menumbuhkan sikap tertentu, tennasuk sikap dalam hal menanggapi lingkungan hidup mereka, baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya. Dalam hal seperti itu, maka berbagai cara pengendalian sosial tradisional telah mendapat tanggapan secara rasional, sehingga beberapa jenis tidak dianggap efektif lagi. Akibat dari gejala seperti itu, di satu pihak beberapa cara tradisional ditinggalkan dan di pihak lain berkembang cara-cara pengendalian sosial yang baru. - Berubahnya berbagai jenis kebiasaan dalam kehidupan komunitas kecil.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat, maka berbagai jenis kebiasaan dalam kehidupan komunitas yang berubah. Sebagai suatu contoh adalah berkurangnya kebiasaan mendongeng kepada anak-anak kecil. Masa Jalu. kebiasaan seperti itu amat penting artinya bagi pembentuk kepribadian si anak dan sekaligus mengkomunikasikan kepada mereka berbagai jenis cara pengendalian sosial. - Meluasnya tingkat-tingkat integrasi masyarakat komunitas kecil.
Sebagai akibat dari perluasan integrasi masyarakat komunitas kecil ke tingkat regional maupun nasional, maka peranan hukum adat sebagai suatu bentuk pengendalian sosial diimbangi dan bahkan dikalahkan oleh kekuatan hukum positif Republik Indonesia. Hal seperti membawa perubahan-perubahan tertentu dalam kaitannya dengan peranan hukum adat sebagai pengendalian sosial.
- Melemahnya arti dan peranan beberapa bentuk pengendalian sosial tradisional, seperti : dongeng, ceritera rakyat, pepatah dan lain-lain.
- Berkembangnya beberapa cara dan bentuk pengendalian sosial baru yang terkomunikasi ke dalam kehidupan komunitas melalui berbagai jalur.
Jalur yang terpenting antara lain adalah:- Jalur pendidikan formal
- Jalur hukum positif; dan
- Jalur pemerintahan formal.
DAFTAR BIBLIOGRAFI
1. Bagus, I Gusti Ngurah 1970 |
: | Sistem Pola Menetap Masyarakat Bali. Universitas Udayana, Denpasar. |
2. 1970 | : | A Short Note on the Modem Hindu Movements in Balinese Society. Jurusan Antropologi Budaya Universitas Udayana, Denpasar. |
3. 1971 | : | "Kebudayaan Bali", Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia ( Koentjoroningrat red ) jabatan, Jakarta. |
4. 1974 | : | Surya Kanta : Modem Kewangsaan Movements of the Jaba Caste in Bali. Kertas kerja untuk Sixth International Conference of Asian History, Jogyakarata. |
5. Chvarrubias, Miguel 1956 |
: | The Island of Bali. Knoff. New York. |
6. Dananjaya, James 1977 |
: | Kebudayaan Petani Deta Trunyan Di Bali. Disertasi PHD dalam ilmu Antropologi, pada Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta. |
7. Geertz, Clifford 1959 |
: | "Form and Variation in Balinese Village Structure" American Anthropologist, Vol. 61. |
8. 1964 | "Tihingan : Sebuah Desa Di Bali, Masyarakat Desa Di Indonesia Masa Ini (Koentjaraningrat, red). Yayasan Penerbit-Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. |
9. Geertz, Hildred 1959 |
"The Balinese Village", Local, Ethnic and national loyalitas in Village Indonesia: A Symposiom (Skinner ed). New Haven |
10. Geriya, Wayan 1980 |
"Sistem Gotong Royong: Analisa Dari Segi Tata Nilai, Dinamika, dan Artinya Bagi Pembangunan Pedesaan" Ketha Patrika, Majalah Hukum dan Masyarakat no. 17, Tahun VI. Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Udayana. Denpasar. |
11. 1980 | "Pariwisata: Satu Fenomena Modernisasi Dalam Masyarakat Bali dan Implikasinya Bagi Pembangunan Pedesaan", Widya Pustaka, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastara, Universitas Udayana, no. 1 Fakultas Sasta, Universitas Udaya, Denpasar. |
12. Goris, R. 1974 |
Sekte-Sekte Di Bali. Seri Terjemahan kerja sama LIPI dan KITLV. Diterjemahkan oleh Ny. P.S. Kusumo Sutoyo. Bhratara. Jakarta. |
13. Koentjaraningrat 1964 |
Masyarakat Desa Di Indonesia Masa Ini (red). |
Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta | |
14. 1969 | Rintangan-rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia. Bhratara. Jakarta. |
15. 1971 | Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia (red). Jambatan. Jakarta. |
16. 1973 | Metode Wawancara, "Metodologi Penelitian Masyarakat (red). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terbitan khusus - Bagian Ilmu Pengetahuan Indonesia. No. 1/1. Jakarta. |
