Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981/Bab XVII/Bagian Kesatu
BAB XVII
UPAYA HUKUM BIASA
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Tingkat Banding
Pasal 233
(1) Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum.
(2) Hanya permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) boleh diterima oleh panitera pengadilan negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2).
(3) Tentang permintaan itu oleh panitera dibuat sebuah surat keterangan yang ditandatangani olehnya dan juga oleh pemohon serta tembusannya diberikan kepada pemohon yang bersangkutan.
(4) Dalam hal pemohon tidak dapat rnenghadap, hal ini harus dicatat oleh panitera dengan disertai alasannya dan catatan harus dilampirkan dalam berkas perkara serta juga ditulis dalam daftar perkara pidana.
(5) Dalam hal pengadilan negeri menerima permintaan banding, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.
Pasal 234
(1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 233 ayat (2) telah lewat tanpa diajukan permintaan banding oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menenima putusan.
(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka panitera mencatat dan membuat
akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
Pasal 234
(1) Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permintaan banding dalam perkara itu tidak boleh diajukan lagi.
(2) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus sedangkan sementara itu pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi hingga saat pencabutannya.
Pasal 236
(1) Selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak permintaan banding diajukan, panitera mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi.
(2) Selama tujuh hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri.
(3) Dalam hal pemohon banding yang dengan jelas menyatakan secara tertulis bahwa ia akan mempelajari berkas tersebut di pengadilan tinggi, maka kepadanya wajib diberi kesempatan untuk itu secepatnya tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi,
(4) Kepada setiap pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk sewaktu-waktu meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi.
Pasal 237
Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa suatu perkara dalam tingkat banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi.
Pasal 238
(1) Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan oleh pengadilan tinggi dengan sekurang- kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan dan penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri, beserta semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan pengadilan negeri.
(2) Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak saat diajukannya permintaan banding.
(3) Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas permintaan terdakwa.
(4) Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi
atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada
mereka tentang apa yang ingin diketahuinya.
PasaI 239
(1) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pemeriksaan perkara dalam tingkat banding.
(2) Hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan atau panitera tingkat banding, dengan hakim atau panitera tingkat pertama yang telah mengadili perkara yang sama.
(3) Jika seorang hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama kemudian tekah menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang memeriksa perkara yang sama dalam tingkat banding.
Pasal 240
(1) Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam pénerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri.
(2) Jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusan dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan pengadilan tinggi dijatuhkan.
Pasal 241
(1) Setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tersebut di atas dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan, menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri.
(2) Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas putusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan tersebut pada Pasal 148.
Pasal 242
Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan.
Pasal 243
(1) Salinan surat putusan pengadilan tinggi beserta berkas perkara dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan negeri yang memutus pada tingkat pertama.
(2) Isi surat putusan setelah dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa
dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya pemberitahuan tersebut
dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi.
(3) Ketentuan mengenai putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi.
(4) Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut, panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya.
(5) Dalam hal terdakwa tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat atau melalui perwakilan Republik Indonesia, di mana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturut-turut melalui dua buah surat kabar yang terbit dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu.