Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981/Bab XVI

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981
Bab XVI - Pemeriksaan di Sidang Pengadilan


BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN


Bagian Kesatu
Panggilan dan Dakwaan


Pasal 145
  1. Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.
  2. Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir.
  3. Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara.
  4. Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan.
  5. Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.

Pasal 146
  1. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada terdakwa yang memuat tanggal, hari, serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.
  1. Penuntut umum menyampaikan surat panggilan kepada saksi yang memuat tanggal, hari serta jam sidang dan untuk perkara apa ia dipanggil yang harus sudah diterima oleh yang bersangkutan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang dimulai.


Bagian Kedua
Memutus Sengketa mengenai Wewenang Mengadili


Pasal 147
Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari penuntut umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya.

Pasal 148
  1. Dalam hal ketua pengadilan negeri berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat alasannya.
  2. Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penetapan.
  3. Turunan surat penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.

Pasal 149
  1. Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap surat penetapan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, maka :
    1. Ia mengajukan perlawanan kepada Pengadilan tinggi yang bersangkutan dalam waktu tujuh hari setelah penetapan tersebut diterima;
    2. tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan batalnya perlawanan;
    3. perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 dan hal itu dicatat dalam buku daftar panitera;
    4. dalam waktu tujuh hari pengadilan negeri wajib meneruskan perlawanan tersebut kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan.
  2. Pengadilan tinggi dalam waktu paling lama empat belas hari setelah menerima perlawanan tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat penetapan.
  3. Dalam hal pengadilan tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum, maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut.
  4. Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada pengadilan negeri yang bersangkutan.
  5. Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepada penuntut umum.

Pasal 150
Sengketa tentang wewenang mengadili terjadi:
  1. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama;
  2. jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.

Pasal 151
  1. Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang mengadili antara dua pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah hukumnya.
  2. Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir-semua sengketa tentang wewenang mengadili :
    1. antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
    2. antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
    3. antara dua pengadilan tinggi atau lebih.


Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa


Pasal 152
  1. Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara ita termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
  2. Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.

Pasal 153
  1. Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang.
    1. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.
    2. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
  2. Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
  3. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
  4. Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang.

Pasal 154
  1. Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
  2. Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
  3. Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.
  4. Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
  5. Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsunkan.
  6. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
  7. Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.

Pasal 155
  1. Pada permulaan sidang, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
    1. Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan;
    2. Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.

Pasal 156
  1. Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
  2. Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan.
  3. Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
  4. Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat
hukumnya diterima olah pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.
    1. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membatalkan keputusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang.
    2. Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kajaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.
  1. Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.
  2. Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mendengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakan pengadilan tidak berwenang.

Pasal 157
  1. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
  2. Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mangundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
  3. Jika dipanuhi katentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkin diri harus diganti dan apabila tidak dipanuhi atau tidak diganti sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain.

Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan penyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.

Pasal 159
  1. Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah samua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
  2. Dalam hal saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan
hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk manyangka bahwa saksi itu tidak.akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.

Pasal 160
    1. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
    2. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
    3. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
  1. Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
  2. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
  3. Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.

Pasal 161
  1. Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari.
  2. Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.

Pasal 162
  1. Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
  2. Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Pasal 163
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan sidang.

Pasal 164
  1. Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.
  2. Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.
  3. Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan alasannya.

Pasal 165
  1. Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran.
  2. Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
  3. Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya.
  4. Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.

Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan baik kepada terdakwa maupun kepada saksi.

Pasal 167
  1. Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya.
  2. Izin itu tidak diberikan jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang.
  3. Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap.

Pasal 168
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar katerangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
  1. keluarga sedarah atau semanda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;
  2. saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena parkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
  3. suami atau isteri terdakwa maupun sudah bercerai atau yang bersama-
sama sebagai terdakwa.

Pasal 169
  1. Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta terdakwa secara tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah.
  2. Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan memberikan keterangan tanpa sumpah.

Pasal 170
  1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
  2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Pasal 171
Yang boleh diperiksa untuk memberi.keterangan tanpa sumpah ialah:
  1. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
  2. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.

Pasal 172
  1. Satelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kahadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar katerangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hadirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.
  2. Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang telah didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mandengar keterangan saksi yang lain.

Pasal 173
Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidak hadir.

Pasal 174
  1. Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
  2. Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum'atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
  3. Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara
pememeriksaan sidang yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta panitera dan segera diserahkan kapada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan undang-undang ini.
  1. Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.

Pasal 175
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.

Pasal 176
  1. Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
  2. Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.

Pasal 177
  1. Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.
  2. Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.

Pasal 178
  1. Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
  2. Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan.

Pasal 179
  1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
  2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Pasal 180
  1. Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan
ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
  1. Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
  2. Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
  3. Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

Pasal 181
  1. Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini.
  2. Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
  3. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.

Pasal 182
    1. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
    2. Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir;
    3. Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
  1. Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim - ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.
  2. Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.
  3. Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
  4. Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.
  5. Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. putusan diambil dengan suara terbanyak;
  2. jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
  1. Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.
  2. Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.


Bagian Keempat
Pembuktian dan Putusan dalam Acara Pemeriksaan Biasa


Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184
  1. Alat bukti yang sah ialah :
    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk;
    5. keterangan terdakwa.
  2. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 185
  1. Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
  2. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
  4. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
  5. Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan ahli.
  6. Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:
    1. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
    2. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
    3. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu;
    4. cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya;
  1. Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pasal 186
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :
  1. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
  2. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
  3. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya;
  4. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Pasal 188
  1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
  2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
    1. keterangan saksi;
    2. surat;
    3. keterangan terdakwa.
  3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bidjaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Pasal 189
  1. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
  2. Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya.
  3. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri.
  4. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan
harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Pasal 190
  1. Selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup untuk itu.
  2. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk membebaskan terdakwa, jika terdapat alasan cukup untuk itu dengan mengingat ketentuan Pasal 30.

Pasal 191
  1. Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.
  2. Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
  3. Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), terdakwa yang ada dalam status tahanan diperintahkan untuk dibebaskan seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, terdakwa perlu ditahan.

Pasal 192
  1. Perintah untuk membebaskan terdakwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3) segera dilaksanakan oleh jaksa sesudah putusan diucapkan.
  2. Laporan tertulis mengenai pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat penglepasan, disampaikan kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.

Pasal 193
  1. Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
    1. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu.
    2. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu.

Pasal 194
  1. Dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
  2. Kecuali apabila terdapat alasan yang sah, pengadilan menetapkan
supaya barang bukti diserahkan segera sesudah sidang selesai.
  1. Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pasal 195
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.

Pasal 196
  1. Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain.
  2. Dalam hal terdapat lebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.
  3. Segera sesudah putusan pemidanaan diucapkan, bahwa hakim ketua sidang wajib memberitahukan kepada terdakwa tentang segala apa yang menjadi haknya, yaitu :
    1. hak segera menerima atau segera menolak putusan;
    2. hak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan, dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini;
    3. hak minta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang untuk dapat mengajukan grasi, dalam hal ia menerima putusan;
    4. hak minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini, dalam hal ia menolak putusan;
    5. hak mencabut pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang ini.

Pasal 197
  1. Surat putusan pemidanaan memuat :
    1. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
    2. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
    3. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
    4. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
    5. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
    6. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
    7. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
    8. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;
    9. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
  1. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
  2. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;
  3. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;
  1. Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
  2. Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

Pasal 198
  1. Dalam hal seorang hakim atau penuntut umum berhalangan, maka ketua pengadilan atau pejabat kejaksaan yang berwenang wajib segera menunjuk pengganti pejabat yang berhalangan tersebut.
  2. Dalam hal penasihat hukum berhalangan, ia menunjuk penggantinya dan apabila pengganti ternyata tidak ada atau juga berhalangan, maka sidang berjalan terus.

Pasal 199
  1. Surat putusan bukan pemidanaan memuat :
    1. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f dan h;
    2. pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan;
    3. perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pasal ini.

Pasal 200
Surat putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan itu diucapkan.

Pasal 201
  1. Dalam hal terdapat surat palsu atau dipalsukan, maka panitera melekatkan petikan putusan yang ditandatanginya pada surat tersebut yang memuat keterangan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf j dan surat palsu atau yang dipalsukan tersebut diberi catatan dengan menunjuk pada petikan putusan itu.
  2. Tidak akan diberikan salinan pertamana atau salinan dari surat asli palsu atau yang dipalsukan kecuali panitera sudah membubuhi catatan pada catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan salinan petikan putusan.

Pasal 202
  1. Panitera membuat berita acara sidang, dengan memperhatikan persyaratan yang diperlukan dan memuat segala kejadian di sidang yang berhubungan dengan pemeriksaan itu.
  2. Berita acara sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat juga hal yang penting dari keterangan saksi, terdakwa dan ahli kecuali jika
hakim ketua sidang menyatakan bahwa untuk ini cukup ditunjuk kepada keterangan dalam berita acara pemeriksaan dengan menyebut perbedaan yang terdapat antara yang satu dengan lainnya.
  1. Atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum, hakim ketua sidang wajib memerintahkan kepada panitera supaya dibuat catatan secara khusus tentang suatu keadaan atau keterangan.
  2. Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera kecuali apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut.


Bagian Kelima
Acara Pemeriksaan Singkat


Pasal 203
  1. Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat ialah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan Pasal 205 dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
  2. Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa dan barang bukti yang diperlukan.
  3. Dalam acara ini berlaku ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan ketentuan di bawah ini :
      1. penuntut umum dengan segera setelah terdakwa di sidang menjawab segala pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan;
      2. pemberitahuan ini dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan;
    1. dalam hal hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama empat belas hari dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan cara biasa;
    2. guna kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama tujuh hari;
    3. putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang;
    4. hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut;
    5. isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.

Pasal 204
Jika dari pemeriksaan di sidang sesuatu perkara yang diperiksa dengan acara singkat ternyata sifatnya jelas dan ringan, yang seharusnya diperiksa dengan acara cepat, maka hakim dengan persetujuan terdakwa dapat melanjutkan pemeriksaan tersebut.


Bagian Keenam
Acara Pemeriksaan Cepat


Paragraf 1
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan

Pasal 205
  1. Yang diperiksa menurut acara pemeriksana tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 Bagian ini.
  2. Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyidik atas kuasa penuntut umum, dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
  3. Dalam acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding.

Pasal 206
Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara

dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.


Pasal 207
    1. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan. dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan.
    2. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga.
    1. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya.
    2. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.

Pasal 208
Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu.

Pasal 209
  1. Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkara dan selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditandatangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera.
  2. Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat kecuali jika dalam pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.

Pasal 210
Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian Ketiga Bab ini tetap
berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini.

Paragraf 2
Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan

Pasal 211
Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan pada Paragraf ini ialah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan.

Pasal 212
Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, oleh karena itu catatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 207 ayat (1) huruf a segera diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama berikutnya.

Pasal 213
Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya di sidang.

Pasal 214
  1. Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.
  2. Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
  3. Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
  4. Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan.
  5. Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.
  6. Dengan perlawanan itu putusan di luar hadirnya terdakwa menjadi gugur.
  7. Setelah panitera memberitahukan kepada penyidik tentang perlawanan itu hakim menetapkan hari sidang untuk memeriksa kembali perkara itu.
  8. Jika putusan setelah diajukannya perlawanan tetap berupa pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), terhadap putusan tersebut terdakwa dapat mengajukan banding.

Pasal 215
Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.

Pasal 216
Ketentuan dalam Pasal 210 tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan dengan Paragraf ini.


Bagian Ketujuh
Pelbagai Ketentuan


Pasal 217
  1. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan dan memelihara tata tertib di persidangan.
  2. Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

Pasal 218
  1. Dalam ruang sidang siapa pun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan.
  2. Siapa pun yang di sidang pengadilan bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang.
  3. Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bersifat suatu tindak pidana, tidak mengurangi kemungkinan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya.

Pasal 219
  1. Siapa pun dilarang membawa senjata api, senjata tajam, bahan peledak atau alat maupun benda yang dapat membahayakan keamanan sidang dan siapa yang membawanya wajib menitipkan di tempat yang khusus disediakan untuk itu.
  2. Tanpa surat perintah, petugas keamanan pengadilan karena tugas jabatannya dapat mengadakan penggeledahan badan untuk menjamin bahwa kehadiran seorang di ruang sidang tidak membawa senjata, bahan atau alat maupun benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan apabila terdapat maka petugas mempersilahkan yang bersangkutan untuk menitipkannya.
  3. Apabila yang bersangkutan bermaksud meninggalkan ruang sidang maka petugas wajib menyerahkan kembali benda titipannya.
  4. Ketetentuan ayat (1) dan ayat (2) tidak mengurangi kemungkinan untuk dilaukan penuntutan bila ternyata bahwa penguasaan atas benda tersebut bersifat suatu tindak pidana.

Pasal 220
  1. Tiada seorang hakim pun diperkenankan mengadili suatu perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung maupun tidak langsung,
  2. Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim yang bersangkutan, wajib mengundurkan diri baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya.
  3. Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pejabat pengadilan yang berwenang yang menetapkannya.
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam makna ayat tersebut di atas berlaku bagi penuntut umum.

Pasal 221
Bila dipandang perlu hakim di sidang atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasihat hukumnya dapat memberi penjelasan tentang hukum yang berlaku.

Pasal 222
  1. Siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada negara.
  2. Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.

Pasal 223
  1. Jika hakim memberi perintah kepada seorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di luar sidang, hakim dapat menunda pemeriksaan perkara sampai pada hari sidang yang lain.
  2. Dalam hal sumpah atau janji dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim menunjuk panitera untuk menghadiri pengucapan sumpah atau janji tersebut dan membuat berita acaranya.

Pasal 224
Semua surat putusan pengadilan disimpan dalam arsip pengadilan yang

mengadili perkara itu pada tingkat pertama tidak dibolehkan dipindahkan kecuali undang-undang menentukan lain.


Pasal 225
  1. Panitera menyelenggarakan buku daftar untuk semua perkara.
  2. Dalam daftar itu dicatat nama dan identitas terdakwa, tindak pidana yang didakwakan, tanggal penerimaan perkara, tanggal terdakwa mulai ditahan apabila ia ada didalam tahanan, tanggal dan isi putusan secara singkat, tanggal penerimaan permintaan dan putusan banding atau kasasi, dan lain hal yang erat hubungannya dengan proses perkara.

Pasal 226
  1. Petikan surat putusan pengadilan diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya segera setelah putusan diucapkan.
  2. Salinan surat putusan pengadilan diberikan kepada penuntut umum dan penyidik, sedangkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberikan atas permintaan.
  3. Salinan surat putusan pengadilan hanya boleh diberikan kepada orang lain dengan seizin ketua pengadilan setelah mempertimbangkan kepentingan dari permintaan tersebut.

Pasal 227
  1. Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, ditempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.
  2. Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan tanggal serta tandatangan, baik oleh petugas maupun
orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya.
  1. Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil biasa berdiam dan apabila masih belum juga disampaikan, maka surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut.

Pasal 228
Jangka atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada hari berikutnya.

Pasal 229
  1. Saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pejabat yang melakukan pemananggilan wajib memberitahukan kepada saksi atau ahli tentang haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 230
  1. Sidang pengadilan dilangsungkan di gedung pengadilan dalam ruang sidang.
  2. Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan.pakaian sidang dan atribut masing-masing.
  3. Ruang sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditata menurut ketentuan sebagai berikut :
    1. tempat meja dan kursi hakim terletak lebih tinggi dari empat penuntut umum, terdakwa, penasihat hukum dan pengunjung;
    2. tempat panitera terletak di belakang sisi kanan tempat hakim ketua sidang;
    3. tempat penuntut umum terletak di sisi kanan depan tempat hakim;
    4. tempat terdakwa dan penasehat hukum terletak di sebelah kiri depan dari tempat hakim dan tempat terdakwa di sebelah kanan tempat penasihat hukum;
    5. tempat kursi pemeriksaan terdakwa dan saksi terletak di depan tempat hakim;
    6. tempat saksi atau ahli yang telah didengar terletak di belakang kursi pemeriksaan;
    7. tempat pengunjung terletak di belakang tempat saksi yang telah didengar;
    8. bendera Nasional ditempatkan di sebelah kanan meja hakim dan panji Pengayoman ditempatkan di sebelah kiri meja hakim sedangkan lambang Negara di tempatkan pada dinding bagian atas di belakang meja hakim;
    9. tempat rohaniwan terletak di sebelah kiri tempat panitera;
    10. tempat sebagaimana dimaksud huruf a sampai huruf i diberi tanda pengenal;
  1. tempat petugas keamanan di bagian dalam pintu masuk utama ruang sidang dan di tempat lain yang dianggap perlu.
  1. Apabila sidang pengadilan dilangsungkan di luar gedung pengadilan, maka tata tempat sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuan ayat (3) tersebut di atas.
  2. Dalam hal ketentuan ayat (3) tidak mungkin dipenuhi maka sekurang-kurangnya bendera Nasional harus ada.

Pasal 231
  1. Jenis, bentuk dan warna pakaian sidang serta atribut dan hal yang berhubungan dengan perangkat kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 230 ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
  2. Pengaturan lebih lanjut tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehakiman.

Pasal 232
  1. Sebelum sidang dimulai, panitera, penuntut umum, penasihat hukum dan pengunjung yang sudah ada, duduk di tempatnya masing-masing dalam ruang sidang.
  2. Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang semua yang hadir berdiri untuk menghormat.
  3. Selama sidang berlangsung setiap orang yang ke luar masuk ruang sidang diwajibkan memberi hormat.