17. 1974 | Beberapa Pokok Antropologi Sosial Penerbit PT. Dian Rakyat Jakarta. |
18. 1974 | Kebudayaan, Mentalitet Dan Pembangunan Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. |
19. Korn, V.E. 1960 |
"The Republic of Tenganan Pengrisingan", Bali Studies in Life. Thought and Rituel (Swellengrebel, ed). The Hagne Van Hoeve. Bandung. |
20. Lansing, John Stephen 1974 |
Evil in the Morning of the Eord. Phenomenological Approaches to Balinese Community. Centre for South and Southeast Asian Studies. The University of Michigan. USA |
21. MC Kean, Philip Frick 1973 |
Cultural Involution : Tourist, Ba- |
linesa and The PraceSB of Modernization in an Antropological Perspective. Disertasi Ph. D, Jurusan Antropologi, Universitas Brawn. USA. | |
22. Mertha Sutedja, Wayan 1978 |
Dasar-Dasar Kepemimpinan Tradisional Di Bali. Penerbit CV. Sumber Mas Bali. Denpasar. |
23. Baka, I Gusti Gede 1955 |
Monografi Pulau Bali. Pusat Jawatan Pertanian Rakyat. Jakarta. |
24. Steward, J 1959 |
"Level of Socio-Cultural Integration", Reading in Antropology (Morton H. Fried, ed). New York |
25. Soerjono Soekanto 1970 |
Sosiologi : Suatu Pengantar. Yayasan Penerbit Universitas
Indonesia Jakarta. |
26. Susanto, Astrid S. 1977 |
Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Penerbit Binacipta. Jakarta. |
27. Sutawan, Nyoman 1978 |
"Arti Gotong Royong clan Peranannya Dalam Pembangunan", Buletin Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, No. 2 Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar. |
28. Sutriano Hadi 1975 |
Metodologi Research Gajah Mada University Press, Yogyakarta. |
29. Swellengrebel (ed) 1960 |
Bali, Studies in life, Thought and Ritual. The Hague van Boeve. Bandung. |
30. Team Penyusun Monografi Daerah Bali. 1976 |
Monografi Daerah Bali. Penerbit Proyek pengembangan Media Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Dept. P dan K. Jakarta. |
31. Team Research Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Udayana. 1976 |
Sekilas Tentang Desa Tenganan Pegringsingan. Denpasar. |
32. Team Peneliti Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Udayana 1978 |
Laporan Penelitian lnventarisasi Desa Adat Di Kabupaten Karangasem. Denpasar. |
33. Team Research Jurusan Anthropologi, Fakultas Sastra, Universitas Udayana. 1973 |
Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Suatu Pengantar Umum Yang Diskriptif. Denpasar. |
34. Team Penyusunan REPELITA III Daerah Tingkat I Bali. 1979 |
Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Denpasar. |
35. Universitas Udayana 1973 Pengaruh "Mass Tourism" Terhadap Tata Kehidupan Masyarakat Bali. Denpasar.
| |
36. 1974 | The Impact of Tourism on the Socio-Economic Development of
Bali. Denpasar. |
37. 1977 | Peningkatan Pembangunan Pedesaan di Bali. Denpasar. |
Aksara Bali | Kediri | Pura Dalem |
Atman | Kelian adat | Pura Puseh |
Awig-awig | Kelian banjar | Pura Desa |
Badung | Kelian desa | Purancak |
Bahasa Bali | Kemulan taksu | Resi yadnya |
Bali Aga | Kepercayaan | Sad kahyangan |
Balian | Kerta masa | Sanggah |
Bangli | Klungkung | Sangkepan |
Banjar | Krama desa | Saya |
Banjar adat | Liligundi | Sekala |
Banjar dinas | Luan | Sekeha |
Bendesa adat | Manusa yadnya | Sepekin banjar |
Bhuta yadnya | Melukat | Sinoman |
Brahmana | Moksa | Sudra |
Buleleng | Nandes | Tabanan |
Bunutin | Ngaben | Teben |
Ceritera rakyat | Ngayah | Tenganan Pegringsingan |
Cor | Niskala | Tenget |
Dadia | Odalan | Tihingan |
Daur hidup | Palemahan | Titisan |
Denpasar | Pamijian | Tradisi besar |
Desa adat | Panca çradha | Tradisi kecil |
Desa dinas | Panca yadnya | Tradisi modern. |
Dewa yadnya | Pande besi | Tri angga |
Dongeng | Pawongan | Tri Hita Karana |
Dualistis | Pedanda | Tri Murti |
Gebagan | Pekaseh | Tri wangsa |
Gianyar | Penyarikan. | Tulak sumur |
Gunjing | Pepatah | Wesya |
Hindu | Perbekel | |
Imbalan | Pimpinan formal masa kini | |
Jaba | Pimpinan formal tradisional | |
Jerokuta | Pimpinan informal masa kini | |
Pimpinan informal tradisional | ||
Kahyangan tiga | Pimpinan masa kini | |
Kaja | Pimpinan tradisional | |
Kelod | Pitra yadnya | |
Karangasem | Primus inter pares | |
Karangdesa | Propaganda | |
Karmapala | Puikin banjar |