KOTA PADANG DISERANG


Padang, Mei 1958

Kota Padang sudah diserang. Tuntutan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) agar pemerintahan pusat lebih memperhatikan nasib dan pembangunan daerah-daerah tidak digubris. Tuntutan itu dijawab malah dijawab dengan moncong senjata.

Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) sudah mengepung Kota Padang. Mendaratkan pasukannya dengan kapal-kapal landingship, menjatuhkan bom-bom dari pesawat Mustang P-51 yang terkenal ganas dan menakutkan. Gedung-gedung yang diduga sebagai markas PRRI diserbu habis-habisan. Sementara dari arah Pekanbaru, puluhan tank-tank T-34 buatan Soviet dikerahkan. Ribuan tentara diturunkan. "Mereka tidak main-main," ujar Letkol Ahmad Hussein sebelum mengungsi ke pedalaman. Beberapa petinggi PRRI yang ada di ruang pertemuan itu wajahnya memberat dan merah padam.

"Jika perang yang mereka inginkan, kita jadikan Kota Padang sebagai kuburan bagi mereka," ujar yang lain. Sore itu juga mereka menyusun rencana dan segeral menyingkir dari Kota Padang. Sebuah rencana gerilya sudah disusun. Peta pelarian yang rumit sehingga sulit untuk dilacak musuh sudah dikantongi.

“Apa ada kabar tentang keberadaan keluarga Sipatung Merah?" suaranya berat.

Kapten Sulaiman yang menjadi kaki tangannya terdiam.

"Sejauh ini belum komandan. Kita harus segera menyingkir ke luar kota. Sebentar lagi kota ini akan hancur lebur. Pasukan mereka sudah semakin dekat."

"Tidak, aku akan menunggu kabar tentang mereka. Entah mengapa aku sangat merasa berhutang budi padanya. Bisa saja nyawa mereka sedang terancam. Selamatkan keluarganya di Seberang Padang."

"Baik, saya akan suruh orang kita mencari keluarganya."

"Perintahkan yang lain buat iring-iringan keluar kota untuk mengalihkan perhatian. Kita akan menyingkir begitu keluarga si Patung Merah diselamatkan."


***