Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 (UU/2013/17)  (2013) 
tentang Organisasi Kemasyarakatan

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2013
TENTANG
ORGANISASI KEMASYARAKATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa sebagai wadah berkumpul dan berserikat, organisasi masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan untuk tercapainya keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan warga negara, serta menjaga keutuhan dan kemajuan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu diganti;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat;
Mengingat: Pasal 20, Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Organisasi Masyarakat yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dengan sukarela oleh warga negara Indonesia yang dibentuk berdasarkan kesamaan tujuan, kepentingan, dan kegiatan, untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan dasar Ormas.
  3. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD Ormas.
  4. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
  2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.


BAB II
ASAS, CIRI, DAN SIFAT


Pasal 2
Asas Ormas tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3
Ormas dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita Ormas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 4
Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis.


BAB III
TUJUAN, FUNGSI, DAN RUANG LINGKUP


Pasal 5
Ormas bertujuan untuk:
  1. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
  2. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
  3. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
  1. melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat;
  2. melestarikan budaya, sumber daya alam, dan lingkungan hidup;
  3. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat;
  4. menjaga, memelihara dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan
  5. mewujudkan tujuan negara.

Pasal 6
Ormas berfungsi sebagai:
  1. penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi;
  2. pembinaan dan pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi;
  3. penyalur aspirasi masyarakat;
  4. pemberdayaan masyarakat;
  5. pemenuhan pelayanan sosial;
  6. partisipasi masyarakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
  7. pemelihara dan pelestari norma, nilai, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 7
  1. Ormas memiliki bidang kegiatan sesuai dengan AD/ART masing-masing.
  2. Bidang kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan sifat, tujuan, dan fungsi Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6.

Pasal 8
Ormas memiliki lingkup:
  1. nasional
  2. provinsi
  3. kabupaten/kota.


BAB IV
PENDIRIAN


Pasal 9
Ormas didirikan oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) warga negara Indonesia, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.

Pasal 10
Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk:
  1. badan hukum; atau
  2. tidak berbadan hukum.
Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
  1. berbasis anggota; atau
  2. tidak berbasis anggota.

Pasal 11
  1. Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a berupa:
    1. perkumpulan; atau
    2. yayasan.
  2. Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis keanggotaan.
  3. Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota.

Pasal 12
  1. Badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a didirikan dengan memenuhi persyaratan:
    1. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD dan ART;
  1. program kerja;
  2. sumber pendanaan;
  3. surat keterangan domisili;
  4. nomor pokok wajib pajak atas nama perkumpulan; dan
  5. surat pernyataan tidak sedang dalam sengketa kepengurusan atau dalam perkara di pengadilan.
  1. Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
  2. Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setelah meminta pertimbangan dari instansi terkait.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan undang-undang.

Pasal 13
Badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
  1. Dalam upaya mengoptimalkan peran dan fungsinya, Ormas dapat membentuk suatu wadah berhimpun.
  2. Wadah berhimpun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak harus tunggal, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.


BAB V
PENDAFTARAN


Pasal 15
  1. Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan badan hukum.
  2. Pendaftaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal telah memperoleh status badan hukum, Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan surat keterangan terdaftar.

Pasal 16
  1. Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian surat keterangan terdaftar.
  2. Pendaftaran Ormas yang tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi persyaratan:
    1. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART;
    2. program kerja;
    3. susunan pengurus;
    4. surat keterangan domisili;
    5. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;
    6. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan
    7. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.
  3. Surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh:
    1. Menteri bagi Ormas yang memiliki lingkup nasional;
    2. gubernur bagi Ormas yang memiliki lingkup provinsi; atau
    3. bupati/walikota bagi Ormas yang memiliki lingkup kabupaten/kota.

Pasal 17
  1. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) wajib melakukan verifikasi dokumen pendaftaran paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen pendaftaran.
  2. Dalam hal dokumen permohonan belum lengkap Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meminta Ormas pemohon untuk melengkapinya dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penyampaian ketidaklengkapan dokumen permohonan.
  3. Dalam hal Ormas lulus verifikasi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan surat keterangan terdaftar dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 18
  1. Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum yang tidak memenuhi persyaratan untuk diberi surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan pendataan sesuai dengan alamat dan domisili.
  2. Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh camat atau sebutan lain.
  3. Pendataan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. nama dan alamat organisasi;
    2. nama pendiri;
    3. tujuan dan kegiatan; dan
    4. susunan pengurus.

