Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang digunakan di laman ini adalah versi draf final 812 halaman, yang pertama kali beredar pada 12 Oktober 2020. Untuk menampilkan seluruh batang tubuh dalam satu laman, lihat /Batang Tubuh.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
BAB VI KEMUDAHAN BERUSAHA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 105
Untuk mempermudah pelaku usaha dalam melakukan investasi Undang-Undang ini mengubah, menghapus, atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5216);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922);
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953);
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4893);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870);
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214);
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); dan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817).
Bagian Kedua Keimigrasian
Pasal 106
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
penanaman modal; dan
c.
Warga dari suatu negara yang secara resiprokal
memberikan pembebasan penjaminan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat
(2) huruf g tidak berlaku dalam hal pemegang Izin
Tinggal Tetap tersebut putus hubungan perkawinannya
dengan
warga
negara
Indonesia
memperoleh
penjaminan
yang
menjamin
keberadaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(6)
Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
b menyetorkan jaminan keimigrasian sebagai pengganti
penjamin selama berada di Wilayah Indonesia.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara jaminan
keimigrasian bagi Orang Asing diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
8. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 71
(1)
(2)
Setiap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia
wajib:
a.
memberikan segala keterangan yang diperlukan
mengenai identitas diri dan/atau keluarganya serta
melaporkan
setiap
perubahan
status
sipil,
kewarganegaraan, pekerjaan, Penjamin, atau
perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi
setempat; atau
b.
menyerahkan Dokumen Perjalanan atau Izin
Tinggal yang dimilikinya apabila diminta oleh
Pejabat Imigrasi yang bertugas dalam rangka
pengawasan Keimigrasian.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan kewajiban
keimigrasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Paten
Pasal 107
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2016 tentang Paten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5922) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1)
Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a
diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung
langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
(2)
Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru,
383 Halaman:RUU Cipta Kerja - Signed.pdf/384dibayar, Permohonan Paten sederhana dianggap ditarik
kembali.
5. Ketentuan Pasal 123 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 123
Pengumuman Permohonan Paten sederhana dilakukan
paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak
Tanggal Penerimaan Permohonan Paten sederhana.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan
Paten sederhana.
Pemeriksaan substantif atas Permohonan Paten
sederhana dilakukan setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Dikecualikan terhadap ketentuan dalam Pasal 49 ayat
(3) dan (4), bahwa keberatan terhadap Permohonan
Paten sederhana langsung digunakan sebagai tambahan
bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan substantif.
6. Ketentuan Pasal 124 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 124
Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan Paten sederhana paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan Permohonan Paten sederhana.
Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik.
Menteri memberikan sertifikat Paten sederhana kepada Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak.
Bagian Keempat Merek
Pasal 108
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
Merek tidak dapat didaftar jika:
bertentangan dengan ideologi negara, peraturan
agama, kesusilaan, perundangan-undang, moralitas
atau ketertiban umum;
sama dengan, berkaitan dengan, atau hanya menyebut
barang dan/atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
nama dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan melalui Kuasa;
Tanggal Penerimaan;
nama negara dan Tanggal Penerimaan pemohonan yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan menggunakan Hak Prioritas;
label Merek yang didaftarkan, termasuk keterangan mengenai macam warna jika Merek tersebut menggunakan unsur warna, dan jika Merek menggunakan bahasa asing, huruf selain huruf Latin, dan/atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, huruf Latin dan angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan Latin;
nomor dan tanggal pendaftaran;
kelas dan jenis barang dan/atau jasa yang Mereknya didaftar; dan
jangka waktu berlakunya pendaftaran Merek.
Bagian Kelima Perseroan Terbatas
Pasal 109
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.
Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham,
Direksi, dan Dewan Komisaris.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.
Perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil diberikan keringanan biaya terkait pendirian badan hukum.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keringanan biaya
Perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penerimaan negara bukan pajak.
Pasal 153J
Pemegang saham Perseroan untuk Usaha Mikro dan Kecil tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum
atau tidak terpenuhi;
pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung
maupun tidak langsung dengan iktikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Perseroan; atau
pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung
maupun tidak langsung secara melawan hukum
menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
evaluasi Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157;
pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah mengenai
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan aturan
pelaksanaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158;
dan
pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman
Pasal 115
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5870) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 angka 4 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelindungan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam adalah segala upaya untuk membantu Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam dalam
menghadapi permasalahan kesulitan melakukan Usaha
Perikanan atau Usaha Pergaraman.
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan
Petambak Garam adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Petambak Garam untuk melaksanakan Usaha Perikanan atau Usaha Pergaraman secara lebih baik.
Nelayan adalah Setiap Orang yang mata pencahariannya melakukan Penangkapan Ikan.
Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan kapal penangkap Ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap Ikan.
Nelayan Tradisional adalah Nelayan yang melakukan Penangkapan Ikan di perairan yang merupakan hak Perikanan tradisional yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun sesuai dengan budaya dan kearifan lokal.
Nelayan Buruh adalah Nelayan yang menyediakan tenaganya yang turut serta dalam usaha Penangkapan Ikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian impor
Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38
(1)Setiap Orang dilarang mengimpor Komoditas Perikanan dan
Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat
pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar
mutu wajib yang ditetapkan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tempat pemasukan, jenis,
waktu pemasukan, dan/atau standar mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 38A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 38A
(1)Setiap Orang yang melakukan impor Komoditas Perikanan
dan Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan
tempat pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau
standar mutu wajib yang ditetapkan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dikenai sanksi
administratif berupa:
a. penghentian sementara kegiatan;
b. pembekuan Perizinan Berusaha;
c. denda administratif;
d. paksaan pemerintah; dan/atau
e. pencabutan Perizinan Berusaha.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran
denda, dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Ketentuan Pasal 74 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 74
Setiap Orang yang melakukan impor Komoditas Perikanan
dan Komoditas Pergaraman yang tidak sesuai dengan tempat
pemasukan, jenis, waktu pemasukan, dan/atau standar mutu
wajib yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 yang mengakibatkan timbulnya
korban/kerusakan
terhadap
kesehatan,
keselamatan,
dan/atau lingkungan hidup dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana pidana denda
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Bagian Kesembilan Wajib Daftar Perusahaan
431
Pasal 116
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Bagian Kesepuluh Badan Usaha Milik Desa
Pasal 117
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) diubah sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 1 angka 6 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain yang dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah Badan Hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
Bagian Kesebelas Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasal 118
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817)
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 44 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 44
(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha
menerima pemberitahuan putusan Komisi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut dan menyampaikan
laporan pelaksanaannya kepada Komisi.
(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Niaga selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.
(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dianggap menerima putusan Komisi.
(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi
menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk
dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (4) merupakan bukti permulaan yang cukup bagi
penyidik untuk melakukan penyidikan.
2. Ketentuan Pasal 45 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45
(1) Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya
keberatan tersebut.
(2) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Niaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu 14
(empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung Republik Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan di Pengadilan
Niaga dan Mahkamah Agung Republik Indonesia
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1)
Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan
434
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 27;
perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan
penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
penetapan pembayaran ganti rugi; dan/atau
pengenaan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran denda, dan tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan Pasal 48 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-Undang ini dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun sebagai pengganti pidana denda.