Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2009
TENTANG
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
|
Mengingat: | Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan:
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
BAB II
PAJAK
BAB II
PAJAK
Bagian Kesatu
Jenis Pajak
Bagian Kesatu
Jenis Pajak
Pasal 2
|
|
Bagian Kedua
Pajak Kendaraan Bermotor
Bagian Kedua
Pajak Kendaraan Bermotor
Pasal 3
|
|
Pasal 4
|
Pasal 5
|
|
|
Pasal 6
|
Pasal 7
|
Pasal 8
|
Bagian Ketiga
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bagian Ketiga
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
|
|
Pasal 10
|
Pasal 11
Dasar pengenaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (9). |
Pasal 12
|
Pasal 13
|
|
Pasal 14
Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor wajib mendaftarkan penyerahan Kendaraan Bermotor dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak saat penyerahan. |
Pasal 15
|
Bagian Keempat
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Bagian Keempat
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pasal 16
Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di air. |
Pasal 17
|
Pasal 18
Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah Nilai Jual Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebelum dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. |
Pasal 19
|
|
Pasal 20
Besaran pokok Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (6) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. |
Bagian Kelima
Pajak Air Permukaan
Bagian Kelima
Pajak Air Permukaan
Pasal 21
|
Pasal 22
|
Pasal 23
|
Pasal 24
|
Pasal 25
|
Bagian Keenam
Pajak Rokok
Bagian Keenam
Pajak Rokok
Pasal 26
|
Pasal 27
|
Pasal 28
Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. |
Pasal 29
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. |
Pasal 30
Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. |
Pasal 31
Penerimaan Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. |
Bagian Ketujuh
Pajak Hotel
Bagian Ketujuh
Pajak Hotel
Pasal 32
|
Pasal 33
|
Pasal 34
Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. |
Pasal 35
|
Pasal 36
|
Bagian Kedelapan
Pajak Restoran
Bagian Kedelapan
Pajak Restoran
Pasal 37
|
|
Pasal 38
|
Pasal 39
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran. |
Pasal 40
|
Pasal 41
|
Bagian Kesembilan
Pajak Hiburan
Bagian Kesembilan
Pajak Hiburan
Pasal 42
|
|
Pasal 43
|
Pasal 44
|
Pasal 45
|
Pasal 46
|
Bagian Kesepuluh
Pajak Reklame
Bagian Kesepuluh
Pajak Reklame
Pasal 47
|
|
Pasal 48
|
Pasal 49
|
|
Pasal 50
|
Pasal 51
|
Bagian Kesebelas
Pajak Penerangan Jalan
Bagian Kesebelas
Pajak Penerangan Jalan
Pasal 52
|
|
Pasal 53
|
Pasal 54
|
Pasal 55
|
|
Pasal 56
|
Bagian Kedua Belas
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Bagian Kedua Belas
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pasal 57
|
|
Pasal 58
|
Pasal 59
|
Pasal 60
|
Pasal 61
|
|
Bagian Ketiga Belas
Pajak Parkir
Bagian Ketiga Belas
Pajak Parkir
Pasal 62
|
Pasal 63
|
Pasal 64
|
|
Pasal 65
|
Pasal 66
|
Bagian Keempat Belas
Pajak Air Tanah
Bagian Keempat Belas
Pajak Air Tanah
Pasal 67
|
Pasal 68
|
Pasal 69
|
Pasal 70
|
Pasal 71
|
Bagian Kelima Belas
Pajak Sarang Burung Walet
Bagian Kelima Belas
Pajak Sarang Burung Walet
Pasal 72
|
Pasal 73
|
Pasal 74
|
|
Pasal 75
|
Pasal 76
|
Bagian Keenam Belas
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Bagian Keenam Belas
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pasal 77
|
|
Pasal 78
|
Pasal 79
|
Pasal 80
|
Pasal 81
Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (5). |
Pasal 82
|
Pasal 83
|
Pasal 84
|
Bagian Ketujuh Belas
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Bagian Ketujuh Belas
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Pasal 85
|
|
|
Pasal 86
|
Pasal 87
|
|
Pasal 88
|
Pasal 89
|
Pasal 90
|
|
Pasal 91
|
Pasal 92
|
|
Pasal 93
|
BAB III
BAGI HASIL PAJAK PROVINSI
BAB III
BAGI HASIL PAJAK PROVINSI
Pasal 94
|
|
BAB IV
PENETAPAN DAN MUATAN YANG DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK
BAB IV
PENETAPAN DAN MUATAN YANG DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK
Pasal 95
|
|
BAB V
PEMUNGUTAN PAJAK
BAB V
PEMUNGUTAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 96
|
Pasal 97
|
|
Pasal 98
Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Pajak yang dapat dipungut berdasarkan penetapan Kepala Daerah atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dan ketentuan lainnya berkaitan dengan pemungutan Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 99
|
Bagian Kedua
Surat Tagihan Pajak
Bagian Kedua
Surat Tagihan Pajak
Pasal 100
|
|
Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Bagian Ketiga
Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Pasal 101
|
Pasal 102
|
Bagian Keempat
Keberatan dan Banding
Bagian Keempat
Keberatan dan Banding
Pasal 103
|
|
Pasal 104
|
Pasal 105
|
Pasal 106
|
Bagian Kelima
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi administratif
Bagian Kelima
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan Penghapusan atau Pengurangan Sanksi administratif
Pasal 107
|
|
BAB VI
RETRIBUSI
BAB VI
RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Objek dan Golongan Retribusi
Bagian Kesatu
Objek dan Golongan Retribusi
Pasal 108
|
|
Bagian Kedua
Retribusi Jasa Umum
Bagian Kedua
Retribusi Jasa Umum
Pasal 109
Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. |
Pasal 110
|
|
Pasal 111
|
Pasal 112
|
Pasal 113
Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf c adalah pelayanan: |
|
Pasal 114
Objek Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf d adalah
pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat yang meliputi:
|
Pasal 115
Objek Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf e adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 116
|
Pasal 117
