Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Cipta Kerja/Bab IV

Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang digunakan di laman ini adalah versi draf final 812 halaman, yang pertama kali beredar pada 12 Oktober 2020.
Untuk menampilkan seluruh batang tubuh dalam satu laman, lihat /Batang Tubuh.

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 


BAB IV
KETENAGAKERJAAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 80
Dalam rangka penguatan perlindungan kepada tenaga kerja dan meningkatkan peran dan kesejahteraan pekerja/buruh dalam mendukung ekosistem investasi, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279);
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4456);
  3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5256); dan
  4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141).


Bagian Kedua
Ketenagakerjaan


Pasal 81
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279) diubah sebagai berikut:
  1. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 13
  1. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh:
    1. lembaga pelatihan kerja pemerintah;
    2. lembaga pelatihan kerja swasta; atau
    3. lembaga pelatihan kerja perusahaan.
  2. Pelatihan kerja dapat diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja.
  3. Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam menyelenggarakan pelatihan kerja dapat bekerja sama dengan swasta.
  4. Lembaga pelatihan kerja pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan lembaga pelatihan kerja perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mendaftarkan kegiatannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
  1. Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14
  1. Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
  2. Bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat penyertaan modal asing, Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
  3. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  1. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 37
    1. Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas:
      1. instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan; dan
      2. lembaga penempatan tenaga kerja swasta.
    2. Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.
    3. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  2. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 42
    1. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Pemerintah Pusat.
    2. Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga kerja asing.
    3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi:
      1. direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
      2. pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau
      3. tenaga kerja asing yang dibutuhkan oleh pemberi kerja pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.
    4. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
  1. Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.
  2. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  1. Pasal 43 dihapus.
  2. Pasal 44 dihapus.
  3. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 45
    1. Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
      1. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing;
      2. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing; dan
      3. memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan tertentu.
  4. Pasal 46 dihapus.
  5. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 47
    1. Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
    2. Kewajiban membayar kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.
    3. Ketentuan mengenai besaran dan penggunaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Pasal 48 dihapus.
  7. Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai

    berikut:


    Pasal 49
    Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan tenaga kerja asing diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  8. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 56
    1. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:
    1. jangka waktu; atau
    2. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
  2. Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  1. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 57
    1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
    2. Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
  2. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 58
    1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
    2. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
  3. Ketentuan Pasal 59 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 59
    1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
      1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
      2. pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
      3. pekerjaan yang bersifat musiman;
      4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
      5. pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
    2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/346 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/347 dimaksud pada

Pemerintah.

ayat

(3)

diatur

dalam

Peraturan

22. Ketentuan Pasal 78 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 78 (1)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a.

ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

b.

waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

(2)

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.

(3)

Ketentuan waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja lembur diatur dalam Peraturan Pemerintah.

23. Ketentuan Pasal 79 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 79 (1)

(2)

Pengusaha wajib memberi: a.

waktu istirahat; dan

b.

cuti.

Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi: a.

istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan

b.

istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

(3)

Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang wajib diberikan kepada pekerja/buruh, yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

(4)

Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

(5)

Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 348

(6) Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/349 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/350 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/351 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/352 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/353 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/354
  1. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
  2. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana;
  3. pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan;
  4. pekerja/buruh memasuki usia pensiun; atau
  5. pekerja/buruh meninggal dunia.


  1. Selain alasan pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditetapkan alasan pemutusan hubungan kerja lainnya dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1).
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemutusan hubungan kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah.


  1. Pasal 155 dihapus.
  2. Ketentuan Pasal 156 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156
  1. Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
  2. Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
    2. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
    3. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
    4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
    5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
    6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
    7. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/356 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/357 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/358
Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Pasal 85 ayat (3), atau Pasal 144 dikenai sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
  1. Ketentuan Pasal 188 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 188
  1. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, atau Pasal 148 dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
  1. Ketentuan Pasal 190 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 190
  1. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15, Pasal 25, Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 61A, Pasal 66 ayat (4), Pasal 87, Pasal 92, Pasal 106, Pasal 126 ayat (3), atau Pasal 160 ayat (1) atau ayat (2) undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  1. Di antara Pasal 191 dan Pasal 192 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 191A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 191A
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini:
  1. untuk pertama kali upah minimum yang berlaku, yaitu upah minimum yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai pengupahan.
  2. bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang ditetapkan sebelum Undang-Undang ini, pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah.


Bagian Ketiga
Jenis Program Jaminan Sosial

Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/360 (1) (2) (3) (4)

Pasal 46D Manfaat jaminan kehilangan pekerjaan berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 6 (enam) bulan upah. Manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh peserta setelah mempunyai masa kepesertaan tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan masa kepesertaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 46E

(1) Sumber pendanaan berasal dari:

jaminan

kehilangan

pekerjaan

a. modal awal pemerintah; b. rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau c.

dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan jaminan kehilangan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Pasal 83 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5256) diubah sebagai berikut: 1.

Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a menyelenggarakan program jaminan kesehatan. (2) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b menyelenggarakan program:

2.

a.

jaminan kecelakaan kerja;

b.

jaminan hari tua;

c.

jaminan pensiun;

d.

jaminan kematian; dan

e.

jaminan kehilangan pekerjaan.

Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) BPJS Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

361
  1. BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pensiun, program jaminan hari tua, dan program jaminan kehilangan pekerjaan.
  1. Ketentuan Pasal 42 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 42
    1. Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
    2. Modal awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a untuk program jaminan kehilangan pekerjaan ditetapkan paling sedikit Rp6.000.000.000.000,00 (enam triliun rupiah) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


Bagian Kelima
Pelindungan Pekerja Migran Indonesia


Pasal 84
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 6141) diubah sebagai berikut:
  1. Ketentuan Pasal 1 angka 9 dan angka 16 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 1
    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
    1. Calon Pekerja Migran Indonesia adalah setiap tenaga kerja Indonesia yang memenuhi syarat sebagai pencari kerja yang akan bekerja di luar negeri dan terdaftar di instansi pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
    2. Pekerja Migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia yang akan, sedang, atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah di luar wilayah Republik Indonesia.
    3. Keluarga Pekerja Migran Indonesia adalah suami, istri, anak, atau orang tua termasuk hubungan karena putusan dan/atau penetapan pengadilan, baik yang berada di Indonesia maupun yang tinggal bersama Pekerja Migran Indonesia di luar negeri.
    4. Pekerja Migran Indonesia Perseorangan adalah Pekerja Migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri tanpa melalui pelaksana penempatan.
    5. Pelindungan Pekerja Migran Indonesia adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan Calon Pekerja
Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/363 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/364
  1. Ketentuan Pasal 53 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 53
    1. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia dapat membentuk kantor cabang di luar wilayah domisili kantor pusatnya.
    2. Kegiatan yang dilakukan oleh kantor cabang Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia menjadi tanggung jawab kantor pusat Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
    3. Kantor cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah provinsi.
    4. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
  2. Ketentuan Pasal 57 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 57
    1. Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus menyerahkan pembaruan data paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
    2. Dalam hal Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia tidak menyerahkan pembaruan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia diizinkan untuk memperbarui izin paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja dengan membayar denda keterlambatan.
    3. Ketentuan mengenai denda keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Di antara Pasal 89 dan Pasal 90 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 89A sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 89A
    Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja, pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai Perizinan Berusaha.