Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981/Bab XVI/Bagian Ketiga
BAB XVI
PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Bagian Ketiga
Acara Pemeriksaan Biasa
Pasal 152
(1) Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa
perkara itu termasuk wewenangnya, ketua pengadilan menunjuk hakim yang akan
menyidangkan perkara tersebut dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang.
(2) Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.
Pasal 153
(1) Pada hari yang ditentukan menurut Pasal 152 pengadilan bersidang.
(2) a.Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi;
b.Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang
mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.
(3) Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
(4) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
(5) Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang.
Pasal 154
(1) Hakim ketua sidang memerintahkan supaya terdakwa dipanggil masuk dan jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas.
(2) Jika dalam pemeriksaan perkara terdakwa yang tidak ditahan tidak hadir pada hari sidang yang telah ditetapkan, hakim ketua sidang meneliti apakah terdakwa sudah dipanggil secara sah.
(3) Jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang rnenunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari sidang berikutnya.
(4) Jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.
(5) Jika dalam suatu perkara ada lebih dari seorang terdakwa dan tidak semua terdakwa hadir pada hari sidang, pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan.
(6) Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
(7) Panitera mencatat laporan dari penuntut umum tentang pelaksanaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (6) dan menyampaikannya kepada hakim ketua sidang.
Pasal 155
(1) Pada permulaan sidang. hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa tentang nama Iengkap. tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya sertta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang.
(2)a.Sesudah itu hakim ketua sidang minta kepada penuntut umum untuk membacakan surat dakwaan;
b.Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah ia sudah benar-
benar mengerti, apabila terdakwa ternyata tidak mengerti, penuntut umum atas permintaan hakim ketua sidang wajib memberi penjelasan yang diperlukan.
Pasal 156
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
(3) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka Ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
(4) Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa perkara itu.
(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan permintaan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya kepada pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari sejak ia menerima perkara dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membátalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang;
b.Pengadilan tinggi menyampaikan salinan keputusan tersebut kepada pengadilan negeri
yang berwenang dan kepada pengadilan negeri yang semula mengadili perkara yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara untuk diteruskan kepada kejaksaan negeri yang telah melimpahkan perkara itu.
(6) Apabila pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) berkedudukan di daerah hukum pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan perkara tersebut
kepada kejaksaan negeri dalam daerah hukum pengadilan negeri yang berwenang di tempat
itu.
(7) Hakim ketua sidang karena jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah mdndengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat menyatakán pengadilan tidak berwenang.
Pasal 157
(1) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili perkara tertentu apabila ia terikat hubungan keluarga sedarah atau Semenda sampai derajat ketiga, hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2) Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari menangani perkara apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semeñda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
(3) Jika dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan diri harus diganti dan apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti sedangkan perkara telah diputus, maka perkara wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain.
Pasal 158
Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159
(1) Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
(2) Dalam hal saksi tidák hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160
(1)a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b.Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa
yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan kepada saksi keterangan tentang nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan,
selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi
dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan sampai derajat
keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah
bercerai atau terikat hubungan kerja dengannya.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.
Pasal 161
(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari.
(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
Pasal 162
(1) Jika saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan.
(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.
Pasal 163
Jika keterangan saksi di sidang berbeda dengan keterangannya yang terdapat dalam berita acara, hakim ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta minta keterangan mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acâra pemeriksaan sidang.
Pasal 164
(1) Setiap kali seorang saksi selesai memberikan keterangan, hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa bagaimana pendapatnya tentang keterangan tersebut.
(2) Penuntut umum atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi dan terdakwa.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum atau penasihat hukum kepada saksi atau terdakwa dengan memberikan alasannya.
Pasal 165
(1) Hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran.
(2) Penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
(3) Hakim ketua sidang dapat menolak pertanyaan yang diajukan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum kepada saksi dengan memberikan alasannya.
(4) Hakim dan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan perantaraan hakim ketua sidang, dapat saling menghadapkan saksi untuk menguji kebenaran keterangan mereka masing-masing.