Objek Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf g adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor, termasuk kendaraan bermotor di air, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. |
Pasal 118
Objek Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf h adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa oleh Pemerintah Daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran, alat penanggulangan kebakaran, dan alat penyelamatan jiwa yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat. |
Pasal 119
Objek Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf i adalah penyediaan peta yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. |
Pasal 120
|
Pasal 121
|
|
Pasal 122
Objek Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf l adalah:
|
Pasal 123
|
Pasal 124
Objek Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) huruf n adalah pemanfaatan ruang untuk menara telekomunikasi dengan memperhatikan aspek tata ruang, keamanan, dan kepentingan umum. |
Pasal 125
|
Bagian Ketiga
Retribusi Jasa Usaha
Bagian Ketiga
Retribusi Jasa Usaha
Pasal 126
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
|
Pasal 127
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
|
|
Pasal 128
|
Pasal 129
|
Pasal 130
|
Pasal 131
|
Pasal 132
|
Pasal 133
|
Pasal 134
|
|
Pasal 135
|
Pasal 136
|
Pasal 137
|
Pasal 138
|
Pasal 139
|
Bagian Keempat
Retribusi Perizinan Tertentu
Bagian Keempat
Retribusi Perizinan Tertentu
Pasal 140
Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. |
Pasal 141
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
|
Pasal 142
|
Pasal 143
Objek Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf b adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. |
Pasal 144
|
Pasal 145
Objek Retribusi Izin Trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf d adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. |
Pasal 146
Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf e adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. |
Pasal 147
|
Pasal 148
Teknis pemberian perizinan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. |
Bagian Kelima
Jenis, Rincian Objek, dan Kriteria Retribusi
Bagian Kelima
Jenis, Rincian Objek, dan Kriteria Retribusi
Pasal 149
|
|
Pasal 150
Jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam Pasal 110 ayat (1), Pasal 127, dan Pasal 141 sepanjang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
|
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. |
Bagian Keenam
Tata Cara Penghitungan Retribusi
Bagian Keenam
Tata Cara Penghitungan Retribusi
Pasal 151
|
|
Bagian Ketujuh
Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi
Bagian Ketujuh
Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi
Pasal 152
|
Pasal 153
|
Pasal 154
|
Pasal 155
|
BAB VI
PENETAPAN DAN MUATAN YANG DIATUR
DALAM PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI
BAB VI
PENETAPAN DAN MUATAN YANG DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI
Pasal 156
|
|
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI
Pasal 157
|
|
Pasal 158
|
|
Pasal 159
|
BAB IX
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
BAB IX
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 160
|
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Bagian Kedua
Pemanfaatan
Pasal 161
|
Bagian Ketiga
Keberatan
Bagian Ketiga
Keberatan
Pasal 162
|
Pasal 163
|
Pasal 164
|
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
BAB X
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 165
|
|
BAB X
KEDALUWARSA PENAGIHAN
BAB X
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 166
|
|
Pasal 167
|
Pasal 168
|
|
BAB XII
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
BAB XII
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 169
|
Pasal 170
|
|
BAB XIII
INSENTIF PEMUNGUTAN
BAB XIII
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 171
|
BAB XIV
KETENTUAN KHUSUS
BAB XIV
KETENTUAN KHUSUS
Pasal 172
|
|
BAB XV
PENYIDIKAN
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 173
|
|
|
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 174
|
Pasal 175
Tindak pidana di bidang perpajakan Daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau berakhirnya Bagian Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan. |
Pasal 176
Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar. |
Pasal 177
|
Pasal 178
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174, Pasal 176, dan Pasal 177 ayat (1) dan ayat (2) merupakan penerimaan negara. |
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 179
Pada saat undang undang ini berlaku, Pajak dan Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan Daerah mengenai jenis Pajak Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan jenis Pajak kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dan Peraturan Daerah tentang Retribusi mengenai jenis Retribusi Jasa Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1), jenis Retribusi Jasa Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, dan jenis Retribusi Perizinan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141, sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang. |
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 180
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku:
|
|
Pasal 181
Ketentuan mengenai Pajak Rokok sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. |
Pasal 182
Pada saat Undang Undang ini berlaku:
|
Pasal 183
Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 184
Peraturan pelaksanaan atas Undang Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang Undang ini diundangkan. |
Pasal 185
Undang Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 September 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ANDI MATTALATTA |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 130
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA SETIO SAPTO NUGROHO |