Pasal 19
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan pendataan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN


Pasal 20
Ormas berhak:
  1. mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka;
  2. memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang Ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi;
  4. melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
  5. mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan
  6. melakukan kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi.

Pasal 21
Ormas berkewajiban:
  1. melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;
  2. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat;
  4. menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;
  5. melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan
  6. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.


BAB VII
ORGANISASI, KEDUDUKAN, DAN KEPENGURUSAN


Bagian Kesatu
Organisasi


Pasal 22
Ormas memiliki struktur organisasi dan kepengurusan.

Pasal 23
Ormas lingkup nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah provinsi di

seluruh Indonesia.


Pasal 24
Ormas lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

Pasal 25
Ormas lingkup kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit dalam 1 (satu) kecamatan.

Pasal 26
Ormas dapat memiliki struktur organisasi dan kepengurusan di luar negeri sesuai dengan kebutuhan organisasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27
Ormas dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Kedua
Kedudukan


Pasal 28
Ormas berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam AD.


Bagian Ketiga
Kepengurusan


Pasal 29
  1. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan dipilih secara musyawarah dan mufakat.
  2. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    1. 1 (satu) orang ketua atau sebutan lain;
    2. 1 (satu) orang sekretaris atau sebutan lain; dan
    3. 1 (satu) orang bendahara atau sebutan lain.
  3. Kepengurusan Ormas di setiap tingkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan Ormas.

Pasal 30
  1. Struktur kepengurusan, sistem pergantian, hak dan kewajiban pengurus, wewenang, pembagian tugas, dan hal lainnya yang berkaitan dengan kepengurusan diatur dalam AD dan/atau ART.
  2. Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan, susunan kepengurusan yang baru diberitahukan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepengurusan.

Pasal 31
  1. Pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan dari kepengurusan tidak dapat membentuk kepengurusan dan/atau mendirikan Ormas yang sama.
  2. Dalam hal pengurus yang berhenti atau yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membentuk kepengurusan dan/atau mendirikan Ormas yang sama, keberadaan kepengurusan dan/atau Ormas yang sama tersebut tidak diakui oleh Undang-Undang ini.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, kedudukan, dan kepengurusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam AD dan/atau ART.


BAB VIII
KEANGGOTAAN


Pasal 33
  1. Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota Ormas.
  2. Keanggotaan Ormas bersifat sukarela dan terbuka.
  3. Keanggotaan Ormas diatur dalam AD dan/atau ART.

Pasal 34
  1. Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang sama.
  2. Hak dan kewajiban anggota Ormas diatur dalam AD dan/atau ART.


BAB IX
AD DAN ART ORMAS


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 35
  1. Setiap Ormas yang berbadan hukum dan yang terdaftar wajib memiliki AD dan ART.
  2. AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit:
    1. nama dan lambang;
    2. tempat kedudukan;
    3. asas, tujuan, dan fungsi;
    4. kepengurusan;
    5. hak dan kewajiban anggota;
    6. pengelolaan keuangan;
    7. mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal; dan
    8. pembubaran organisasi.


Bagian Kedua
Perubahan AD dan ART Ormas


Pasal 36
  1. Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi pengambilan keputusan Ormas.
  2. Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan AD dan ART.


BAB X
KEUANGAN


Pasal 37
  1. Keuangan Ormas dapat bersumber dari:
    1. iuran anggota;
    2. bantuan/sumbangan masyarakat;
    3. hasil usaha Ormas;
    4. bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
    5. kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau
    6. anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.
  2. Keuangan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikelola secara transparan dan akuntabel.
  3. Dalam hal melaksanakan pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ormas menggunakan rekening pada bank nasional.

Pasal 38
  1. Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana dari iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, Ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART.
  2. Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala.
  3. Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XI
BADAN USAHA ORMAS


Pasal 39
  1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keberlangsungan hidup organisasi, Ormas berbadan hukum dapat mendirikan badan usaha.
  2. Tata kelola badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan/atau ART.
  3. Pendirian badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XII
PEMBERDAYAAN ORMAS


Pasal 40
  1. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup Ormas.
  2. Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
  3. Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
    1. fasilitasi kebijakan;
    2. penguatan kapasitas kelembagaan; dan
    3. peningkatan kualitas sumber daya manusia.
  4. Fasilitasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan Ormas.
  1. Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa:
    1. penguatan manajemen organisasi;
    2. penyediaan data dan informasi;
    3. pengembangan kemitraan;
    4. dukungan keahlian, program, dan pendampingan;
    5. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi;
    6. pemberian penghargaan; dan/atau
    7. penelitian dan pengembangan.
  2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa:
    1. pendidikan dan pelatihan;
    2. pemagangan; dan/atau
    3. kursus.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
  1. Dalam hal pemberdayaan, Ormas dapat bekerja sama atau mendapat dukungan dari Ormas lainnya, masyarakat, dan/atau swasta.
  2. Kerja sama atau dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemberian penghargaan, program, bantuan, dan dukungan operasional organisasi.

Pasal 42
  1. Pemerintah membentuk sistem informasi Ormas untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi.
  2. Sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh kementerian atau instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB XIII
ORMAS YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING


Pasal 43
  1. Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat melakukan kegiatan di wilayah Indonesia.
  2. Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;
    2. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia; atau
    3. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.

Pasal 44
  1. Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a wajib memiliki izin Pemerintah.
  2. Izin Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
    1. izin prinsip; dan
    2. izin operasional.
  3. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah memperoleh pertimbangan tim perizinan.
  4. Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 45
  1. Untuk memperoleh izin prinsip, ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan paling sedikit:
    1. ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia;
    2. memiliki asas, tujuan, dan kegiatan organisasi yang bersifat nirlaba.
  2. Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang.
  3. Perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin prinsip berakhir.

Pasal 49
  1. Izin operasional bagi ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a hanya dapat diberikan setelah ormas mendapatkan izin prinsip.
  2. Untuk memperoleh izin operasional, ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a harus memiliki perjanjian tertulis dengan Pemerintah sesuai dengan bidang kegiatannya.
  3. Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tidak melebihi jangka waktu izin prinsip dan dapat diperpanjang.
  4. Perpanjangan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum izin operasional tersebut berakhir.

Pasal 47
  1. Badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b dan huruf c disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia setelah mendapatkan pertimbangan tim perizinan.
  1. Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
    1. warga negara asing yang mendirikan ormas tersebut telah tinggal di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
    2. pemegang izin tinggal tetap;
    3. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, yang berasal dari pemisahan harta kekayaan pribadi pendiri paling sedikit senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut;
    4. salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
    5. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan/atau negara Indonesia.
  2. Selain harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang yayasan, pengesahan badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf c, wajib memenuhi persyaratan paling sedikit:
    1. badan hukum asing yang mendirikan yayasan tersebut telah beroperasi di Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut;
    2. jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan badan hukum asing yang berasal dari pemisahan sebagian harta kekayaan pendiri yang dijadikan kekayaan awal yayasan paling sedikit senilai Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang dibuktikan dengan surat pernyataan pengurus badan hukum pendiri mengenai keabsahan harta kekayaan tersebut;
  1. salah satu jabatan ketua, sekretaris, atau bendahara dijabat oleh warga negara Indonesia; dan
  2. surat pernyataan pendiri bahwa kegiatan ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan/atau negara Indonesia.

Pasal 48
Dalam melaksanakan kegiatannya, ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) wajib bermitra dengan Pemerintah dan Ormas yang didirikan oleh warga negara Indonesia atas izin Pemerintah.

Pasal 49
Pembentukan tim perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) dan Pasal 47 ayat (1) dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

luar negeri.


Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, tim perizinan, dan pengesahan ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 49

diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Pasal 51
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) berkewajiban:
  1. menghormati kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. tunduk dan patuh pada ketentuan peraturan perundang-undangan;
  1. menghormati dan menghargai nilai-nilai agama dan adat budaya yang berlaku dalam masyarakat Indonesia;
  2. memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia;
  3. mengumumkan seluruh sumber, jumlah, dan penggunaan dana; dan
  4. membuat laporan kegiatan berkala kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan dipublikasikan kepada masyarakat melalui media massa berbahasa Indonesia.

Pasal 52
Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dilarang:
  1. melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. mengganggu kestabilan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. melakukan kegiatan intelijen;
  4. melakukan kegiatan politik;
  5. melakukan kegiatan yang mengganggu hubungan diplomatik;
  6. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi;
  7. menggalang dana dari masyarakat Indonesia; dan
  8. menggunakan sarana dan prasarana instansi atau lembaga pemerintahan.


BAB XIV
PENGAWASAN


Pasal 53
  1. Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) dilakukan pengawasan internal dan eksternal.
  1. Pengawasan internal terhadap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan mekanisme organisasi yang diatur dalam AD/ART.
  2. Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah.

Pasal 54
  1. Untuk menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas, setiap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) memiliki pengawas internal.
  2. Pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan pemberian sanksi dalam internal organisasi.
  3. Tugas dan kewenangan pengawas internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD dan ART atau peraturan organisasi.

Pasal 55
  1. Bentuk pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) dapat berupa pengaduan.
  2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan oleh masyarakat, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 55 diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA ORGANISASI


Pasal 57
  1. Dalam hal terjadi sengketa internal Ormas, Ormas berwenang menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang diatur dalam AD dan ART.
  2. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 58
  1. Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat ditempuh melalui pengadilan negeri.
  2. Terhadap putusan pengadilan negeri hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
  3. Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan perkara dicatat di pengadilan negeri.
  4. Dalam hal putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi, Mahkamah Agung wajib memutus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.


BAB XVI
LARANGAN


Pasal 59
  1. Ormas dilarang:
    1. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas;
  1. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;
  2. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas;
  3. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau
  4. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
  1. Ormas dilarang:
    1. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
    2. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
    3. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
    4. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau
    5. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Ormas dilarang:
    1. menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
    2. mengumpulkan dana untuk partai politik.
  3. Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.


BAB XVII
SANKSI


Pasal 60
  1. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59.
  2. Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 61
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas:
  1. peringatan tertulis;
  2. penghentian bantuan dan/atau hibah;
  3. penghentian sementara kegiatan; dan/atau
  4. pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Pasal 62
  1. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a terdiri atas:
    1. peringatan tertulis kesatu;
    2. peringatan tertulis kedua; dan
    3. peringatan tertulis ketiga.
  2. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara berjenjang dan setiap peringatan tertulis tersebut berlaku dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
  3. Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mencabut peringatan tertulis dimaksud.
  1. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kesatu dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis kedua.
  2. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis kedua dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.

Pasal 63
  1. Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kesatu sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis kedua.
  2. Dalam hal Ormas pernah dijatuhi peringatan tertulis kedua sebanyak 2 (dua) kali, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan peringatan tertulis ketiga.

Pasal 64
  1. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (5) dan Pasal 63 ayat (2), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi berupa:
    1. penghentian bantuan dan/atau hibah; dan/atau
    2. penghentian sementara kegiatan.
  2. Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan dan/atau hibah, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Pasal 65
  1. Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional, Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung.
  2. Apabila dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari Mahkamah Agung tidak memberikan pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi penghentian sementara kegiatan.
  1. Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup provinsi atau kabupaten/kota, kepala daerah wajib meminta pertimbangan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 66
  1. Sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b dijatuhkan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan.
  2. Dalam hal jangka waktu penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Ormas dapat melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan Ormas.
  3. Dalam hal Ormas telah mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mencabut sanksi penghentian sementara kegiatan.

Pasal 67
  1. Dalam hal Ormas tidak berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar.
  2. Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib meminta pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebelum menjatuhkan sanksi pencabutan surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Mahkamah Agung wajib memberikan pertimbangan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya permintaan pertimbangan hukum.

Pasal 68
  1. Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pemerintah menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum.
  2. Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum.
  3. Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 69
  1. Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya salinan putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
  2. Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 70
  1. Permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri oleh kejaksaan hanya atas permintaan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia.
  2. Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada ketua pengadilan negeri sesuai dengan tempat domisili hukum Ormas dan panitera mencatat pendaftaran permohonan pembubaran sesuai dengan tanggal pengajuan.
  1. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
  2. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, permohonan pembubaran Ormas berbadan hukum tidak dapat diterima.
  3. Pengadilan negeri menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal pendaftaran permohonan pembubaran Ormas.
  4. Surat pemanggilan sidang pemeriksaan pertama harus sudah diterima secara patut oleh para pihak paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan sidang.
  5. Dalam sidang pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Ormas sebagai pihak termohon diberi hak untuk membela diri dengan memberikan keterangan dan bukti di persidangan.

Pasal 71
  1. Permohonan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) harus diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.
  2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
  3. Putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pasal 72
Pengadilan negeri menyampaikan salinan putusan pembubaran Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 kepada pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Pasal 73
  1. Putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.
  2. Dalam hal putusan pengadilan negeri tidak diajukan upaya hukum kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salinan putusan pengadilan negeri disampaikan kepada pemohon, termohon, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia paling lama 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak putusan diucapkan.

Pasal 74
  1. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal putusan pengadilan negeri diucapkan dan dihadiri oleh para pihak.
  2. Dalam hal pengucapan putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dihadiri oleh para pihak, permohonan kasasi diajukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak salinan putusan diterima secara patut oleh para pihak.
  3. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan pada pengadilan negeri yang telah memutus pembubaran Ormas.
  4. Panitera mencatat permohonan kasasi pada tanggal diterimanya permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera.
  5. Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera pengadilan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan dicatat.

Pasal 75
  1. Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 kepada termohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan.
  2. Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal memori kasasi diterima.
  3. Panitera pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi termohon kepada pemohon kasasi dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal kontra memori kasasi diterima.
  4. Panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi, memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan atau paling lama 7 (tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima.

Pasal 76
  1. Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (5) tidak terpenuhi, ketua pengadilan negeri menyampaikan surat keterangan kepada Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi.
  2. Penyampaian surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu penyampaian memori kasasi.

Pasal 77
  1. Mahkamah Agung wajib mempelajari permohonan kasasi dan menetapkan hari sidang dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.
  2. Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 harus diputus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung.

Pasal 78
  1. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi diputus.
  2. Pengadilan negeri wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon kasasi, termohon kasasi, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak putusan kasasi diterima.

Pasal 79
Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf a tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 atau Pasal 52, Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi:
  1. peringatan tertulis;
  2. penghentian kegiatan;
  3. pembekuan izin operasional;
  4. pencabutan izin operasional;
  5. pembekuan izin prinsip;
  6. pencabutan izin prinsip; dan/atau
  7. sanksi keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 80
Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi terhadap Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 78 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penjatuhan sanksi untuk ormas berbadan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia, atau yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing.

Pasal 81
  1. Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan oleh warga negara asing, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan tindak pidana, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Setiap orang yang merupakan anggota atau pengurus Ormas, atau anggota atau pengurus ormas yang didirikan oleh warga negara asing, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan tindakan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, pihak yang dirugikan berhak mengajukan gugatan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 82
Ketentuan lebih lanjut mengenai penjatuhan sanksi Ormas, ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, dan Ormas badan hukum yayasan yang didirikan warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 80 diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 83
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku:
  1. Ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diakui keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
  2. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) yang berdiri sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dan konsisten mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya sebagai aset bangsa, tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
  1. Surat keterangan terdaftar yang sudah diterbitkan sebelum Undang-Undang ini berlaku, tetap berlaku sampai akhir masa berlakunya; dan
  2. ormas yang didirikan oleh warga negara asing, warga negara asing bersama warga negara Indonesia, atau badan hukum asing yang telah beroperasi harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.


BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 84
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Ormas, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang Undang ini.

Pasal 85
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3298) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 86
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 87
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2013

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 116

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,




Wisnu Setiawan