Pasal 166
Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak bolèh diajukan baik kepada terdakwa; maupun kepada saksi
Pasal 167
(1) Setelah saksi .memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim ketua sidang memberi izin untuk meninggalkannya.
(2) Izin itu tidak diberikán jika penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum mengajukan permintaan supaya saksi itu tetap menghadiri sidang.
(3) Para saksi selama sidang dilarang saling bercakap-cakap.
Pasal 168
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a. keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sarnpai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
b. saudara dan terdakwa atau yang bérsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dari anak- anak saudara terdakwa sampal derajat ketiga
c. suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
Pasal 169
(1) Dalam hal mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 menghendakinya dan penuntut umum serta tegas menyetujuinya dapat memberi keterangan di bawah sumpah.
(2) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mereka diperbolehkan
memberikan keterangan tanpa sumpah.
Pasal 170
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
Pasal 171
Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah :
a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;
b.orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Pasal 172
(1) Setelah saksi memberi keterangan maka terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua sidang, agar di antara saksi tersebut yang tidak mereka kehendaki kehadirannya, dikeluarkan dari ruang sidang, supaya saksi lainnya dipanggil masuk oleh hakim ketua sidang untuk didengar keterangannya, baik seorang demi seorang maupun bersama-sama tanpa hádirnya saksi yang dikeluarkan tersebut.
(2) Apabila dipandang perlu hakim karena jabatannya dapat minta supaya saksi yang tèlah didengar keterangannya ke luar dari ruang sidang untuk selanjutnya mendengar keterangan saksi yang lain.
Pasal 173
Hakim ketua sidang dapat mendengar keterangan saksi mengenai hal tertentu tanpa hadirnya terdakwa, untuk itu Ia minta terdakwa ke luar dari ruang sidang akan tetapi sesudah itu pemeriksaan perkara tidak boleh diteruskan sebelum kepada terdakwa diberitahukan semua hal pada waktu ia tidãk hadir.
Pasal 174
(1) Apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh -sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.
(2) Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
(3) Dalam hal yang demikian oleh panitera segera dibuat berita acara pemeriksaan sidang
yang memuat keterangan saksi dengan menyebutkan alasan persangkaan, bahwa keterangan
saksi itu adalah palsu dan berita acara tersebut ditandatangani oleh hakim ketua sidang serta
panitera dan segera diserahkan kepada penuntut umum untuk diselesaikan menurut ketentuan
undang-undang ini.
(4) Jika perlu hakim ketua sidang menangguhkan sidang dalam perkara semula sampai pemeriksaan perkara pidana terhadap saksi itu selesai.
Pasal 175
Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab, pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.
Pasal 176
(1) Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa.
(2) Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat dijatuhkan dengan hadirnya terdakwa.
Pasal 177
(1) Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan.
(2) Dalam hal seorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara Ia tidak boleh pula menjadi juru bahasa dalam perkara itu.
Pasal 178
(1) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli serta tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat sebagai penterjemah orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi itu.
(2) Jika terdakwa atau saksi bisu dan atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang menyampaikan semua pertanyaan atau teguran kepadanya secara tertulis dan kepada terdakwa atau saksi tersebut diperintahkan untuk menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan
Pasal 179
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.
Pasal 181
(1) Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadañya apakah Ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 undang-undang ini.
(2) Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi.
(3) Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
Pasal 182
(1) a.Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
b.Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat
dijawab oleh penuntut umum, dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir.
c.Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah
dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang berkepentingan.
(2) Jika acara tersebut pada ayat (1) telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewenangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum dengan memberikan alasannya.
(3) Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan
apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut
umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang.
(4) Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang.
(5) Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan beserta alasannya.
(6) Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil permufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut
a.putusan diambil dengan suara terbanyak;
b.jika ketentuan tersebut huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
(7) Pelaksanaan pengambilan putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu dan isi buku tersebut sifatnya rahasia.
(8) Putusan pengadilan negeri dapat dijatuhkan dan diumumkan pada hari itu juga atau pada hari lain yang sebelumnya harus diberitahukan kepada penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum.